Mediant

Disclaimer: Shingeki no Kyojin © Hajime Isayama. Tidak ada keuntungan material apapun yang didapat dari pembuatan karya ini. Ditulis hanya untuk hiburan dan berbagi kesenangan semata.

Pairing: Levi/Hanji Zoe. Genre: Family/Hurt/Comfort. Rating: K+. Other notes: AU. Slice-of-Life. Family problems-oriented.

(Katanya, Dokter Hanji itu jenius. Dokter Levi juga hampir tidak pernah gagal dalam menangani operasi. Hidup pasangan dokter itu kelihatannya sempurna, tetapi, memangnya hidup siapa yang tidak memiliki kekurangan? Hukum yang sama berlaku untuk keluarga Levi dan Hanji.)


#Prolog


"Anakmu hanya terkena flu. Tidak lebih dari itu, jangan terlalu khawatir," Hanji tersenyum, dia meletakkan pulpen hitam ke meja, lantas melipat tangannya—memandangi seorang gadis kecil berambut pirang, pasiennya. Ketika anak mungil yang bermata sendu itu menatapnya, Hanji balas tersenyum, matanya berbinar.

"Dan menurut keterangan Anda sebelumnya ..." tambah Hanji, matanya beralih pada catatan acak-acakan yang dibuatnya di atas kertas resep obat si pasien, "Dia punya alergi. Rajin-rajin membersihkan rumahmu, ya, terutama kamarnya, karena dia sensitif sekali."

"Aah, begitu, ya," ibu muda itu mengangguk-angguk. "Kurasa aku dan suamiku harus berubah jadi penggila kebersihan mulai sekarang. Akan kuminta dia menyapu furnitur di kamar kami agar alergi Jane tidak kambuh lagi."

"Anda mau suami Anda jadi clean freak?" Hanji tertawa kecil, dia menambahkan catatan pada kertas resep, "Punya suami clean freak kadang bisa membuat kewalahan, lho, haha. Ini resep obatnya. Silahkan diambil di apotek."

"Suami dokter seorang clean freak, kah?" ibu pasien yang juga berambut pirang itu balik bertanya. "Bagaimana rasanya?"

"Anda tidak akan bisa meninggalkan rumah sebelum selesai membantunya menyapu debu bahkan hingga ke bagian bawah sofa," Hanji meletakkan salah satu tangan di dekat bibirnya, nada bicaranya merendah.

"Hahaha, dokter ada-ada saja. Terima kasih resepnya," wanita itu berdiri, membaca sekilas resep untuk putrinya.

"Hm, boleh aku menggendong putrimu? Sebentar saja."

"Boleh sekali! Jane, ayo sapa Ibu Dokter," dia menyerahkan anaknya.

Hanji menyambutnya dengan senyum lebar, "Ayo manis, mau ikut Bu Dokter? Nanti kubawa kau ke rumahku, atau, kau mau melihatku memeriksa anak-anak lain? Mungkin kau mau jadi dokter juga kelak? Akan kutunjukkan kau banyak hal yang menarik tentang dunia kedokteran, hihi."

Sang ibu menepuk-nepuk kepala putrinya yang masih terlihat takut dan belum terbiasa di pelukan Hanji, anak itu kelihatannya pemalu. "Dokter kelihatannya senang sekali dengan anak-anak. Makanya Anda memilih jadi dokter anak, ya 'kan?"

Hanji mencium pipi Jane, anak itu kelihatan bingung sesaat, namun ketika melihat Hanji tertawa lebar lagi, dia mengangkat tangannya, menyentuh pipi Hanji. "Daaa!"

"Yeah, kurang lebih begitu," Hanji mencium Jane lagi.

"Tidak biasanya Jane langsung akrab dengan orang asing begini. Dia sangat pemalu, lho," sang ibu terlihat kagum. "Mungkin Anda terbiasa dengan anak-anak di rumah, ya, jadi punya aura sendiri untuk menarik perhatian anak-anak. Jangan-jangan Dokter punya anak banyak, nih?" dia bercanda sedikit.

"Hahaha, mungkin Anda tidak akan percaya ini," Hanji menyerahkan Jane kembali pada ibunya. "Aku sama sekali belum punya anak."


"Ada keretakan tulang yang cukup parah di bagian sini—"

"Levi~"

"Tsk," Levi berusaha untuk tidak mempedulikan seseorang yang seenaknya muncul di depan pintu, dia meneruskan penjelasannya pada tiga asisten di depan mejanya. "Dan di bagian sini. Ini akan menyulitkan—"

"Levi, kutunggu kau di sini~ ini sudah waktunya makan siang~"

"Tch," Levi mengetukkan pena birunya pada meja dengan sedikit kesal, kemudian menoleh ke arah pintu. "Bisakah kau diam sebentar, Mata Empat?! Aku sedang menjelaskan—"

"Iya, iya, aku tahu. Aku cuma memperingatkanmu kalau-kalau kau lupa makan. Kau punya jadwal operasi sore ini, kau tidak boleh kekurangan energi—"

"Aku tahu," Levi berujar sinis. "Tidak perlu repot-repot memperingatkanku. Aku tidak setua itu hingga melupakan hal-hal penting."

"Hahahaha, oke, oke, kutunggu kau di sini. Silahkan lanjutkan penjelasanmu. Hei, para junior, maaf mengganggu, ya! Aku hanya memperingatkan si gila kebersihan ini untuk makan, soalnya dia sering lupa kalau sudah keasyikan bekerja!"

"Ck," Levi menghempaskan pulpennya di meja, bunyinya cukup keras hingga para asisten itu terkejut. Dan takut. "Kerusakan tulang pasien ada di dua bagian sini saja. Tentang cara penanganan dan terapinya akan kujelaskan nanti. Kalian boleh istirahat."

Sesungguhnya, Levi tidak mau membiarkan Hanji menunggu terlalu lama. Hanya saja, dia bukan tipe yang blak-blakan. Dia segera meninggalkan ruangan tanpa menanggalkan jas putihnya. Levi sama sekali tidak menoleh ketika Hanji kembali menyerang telinganya dengan rentetan kehebohan lain.

"Heee, kenapa tidak kau lanjutkan saja penjelasan pada mereka? Ayolah, aku belum terlalu lama menunggu, tidak apa-apaaa~"

"Tutup mulutmu."

"Hahahaha, kau ini, lucu sekali~"

Salah seorang asisten memandang kawannya. "Dokter Hanji akrab sekali, ya, dengan Dokter Levi."

"Hei, kau belum tahu? Mereka itu suami-istri!"

"... Hah?"

"Iya. Malah, katanya sudah cukup lama menikah. Sudah beberapa tahun. Tapi hubungan mereka, bagi orang-orang yang belum tahu, kelihatan seperti relasi kerja saja. Apalagi Dokter Levi kelihatannya cuek begitu. Hanya orang-orang tertentu yang bisa jeli melihat kalau sebenarnya Dokter Levi itu sangat perhatian pada Dokter Hanji."

"Wow ... aku baru tahu," sahut yang satunya. "Dokter Hanji itu jenius, lho. Dia lulus jadi dokter dengan cum laude, sekarang katanya dia sedang menyusun disertasi tentang masalah alergi pada anak-anak."

"Disertasi? Strata tiga, dong! Sempat-sempatnya dia menyusun karya ilmiah begitu, padahal dia 'kan dokter di rumah sakit—dan kemungkinan besar juga membuka praktik di rumahnya."

"Ah, namanya orang jenius, ya pasti gampang," yang lain menimpal. "Dokter Hanji itu jenius, Dokter Levi juga pintar sekali. Aku tidak pernah mendengarnya gagal dalam operasi. Anak-anak mereka pasti sangat jenius."

"... Sayangnya, kata seniorku yang sekarang jadi asisten Dokter Hanji ... mereka belum punya anak sama sekali."


"Aku mau sandwich~" Hanji merentangkan tangannya lebar-lebar. "Sudah lama tidak makan itu. Kaumau apa, Levi? Kalau beli dua porsi sandwich bisa dapat diskon, lho, Rico tadi bilang begitu."

"Terserah."

"Oh ayolah Levi, bersemangatlah sedikit—uwah! Lily, ini putrimu, yang sering kau ceritakan itu? Aduh, dia manis sekaliiii!" perhatian Hanji langsung teralih pada sahabat lamanya, yang dia lihat datang dari arah berlawanan. "Sedang apa di sini? Ada yang sakit?"

"Teman sekantor suamiku sedang dirawat. Eh, Jasmine, ini Tante Hanji."

Levi menyingkir. Bahkan dia sendiri pun tidak bisa mencegah Hanji jika wanita itu sudah terlalu antusias dengan anak kecil.

"Jasmine sudah bisa apa, nih? Dia belum genap dua tahun, 'kan?"

Lily pun berjongkok, dia memegangi tubuh Jasmine ketika anak itu berdiri di atas lantai, "Perlihatkan apa yang baru kau pelajari pada Tante Hanji, Sayang. Ayo."

Hanji pun berjongkok pula, matanya langsung bersinar cerah ketika dia melihat Lily mulai melepaskan Jasmine, membiarkan anak itu melangkah dengan tertatih-tatih. Jasmine merentangkan tanganya ke depan, seolah ingin menggapai Hanji segera. Dia tertawa ceria, seakan berjalan adalah hal yang paling menyenangkan di dunia.

"Aduh, pintar sekali! Hebatnya~ ayo sini, sini, Jasmine, datang padaku! Iya, iya, sedikit lagi—" Jasmine telah hampir mencapai Hanji, "Yak! Tante Hanji mendapatkan Jasmine!" Hanji segera memeluk anak itu ketika dia mencapainya. Hanji kemudian menggendongnya, mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara. "Kaumanis sekali hari ini, Sayang!"

Lily tersenyum, sesaat kemudian, Jasmine pun dikembalikan padanya (setelah Hanji puas menciumi pipi chubby-nya, tentu saja). "Semoga kau segera menyusul, Hanji. Ah, maaf, ya, aku harus ke sana. Suamiku sudah menunggu. Nanti kita ngobrol banyak lagi, ya, kalau kau sedang tidak sibuk. Jaa!"

"Yaaa~"

Lily pun berlalu. Hanji menatap kedua orang itu hingga jauh—sebab Jasmine masih melihat kepadanya dan melambai-lambaikan tangannya,

Hingga keduanya hilang di belokan lorong, Hanji belum melepaskan pandangannya. Sorot matanya tampak kosong ketika mereka berdua tak terlihat lagi.

Levi bisa menangkapnya, mengerti itu dan menyimpulkan sesuatu.

"Maaf."

Hanji tersentak, ketahuan sekali bahwa dia tadi melamun. "Hah? Apa? Maaf katamu tadi? Hahahaha, untuk apa, Levi? Kaupunya salah? Apa kau diam-diam membuang jas kotorku yang belum sempat kucuci kemarin?"

"Bodoh."

"Hahahaha, kau ini~ ayolah, jujur saja, kau melakukan kesalahan apa? Aku tidak akan marah, aku janji," Hanji kemudian menggandeng tangan Levi—anehnya, tak seperti biasa—Levi tak menolak. Padahal dia paling anti untuk memperlihatkan 'kedekatan' di tengah umum.

"Karena belum bisa memberimu kebahagiaan itu."

"Haaah?" Hanji terlihat bingung. Namun, bohong jika otak jenius Hanji tidak bisa mencerna maknanya. "Hahahahaha, aku mengerti. Levi, Levi, kau ini aneh. Dimana-mana, yang minta maaf itu pihak perempuan," dia merapat pada sang suami.

"Mungkin saja semua ini sebenarnya karena aku."

"Hei, kita sudah memastikan berkali-kali, 'kan? Tidak ada yang salah diantara kita. Ini cuma soal waktu. Karena ini belum saatnya, maka dia belum datang. Nanti, kalau saatnya sudah tepat, dia pasti hadir. Jangan terlalu dipikirkan," Hanji melepaskan diri, kemudian berjalan dengan santai, menggoyang-goyangkan kepalanya seolah sedang bernyanyi, dan mendahului Levi. "Lebih baik kita makan!"

Karena Hanji memunggunginya, Levi tidak bisa memastikan bahwa wanita itu sedang memakai topeng apa untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya tersimpan rapi di benaknya.

tbc.


A/N: huahahaha finally, ini multichapter pertamaku yang bukan kumpulan cerita di fandom SnK! (eh iya bener kan ya? aku juga rada lupa /nyet) dan tema family!LeviHan itu benar-benar menarik untuk diolah. =))

kenapa judulnya 'Mediant'? Well, yang mendalami dunia musik mungkin tahu. Mediant artinya "derajat ketiga dari skala diatonis". secara latin, Mediant artinya "menjadi yang di tengah-tengah". istilah "ketiga" di sini kuanalogikan menjadi "pihak ketiga" di kehidupan levi sama hanji. sejenis kayak arti latinnya, "yang di tengah". apa atau siapa pihak ketiga itu? kalian pasti bisa nebak sendiri kalau baca ceritanya. :D

terima kasih sudah membaca! o/