"Ryouta, mulai besok aku ingin jadi tsundere!."

"Eeeehh~~?!"

.

.

.

.

.

My Sweet Lil-brother

Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki

.

.

.

.

Aku kembali melirik jamku. Jam 6.45. Yosh, persiapan sekolah selesai, aku harus cepat-cepat berangkat sebelum adikku yang berisik itu memergokiku. Segera kusambar tas sekolahku dan bergegas mengambil sepatu.

"Sudah mau berangkat, Anecchi? Kenapa tidak menungguku seperti biasa –ssu?"

Aku menghela nafas perlahan, lalu berbalik, menghadap ke wajah adikku yang masih berantakan karena baru saja bangun tidur. Tanpa sadar, aku menyunggingkan senyumku ketika melihat Ryouta, adikku yang berbeda jarak 2 tahun denganku. Dia terlihat sangat imut dengan bed hair yang masih menghiasi surai kuning cerahnya itu, ditambah lagi dengan wajah ikemen yang dia punya yang bisa membuat semua perempuan bertekuk lutut dalam sekali pandang. Ingin sekali aku habis-habisan menarik kedua pipinya sampai melar seperti yang biasa aku lakukan…

Ups! Dame, dame! Aku menepis keinginan itu jauh-jauh dari benakku. Mulai hari ini aku sedang dalam mode tsundere pada Ryouta. Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat, membuat Ryouta yang berdiri di hadapanku menaikkan sebelah alisnya.

"Doushite, Anecchi? Mukamu merah –ssu. Anecchi sakit? Kalau begitu hari ini Anecchi tidak usah masuk sekolah saja –ssu!"

Tangan besar Ryouta menyentuh pipiku. Tindakannya itu membuatku sedikit kaget. Sepertinya dia benar-benar khawatir kepadaku. Segera kutepis tangan itu dan menggeleng cepat.

"Iie, daijoubu desu. Daripada mengkhawatirkanku, lebih baik kau cepat-cepat bersiap sekolah. Lihat, sudah jam berapa ini."

Kulihat Ryouta melirik jam dinding. Selama beberapa detik ia tenggelam dalam pikirannya sendiri, mungkin sedang berusaha memahami situasi. Aku kembali menghela nafas, lalu memakai sepatu dan bergegas keluar rumah, meninggalkan Ryouta yang masih berdiri mematung.

"Ittekimasu!"

Dan bisa kudengar dengan jelas, setelah aku berjalan beberapa meter, Ryouta mulai membuat keributan dari dalam rumah.

.

.

.

#KRIIING~~

Bel istirahat akhirnya berbunyi. Leganya, akhirnya pelajaran matematika Kojima-sensei berakhir juga. Kau tahu, aku sangat membenci matematika, dan hal apapun yang berhubungan dengan hitung menghitung! Nilai matematika di setiap semester selalu menjadi perusak pemandangan rapotku. Meskipun begitu, untungnya aku lumayan pintar tentang pelajaran hafalan dan bahasa sehingga bisa menutupi nilai matematikaku yang buruk, dan masih bisa masuk ke dalam ranking sepuluh besar.

Teman-teman sekelasku mulai beranjak pergi ke kantin secara berkelompok, ada juga yang langsung membuka bento dan memakannya bersama-sama. Sedangkan aku? Aku adalah anak yang pendiam, kau tahu. Aku tidak memiliki banyak teman di sekolah. Bagiku, teman itu merepotkan. Apalagi sekarang adalah tahun ajaran baru, itu artinya teman sekelas baru dan kami belum kenal dekat satu sama lain. Tetapi, aku tidak tertarik untuk mencari teman. Lagipula hari ini adalah debut pertamaku menjadi anak kelas 3 di SMA Kaijou, aku harus fokus belajar untuk kelulusanku yang sudah dekat.

Aku meregangkan kaki dan tanganku sejenak di bangkuku sebelum akhirnya bangkit dan berjalan menuju perpustakaan. Ya, aku ingin memanfaatkan waktu istirahat hanya untuk belajar. Belum lama aku berjalan, di ujung koridor, aku melihat segerombol anak perempuan baru –anak kelas 1–, ada juga beberapa yang sepertinya kelas 2 dan 3, sedang memuja-muja (?) seseorang.

"Kyaa~~ Kakkoooi~~! Baru pertama kali aku melihat Kise-kun langsung seperti ini…! Aku tidak menyangka Kise-kun akan bersekolah disini~~~"

Glek. Firasatku tiba-tiba mengatakan bahwa aku harus cepat-cepat lari dari sini. Oke, tenang. Jangan biarkan dia merusak rencanamu siang ini. Lewat saja dengan santai, tanpa menoleh, dan bersikap seolah tidak ada apa-apa di sekitarmu.

"Ah, Anecchi~~! Kebetulan –ssu, aku baru saja ingin ke kelasmu!"

Sesosok kepala bersurai kuning cerah tiba-tiba menyembul dari gerombolan hyena kelaparan (?) itu. Sudah kuduga, Ryouta ada disana. Ah malangnya, dia menjadi santapan empuk mereka siang ini. Ups, jangan terpengaruh panggilannya. Abaikan dan terus jalan.

"Eeeh~~, Anecchi, chotto matte yo! Kenapa aku diabaikan –ssu~~?"

Ryouta mulai menyibakkan hyena-hyena di sekelilingnya dan berlari mengejarku. Mengetahui itu, aku pun refleks berlari pula, berusaha menghindarinya. Kalau hyena-hyena itu melihatku bersama Ryouta, pasti bisa terjadi kesalahpahaman. Aku pun tidak sudi meluangkan waktuku untuk menjelaskan hubungan kami berdua kepada mereka.

Dan seperti yang sudah dapat diduga, sekeras apapun aku berlari, pasti tidak dapat menandingi Ryouta. Di balik kariernya sebagai model remaja terkenal, anak itu memang sangat luar biasa di bidang olahraga. Tiba-tiba saja Ryouta melompat, menangkapku dari belakang dan memelukku erat, membuatku kehilangan keseimbangan dan jatuh ke depan bersamanya. Ryouta menimpaku, masih dengan pelukannya yang erat.

Shimatta. Disini banyak sekali orang yang menyaksikan kami. Termasuk hyena-hyena itu. Bagus, sekarang mereka menatapku dengan tatapan 'siapa-gadis-sialan-ini-yang-berani-merebut-Kise-kun-dariku-?'. Aku pun berusaha memberontak dari Ryouta, namun pelukannya malah semakin erat, membuatku sedikit kesakitan.

"Itte–, lepaskan aku! Jangan menggangguku, baka Ryouta!"

"Hidoi –ssu! Aku kan hanya ingin mengajak Anecchi makan siang bersamaku…"

Ryouta berdiri dan melepaskan pelukannya. Aku pun ikut berdiri dan berusaha membersihkan seragamku. Sungguh, pelukannya benar-benar maut.

"Hora, aku sudah membawa banyak bento dari fans-fansku –ssu, aku tidak kuat menghabiskannya sendiri."

Ryouta memperlihatkan isi kantong yang sedari tadi ia bawa. Heiii, memangnya adikku ini sebegitu terkenalnya ya?

"Tidak mau. Aku mau ke perpustakaan. Makan saja sendiri sana."

"EEEEHH~~?! Hidoi –ssu!"

Ia menggembungkan pipinya seperti anak kecil, tanda sedang merajuk.

K-kawaii~~

Ah sial, kalau sudah begini, aku tidak bisa lagi menolak keinginannya. Fuuh baiklah, aku mengalah. Aku lalu mengecilkan suaraku agar tidak terdengar orang lain yang masih saja memperhatikan kami.

"…Baiklah. Tapi tidak sekarang. Setelah pulang sekolah nanti, sebelum kau memulai latihan basketmu, aku akan membantumu menghabiskannya di atap sekolah. Jangan sampai ada yang tahu, aku tidak mau orang-orang lebih salah paham dari ini."

"H-Hontou? Yattaa~~ Anecchi no hontou ni daisuki desu~!"

Ryouta kembali memelukku erat sebelum akhirnya pergi dengan langkah riang, entah kemana, menghilang dari hadapanku. Oh fine. Dia memang benar-benar bodoh. Bisa-bisanya dia berkata dengan lantang seperti itu sehingga orang-orang di sekitarku mulai menatap sinis ke arahku. Samar-samar pula aku mendengar bisikan-bisikan rimba (?) di sekitarku yang berasal dari fans-fans adikku.

"Siapa ya dia? Kenapa Kise-kun begitu perhatian terhadapnya?"

"Kenapa sih Kise-kun bisa suka pada cewe dekil macam dia?"

"Eh, eh, kita labrak saja yuk! Supaya dia berhenti mendekati Kise-kun!"

Sebentar, untuk komentar terakhir, itu sedikit berbahaya. Ck, mereka tidak tahu saja kalau aku ini kakaknya Ryouta. Aku memang tidak terkenal seperti Ryouta sehingga tidak ada yang sadar nama marga kami sama. Bahkan, bisa dikatakan aku kebalikan dari Ryouta. Ryouta yang bersinar dan selalu membawa keceriaan dimanapun dia berada. Sedangkan aku, suram dan tidak ada seorangpun yang mengenal. Sepertinya Ryouta tidak menyebarluaskan bahwa dia punya kakak yang juga bersekolah di Kaijou, begitupun denganku.

Merasa tidak nyaman ditatap seperti itu aku pun bermaksud melanjutkan perjalananku ke perpustakaan yang tadi sempat terganggu, namun bel tiba-tiba saja berbunyi. Hei kenapa cepat sekali sih istirahatnya? Uh ini semua gara-gara Ryouta!

.

.

.

.

.

.

#KRIIINGG

Bel kembali berbunyi, menandakan waktunya pulang sekolah. Aku meregangkan kaki dan tanganku di bangku. Ya, itu adalah kebiasaanku setiap selesai belajar. Hari ini sangat melelahkan bagiku setelah peristiwa dengan Ryouta.

#DRRT DRRT

Ah, ada SMS masuk. Segera kubuka handphoneku. Ternyata dari Ryouta.

From : Kise Ryouta

Subject : -

Anecchi, gomen! Sepertinya aku akan telat ke atap karena harus mengurus remedial bahasa Jepang ;_; Tapi aku akan menyelesaikannya secepat mungkin! Anecchi tunggu saja di atap, aku pasti akan segera menyusul ;D

Mattaku. Dia memang adik yang bodoh. Aku tahu dia bodoh, tapi aku tidak menyangka dia akan sebodoh ini sampai-sampai pelajaran bahasa ibunya sendiri harus remedial. Baiklah, mau bagaimanapun aku sudah berjanji dengannya, aku tidak boleh membuat adikku satu-satunya itu kecewa.

Aku berjalan menaiki atap sekolah sambil membaca buku catatan sejarah Jepangku. Aku tidak mau menyia-nyiakan waktuku yang berharga untuk belajar, belajar apapun kecuali matematika, karena itu sudah tidak tertolong lagi. Ah, sampai. Saat kubuka pintu atap sekolah, seketika itu angin berhembus menerpa wajahku. Sedikit silau, karena matahari masih cukup tinggi. Tidak buruk juga. Baru pertama kali semasa sekolah aku menginjakkan kakiku di atap sekolah. Biasanya aku tidak tertarik mengunjungi tempat ini. Aku lebih tertarik pergi ke perpustakaan untuk mencari buku-buku pelajaran, atau sekadar membaca novel sastra disana. Oke, kesan pertamaku di atap sekolah, cukup baik.

Namun, kesan itu hancur sudah ketika aku mengedarkan pandanganku ke semua sudut dan menemukan gerombolan hyena yang tadi siang menyerang adikku. Mereka menyeringai ketika menangkap sosokku disini, kemudian bergegas mengeliliku, membuatku berada dalam jangkauan mereka. Mereka ada sekitar 10 orang yang terdiri dari kelas 1 dan 2. Gawat, firasatku mengatakan ini adalah saat yang genting.

"Anak kelas 3? Ah, siapa namamu? Kalau tidak salah, Kise-kun menyebutmu… Anecchi? Haha gomen gomen, senpai tidak terkenal sih. Orang seperti senpai sebaiknya enyah saja!"

Ah, ijime lagi. Oleh kouhai pula. Sepertinya kekhawatiranku benar adanya, kouhai-kouhai ini salah paham, padahal tahun ajaran baru kan baru saja dimulai hari ini. Sebenarnya aku sudah terbiasa dengan ijime, mengingat dulu pun aku menjadi korban ijime di SMP. Bila diingat, masa SMP adalah masa tersuram dalam hidupku karena aku adalah siswa yang kelewat pendiam, sehingga teman-temanku memperlakukanku dengan semena-mena! Salah satu dari mereka mendekatiku dan mengambil paksa buku catatanku.

"Ah, onee-chan ternyata sedang belajar. Maafkan kami yang sudah mengganggu onee-chan ya."

Kulihat dia mengeluarkan pemantik dari saku roknya, menyalakan apinya, dan bersiap menyulut buku catatanku.

"Buku ini pasti sangat bagus ya, onee-chan. Sayang sekali, hari ini akan hangus."

Dalam sekejap, buku catatanku terbakar dan hanya menyisakan abu yang beterbangan di udara. Ah bocah-bocah sialan, apa kalian tahu seberapa susahnya aku menyusun buku itu? Sebentuk perempatan mulai muncul di dahiku. Sepertinya mereka benar-benar harus diberi pelajaran.

"Nee, bocah-bocah, kalian sudah tidak sopan kepada senpai. Kalian mau mati disini, hm? Jangan remehkan aku, mentang-mentang kalian datang keroyokan."

Aku memamerkan seringaianku kepada mereka. Tampak para kouhai itu mulai terpancing dengan kata-kataku barusan, dan itu memang yang aku harapkan dari mereka. Aku pun menyiapkan kuda-kudaku untuk mengantisipasi hal terburuk yang mungkin akan mereka lakukan kepadaku. Tentu saja sekarang aku sangat bersyukur karena aku sudah terlatih untuk menangani ijime. Dan benar saja, kouhai-kouhai itu mulai mendekat kepadaku dan menangkap kedua tanganku dengan kasar, membuatku tidak bisa bergerak bebas. Untuk sementara, kubiarkan saja mereka bertindak semaunya.

Salah satu dari mereka berdiri tepat di depanku.

"Kami beri kesempatan terakhir kepada senpai sekarang. Minta maaflah kepada kami semua dan berjanjilah untuk tidak lagi mendekati Kise-kun!"

Heh, apa dia bilang? Ck, dia sepertinya sudah buta. Jelas-jelas Ryoutalah yang menempel kepadaku.

"Iie. Buat apa aku minta maaf atas kesalahan yang tidak pernah aku lakukan?"

Ah, wajahnya memerah. Aku berhasil memprovokasinya.

"Jangan berlagak kuat di depan kami! Senpai sekarang tidak lebih dari seekor semut yang lemah!"

BUAAKK

Dia menendang wajahku begitu saja, layaknya kepalaku ini adalah sebuah bola sepak. Darah mulai menetes dari sudut bibirku, membuatku meringis kesakitan. Tapi, memang inilah yang aku harapkan sedari tadi, kau tahu. Dengan begitu, setelahnya aku bisa bersenang-senang dengan mereka tanpa perlu merasa bersalah.

"..Sakit, tahu. Baiklah kalau itu mau kalian, aku sudah bilang jangan meremehkanku~"

Aku menghentakkan tanganku agar lepas dari cengkraman mereka. Dengan sekali hentakan, tanganku terlepas dengan mudah, bahkan bisa membuat mereka terjungkal. Lihat, siapa yang sebenarnya lemah?

Satu dari mereka hendak meninju wajahku, namun dengan sigap aku menunduk dan menendang kakinya, membuatnya terjatuh dengan tidak elitnya sambil mencium semen. Satu orang lagi maju dan hendak menendang perutku, dan sebelum itu terjadi, aku menangkap kakinya tersebut lalu melemparnya ke arah teman-temannya sehingga mereka terhempas bersama-sama. Aku kembali menyeringai kepada mereka.

"Hanya itu kemampuan kalian? Dasar kouhai-kouhai payah."

Tiba-tiba pintu atap dibuka dengan kasar oleh seseorang. Refleks aku menoleh ke pintu. Kulihat Ryouta disana dengan nafas yang tersengal-sengal. Sepertinya dia sengaja berlari kesini. Uh itu memang sudah seharusnya. Dia berteriak ke arahku dengan suara cemprengnya yang khas.

"Anecchi~~ Gomen aku tela–"

Seketika Ryouta menghentikan ucapannya. Nampaknya ia kaget melihat pipi sebelah kiriku yang sudah lebam dan sudut bibirku yang sudah mengeluarkan darah. Ia mengalihkan pandangannya kepada para kouhai yang tidak lain adalah fans-fansnya. Mereka mulai ketakutan karena Ryouta memberikan tatapan yang sinis.

"Nee, apa yang sudah kalian lakukan pada Anecchi?"

Aku membelalakkan mataku. Ajaib, ini adalah pertama kalinya aku mendengar Ryouta berucap tanpa menggunakan embel-embel –ssu seperti biasanya. Ia kemudian memandangku lagi, berjalan ke arahku. Menyentuh pipiku yang lebam dengan pelan lalu menghapus darah yang menempel di sudut bibirku. Sentuhannya membuat pipiku seperti tersengat aliran listrik dan itu membuatku meringis. Tatapannya kembali teralih kepada fans-fansnya itu.

"Enyahlah, orang-orang yang sudah membuat kakakku menderita."

Fans-fansnya seketika terkejut mendengar perkataan Ryouta.

"K-kakak..? Maksudnya?"

Aku menjawab cepat pertanyaan itu.

"..Kise *name*. Kakak kandung Ryouta. Ingat itu baik-baik, bocah."

Tentu saja wajah mereka langsung merah padam ketika tahu bahwa aku adalah kakak dari Ryouta. Akhirnya mereka mengerti dengan kesalahpahaman ini. Segera mereka berdiri dan serentak membungkukkan badan padaku dan Ryouta. Mengucapkan 'sumimasen' berkali-kali lalu berlari terbirit-birit menuruni atap. Ah leganya, aku tatapi punggung mereka sampai menghilang dari hadapanku. Tentu saja harus aku pastikan mereka tidak akan menggangguku lagi.

"Anecchi.."

Aku menoleh ke sang sumber suara. Aku terkejut ketika melihat mata dan hidung Ryouta sudah memerah, siap meluncurkan air dari sana.

"E-eehh.. Ryouta! Kau kenapa..?"

"Gomen –ssu.. Gara-gara aku datang telat, Anecchi jadi seperti ini –ssu.."

Air mulai menetes dari mata dan hidungnya. Ryouta menangis sesenggukan di hadapanku. Kami-sama, aku tidak tahan jika melihatnya menangis. Aku sebenarnya sudah sering melihatnya menangis, tetapi tetap saja itu membuat hatiku terasa sakit. Perlahan aku menariknya ke dalam pelukanku, berharap pelukanku bisa sedikit menenangkan tangisannya. Dan Ryouta balas memelukku, kali ini dengan pelukan lemah.

"Huweeee~~ Anecchi.."

Kuusap surai kuningnya lembut. Aku sangat senang, Ryouta mengkhawatirkanku. Dia memang adik yang sangat imut. Selama beberapa menit aku biarkan dia menangis di pundakku, dan aku masih setia mengusap surainya. Kemudian aku merasakan ia mengeratkan pelukannya di pinggangku.

"..Mulai hari ini aku akan menjaga Anecchi, –ssu."

Ryouta berbisik tepat di telingaku. Aku pun tak kuasa menyunggingkan senyumku.

"Baka, kaulah yang seharusnya aku jaga. Kau kan adik yang mengkhawatirkan. Hanya melihat kakaknya begini saja sudah menangis."

Aku mendorong kedua bahunya, lalu menyentil keningnya. Kulihat Ryouta hanya menatapku pasrah menerima sentilan dariku. Mata dan hidungnya basah parah akibat menangis.

"Mou, berhentilah menangis, baka. Wajahmu jadi jelek."

Ryouta memanyunkan mulutnya. Aaaaah Ryouta no baka, sekarang dia terlihat sangat sangat sangat imut~~! Aku jadi tidak bisa menahan tawaku, sehingga membuat wajahnya bertambah merah akibat malu.

"Pulang yuk, Ryouta. Hari ini kau tidak usah latihan basket. Kita makan semua bento dari fansmu di rumah saja."

"Hehe, Anecchi, kau tidak jadi tsundere –ssu?"

Kali ini giliran wajahku memerah ketika mendengar ucapan Ryouta. Gelagapan, aku mencari-cari jawaban. Akhirnya kujawab asal sambil memalingkan wajahku ke arah lain, tidak sanggup melihat wajah Ryouta.

"U-u-untuk h-hari ini saja! B-berterima kasihlah karena aku melakukannya demimu!"

Walaupun tidak melihat langsung wajahnya, aku tahu Ryouta terkekeh setelah mendengar jawabanku. Wajar sih, jawabanku memang konyol.

"Baiklah –ssu~~ Anecchi, hontou ni arigatou~~ Aku bersyukur –ssu, Anecchi-lah yang menjadi kakakku.. Aku menyayangi Anecchi –ssu~~"

Dalam hitungan detik, bibir Ryouta sudah menempel di pipiku tanpa aku sadari. Aku kembali membelalakkan mataku. Ia mengecup pipiku lembut, kemudian tersenyum manis sekali. Shimatta, aku yakin sekarang wajahku sudah semerah tomat seraya mengeluarkan asap, karenanya Ryouta menertawakanku. Ryouta lalu menggandengku dan menuntunku ke pintu atap untuk pulang ke rumah kami.

Aaaah Ryouta, aku juga bersyukur kaulah yang menjadi adikku, adikku yang paling manis sedunia ~

.

.

.

.

.

Owari


Ah maafkan saya kalau ff ini tidak bagus ._. Saya baru kali ini nulis ff sendiri, sebelumnya setia menjadi silent reader. Yaaa walopun bukan ff pertama yang saya tulis, tapi ini ff pertama yang saya publish ehehe. Terima kasih bagi para reader yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca ff aneh ini. Ff ini saya tulis semata-mata untuk memenuhi obsesi saya yang kepingin banget punya adik seperti Kise ufufu ~

Sekali lagi terima kasih banyak atas waktunya untuk membaca ff ini, dan kalo berkenan, tolong kasih saya kritik dan saran yang membangun agar saya bisa lebih baik lagi dalam menulis ;)