"New Friend and New life"

Disclaimer : Naruto dan Hight School DXD, Bukan punya saya tapi

:Masashi Kishimoto

: Ichiei Ishibumiuncak.

Warning: gaje,abal,typo,dan alur nyeleneh. Melenceng dari canon,ooc,oc dll

Summary:Naruto yg telah menyegel chakra Madara,Obito,dan Juubi didalam tubuhnya akhirnya mencapai pada ambang batasnya,bukanya mati tapi ia terkirim ke dimensi lain dengan kondisi yang berbeda jauh,;

Chapter 17: Gejolak hati Herries Sitri.

Deru nafas terputus-putus mengambarkan betapa lelahnya sosok Yasaka. Gadis Youkai itu sejak turun dari gendongan Naruto langsung terkapar lemah di atas puing-puing bangunan rumah penduduk, setelah mengatakan sepatah dua kata yang berisikan sebuah permohonan maaf dan terimakasih jelmaan Rubah ekor sembilan itu langsung kehilangan kesadaran. Pancaran kekhawatiran mampir dari setiap pasang mata yang mengelilinggi tubuh mungil sang Youkai. Tidak ada yang bersuara, semua memilih membisu dan membiarkan Asia melakukan tugasnya sebaik mungkin.

Sona dan Rias berjalan sedikit menjauh dari kerumunan, dua gadis ini sepertinya akan mulai rapat mendadak menyangkut tindakan apa yang harus mereka lakukan ketika menghadapi situasai tak terkira seperti sekarang. Suasana memang sudah terasa agak tenang, tapi mereka berdua tetap harus menentukan langkah kedepanya andai-andai ada masalah baru lagi yang mungkin saja akan muncul.

" Semua luka yang ada di tubuhnya sudah ku sembuhkan, sekarang Yasaka-sama hanya perlu istirahat." Suara Asia membuat semua yang ada di sekelilingnya menghembuskan nafas lega. Gadis bertubuh mungil itu langsung ambruk bersimpuh disamping sosok sang ratu Youkai. Nafasnya terengah dengan kepala menunduk menghadap tanah. Ia yang di kategorikan sebagai iblis paling sopan di antara semuanya, bahkan tidak menoleh sedikitpun ketika Tsubaki, Tomoe, Momo dan Bennia mulai melangkah menjauh. Agaknya setamina dan kondisi fisik Asia benar-benar drop setelah melakukan pemulihan pada tubuh Yasaka.

"Syukurlah." Naruto bergumam pelan, matanya menatap sosok tak berdaya Yasaka, sedetik kemudian ia menatap wajah Asia. Dari pandanganya gadis itu nampak sangat kelelahan, namun meski begitu senyum kepuasan bersarang manis menghiasai wajah ayunya." Kau baik-baik saja?" Naruto mendesah ketika melihat Asia menatapnya dengan pandangan binggung." kondisimu, apa baik-baik saja?"

Untuk sesaat kedua kelopak mata Asia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menganguk mantap dengan senyum yang semakin melebar." Um,,aku baik-baik saja!"

Melihat bagaimana gadis itu langsung bersimbuh ketika selesai memberi pertolongan pada Yasaka jelas sekali jika kondisi Asia tidak seperti apa yang ia katakan. Entah apa yang membuat gadis itu berbohong, mungkin karena tidak ingin membuat khawatir atau karena tidak ingin di angap lemah." Berhentilah tersenyum seperti orang bodoh!" Naruto menaikan sedikit nada suaranya, ia benci ketika melihat bagaimana gadis itu memaksakan tubuhnya. Tatapan mata milik sang Ninja menajam, membuat mantan Biarawati itu menunduk dengan kedua tangan meremas ujung bajunya sendiri." Mulai saat ini, istirahatlah! Jangan lakukan apapun yang membuat tubuhmu semakin bertambah lelah. Sudah cukup Asia! Istirahatlah!"

Meski berupa teguran dengan oktaf keras tapi siapapun yang mendengar jelas dapat menangkap kepedulian disana. Asia yang menyadari hal itu mendongkrak, sadar atau tidak ia tersenyum. Wajah garang yang awalnya membuat takut sekarang malah membuatnya merasa sangaat senang.

"Tapi masih banyak yang harus ku kerjakan!" Setelah perasaan intimidasi itu lenyap Asia mulai melunjak. Ia menatap mata sang Ninja secara langsung dengan sorot menantang. Suatu hal yang tidak pernah ia lakukan sejak dahulu.

Naruto mengangat alis matanya heran, sejak kapan gadis pemalu ini punya keberanian seperti itu?. "Tetap tidak boleh, sekarang cepat istirahat!"

"Tapi mere—"

"Asia! Turuti apa kataku!" Mendapat perlakuan seperti ini membuat Asia merasa seakan memiliki seorang kakak. Perdebatan sepele yang selama ini belum pernah ia lakukan ternyata sangat menyenangkan. Bagi dia yang selalu mengiyakan permintaan orang lain, sesuatu sekecil ini terasa sanga berbeda, dan harus ia akui cukup menghibur.

"Tapi—"

"Jangan membantah!" Naruto menekuk wajahnya, membuat ekspresi menyeramkan untuk menakuti Asia. Posisinya yang masih duduk bersila di samping tubuh Yasaka menegak. Berhadap-hadapan dengan sang gadis bersurai kuning emas itu membuat ia bisa melihat secara jelas rupa dan semua ekspresi yang di keluarkan salah satu budak Gremory tersebut. " Lakukan atau ku ikat tubuhmu di pohon itu!" tangan kanan Naruto terangkat dengan jari mengacung menunjuk sebuah pohon yang berada cukup dekat dengan tempat mereka berada saat ini.

Pada akhirnya usaha Naruto berhasil. Pada detik itu juga Asia langsung mengkeret tidak berani memberi jawaban selain mengiyakan. Gadis itu, entah dia tahu dari mana jika kali ini Naruto tidak main-main dengan ucapanya, padahal sejak tadi jelas sekali ke tidak setujuan dia layangkan untuk membatah saran atau perintah Pion sang Sitri.

Tatapan mata berbeda itu terus mengekori ke mana Asia melangkah. Barulah saat sang gadis duduk manis disamping Tomoe dan Bennia yang tengah mengistirahatkan tubuh, kedua pupil Naruto meningalkan gadis itu.

"Hah,,kenapa dia jadi keras kepala sekali?" Mantan Shinobi nomor satu Konoha itu memijit pangkal hidungnya.

"Mungkin otaknya konslet akibat syok melihat pertarungan barusan!"

" Jangan bicara sembarangan!" Naruto menoleh kesamping, memandang gadis yang sejak tadi ia abaikan!.

"Hihihi,,, ada apa Naruto-kun?" Xenovia terkikik geli mendapati sang Ninja yang gagah di medan perang tapi pemalu di depan wanita.

"X-xenovia,,,"

" Ada apa?" Gadis itu tetap mempertahankan posisi tubuhnya dan hanya kepala dan matanya saja yang bergerak memantau tingkah kikuk Naruto.

"I-itu,,i-iitu,,,"

Pemilik pedang suci Durandal itu mengembungkan sepasang pipinya dan tanpa memperdulikan akibat apa yang akan ia lakukan, Xenovia mengesek-gesekan pipi tembemnya di lengan telanjang Naruto." Bukanya tidak sopan bicara pada seseorang tanpa melihat wajah mereka, hem?"

Rasa geli membuat bulu kudunya berdiri, gesekan kulit akibat ulah Xenovia benar-benar membuat Naruto mati kutu." B-bukanya lebih tidak sopan, berada dekat dengan lawan jenis tanpa memakai apapun membalut tubuh?" anak Yondaime Hokage itu masih terus membuang pandanganya kesamping, menolak apa yang Xenovia suguhkan untuk matanya.

"Kurasa sopan-sopan saja!"

Dan entah apa lagi yang harus Naruto lakukan untuk membuat Knight Gremory itu melepaskanya. Pemuda itu pada akhirnya memilih diam, tidak ada lagi percakapan yang ujung-ujungnya pasti menyudutkanya. Namun meski terlihat pasrah akan keadaan Naruto tetap tidak menyerah, ia masih berusaha melepaskan lilitan kedua tangan Xenovia dari lengan kirinya . Dengan perlahan, layaknya ular melata, Naruto mulai mengerakan tangan kirinya yang ada di dalam dekapan Xenovia naik keatas.

"Ahh,,,Naru"

Dan usahanya kembali membuahkan kegagalan, karena begitu ia mulai bergerak terasa ada benda keras-keras kenyal yang bergesekan dengan lenganya, dan tak lama setelah itu desahan menggugah nafsu keluar dari bibir Xenovia.

'ASTAGA,,!' sang Uzumaki terakhir menjerit dalam hati. Sebenarnya apa yang di inginkan gadis ini? Badanya kaku bak patung saat Xenovia kian berani mengesek-gesekan tubuhnya sendiri ke lengan Naruto. Bagaimanapun juga sang Ninja juga mahluk bergender laki-laki, mengingat umur aslinya yang sudah menginjak kepala dua keatas, tentu Naruto tahu benar akan apa yang harus ia lakukan untuk meladeni pancingan gadis bersurai biru itu, tapi mengingat tentang 'moral,' dia sekuat tenaga berusaha untuk tidak melepas nafsunya. Namun, jika situasi terus seperti ini? Entah sampai kapan ia bisa bertahan.

"GLORIA"

"Apa yang kau inginkan sebagai balasan kebebasan ku?"

"Tsuki shinszo! Berikan aku keabadian murni!"

" Baiklah" Kaca kecil yang di sangga kedua tangan wanita bersurai raven pajang itu bersinar terang. Dari dalam benda itu sebuah cahaya putih pucat sebesar kepalan tangan bayi keluar dan menuju pucuk kepala sosok Zuko, yang masih berlutuh ala kesatria kerajaan.

Cahaya yang merupakan inti dari kehidupan yang di berikan oleh Kaguya secara perlahan memasuki kepala Zuko. Tidak terjadi apa-apa pada awalnya, namun setelah beberapa detik sebuah sinar terang mulai menyelimuti tubuh sang penghianat. Di mulai dari telapak kaki dan terus merambat keatas kepala.

"ughh,,,,geerrrrrr,,," Geraman menyerupai hewan buas keluar tanpa malu dari kerongkongan Zuko. Tubuhnya ambruk, berlutut dengan tangan sebagai penyangga. Rasa sakit teramat sangat mengerogoti setiap inci tubuhnya. Rasa sakit ini, benar-benar mengerikan. Ia merasa seperti setiap tulang dalam tubuhnya di cabut satu persatu dengan kasar dan semua organ dalamnya seperti di remas-remas dengan begitu kuat."a-a-apa,,,GRAAAAHHHH!"

Tidak ada perubahan apapun pada garis wajah Kaguya meski matanya di suguhi pemandangan memilukan. Wanita ini seakan tidak memiliki apa yang di sebut dengan perasaan. Mungkin di masa lalu pemandangan seperti seseorang yang mati atau merengang nyawa di hadapanya adalah hal yang lumrah yang tidak perlu di apresiasikan dengan kesedihan maupun tawa.

"GLORIA"

Berkali-kali Naruto mengumamkam kata'tolong aku' yang ia tujukan pada wakil Rajanya. Tapi berkali-kali pula hanya tatapan masa bodoh yang ia dapatkan.

"Tolong Tsubaki-san." Untuk kali ini Naruto sedikit berteriak. Meski mendapatkan sebuah cubitan keras di perut sampingnya, tapi ia tetap tidak memindahkan arah pandangnya dari Tsubaki Shinra, yang berdiri mantap persis tiang listrik.

"Jangan menyebutkan nama wanita lain keika kau denganku, Naruto-kun!" Ketidaksukaan jelas mewarnai tuntutan Xenovia, tapi sekali lagi Naruto menghiraukanya. Tak mendapat respon dari sang pujaan hati gadis ini semakin mengeratkan dekapanya. Ia yang awalnya hanya memonopoli legan sang Ninja sekarang sudah berani memeluk seluruh tubuh Naruto.

Rasa malu dan gengsi benar-benar meningalkan Xenovia. Ia seakan tidak perduli dengan sekitarnya. Setelah sekian lama hanya diam dan berinteraksi kecil, Xenovia yakin bahwa perkembangan hubunganya dengan Naruto tidak akan berjalan seperti apa yang ia harapkan jika terus seperti itu. Oleh karena itu lah, pada akhirnya ia mengambil keputusan untuk membuat sang Uzumaki mengetahui perasaanya dan terus melekat padanya agar ia terbiasa dengan kehadiranya. Jika ada yang bertanya apa dia tidak malu dengan tindakanya itu? maka dengan tegas Xenovia akan menjawab' Untuk apa malu? Toh sekarang aku IBLIS!'

Ketika Tsubaki menoleh, Naruto sudah benar-benar berharap, tapi saat gadis itu membanting ujung Naginatanya ketanah hingga menancap dalam, harapan itu sedikit demi sedikit mulai luntur. Tatapan ketidak pedulian itu, wajah datar tak berperasaan dan gerakan bibir yang dapat Naruto artikan sebagai penolakan benar-benar menghancurkan harapan Uzumaki Naruto hingga berkeping-keping.

'Hah,,,apa ini nasibku?' Pemuda itu mendesah panjang, matanya dengan tersendat-sendat melirik kebawah, di mana kepala samping sang Knight Gremory tengah bersandar tentram di dada kirinya. Naruto sadar sudah tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mengenyahkan gadis ini selain dengan cara kasar. Tapi dia tidak mungkin melakukannya, karena bagaimanapun juga ada hal menyangkut balas budi yang membuat Naruto tidak mampu barang secuil pun melukai gadis bermahkota biru tersebut.

Dari pada terus merasa tertekan, kenapa tidak ia nikmati saja? Pada kenyataanya Naruto sebenarnya bukanlah tidak suka dengan kelakuan Xenovia, namun ia hanya terlalu malu. Belum terbiasa dengan prilaku nekat gadis dari ras Iblis dalam menyampaikan perasaan suka. Tapi jika di pikir-pikir bukanya dia juga iblis? Jika gadis ini bisa cuek saja dengan sekitarnya lantas kenapa dia tidak?. Naruto menganguk dan merilekskan tubuhnya yang sejak tadi menegang. Xenovia yang merasakan penerimaan dari si pirang tersenyum, tidak sia-sia juga usahanya.

'Setelah misi ini selesai jangan salahkan aku jika kau akan berakhir diranjang, Xenovia!'

"GLORIA"

Pencahayaan yang sangat kurang membuat perut goa, tempat yang awalnya berfungsi sebagi altar penyegelan Putri Kaguya, tampak begitu gelap. Angin dingin berhembus menusuk kulit, kicauan serangga dan hewan yang biasanya membuat keadaan Goa terasa hidup kini tak satupun yang berani mempertontonkan suaranya. Di tengah-tengah perut goa, di atas kubangan air dangkal sesosok tubuh terbungkuk, punggungnya bergetar, pernafasanya begitu cepat seakan ia baru saja berlari menempuh jarak ratusan Kilometer. Di depan sosok itu, sesosok wanita dewasa berdiri bak patung arca mengamati apa yang ada di hadapanya dengan pandangan kosong.

Setelah penderitaan yang ia alami, kini Zuko dapat merasakan tubuhnya lebih dingin dari suhu normalnya. Laki-laki itu menekuk ludahnya dengan begitu berat saat kilasan dimana ia merasakan penyiksaan yang baru saja ia alami terlintas dan membayang di kepalanya. Demi kepala piring Kumo! ia tidak ingin lagi merasakan rasa sakit itu, seumur hidupnya baru kali ini ia merasa semenderita itu.

"A-apa sekarang aku t-tidak bisa mati?"

Hening untuk sesaat ketika Kaguya tidak langsung menyahut seperti sebelum-sebelumya. " Yah! Apapun yang terjadi padamu, kau tidak akan bisa mati.!"

Di dalam sisa-sisa penderitaanya Zuko menyeringgai. Akhirnya apa yang ia inginkan tercapai. Para Youkai memang memiliki umur yang jauh lebih panjang dari manusia. Sangking jauhnya perbedaan itu, ada yang mengatakan kalau mereka adalah mahluk abadi, namun seberapapun panjangnya umur para Youkai tetap saja mereka akan binasa ketika sebuah tombak menusuk jantung atau sebuah pedang memengal kepala. Dengan keabadian yang ia dapat dari Kaguya, sang Putri dari Surga, ia bisa mengalahkan siapapun. Batas yang bahkan tidak bisa para iblis lampaui kini bisa ia gapai ." Kyoto,,," sang Youkai mulai berusaha berdiri, meski tertatih-tatih tapi pada akhirnya ia mampu juga ." Kalian yang pertama!"

"GLORIA"

Deg...

Seakan mendapat teguran ketika ia melamun, jantung Sona dan Rias tiba-tiba berhenti berdetak untuk sesaat. Masalah yang baru saja mereka bahas sepertinya datang begitu awal. Dengan pandangan yang berisi kekhawatiran dua Herries ini saling bertemu.

"I-ini?!" Rias mencicit dengan terbata. Sona yang berdiri dihadapanya tampak menganguk dengan kaku, wajahnya yang tadi terlihat putih cerah kini memucat, menunjukan pada Rias bahwa gadis Sitri itu juga merasakan hal gelap dan besar, sama seperti apa yang ia rasakan.

Mencoba menenangkan perasaanya sendiri, Sona menutup kedua matanya, menarik nafas panjang dan menghembuskanya. Ketika ia kembali membuka mata, fiolet yang awalnya tampak mengabur kini telah kembali bersinar. Ia memandang sang sahabat yang terlihat belum mampu mengatasi situasi. " Tenanglah Rias!".

Tidak ada yang bisa Rias lakukan selain menganguk. Gadis bersurai merah itu mengikuti apa yang dilakukan oleh Sona beberapa waktu lalu, menutup mata dan mendesah. Saat ketenanganya mulai kembali barulah ia membalas pandangan sang Sitri.

"Ayo kita kembali!" Sebelum melangkah Sona menepuk pundak Rias pelan, memberi dorongan mental supaya Rias tidak terlalu larut dengan kekhawatiran mengenai musuh yang akan mereka berdua dan tim hadapi.

"Hem,," Rias bergumam pelan. Ia memandang punggung sahabatnya yang bergerak cepat mendekati sisa timnya dan tim Sitri yang sudah berkumpul. Sepertinya bukan hanya dia dan Sona saja yang merasakan tekanan kekuatan ini. " aku harus kuat! Jika seperti ini saja aku sudah gemetar bagaimana bisa aku meraih impianku!" Mencoba menyemangati diri sendiri dengan mengingat kembali impian yang harus ia raih di masa depan.

"Hah,,," sekali lagi gadis merah itu mendesah. Ia tidak boleh seperti ini! Masih ada Sona yang akan selalu memandunya ketika ia lengah, Akeno yang berdiri disampingnya, Issei dan Xenovia yang pasti akan melindunginya hingga akhir, Asia yang mampu memulihkannya. Bennia, Momo, Tsubaki, Saji dan juga Naruto yang menjadi rekanya. Dengan adanya mereka semua Rias yakin tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi! semoga saja apa yang ia harapkan benar.

Lesnsa kaca mata yang dia kenakan berkilat saat sinar bulan purnama yang menerangi tempat ia berdiri memantul balik. Butiran-butiran keringat dapat gadis, yang berperan sebagai ratu keluarga Sitri, itu rasakan mengalir dibalik baju yang ia kenakan dan keningnya. Aura dan tekanan kekuatan yang mencemari udara di sekelilingnya sangat pekat, membuat ia kesulitan bahkan hanya untuk mengambil nafas.

" Jaraknya masih begitu jauh, tapi tekanan kekuatanya telah membanjiri tempat ini."

Mendengar informasi dari sosok dibelakangnya, Tsubaki memutar tubuhnya. Ia yang sejak tadi berdiri paling depan di antara kerumunan memang memunggungi mereka semua. Ia menatap satu wajah dengan mata berbeda yang tengah menatap tajam jauh kedalam hutan yang ada di depan mereka semua.

" Seberapa jauh?"

Naruto menonaktifkan Sharinganya. Ia menatap kearah sang wakil yang memandangnya dengan alis terangkat. " Lima kilometer tepat didepan kita." Melalui mata Uchiha yang ia miliki Naruto dapat melihat pergerakan berupa pendar hitam sangat gelap yang melesat kencang dari tempat yang ia maksud. Selain mampu melihat Chakra, Sharingan juga mampu mendeteksi Senjutsu, Demonic power serta semua kekuatan gaib yang tidak bisa di lihat oleh mata biasa. Meski bentuk dan tampilanya berbeda-beda, tapi tetap saja Naruto yang sudah sedikit terbiasa dengan Chakra, Demonic power, Holy Power serta Senjutsu mulai bisa membedakan mereka." Dan apapun itu, dia terus bergerak menuju kemari dengan sangat cepat!"

"Ara,,,ara,,,dari mana kau bisa tahu, Naruto-kun?"

Naruto melirik kearah samping kanan, di mana Akeno yang berdiri di samping Issei, sedang menatapnya untuk menunggu jawaban atas rasa ingin tahunya.

"Ak—"

" Omong kosong!"

Suara Naruto terpotong oleh celaan Kaisar Red Dragon. Pemuda bersurai Coklat itu melirik sinis. Menghiraukan semua tatapan yang mengarah padanya Issei mulai kembali membuka mulutnya." Semua kata-katamu hanya omong kosong! Bilang saja kau takut menghadapinya. Kau yang bahkan membutuhkan orang lain untuk selalu menuntunmu tidak akan pernah berani bertarung secara langsung seperti aku." Posisinya yang hanya terpisahkan oleh tubuh Asia, Saji dan Tomoe membuat Issei bisa dengan jelas memandang bagaimana reaksi Naruto.

Ketika mendengar apa yang di ceritakan Rias mengenai detail penyerangan Kokabiel dan gerak-geriknya selama di akademi. Issei mulai mengambil kesimpulan jika sosok pirang itu adalah orang yang lemah sekaligus penakut. Kalah dalam sekali serangan? Jangan bercanda! Dia pasti akan langsung lari ketika memasuki medan pertempuran dan memilih bersembunyi dibalik punggung sang Raja. Dalam perang, sang lawan tidak akan memberikan belas kasih pada musuhnya meskipun dia adalah sosok yang sangat lemah, dan jika dia tetap memaksakan diri untuk bertarung, maka sama saja ia hanya akan menjadi beban. Dan Issei tidak membutuhkan orang seperti itu.

" T.u.t.u.p m.u.l.u.t.m.u, Hyoundo Issei!" Bukan Naruto yang membalas kata-kata Issei namun teman laki-laki setimnya lah yang terlihat begitu murka. Saji yang sejak awal tidak begitu menyukai perlakuan Issei terhadap Naruto pada akhirnya mulai membuka suara. Ia geram saat seseorang yang telah berjuang dengan sekuat tenaga malah mendapat hujaman, dan yang lebih membuat darah mendidih adalah hujatan itu berasal dari sosok yang tidak tahu menahu tentang fakta yang sebenarnya.

Kepala remaja bersurai pirang pucat itu menunduk hinggga setengah wajahnya tertutupi poni. Gigi-giginya bergemletuk saling beradu sementara kedua tanganya yang bergetar mengepal menahan emosi. Issei yang tidak menyangka reaksi dari Saji sedikit tersentak. Inang dari salah satu Naga Surgawi itu memandang kearah Saji yang berdiri tegak disamping Asia, gadis mantan Biarawati ini seolah berperan menjadi pemisah antara Saji dan Issei karena posisinya yang ada ditengah-tengan mereka berdua.

"Apa?" kepala Issei condong kedepan dan wajahnya miring kekiri, posisi ini semakin membuatnya bisa dengan jelas melihat prilaku pemegang Sacred Gear, Fitrra." Kenapa kau membelanya hah? Bukanya seharusnya kau mendukungku, Saji!" Issei pada akhirnya terpancing dengan nada suara penuh emosi yang di layangkan oleh salah satu budak Sitri itu. " Dia lemah! dan hanya menjadi beban untuk tim mu. Kenapa kau selalu membela mahluk tidak berguna itu hah? dia yang hanya bisa lari dan bersembunyi di balik punggungmu sama sekali tidak pantas untuk kau bela!"

Mendapati suasana semakin memanas Akeno yang ada di sebelah kanan Issei mencoba menyudahi perdebatan mereka dengan menenagkan sang Naga Merah." Sudah Issei-kun, hentikan perdebatan kalian, Bucho tidak akan senang jika tahu hal ini!" dia membelai punggung Issei dengan lembut.

Issei menengok, ekspresi keras dapat Akeno lihat diwajahnya. Pemuda ini benar benar begitu cepat terpancing emosi." Tidak Akeno-chan! Si bodoh itu harus tahu bahwa apa yang selama ini ia bela dan lindunggi adalah hal yang salah! Sekali sampah sampai kapanpun tetaplah sampah!" Issei kembali menatap Saji yang tengah melihat kearah samping, di mana Tomoe dan Naruto berdiri." Hehe,,,mempercayai orang tidak berguna yang bahkan tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi dirinya sendiri, huh mengelikan!"

Ketika Issei terus mengoceh ia tidak menyadari bahwa Asia yang berdiri tepat disamping kirinya tengah menunduk dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca. Agaknya ada kata-kata dari sang Kaisar Naga Merah yang di rasa Asia mengungkit dirinya

'Tidak berguna, tidak bisa apa-apa, berlindung di balik punggung,,, sampah~'

Kali ini Saji benar-benar mengalami apa yang namanya dilema. Di satu sisi ia ingin berteriak memaki dan mengutarakan kebenaran yang sesunguhnya untuk menyumpal mulut pedas Issei, namun di sisi lain ia terbebani oleh pandangan tentram Naruto yang menyuruhnya untuk bersabar. Tomoe yang ada didekatnya sama sekali tidak membantu, gadis itu hanya mengengam tanganya, memberi kehangatan ringan yang sama sekali tidak berarti.

",,,sekali sampah sampai kapanpun tetaplah sampah!"

Dari sekian banyak kalimat yang keluar dari mulut Issei, kata – kata itu benar-benar menusuk. Saji tersentak ketika Tomoe tiba-tiba melepaskan gengamanya. Mata gadis itu terlihat kosong, membuat Saji tahu kalau cacian itu bukan hanya mempengaruhi dirinya saja. Tomoe yang sejak awal terlihat menahan diri, pada akhirnya juga mulai tersulut.

Sekali lagi Saji mengalihkan pandanganya kearah keluarga barunya yang ada disamping Tomoe. Melihat bagaimana Naruto hanya menatap kedepan dengan pandangan sayu seketika itu membuat ia hampir meringis. Bagaimana perasaan pemuda itu? Hancurkah? Sedihkah?kecewa? marah?benci? Saji tidak tahu. Tapi jika dirinya saja yang mendengar merasa marah, apalagi Naruto?

" Berhenti mengoceh hal-hal yang tidak kau lihat dengan mata kepalamu sendiri, Bodoh!" Saji melangkah kedepan dengan ekspresi berang dan menghiraukan semua pasang mata yang menatapnya dengan berbagai ekspresi berbeda. Dia tidak perduli lagi dengan semuanya, berani sekali Issei berkata seperti itu pada keluarganya! Sudah cukup ia menahan diri, sekarang biar dia luruskan semuanya dan setelah itu biar dia lihat ekspresi apa yang akan di keluarkan sang Sekiryuutei yang terhormat.

" Apa maks—"

"Diam dan dengarkan!" kedua naga sudah saling berhadapan dalam jarak kurang dari satu setengah meter. Saji menarik nafas pendek dan menghembuskanya." Malam itu,,,, kalian para budak Gremory harusnya sudah mati!"

Kelopak mata Akeno melotot , dia tahu apa yang di maksud Saji dan itu semua membuat tubuhnya bergerak-gerak gelisah memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan Saji membocorkan rahasia milik Rajanya ' oh tidak!'

Sang Hyondou muda yang awalnya tidak terima dengan kelakuan Saji memotong kata-katanya sedikit tersentak. Issei mengangkat alisnya ketika rasa penasaran mulai menyerangnya." Heh? Apa maksudmu?"

"Heh,,," pemuda pirang itu menyeringai mengejek, hal ini membuat Issei mengeram marah, ia merasa di permainkan dan,,, apa maksud kata katanya yang pertama itu?" apa kau benar-benar tidak tahu, Sekiryuutei?"

"Gerrr,,,jangan berbelit-belit sialan!"

"Hehehe,,," seringgai Saji semakin melebar. Ia tersenyum meremehkan, tanganya membelai dagu dan memasang wajah berfikir." Oh,, aku lupa kalau waktu itu sang naga perkasa ini tengah pingsan. Ckckckck, kekalahan yang sangattttt,,,, telak!" Saji mengeleng-gelengkan kepalanya kekanan dan kekiri beberapa kali. Matanya masih setia memandang wajah pemuda didepanya, ia tidak merubah ekspresinya meski cakar Naga telah teracung memberikan intimidasi.

"BRENGSEK,,, SEBENARNYA APA YANG INGIN KAU KATAKAN HAH...?"

"Ahahahahahah,,,ha...ha...ha..." Sama sekali tidak terpengaruh dengan ancaman Issei, sosok Saji malah tertawa lepas. Hal ini membuat pemuda bersurai coklat di depanya langsung mengambil ancang-ancang menyerang. Tapi, apapun yang akan Issei lakukan ia urungkan begitu tawa Saji kian lama mulai berubah aneh.

Sebagai wakil dari tim masing-masing Akeno dan Tsubaki harusnya mengambil langkah untuk menengahi masalah ini. Mereka masih berada dimedan perang, semua hal membahayakan dapat terjadi kapanpun tanpa bisa mereka duga. Tapi untuk kali ini, kedua gadis berparas rupawan itu agaknya melupakan semuanya.

Tsubaki, meski parasnya nampak tanpa ekspresi tapi hatinya benar-benar membara. Tanganya yang mengengam Naginata bergetar karena jemari-jemarinya terlalu erat mencengkram, berusaha sekuat tenaga agar tidak mengayunkan senjata kebangaanya kearah mulut Pion Gremory pemilik salah satu Loginus.

Akeno. Gadis berdarah setengah Malaikat Jatuh ini terlalu bimbang menentukan kata atau tindakan yang harus ia ambil untuk meredakan tensi panas dua Naga tersebut. Di satu sisi ia harus memilih membela Issei yang artinya ia juga harus ikut berbohong, atau menceritakan yang sebenarnya terjadi dan secara tidak langsung dia telah berhianat pada Rajanya.

Hal ini sebenarnya mudah untuk Akeno. Ia hanya harus mengatakan seperti apa yang telah di katakan Rias pada seluruh budaknya. Tapi hal muda tersebut saat ini terasa begitu sulit karena disini ada sosok yang menjadi Joker di malam tragedi itu. Sosok yang menjadi perdebatan, sosok yang menjadi penyelamat mereka dan sosok yang tidak mungkin ia jatuhkan karena bagaimanapun juka dengan adanya dirinyalah mereka masih bisa menghirup udara sampai saat ini.

Momo, Tomoe, Tsubaki dan Bennia sudah mengambil ancang-ancang bertarung ketika Issei terlihat mulai bergerak menuju Saji. Tapi, satu kata yang keluar dari mulut pemuda bersurai kuning pucat ini menghentikan semuanya.

"Rias Gremory" gerakan Issei terhenti ketika Saji menyebutkan nama Rajanya. Saji menatap langsung mata pemuda itu dengan keseriusan yang sangat menekan. Tidak ada lagi tawa sinis atupun kata-kata pancingan karena apa yang akan pemilik Fittra itu katakan sekarang dan seterusnya adalah kenyataan yang harus di utarakan demi sang Ninja.",,, semua yang ia katakan pada malam itu adalah kebohongan!"

Issei membulatkan matanya, kali ini bukan hanya dia yang yang terenyuh dengan ucapan Saji, namun Asia dan juga Akeno juga mengalami nasib yang sama dengannya

"A-apa maksudmu?"

"Dia berbohong! semua kata yang ia tanamkan di dalam otak kalian mengenai peristiwa malam itu adalah kebohongan. Aku tahu dia mengatakan pada kalian bahwa kau!" telunjuk Saji terangkat tegak mengarah tepat ke wajah Issei yang masih terlihat penasaran kenapa sang Bucho yang sangat ia kagumi tubuhnya itu bisa di sebut sebagai pembohong.",,, yang telah mengalahkan Kokabel. Dan semua itu adalah dusta!"

"OMONG KOSONG!" Iseei menebaskan tangan kananya kesamping, wajahnya berkedut benci. Tidak percaya bahwa apa yang di katakan Rajanya adalah sebuah tipu muslihat." Bucho tidak mungkin berbohong! akulah yang mengalahkan Kokabiel! Hanya aku yang bisa mengalahkanya!"

"Apa kau mengingatnya? Apa di otakmu ada ingatan yang menyatakan kalau kaulah yang melakukan semua itu?" Saji terdiam, menunggu jawaban dari sang Kaisar Naga Merah yang tak kunjung datang." Sadarlah, kondisimu saat itu bahkan sangat memprihatinkan! Kokabiel jauh lebih kuat dari kalian semua, dia biasa menghabisi kalian dengan sangat mudah. Dan itu semua hampir saja ia lakukan andai sosoknya tidak datang!" Saji sejenak kembali membisu, kepalanya ia putar kesamping dan itu di sadari oleh Issei.

" Jangan melawak! Apa kau ingin mengatakan kalau sampah itu yang telah mengalahkan Kokabiel!" Issei tersenyum sinis, jemarinya terangkat menunjuk wajah Naruto sementara matanya menatap Saji dengan pandangan yang seolah mengatakan' kau gila'

Saji tidak terpengaruh, ia kembali menatap Issei dengan tatapan yang masih memancarkan keseriusan." Yah!"

" KAU,,,KAU,,," kedua tangan Issei terkepal kuat. Tubuhnya bergetar menahan gejolak amarah. Dia menolak dengan semua yang di utarakan oleh Saji. Bagaimana mungkin dia yang terlihat selalu mengunakan para anggota Osis lainya sebagai benteng dari para murid di Kuoh bisa menahlukan sosok seperti Kokabiel? Menghadapai para manusia itu saja ia tidak mampu apa lagi mengalahkan mahluk sekuat mantan Malaikat bersayap empat pasang! "Jangan melawak, brengsek!"

" Terserah kau mau percaya atau tidak, tapi yang pasti semua tim Sitri mengetahui kebenaran itu dan jika kau masih belum bisa menerimanya tanyakan sendiri pad—"

" Apa yang kalian lakukan?"

Semua yang ada di sana secara sepontan menoleh kearah sumber suara baru. Sona Sitri melayang turun dari ketiggian, kedua sayap kelewarnya tertutup dan menghilang dengan begitu saja ketika kedua kaki jenjangnya menyentuh permukaan tanah. Pandangan mata gadis itu masih tetap tajam seeperti biasa, membuat mereka yang ada di sekitarnya harus benar-benar memilih kata agar tidak membut Sona semakin bertambah menyeramkan.

"Ah,,,syukurlah kau datang Kaicho!" Akeno adalah sosok pertama yang merespon kehadiran Sona. Dalam hati gadis itu menjerit girang, karena bagaimanapun juga dia harus menghentikan Saji menceritakan peristiwa malam itu secara penuh. Kehadiran Sona membuat Akeno bisa untuk setidaknya sedikit meredam konfik antara Issei dan Saji. Jujur saja, sejak tadi dia sudah mati ide untuk menghentikan cercaan Saji ." Mereka bertengkar dan hampir saja saling bergulat!" dengan senyum seperti biasa gadis bersurai hitam panjang ini menyampaikan keluh kesahnya pada sang Sitri yang kebetulan menoleh padanya.

Di balik Kacamata yang membingkai kedua bola matanya, alis lentik Sona menukik. Dia menatap tajam kearah Saji yang langsung menunduk, berganti kearah Issei yang juga langsung menunduk. Melihat respon keduanya membuat Sona mendesah.

"Musuh kita ada didepan sana" adik Maou Leviathan ini menujuk kedalam hutan" jadi fokuslah pada hal itu! Ingatlah, apapun masalah yang kalian berdua miliki jangan bahas itu saat ini. Karena bagaimanapun juga sekarang kita adalah rekan, jadi berhentilah bersikap kekanakan dan fokuskan semua perhatian kalian pada misi."

Baik budak Sitri maupun Gremory menunduk mendengarkan apa yang keluar dari mulut Sona. Tidak ada yang membantah, semua sadar diri bahwa apa yang di katakan gadis dengan potongan rambut bob itu adalah kebenaran. Sona melangkah, berhenti ketika berada di samping Tsubaki. Gadis Sitri ini diam dengan mata yang mengamati wajah-wajah di depanya." Kyoto berada di ambang kehancuran. Benci aku mengatakanya, tapi harapan para Youkai saat ini berada di pundak kita."

Setelah mendengar pemberitahuan Sona, semuanya kembali mengangkat wajah mereka dan menatap penerus tahta Sitri dengan ekspresi ketidak percayaan. Bagaimana mungkin tangung jawab sebesar itu di serahkan pada iblis-iblis muda minim pengalaman seperti mereka? kemana para petiggi Youkai? apa mereka tidur pagi dan membiarkan Kyoto jatuh begitu saja? semua pertanyaan berseliweran di benak masing-masing.

"Kaicho!" Tomoe mengankat tanganya. Hal ini mendapat perhatian dari Sona." Kenapa kita ah,, maksudku—"

"Aku tahu apa yang ingin kau katakan, Tomoe" Sona menaikan telunjuknya untuk menaikan kacamatanya yang agak melorot. Ia mengalihkan perhatianya kembali pada semua yang ada didepanya." Aku tahu apa yang kalian semua pikirkan. Kenapa kita yang bahkan bukan Youkai harus menanggung tanggung jawab yang sangat berat ini? kenapa para petinggi Youkai tidak turun tangan mengatasi semua ini? dimana sosok gagah Tengu-san? di mana semua Youkai? Apa itu yang ada diotak kalian?"

Semua yang mendengarkan suara panjang sang Sitri hanya menganguk. Tidak ada yang mencela atau menyalahkan, seolah secara ajaib apa yang ada dipikiran mereka sama atau hampir sama dengan apa yang baru saja di katakan oleh Sona.

Melihat tidak ada respon berarti Sona kembali menganguk. Kedua tanganya bersidekap di depan dada, berlagak layaknya bos besar yang tengah memberi training pada karyawan baru." Beberapa saat lalu aku mendapat informasi dari Yura bahwa ketidak hadiran para petinggi Youkai pada infasi ini karena ada pembelot yang berhasil meracuni mereka."

"Semua?"

Sona kembali menganguk membenarkan." Terlihat mustahil memang, meracuni semua Youkai elit yang Jumlahnya lebih dari dua puluhan dalam waktu bersamaan. Tapi seperti yang kukatakan pada kalian di awal tentang adanya pembelot, dia yang mengetahui seluruh jadwal para dewan Youkai mengunakan pengetahuanya itu untuk meracuni mereka semua ketika seluruh dewan berada dalam satu ruangan."

"Pantas saja tidak ada satu pun para ketua klan Youkai yang muncul di pertarungan ini." Tsubaki bergumam cukup keras. Sekarang semua masuk akal, kenapa para petinggi Youkai tidak ada yang keluar satupun menangapi bencana yang mengancam kedamaian tempat kelahiran mereka. Pemikiran awalnya tentang para dewan yang meninggalkan Kyoto ternyata salah. Mereka tidak bisa mengangkat pedang mereka bukan karena tidak mau, namun karena tidak mampu.

"Tapi Kaicho!" kali ini giliran Naruto yang mengangkat tangan. Pemuda ini sepertinya tidak terganggu sama sekali dengan masalahnya dengan Issei yang belum lama ini terjadi. Meniliki dari wajahnya yang masih seperti biasa, jelas terlihat jika dia tidak perduli.

Setelah mendapat angukan dari Sona, Naruto mulai membuka mulut." Sepengetahuanku, Kyoto adalah pusat dari semua bangsa Youkai yang ada di negeri ini. Bukanya seharusnya ditempat seperti ini ada banyak para Youkai kuat yang menjaganya? Namun kenapa sejak infasi ini terjadi, aku sama sekali tidak menemukan keberadaan mereka?"

Dalam sebuah desa selain ketua dan para wakilnya seharunya masih ada orang-orang penting yang bertugas menjaga tempat tersebut. Angap saja kalau Naruto mengambil desa kelahiranya sebagai contoh. Di Konoha selain Hokage dan para ketua Klan masih banyak para Jonnin, ANBU dan Chunnin yang bertugas menaungi desa. Mereka bisa di andalkan saat desa terancam bahaya. Meskipun tidak ada sang pemimpin dan ketua Klan tapi keberadaan mereka tetap mampu untuk menjaga keamanan Desa.

Ctak,,,

Sona menjentikan jarinya, ia tersenyum sekilas mendapat pertanyaan yang sejak tadi ia tunggu." Pertanyaan bagus, Naru" pangilan itu membuat sosok yang dituju terkekeh malu dan sang gadis bersurai biru yang ada disampingnya cemberut." Apa yang kau katakan benar, ada banyak Youkai kuat yang seharusnya berada di Kyoto. Tempat ini tidak bisa di katakan kerajaan terbesar bangsa Youkai bila hanya dengan serbuan para Chimera saja sudah kalang kabut seperti saat ini. " Sona berhenti sejenak untuk mengambil nafas. " Tapi sayangnya, mereka yang kau maksud sekarang tengah berada di Osaka. Beberapa hari yang lalu di sana terdapat penyerangan besar yang menewaskan banyak penjaga. Selain itu, lima benda penting yang di simpan di Osaka juga di kabarkan hilang. Dari informasi yang berhasil ku korek dari Tatsumi-san saat kita masih berada di Mansion Tengu, lima benda itu adalah sebuah kunci yang sampai sekarang pun aku tidak tahu untuk membuka apa."

"Lantas apa hubunganya semua itu dengan tidak adanya para Youkai kuat disini?" Giliran Issei yang berperan sebagai pemberi pertanyaan.

Sona kembali bersidekap." Penyerangan itu secara tidak langsung menurunkan pertahanan Osaka. Tempat itu adalah brangkas yang menyimpan banyak benda-benda penting yang sangat berharga bagi kaum Youkai. Jika Osaka sampai jatuh dan benda-benda itu berada di tangan mahluk-mahluk keji, maka akan sangat berbahaya bagi para Youkai. Untuk itulah Kyoto memberikan misi pada para Youkai-Youkai terbaik mereka mengamankan Osaka. Mengingat tempat itu kekurangan banyak penjaga, bantuan dari tempat ini akan sangat membantu."

" Tapi bukanya tidakan itu sama saja membuat pertahanan tempat ini melemah?" Sona kembali menganguk membenarkan pendapat dari ratunya.

"Para Youkai terlalu percaya diri, mengangap bahwa hanya dengan keberadaan para dewan dan Kyuubi, tidak akan ada yang berani menyerang Kyoto. Bagaimanapun juga semua ini telah direncanakan. Dan siapapun dalang di balik ini semua bukanlah sosok yang jauh dari para Youkai. Dia pastilah berasal dari bangsa ini, karena hanya bangsa Youkai lah yang tahu persis jalan apa yang akan diambil oleh para dewan."Sona mengalihkan tatapanya pada sosok baru yang mendarat di dekat Akeno. Gadis berkacamata ini mengangkat alisnya heran begitu melihat bagaimana Akeno terlalu antusias menyambut Rias.

"Apa?" Rias tidak bisa menyembunyikan keterkejutanya saat Akeno menceritakan inti dari perdebatan antara Saji dan Issei. Rasa khawatir menyerang, ia tidak tahu harus menjawab apa jika nanti Issei meminta kejujuranya tentang kejadian malam itu. Iris sewarna lumut miliknya kembali bergulir memandang sosok bersurai pirang emas. Pemuda yang masih bertelanjang dada di sana tengah menunduk, terlihat jelas jika ia tengah berfikir.

Akeno diam tidak tahu lagi harus mengatakan apa untuk membatu Rajanya. Ia memperhatikan semua pergerakan Rias. Akeno tetap diam saat gadis pemilik surai semerah darah itu menatap pemilik dari Boosted Gear. Rias pasti tengah memikirkan kata-kata apa yang harus ia ucapkan jika Issei menanyakan masalah penyerangan Kokabiel. Hanya sesaat Akeno melihat Rias menatap Issei. Hal selanjutnya yang terjadi adalah adik Maou Lucifer itu memandang kearah sang Uzumaki. Kali ini Akeno tidak tahu arti dari pandangan itu, entah rasa bersalah, kesedihan ataupun kecewa.

"Dia datang!" tidak sampai satu detik Naruto mengatakan sebuah peringatan, sebuah aura gelap beraroma kematian melesat cepat dari dalam hutan. Menghancurkan pucuk pohon dan terus melesat kearah mereka.

Tanpa menoleh dengan apa yang ada dibalik punggungnya, Sona dan Tsubaki langsung melompat jauh kedepan, sementara Rias, Akeno, Bennia, Momo, Saji, Issei dan Xenovia melompat kebelakang. Asia hampir saja gagal melewati serangan itu, bersyukur masih ada tangan kokoh yang menarik kerah bajunya sebelum kemudian memeluk tubuh mungilnya dari belakang sehingga dia bisa selamat.

BUMMMMMMMM,,,,,,,

Suara ledakan terdengar jelas ketika lecutan energi menyerupai sinar lampu senter berwarna gelap itu menyentuh tanah. Tanah berhampuran menghasilkan debu tebal yang mengangu jarak pandang. Asia yang masih berada cukup dekat dengan area itu dapat melihat dengan cukup jelas bagaimana tanah pecah dan terkikis setelah di terjang sinar kehitaman yang berasal dari balik rerimbunan pohon. Ia sempat berfikir bagaimana nasibnya jika saat ini ia masih berada di sana? Tanpa sadar gadis mantan biarawati itu meneguk ludahnya sendiri. Tubuhnya bergetar takut begitu bayangan tubuhnya yang hancur berceceran diatas tanah melintas didalam kotak imajinasinya.

"Tenaglah!"

Angin kencang bercampur dengan butiran tanah bergerak liar menerjang kearah tubuhnya yang masih melayang, membuat kedua matanya sakit dan ber air, namun meski begitu bisikan dari sosok dibelakanya masih sangat jelas terdengar. Dengan cepat Asia menutup kedua kelopak matanya, ia hanya menganguk, kedua tanganya bergerak meremas sepasang lengan yang menyelinap dari kedua pangkal lengan dan memeluk perut. Suara ini, Asia sangat mengenalnya, dia adalah sosok yang telah membantunya menyelamatkan Yasaka, dia yang dapat melihat dirinya dengan begitu dalam, dia yang percaya padanya ketika Asia sendiri meragukan kemampuanya sendiri, dia juga yang telah membuatnya untuk tetap bangkit dan terus melaju kedepan meski harus dengan merangkak sekalipun, dia adalah sosok yang menghawatirkan keadaanya di saat orang lain memilih menutup mata, dan kali ini dia menyelamatkanya ketika yang lain meningalkanya.

"Jangan takut, Asia. Semua akan baik-baik saja, tenaglah."

"Yah" Tidak ada. Tidak ada alasan untuk Asia meragukan sosok itu.

Semua iblis muda yang selamat dari salam sambutan sang tamu berkumpul membentuk formasi dengan Issei dan Tsubaki berdiri paling depan, di belakangnya Bennia, Momo dan Saji di ikuti Rias dan Sona. Sementara Xenovia yang telah menutupi tubuhnya dengan kain sisa milik penduduk berdiri paling belakang.

Tatapan semua mata tertuju pada sekitar area ledakan. Di sana, dibalik gumpalan asap debu siluet tubuh tegap berjalan santai menuju kearah mereka. Setiap langkah yang di ambil sosok itu membuat pernafasan semua nya kian sesak. Ketika asap dan debu tidak lagi menyelimuti raga sang tamu, Sona dan Rias cs dapat melihat sesosok laki-laki berusia sekitar dua puluh tiga tahunan berdiri tegap dengan dua tangan menyilang di depan dada.

Keringat keluar paksa dari pori pori, bulu kudu meremang merasakan betapa tertekanya mereka hanya karena merasakan tekanan kekuatan yang di yakini berada jauh diatas kemampuan semua. Mata hijau tajam Zuko berkilat, bibirnya yang awalnya berupa garis lurus mulai naik, menghasilkan sebuah seringgai yang semakin membuat wajah sangarnya terlihat menakutkan dan mengintimidasi. Surai coklat miliknya berkibar tertiup angin saat Zuko dengan sengaja kembali membanjiri daerah di sekitarnya dengan kekuatan.

Mendapati udara yang semakin menekan dan mencengkram organ pernafasan sedikit demi sedikit berhasil membuat hampir semua Iblis goyah. Lutut mereka mulai bergetar dan bereberapa kali terdengar tegukan ludah melewati kerongkongan. Sekarang, setela merasakan betapa besarnya kekuata musuh mereka mulai pesimis jika menang jumlah tidak menjamin bisa membuat mereka mendominasi pertarungan.

"Iblis?~" Suara lemah itu berhasil mengerogoti gendang telinga bagi mereka yang mendengarkan. Zuko terkekeh dan mengeleng." Kenapa kalian mau repot-repot mengurusi masalah ini hem?" Nada dan suara terdengar sangat santai namun dengan aura yang dipancarkan tidak bisa membuat Sona dan Rias cs menjadi rileks.

"K-ehem,,," Rias berdehem, mencoba mencari sisa keberanianya agar tidak tampak terintimidasi oleh keberadaan Zuko." Karena kami adalah sekutu!"

"Hee,,sekutu?" Zuko mengeleng." Sejak kapan kedua bangsa ini bersekutu?"

" Pertemanan itu sudah sejak lama di bangun." Rias kembali menyahut cepat. Postur gadis ini tegak, ia adalah pemimpin, tidak seharusnya ia melakukan sebuah tindakan yang bisa mempermalukan kelompoknya.

"Oh ya?" Zuko kembali melangkah, bersamaan dengan setiap kali permukaan tanah bertemu dengan tumitnya sebuah bayangan berbentuk sulur-sulur hitam sebesar lengan orang dewasa tercipta mengitari tempatnya berpijak. " Persekutuan itu hanya omong kosong. Keberadaan kalian membuat bangsa Youkai tersisih dari dunia. Eksistensi kami di mata manusia semakin memudar seiring bertambahnya waktu, kekuatan kami melemah, tinggal menunggu waktu untuk melihat bagaimana Bangsa Youkai benar-benar berada di ujung dunia, tidak di ingat, tidak di angap hingga pada akhirnya benar-benar terlupakan. Dari semua itu, tampak jelas jika kehadiran kalian harusnya menjadi musuh yang harus di perangi dan bukan malah menjadikan kalian sebagai sekutu. Apa aku benar?"

Rias meneguk ludahnya, tidak bisa lagi menjawab pertanyaan yang ia sendiri jelas-jelas tidak tahu apa jawabanya. Materi apa yang di usung oleh Zuko jelas-jelas sudah beraroma politik, Rias yang saat ini hanya terfokus pada bagaimana cara memperkuat diri dan kelompok benar-benar buta dengan semua itu. Jika ia melihat dari sudut pandang kaum Youkai, semua yang dikatakan oleh Zuko bisa saja sebuah kebenaran. Fakta tidak bisa menutupi bahwa eksisitensi Iblis dan para Malaikat Jatuh saat ini memang lebih dominan di banding dengan Youkai. Tapi jika di lihat dari sudut pandang kaum Iblis, itu bukanlah hal yang perlu di khawatirkan karena bagimanapun, semua itu tidak ada hubunganya dengan mereka.

"Kurasa semua yang anda katakan agak berlebihan?"

Rias melirik kearah kiri, dimana sang sahabat masih berdiri tegak dengan mata yang menatap lurus kearah Zuko. Dia ingin bertanya pada Sona, tapi melihat situasi tidak mendukun, Rias memilih diam dan mendengarkan akan apa yang keluar dari mulut sang penerus Sitri.

Tatapan mata Zuko berganti dari gadis bersurai merah ke gadis bersurai hitam pendek. Seringai di wajahnya seketika itu lenyap dan di gantikan dengan keseriusan, begitu mendapati bagaimana sosok Sona menangapi semua ini." Berlebihan?"

Sona menganguk."Sampai saat ini keberadaan kalian masih di akui oleh banyak manusia. Sejak kaum Iblis dan Youkai membangun sebuah ikatan damai, taraf hidup kalian meningkat. Fakta itu seharusnya tidak bisa anda tutupi dengan semakin banyaknya jumlah Youkai dengan prestasi tinggi dan kemakmuran yang rakyat kalian rasakan. Tidak ada lagi perang dan perselisihan yang memakan banyak korban. Dari semua itu dapat di simpulkan bahwa hal positif lebih kental dari pada nilai Negatif." Sona menyipitkan matanya, memandang sosok Zuko dengan kecurigaan yang jelas-jelas ketara." Apa aku benar?"

Suara bergemletuk keluar dari rahang Zuko. Ia tidak menyangka kalau sosok semuda itu bisa menyangkal semua tuntutanya. Ia menyipitkan kedua kelopak matanya ketika intimidasi yang ia keluar seakan tidak menjangkau ketempat gadis bersurai hitam itu berada.

"Dari kata-kata yang keluar dari mulut anda tadi. Aku bisa menyimpulkan jika semua yang anda lakukan ini tidak ada sangkut pautnya sedikitpun dengan kemakmuran bangsa Youkai. Bagi seorang pemimpin atau sosok yang mencintai bangsanya, kebahagiaan, keamanan dan tawa rakyatnya adalah sesuatu yang lebih berharga dari apapun juga..."

"Sona!" Rias berbisik pelan, menegur sahabatnya yang agaknya sudah mulai membuat Zuko hilang ketenangan. Ia dapat merasakan tekanan kekuatan sosok itu setiap detiknya semakin meluap.

"Melihat begitu banyak tawa dan wajah-wajah tanpa beban mereka beberapa saat yang lalu membuat aku yakin, bahwa mereka semua mempunyai pola pikir berbeda dengan anda. Oleh karena itulah anda datang dengan pasukan pembunuh untuk melumat siapa saja yang menentang kepercayaan atau mungkin bisa kusebut juga ambisi anda." Sona tetap melanjutkan semua yang ada dipikiranya dan tidak menangapi peringantan dari sang sahabat bersurai merah. Kedua tanganya mengepal keras, menatap Zuko dengan percikan benci yang ia sembunyikan dengan wajah tenang." Anda bukanya patriot yang memperjuangkan tanah air, anda bukanlah pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan kaum Youkai. Anda,,, hanyalah mahluk picik yang ingin menguasai semua."

Keheningan mewarnai tempat dimana satu Youkai dan beberapa iblis muda itu saat ini berada. Tidak ada lagi sahutan dari Zuko. Semua yang ingin dia katakan telah di sangkal oleh Sona bahkan sebelum dia sempat mengutarakanya. Ia diam, kepalanya menunduk dengan tubuh yang tegap dan setengah wajah tersembunyi dibalik bayangan rambutnya yang menjuntai. Sementara para Iblis tak henti-hentinya meneguk ludah karena gejolak energi tak kasat mata yang setiap waktu menekan.

Tatapan teduh di layangkan Rias kearah Sona. Ia tahu bagaimana sang Sitri selama ini begitu menginginkan kedamaian, dimana semua mahluk saling mengait tangan masing-masing tanpa membeda-bedakan jenis Ras, kedudukan maupun kekuatan. Impian itu Rias akui benar-benar sangat mulia, sangat tidak sesuai dengan wajah tidak ramah sahabatnya. Mendapati emosi sahabatnya itu nyaris lepas, tidak begitu membuat Rias terkejut karena bagaimanapun juga, jika apa yang di katakan Sona tadi benar, sosok didepan mereka itu adalah mahluk yang pola pikirnya kebalikan dari Sona. Sesuatu yang pastinya sangat Sona benci.

Tap,,,,

Ketika merasakan kedua kakinya kembali menapaki tanah, Asia kembali membuka kedua kelopak matanya yang sempat ia tutup. Pandanganya berputar, mencari tahu dimana ia berada saat ini. Masih dapat melihat tanah lapang tanduas sisa pertarungan dengan Kyuubi di depanya, ia dapat melihat kelompoknya dan kelompok Sitri berada cukup jauh di sana. Menoleh kesamping, pohon hijau dan rerumputan membentang.

"Tetap disini, dan jangan kemana-mana!"

Asia merasakan sepasang tangan yang mnelingkari perutnya mulai terlepas, siluet tubuh tinggi melangkah pelan melewati samping tubuhnya. Sosok itu berhenti tepat di depan Asia, mensejajarkan tinggi tubuh mereka agar dapat saling bertatap muka tanpa harus membuat gadis itu mendongkrak.

"Ne,, tetap disini dan jaga Kyuubi" Naruto tersenyum mendapati bagaimana Asia menatapnya dengan polos layaknya anak kecil." Takumi-san akan segera sampai kemari beberapa saat lagi, jangan takut." Memeberitahukan apa yang baru saja mata Sharinganya lihat dari arah belakang tubuh Asia. Naruto memang dapat melihat sekelebat bayangan energi Youkai familiar dari dalam hutan yang tengah menuju kemari, gadis Youkai anjing itu pasti merasakan energi Youkai Yasaka yang mulai pulih.

Tidak mendapat apapun selain anggukan kepala dari Asia membuat Naruto terkekeh. Pemuda pirang itu menyempatkan diri mengacak surai sewarna miliknya itu dengan lembut sebelum bangkit berdiri.

"Um,,,U-uzumaki-san~"

Mantan murid Gamma Sannin itu sudah berbalik dan siap melompat andai saja sebuah bisikan yang di sertai tarikan tidak mengelayuti tanganya. Ia menoleh dan menemukan Asia yang tengah mendongkrak memandangnya dengan raut wajah khawatir."Uum?"

"A-a,," Gadis itu menunduk, punggungnya naik turun beberapa kali untuk mengambil nafas. Ketika ia mendongkrak kembali, matanya memancarkan keteguhan yang dapat Naruto rasa bercampur dengan ketakutan." Aku ikut!"

"Tidak!" Naruto menjawab cepat dan tegas, hal ini membuat cengkraman jari-jemari Asia pada lenganya terlepas.

"Tapi—"

"Tidak Asia! Kali ini, tidak!" Pemuda itu mengeleng mantap. Hatinya tetap tidak terenyuh meski mata gadis itu sudah berkaca-kaca. Apa yang ia lakukan semata-mata untuk kebaikan Asia sendiri. Dari apa yang Naruto lihat dan rasakan, musuh kali ini benar-benar kuat dan penuh dengan kegelapan. Asia bisa saja tidak selamat jika tetap memaksakan diri untuk tetap ikut memasuki arena perang.

"A-aku ingin berguna!" Kepala bersurai pirang lebat itu menunduk. Kedua tangan yang terkulai di sisi tubuh mencengkram ujung pakaian yang ia kenakan dengan kuat.

"Asia"

"Aku ingin berubah!"

"Asia!"

"Aku tidak ingin menjadi beban!"

"ASIA!" Oktaf suara yang di keluarkan si pirang meningkat dan hal ini membuat kepala gadis itu kembali tegak. Air mata sudah nampak mengalir dari kedua ujung mata gadis itu, membuat Naruto harus sekuat tenaga untuk tidak mengiyakan hal apapun yang di inginkan Asia.

"Aku tidak ingin terus bersembunyi, a-aku,,aku,," tanganya bergerak kasar meghapus air mata." INGIN BERUBA SEPERTI 'DIA'!"

Kali ini sang Uzumaki benar-benar tertegun. Dia tahu siapa sosok yang di maksud Asia, karena bagimanapun juga dialah orang yang telah mengenalkanya pada gadis pirang itu meskipun hanya lewat sebuah kisah. Melihat keyakinan dibalik sepasang permata giok gadis mantan Biarawati itu menghasilkan helaan nafas panjang sang Ninja. Naruto membalik tubuhnya kembali untuk dapat menatap Asia dengab jelas, ekspresi kerasnya luntur dan digantikan dentan tatapan lembut mengayomi.

"Tidak, Asia"

"K-kenapa?" Asia menarik nafasnya, bunyi'sengrik' ingus membuat kekehan Naruto keluar." A-apa Uzumaki-san sekarang juga meragukanku!?" Adanya nada kecewa di setiap kalimat itu membuat Naruto tersenyum. Tangan kananya yang bebas bergerak pelan dan menangkup ujung kepala gadis keras kepala di depanya dengan lembut.

" Tidak dan tidak akan pernah." Secara perlahan telapak tangan lebar itu bergerak pelan membelai mahkota Asia, memperlakukan gadis itu layaknya ia tengah memanjakan anak kucing." Aku yakin kau bisa menjadi lebih baik, Asia. Dengan semua keyakinan dan tekat yang terpancar dari kedua matamu aku yakin suatu saat kau bisa menjadi gadis yang kuat, sangat kuat."

"Jika Uzumaki-san memang percaya padaku, kenapa sekarang Uzumaki-san melarangku?"Asia tidak mengerti, jika sosok itu memang benar percaya padanya kenapa saat ini ia malah nampak meragukanya?.

Gerakan tangan pemuda pirang itu berhenti dan mengeratkan sedikit cengkramanya pada ujung kepala Asia, namun masih dalam batas tidak menyakiti." Setiap perubahan tidah datang dalam sekejap mata, Asia. Layaknya kau tumbuh, di mulai dari merangkak, berjalan, hingga berlari. Semuanya mempunyai tingkatan yang harus di jalani" Naruto sengaja memberi jeda, memberi kesempatan Asia memikirkan apa yang ia katakan. Dia memandang tepat di mata indah gadis itu agar dapat menebak apa yang tengah di pikirkan." Untuk saat ini tingkatanmu baru sampai 'merangkak' dan kau harus terus berusaha tumbuh untuk bisa sampai pada level 'berlari'. Saat kau sudah sampai pada tingkat itu, maka kau sudah bisa menjadi seperti apa yang kau inginkan dan tidak akan ada lagi yang akan menghalangimu untuk melakukan sebuah tindakan."

"J-jadi?"

"Yah, Hinata tidak berubah menjadi gadis tangguh hanya dalam sehari dua hari. Dia membutuhkan waktu untuk semua itu. Sekarang kuharap kau mengerti kenapa aku melarangmu untuk ikut bertarung karena aku yakin masih ada rasa takut dan bimbang disini! kau belum siap, Asia. Mengertilah!" Naruto menunjuk dada kiri gadis itu, tepat di mana hatinya berada. Saat gadis itu menganguk seraya meletakan kedua telapak tanganya di tempat yang sempat ujung jarinya sentuh, Naruto perlahan berdiri." Tetaplah di sini! usahakan kau tetap aman karena seperti yang kukatakan padamu malam itu, kemampuanmu akan sangat kami butuhkan sewaktu-waktu."

"Aku mengerti!" Asia menganguk dan tersenyum. Air mata sekali lagi meleleh melewati pipi mulusnya. Namun berbeda dengan yang tadi kali ini air mata itu berisikan keyakinan bukan kekecewaan." Aku akan berjuang di belakang kalian semua."

Pemuda bersurai pirang acak-acakan itu menganguk, cengiran lebar dan acungan jempol semakin meyakinkan Asia." Akan kukalahkan orang itu sementara kau, tolong jaga Kyuubi, ok!"

"Um,"

" jangan terlalu banyak menangis karena itu hanya akan membuatmu terlihat lemah!"

Dengan segera Asia menghapus air matanya, yang sempat keluar, sebersih mungkin. Naruto terkekeh dan tanganya sekali lagi mengacak surai terang gadis itu tanpa mendapat protes dari sang pemilik." Jaga diri—"

BUMMMMMMMMMMM!...BUMMMMMMM...BUMMMM...

Suara ledakan keras menghentikan perkataan Naruto. Mereka berdua mengalihklan perhatianya ketempat Tim Rias dan Sona berada. Asap nampak mengepul tidak jauh dari tempat itu. Asia dan Naruto dapat melihat Momo dan Rias yang berteriak panik serta Sona yang bersimpung diatas tanah.

"Aku harus pergi" Tanpa menoleh pada Asia pemuda pirang itu berucap. Kaki kanan ya sudah melangkah mengambil ancang-ancang melompat andai saja sebuat tarikan tidak kembali menghentikanya. Naruto menoleh kearah Asia dengan tatapan tanya.

" Hati-hati, Uzumaki-san!"

Budak terbaru Sona Sitri itu menganguk dan tertawa lebar tanpa suara." Hai,,jangan meremehkanku Asia. Lihat saja nanti bagaimana aku menghajar orang itu!" dengan kepercayaan kelewat tinggi Naruto menenangkan gadis itu. Saat Asia hanya membalasnya dengan senyum yakin. Tanpa membuang banyak waktu sang Ninja melompat tinggi menyongsong pertarungan.

Melihat bagaimana sosok itu semakin mengecil di udara, Asia dalam diam dan pelan mengangkat tanganya setinggi dada. Kedua tanganya saling bertaut dan mulutnya melafalkan sebuah kata permohonan lirih yang harus ia bayar dengan sakit di kepala. Namun semua itu tidak membuat senyumnya luntur. Ia percaya— tidak, tapi dia harus percaya bahwa Naruto akan baik-baik saja seperti apa yang ia katakan tadi. Setelah melihat tubuh sang Ninja mulai bergelut dengan lawan Asia mulai melangkah mendekati tubuh Yasaka yang masih tergolek lemah di atas rerumputan tidak jauh di sebelah kanan dirinya dan Naruto tadi berbincang. Asia tidak tahu kapan sang Ratu Youkai ada di sana, karena setahunya sebelum ledakan pertama, Yasaka masih ada di tempat ia dan yang lainya beristirahat.

"Pasti Uzumaki-san yang melakukanya." Dia tidak tahu kapan, tapi Asia yakin jika sosok yang memindahkan Yasaka ketempat ini adalah sosok yang sama dengan dia yang menyelamatnya tadi." Berjuanglah, semua." Bersimpuh disamping tubuh sang Kyuubi. Sekilas Asia memandang tempat pertempuran sebelum akhirnya kembali fokus untuk memulihkan Yasaka.

"Lambat!" Zuko menarik kepalanya sedikit kebelakang, menghindari sebuah pedang besar yang mengincar leher. Tangan kananya dengan cepat terangkat, memblokir sekaligus mencekram kaki gadis bersurai Biru yang baru saja melakukan tendangan dengan tumitnya.

"Ahhh,,," pekikan keluar dari pita suara Xenovia begitu tubuhnya di lempar dengan kuat oleh Zuko. Gadis ini merasakan rasa nyeri di sekujur punggung saat tempat mendaratnya bukanlah busa empuk melainkan tanah keras yang langsung hancur seakan baru saja di timpa garuk buldoser.

"BRENGSEK!" Saji berteriak murka, wajah pemuda itu benar-benar sudah babak belur dengan satu lubah hidung yang mengeluarkan darah, bibir robek, pipi dan pelipis yang membiru, entah bagaimana dengan tubuh dan organ dalamnya. Tangan kananya yang berbalus Sacret Gear kepala reptil ia arahkan ketubuh Zuko.

Benang-benang energi berwarna hijau agak gelap keluar dari moncong sarung tangan milik Saji yang terbuka, bergerak cepat mengarah pada target. Namun sebelum ujung benang menyentuh raga Zuko, sebuah tangan bayangan dengan jari-jari kurus sebesar meja belajar, muncul dari dalam tanah menghalaunya. Hal ini membuat kedua benda itu berbenturan, benang milik Saji bergerak cepat membelit tangan itu dengan erat.

Melihat hal yang terjadi membuat pemuda bersurai pirang pucat ini dengan cepat menyentakan tanganya kebelakang, melontarkan tubuhnya kedepaan dengan mengubah fungsi benangnya dari penjerat menjadi pelontar.

Masih dengan postur tegaknya, Zuko dengan santai mengangkat tanganya keatas kepala dengan telapak terbuka. Hujan petir nampak berkilat di balik langit gelap yang hanya di terangi sinar bulan. Dari atas telapak tangan sang Youkai penghianat sebuh bayangan hitam merembas dan dengan cepat membentuk menyerupai sebuah payung.

Ledakan bersekala sedang terjadi begitu petir-petir biru milik bidak Ratu Gremory menghujami tempat sang Youkai berada. Akeno menyaksikan usahanya dari udara dengan mata yang menyipit. Gadis itu tidak tahu apakan sihirnya mampu memberi dampak atau tidak karena tempat disekitar Zuko berdiri, debu tengah berkumpul. Alis gadis berdada besar ini naik ketika melihat pergerakan. Matanya membulat begitu tiga sulur hitam dengan kecepatan tinggi menerobos debu dan menjadikan dirinya sebagai target.

Menghiraukan asap yang beterbangan didepanya, sosok Saji melesat lurus kedepan. Benang yang berasal dari Sacred gear berisikan jiwa Fittra di tangannya tiba-tiba ia putus begitu melewati blokade tangan bayang yang sempat terjerat benangnya. Pemuda ini menarik tanganya kebelakang untuk menderi dorongan sekuat tenaga pada tinjunya. Begitu Saji rasa jaraknya dengan Zuko sudah cukup dekat ia melayangkan kepalan tanganya kedepan dan..

BUMMMMMM...

Ledakan kembali terjadi menghasilkan gelombang kejut yang menerbangkan debu dan lainya. Zuko dengan seringai kemenanganya memandang seekor iblis yang ada di depanya, beberapa jarinya bergerak dan sebuah tangan bayangan muncul di dekat kaki bidak sang Sitri. Saji mengeram ketika lagi-lagi tinjunya di halangi oleh sebuah bayangan hitam, pemuda ini hendak melompat menjauh namun sebuah cekalan mengagalkan usahanya.

"Senpai!"

Di sela usahanya membebaskan diri, sebuah suara yang sangat di kenalnya memasuki indra pendengaran. Tanpa menoleh ataupun menyahut Saji menunduk cukup dalam, membiarkan sabit beraura kematian milik Bennia melewati tempat di mana lehernya tadi berada.

TRANK,,,

"Gaaah" Gadis bersurai dark puple ini harus mengertakan giginya begitu getaran kuat mengoyang gagang senjatanya yang membenturan tameng hitam. Seberapa keras benda itu sebenarnya? Semua serangan yang di layangkan oleh semua rekanya selalu tertahan oleh benda itu.

" Saji! Bennia!" Sona menjerit panik melihat sebuah kumpulan energi hitam keluar dari tangan Zuko dan kurang dari satu detik, telak mengenai perut sang Knight yang masih belum menyentuh tanah serta dada Saji yang tidak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya yang masih terbelenggu tangan-tangan hitam.

Seakan terdorong oleh peluru meriam bajak laut, tubuh Saji dan Bennia melesat jauh hingga memasuki kawasan hutan. Tsubaki yang kebetulan melihat ekspresi kesakitan keduanya tidak bisa melakukan apapun selain mengeram marah.

BUMMMMMMM...BUMMMMMMM...

Suara ledakan membuat konsentrasi Akeno, yang masih terbang zig-sag menghindari jeratan sulur hitam milik Zuko buyar dan hal ini harus ia bayar dengan harga mahal. Di mulai dari kakinya yang terjerat, kemudian tubuhnya, dan selanjutnya adalah lehernya. Usaha membebaskan diri dengan mengalirkan listrik dalam jumlah besar di sekujur tubuh tidak menghasilkan apapun. Matanya memburam merasakan lilitan pada leher dan dadanya semakin kuat seolah berniat mengambil habis jatah pernafasanya.

Dalam ketidak berdayaanya, ia hanya bisa pasrah dan tersenyum lemah merasakan tubuhnya di ayun sebelum di lemparkan menuju ketanah."a-ara,,ara,,~"

BRAKKKKKK...

"AKENO" Rias menjerit menyusul kekhawatiran Sona pada dua bidaknya. Gadis merah ini mengeram memandang tempat sang ratu yang telah tumbang ditengah kawah hasil kontak tubuh dengan tanah." Sial!"

Ledakan beruntum seakan menjadi jeritan pilu di telingga para iblis. Asap dan api membumbung tinggi dari dalam hutan tepat dimana tubuh Saji dan Bennia terlempar. Terlihat sang Sitri mulai mengerakan kedua tanganya, lima lingkarana sihir setinggi tubuhnya sendiri tercipta satu meter di depan wajah." Compose : Dragon fang"

Rias yang masih berdiri sejajar dengan Sona mulai mengambil langkah mundur. Ia memperhatikan setiap liukan sang Sitri muda itu membentuk sihirnya. Lingkaran yang ada didepan Sona mulai bersinar lebih cerah, suarah gemuruh menyerupai ombak pantai berdebur terdengar ketika ber liter-liter air muncul dalam bentuk ular naga sebesar pohon kelapa, melesat keluar mengarah pada satu tujuan dari lima titik berbeda.

Semakin dekat lima replika Naga-naga air itu memamerkan taringnya pada Zuko, membuat sosok itu membuat sebuah gerakan. Kakinya melangkah satu tapak, sementara tangan kananya terayun kedepan seolah berniat menghentikan sihir ganas milik Sona.

"Ryukuro" Lima bayangan melesat dari bawah kedua kaki Zuko menapak dan membentuk lima naga hitam bermata merah yang memiliki postur sama persis seperti milik Sona.

Rias, Tsubaki, Momo, Xenovia, Issei dan Tomoe memandang pergulatan lima mahluk ciptaan sihir itu saling mengigit dan membelit dengan kekaguman sekaligus kekhawatiran tinggi. Layaknya pertarungan rimba, tidak ada mau mengala, para Naga saling serang berusaha menghujamkan taring mereka di tubuh musuhnya. Tempat yang memang sudah hancuk karena amukan Kyuubi semakin hancur saat tubuh-tubuh merekaberbenturan, berguling melata melindas tanah dan sisa bangunan. Deburan air membanjiri sekitar ketika satu Naga milik Sona mendapatkan gigitan telak di lehernya.

Deru nafas memburu begitu tertekan, tubuhnya terasa lepek bermandikan keringat. Fiolet dibalik kacamata yang ia kenakan bersinar tajam seakan mampu menusuk siapapun yang menatapnya. Sona mengerakan tanganya seperti tengah meremukan bola di depan dadanya. Di kejauhan Naga ciptaanya seakan mengerti maksud sang Sitri, ia memperkuat lilitanya keler Naga bayang milik Zuko, menghancurkanya menjadi debu-debu hitam.

Terus berkonsentrasi tidak menghiraukan sekitarnya. Sisa energi sihirnya kian waktu kian melemah dan sepertinya sang lawan lebih kuat dari apa yang ia bayangkan. Empat Naga miliknya telah hancur sementara lawanya masih tersisa dua ekor." Ughhh,,"

Sona tidak kuasa untuk tidak meringis begitu Naga terakhir hancur bersamaan satu Naga milik Zuko. Gadis Sitri ini langsung jatuh berlutut, pandanganya buram menghadap tanah, kacamata yang ia kenakan melorot dan ia sama sekali tidak berniat sedikitpun untuk memperbaikinya.

Dengan tergesa sang Gremory membuat sebuah bola pemusnah dengan segenap sisa kekuatanya di tangan kanan, ketika mendapati satu Naga milik Zuko yang menjadi pemenang di pertarunganya dengan Naga air Sona melaju cepat kearah ia dan sang Sitri berada. Rias dalam diam melempar Power of Destruction dengan keakuratan tinggi kemoncong sang Naga. Gerakannya yang terlalu cepat dan tiba-tiba membuat Naga itu hanya bisa mengaum merelakan tubuhnya musnah mengikuti kawan-kawanya.

Power of Destruktion tidak langsung berhenti setelah melumat targetnya. Bulatan energi ini melesat terus mengerah ke Zuko yang tengah mengkerutkan kening, menilai. Merasa ancaman cukup berbahaya sosok itu kembali membentuk bayanganya menjadi benteng yang kali ini nampak jauh lebih tebal dari sebelum-sebelumnya."Bael kah?"

BUMMMMM,,,,,

Benda sebesar bola volly itu meledak. Mengetarkan tanah, menciptakan gelombak kejut dan menghancurkan apapun dalam jangkauanya menjadi butiran debu. Di balik benteng kokohnya, Zuko hanya mendesah seakan ia kecewa dengan pertunjukan yang baru ia saksikan." Jauk dari kata sempurna,,," Di yang telah lama hidup dan menjelajahi dunia ini tentu mengenal kekuatan yang baru di lontarkan oleh gadis bersurai merah itu. Power of Destruction adalah kemampuan turun temurun klan Bael yang konon dapat melumat apapun. Mitos itu tidak sepenuhnya bohong karena dalam perang akbar Sirzechs Gremony, Yondai Maou saat ini, telah membuktikanya dengan menghancurkan semua musuhnya dengan kekuatan itu. Dia di takuti dan di segani karena kemampuanya dalam mengendalikan Power of Destruktion dengan sangat lihai.

Zuko menurunkan dinding pertahananya dengan pelan. Matanya menagkap setengah benda itu musnah setelah menahan kekuatan si rambut merah. Andai saja saat ini yang ia hadapi adalah Sirzechs, Zuko yakin butuh dari ketebalan dua meter untuk menghalau kekuatan itu.

"Dasar bocah-bocah merepot—" Kedua mata hijau Zuko untuk pertama kalinya terbelalak akan kehadiran sebuah sisi tajam Naginata. Merasa tidak sempat membuat benteng,A dengan cepat laki-laki itu mencondongkan tubuhnya kebelakang. Sebuah Naginata melewati atas dada hingga wajahnya, seorang gadis nampak melirik sinis melewatinya begitu saja setelah niatnya untuk memengal leher Zuko gagal.

"HAAAA!"

Zuko kembali harus bertindak cepat. Dia melompat jauh kesamping untuk menghindar dari serangan lanjutan dari gadis bersurai biru yang dengan beringas mengayunkan pedang beraura suci ke perutnya.

BUMMMMMMM,,,

TRANK...

Untuk kali ini sebuah katana berwarna putih hampir saja berhasil mengores tengkuk Zuko. Namun beruntung, laki-laki itu masih mampu menghalaunya dengan sulur-sulur hitam yang muncul dari dalam tanah. Tomoe tidak langsung menjauh ketika tebasanya tertahan, gadis ini kembali mengayunkan katana hitam di tangan kirinya mendatar kearah perut Zuko.

TRANK...

Hal yang sama terjadi, membuat sang Knight mengerutu sebal. Zuko melirik melalui ekor matanya, sama sekali tidak berniat menoleh walau ada mahluk yang jelas-jelas begitu bernafsu membunuh di belakang tubuhnya. Laki-laki ini hanya mengerakan beberapa jari kananya dengan simpel dan setelah itu seakan tumbuh, belasan sulur-sulur hitam melesat dari atas tanak ke udara, membelit tubuh Tomoe dan dua rekanya yang tengah bersiap mengayunkan kembali senjata mereka.

Dengan sekuat tenaga baik itu Tsubaki, Xenovia maupun Tomoe meronta, bergerak beringas berusaha mengenyahkan benda yang mengikat tubuh mereka dengan erat.

"Sial!"

"Benda macam apa ini, keras sekali" Dengan sedikit usaha bodoh, Tomoe mengigit benda menyerupai akar yang kebetulan melintas di depan wajahnya. Wajah gadis itu seketika membiru dan dengan agak berlebihan meludah, mencoba muntah dan memaki." Iuhhhh,,, pahit!"

Menatap bagaimana geliatan tubuh-tubuh mengoda disekitarnya dengan kelereng hijaunya yang kusam. Semua umpatan ataupun makian hanya di balas Zuko dengan tawa ganjil. Laki-laki itu kembali mengerakan jemarinya, mengatur benda yang tumbuh di sekitar kakinya berpijak untuk berkumpul. Tiga tubuh sudah berbaris melayang di depanya.

"LEPASKAN AKU, BRENGSEK!" Xenovia mencaci, kepalanya bergerak keras kekanan dan kekiri.

"oh,,oh,,oh,,kasar sekali hem!" Zuko mengayunkan tanganya kekanan kemudian kembali kekiri, sulur yang mengikat Xenovia ikut melayang kekanan kemudian kembali kekiri dengan keras, membenturkan tubuhnya dengan tubuh Tomoe.

"akhhh/akhhh"

"Tidak bisakan kalian hormat padaku? Bagaimanapun juga aku jauh lebih tua dari kalian semua lho hehehehe,,," Zuko terkekeh, hal ini membuat tiga iblis didepanya menatapnya dengan sangat tajam.

" Jangan bermimpi!" Xenovia melayangkan protes, dan hal dimana tubuhnya kembali di adu kembali terjadi.

"Ahahahaha,,, lihat kalian? Iblis-iblis-chan yang sangat mengemaskan!" tidak memperdulikan geraman-geraman jengkel yang di tujukan padanya, Zuko terus tertawa lepas seakan ketiganya tengah melakoni pertunjukan komedi." Ehem,,bagaimana jika setelah ini kalian menjadi budakku saja? Tigalkan Raja lemah itu?" tanganya bergerak mengapai dagu Tsubaki yang berusaha membuang muka, namun gagal karena kalah tenaga.

"Demi apapun juga, kami tidak akan sudi menjadi budak mahluk sepertimu!"

"Ya, akupun sama!"

"Ahahahaha,,,apa benar?" Zuko mengalihkan perhatianya pada Tomoe yang berada ditengah. Tanganya berpindah dari Tsubaki kepipi gadis itu, mengelusnya lembut, tidak menghiraukan bagaimana gadis bersurai merah kecoklatan itu memberontak." Yakin? Kalian akan hidup layaknya ratu jika denganku!"

" Sampai mati pun aku tidak akan pernah mau, cih!"

Seketika itu juga Zuko mundur beberapa langkah kebelakang. Tangan kirinya dengan pelan menyeka ludah Tomoe yang kebetulan tepat mengenai wajah." Begituya?" meski masih terlihat santai tapi bagi ketiganya jelas tahu ada rasa tidak suka yang menyertai gerak tubuh Zuko." Jika itu pilihan kalian, maka akan kukabulkan!"

Entah apa yang Zuko lakukan, namun ketika ia mengangkat tanganya kedepan dalam keadaan tertekuk. Semua sulur yang mengikat pergerakan Tsubaki, Tomoe dan Xenovia langsung bergerak, mengadu tubuh mereka bertiga dengan keras berulang-ulang. Dari kejauhan Sona dan Rias yang melihat penyiksaan itu hanya bisa meneguk ludah. Ingin sekali mereka membatu ketiganya. Tapi apa yang mereka bisa? Sosok itu datang ketika semua kekuatan mereka telah terkuras melawan pasukan Chimera dan Kyuubi. Rias mengertakan susunan gigi-giginya menahan amarah. Sementara Sona, meski wajahnya tidak menunjukan keperdulian berlebih namun kedua tangannya yang ada diatas permukaan tanah mengepal dengan sangat erat.

" Issei!"

"Sebentar lagi, Bucho!"

Tetes demi tetes cairan merah kental menodai warna coklat tanah. Kening, bibir dan bagian tubuh lainya milik Tomoe, Xenovia serta Tsubaki di penuhi robekan atau memar yang nampak memilukan. Tapi meski semua itu telah hampir membuat kesadaran mereka hilang tidak terlihat jika Zuko menunjukan tanda-tanda mau menghentikan penyiksaan.

"Seharusnya kau tidak menolak penawaranku!" Telapak tangan Zuko teracung kedepan dada Tsubaki, yang masih bergerak-gerak akibat ulah akar-akar hitam yang menjerat tubuhnya. Dari telapak tangan laki-laki itu sebuah bola hitam sebesar bola kasti mulai muncul, bola yang sama dengan yang di lesatkan kearah Bennia dan Saji.

Zuko menarik tanganya, membiarkan kumpulan energi padat itu tetap mengambang di depan wakil ketua OSIS. Zuko berganti mendekati Tomoe." Kau juga!" melakukan hal yang sama seperti apa yang telah dilakukan pada Tsubaki. Berpindah kembali kali ini kerah Xenovia, ia mengelus wajah itu sebentar, mendapati darah gadis ini menempel di ujung jarinya membuat sosok itu tersenyum sedih." Dan kau juga!"

Zuko mundur kebelakang setelah meletakan bolah terakhir di depan dada Xenovia. Laki-laki itu menatap ketiga tubuh lemah didepanya bergantian. Tanganya terangkat mendekati bibir dan secara perlahan, penuh penghayatan, menjilat darah yang ia dapat dari Xenovia ." Kalian semua harusnya tidak menolakku!"

Slap,,

Salap,,,

Salap,,

Tubuh ketiganya melesat jauh dengan bola hitam yang terlihat seolah berusaha menembus tubuh mereka. Setelah melewati tanah tandus dan mulai memasuki hutan, ketiga tubuh gadis itu menghilang tertutup rerimbunan pohon.

BUMMMMMM,,,,BUMMMM,,,BUMMMMMM,,,,

"SHINRA-SENPAI,,,TOMOE,,!,"

"XENOVIA!"

Amarah jelas begitu nampak terlukis di paras Momo. Dia yang sejak awal tidak ikut mengempur pertahanan Zuko, di karenakan melindungi sang pemimpin, alisa Sona, hanya dapat melihat satu persatu rekanya di hancurkan dengan begitu muda oleh sang penghianat. Kedua tanganya yang bergelayut disisi tubuh mengepal dengan erat hingga dia bisa merasakan sakit ketika kuku-kuku jari mulai terbenam dalam melukai kulit.

"SIAL!"

"Hentikan, Momo!"

"Kaicho?!~" berteriak protes ketika kehendaknya untuk ikut memasuki pertarungan di tentang oleh Sona. Momo menatap sang Raja dengan pandangan memohon sekaligus jengkel.

Tidak ada pergerakan berarti dari Sona, dia masih tetap bersimpuh dengan kepala menunduk menghadap tanah. Hal ini tentu membuat Momo tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam otak sang Sitri." Kenapa? Ijinkan aku untuk maju dan menghajarnya Kaicho!"

Tidak langsung menjawab pertanyaan salah satu bidaknya, dalam diam Sona mulai bangkit berdiri. Kepalanya masih menunduk dalam hingga mereka yang ada disekelilingnya tidak bisa melihat ekspresi gadis itu." Jika kau masih mempunyai tenaga untuk berteriak, lebih baik saat ini kau gunakan untuk mencari tubuh mereka didalam hutan."

"Tapi—"

"Kau tidak akan mampu menghadapinya!" Pada akhirnya Sona mendongkrak, ia memutar kepalanya kesamping. Momo yang awalnya mengangap Sona tidak perduli dengan keadaan rekan-rekanya harus kembali menelan pahit pemikiran itu karena dibalik frem bening yang membingkai wajah Rajanya itu, sepasang fiolet menatapnya dengan kabut kesedihan yang tidak bisa Sona sembunyikan." Kumohon Momo, selamatkan mereka."

Pada akhirnya gadis bersurai putih panjang itu tidak bisa membantah perintah sang King. Meski ada sedikit rasa engan, namun Momo tetap menganguk, dia tidak pernah melihat sang Raja seperti ini sebelum-sebelumnya. "Baiklah."

" Momo, tolong bawa Akeno menjauh dari sini." Dalam keadaan yang hampir sama dengan Sona, Rias mengutarakan permintaanya pada gadis itu. Momo memandang kearah Sona untuk meminta persetujuan, begitu Sona menganguk, Momo langsung mengepakan sepasang sayap kelelawar di belakang pungungnya dan melesat ketempat tubuh sang pendeta Petir berada.

Dari jarak yang masih lumayan jauh dari tempat Rias, Sona dan Issei berada Zuko menatap tanpa minat apa yang di lakukan para iblis. Dia hanya mengangkat alis matanya mendapati satu Iblis terbang menjauh mengangkat seongok tubuh di tengah kawah sebelum akhirnya masuk kedalam hutan ."Melarikan diri heh? Seharusnya mereka melakukan itu sejak awal." Dengan kepercayaan diri tinggi Zuko melangkah setapak demi setapak mendekati Mansion utama di belakang para Iblis yang tersisa . Ia tersenyum disela-sela tapak kakinya begitu mengingat bagaimana salah satu iblis yang di awal begitu berani menantangnya sekarang telah kehilangan kepercayaan diri." Bocah-bocah bodoh dengan mulut besar mereka, dasar iblis payah"

SRETTT...

Kepalanya ia geser sedikit kekiri ketika sebuah tinju nyaris mengenai leher belakangya. Zuko memutar kepala kebelakang untuk melihat siapa yang sudah berani memberinya serangan mendadak. Belum juga ia melihat rupa itu, sebuah kaki berbalut sepatu putih sudah memenuhi pemandangan. Secepat mungkin tangan sang Youkai terangkat guna menahan tendangan, yang jujur ia akui cukup bertenaga.

"Pengangu baru heh?" perkataanya hanya di balas kebisuan. Jemari tangan Zuko menekuk, berniat mencengkram pergelangan kaki sosok itu. Namun agaknya niatnya itu di ketahui dan dengan cepat sang penyerang menarik kembali kakinya dari tangan Zuko. Sosok itu melompat menjauh, mengambil jarak aman dari serangan balasan yang mungkin akan di lakukan Zuko.

Sedikit decikan keluar dari mulut sang Uzumaki, dia yang tidak menyaka Zuko dapat menahan kejutannya harus puas ketika semua yang ia lakukan tidak membuahkan hasil. Berdiri dalam jarak kurang lebih Lima meter di depan sosok sang Youkai, pandagan mereka bertemu, saling berusaha menyelami dan membaca rencana yang di susun masing-masing.

" Sebelum kau meneruskan niatmu untuk menghajarku, kuberi satu peringatan!" postur tubuh Zuko sudah kembali tegak dengan kedua tangan yang kembali menyilang didepan dada. Tidak ada ketakutan atau pun beban diwajah itu, karena Zuko begitu percaya diri dengan kekuatanya dan mengangap pemuda didepanya memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dengan beberapa sosok yang sudah ia tumbangkan beberapa saat yang lalu." Menyingkir dari jalan ku jika kau masih sayang nyawa."

" Kenapa?" Naruto menjawab cepat, dapat ia lihat kernyitan tidak mengerti yang di tunjukan oleh Zuko. Seakan tidak perduli dengan ancaman sosok itu, Naruto mengangkat kedua tanganya setinggi wajah. Mengigit masing- masing ibu jarinya hingga berdara." Kenapa aku harus menuruti kemauanmu?!"

Kedua mata hijau sang Youkai berputar bosan, kenapa tidak ada yang mau menuruti perintahnya sih? Ok, mungkin ia melupakan sosok Kappa yang entah sekarang bersembuntyi dimana." Aku jauh lebih kuat darimu, usaha yang sia-sia jika kau tetap nekat melawanku, bocah iblis!"

" Dengan mengatakan perbedaan itu kau pikir aku akan mau menuruti permintaanmu, Youkai-san?" Kedua tangan mantan Shinobi Konoha ini terkulai di depan tubuhnya dengan setiap telapak tangan menyentuh pergelangan." Tadi ada wanita aneh yang kata-katanya hampir sama denganmu" Naruto menberi jeda sejenak begitu Zuko mulai tertarik dengan informasi yang baru saja ia berikan.

"Sepertinya aku tahu siapa yang kau maksud, bocah iblis."

"Mungkin saja!" Naruto mengangkat bahunya acuh. Asap kecil keluar dari kedua pergelangan tanganya." Wanita malang yang entah sekarang ada dimana itu terus berkata, aku lebih kuat darimu, sadar dirilah dan bla bla bla... Kau tahu itu sangat menjengkelkan."

Setiap gerakan yang di lakukan Naruto terlihat jelas oleh Zuko. Saat pemuda itu mengeluarkan sejenis pisau dari dalam tubuhnya sedikit membuatnya heran, tapi hal yang lebih membuatnya tertarik adalah pengakuan Naruto yang telah mengalahkan sosok wanita yang Zuko yakini adalah Tifa." Hoh... sebenarnya aku tidak percaya kau telah mengalahkan kenalanku itu, tapi bagaimana kalau kau membuktikanya sekarang!?"

"Boleh saja."

Lengan mulus nan mungil sang dara menyeka keringat sekaligus air asin yang mengalir di wajahnya begitu mendapati kedatangan Naruto yang langsung menyerang sosok Zuko tanpa perencanaan. Sona sudah hendak berlari guna memperingatkan betapa kuatnya Zuko sekaligus menyuruhnya menjauh menyelamatkan diri. Tapi apa yang akan ia lakukan terhalagi oleh sebuah tanggan yang menarik lenganya dari belakang.

"Apa yang akan kau lakukan?" Rias menjawab pandangan tanya yang di layangkan sang sahabat atas aksinya dengan pertanyaan.

Sona mengalihkan pandanganya dari hijau jernih sang Gremory muda kearah Naruto dan Zuko berada, di mana disana nampak keduanya tengah larut dalam sebuah perbincangan yang dia sendiri tidak tahu berisi apa." Naru tidak akan mampu melawanya!" Ia berbalik menatap Rias" aku harus menghentikanya."

Tepat seperti apa yang Rias pikirkan. Dia menarik lengan sang penerus tahta Sitri sedikit keras untuk mendapat perhatian." Kau tidak bisa melakukan semua itu, Sona, saat—"

"KENAPA?"

Rias tersentak mendapat bentakan yang sama sekali tidak ia perkirakan." Tenaglah!"

"Kenapa kau melarangku? Naru tidak akan bisa mengalahkanya, kau tahu akan hal itu kan?" Sona menatap mata lawan bicaranya dengan sedikit kilat emosi yang gagal ia sembunyikan, namun hal ini agaknya tidak membuat Rias gentar.

" Karena kita membutuhkan keberadaanya untuk mengulur waktu hingga Issei memulihkan tenaganya. Ini yang sudah menjadi rencanamukan dari awal? Kau sadar kita tidak mempunyai kesempatan menang melawanya dan hanya dengan Balance Break milik Issei lah kita mungkin dapat membalik keadaan!" Rias balas menatap Sona dengan tingkat keseriusan yang tinggi guna meyakinkan sosok itu." Sekarang kau mengerti kenapa kau tidak boleh menghentikan Naruto-san bertarung!?"

Apa yang terjadi pada Tsubaki, Saji, Tomoe telah membuat ketenangan yang selama ini ia bangakan tercerai-berai. Sona menelan ludahnya sendiri dengan berat ketika logika membenarkan semua yang Rias ungkapkan, namun meski begitu, hatinya tetap khawatir dengan keadaan pion barunya." T-tapi?"

Rias mendesah, berusahan menenangkan sahabatnya yang benar-benar sudah keluar dari imej." Naruto-san kuat, Sona. Kau harusnya lebih tahu dariku mengingat dia adalah budakmu. Jangan lupakan kalau dialah yang mengalahkanya malam itu, di jugalah yang telah menghajar Tengu untuk membelamu! Ingat itu semua Sona!"

"Ughh" tidak pernah dia sampai kehabisan kata didepan Rias seperti ini. Sona memandang kembali kearena pertarungan, Fioletnya memperhatikan wajah tenang si Ninja. Sona tidak mau mengakui ini di depan umum, tapi ia sekali lagi membenarkan apa yang baru saja di ucapkan Rias.

Adik semata wayang Maou Leviathan ini tahu benar betapa kuatnya Naruto. Dia bahkan yakin kalau semua budaknya, bahkan dirinya sendiri, tidak akan bisa menang melawang pengkonsumsi satu bidak pion itu dalam pertarungan.

'Sial!' Sona mengumpat dalam hati ketika ia sempat kehilangan kendali atas tubuh dan logikanya akibat menghawatirkan semua budaknya. Sona mengambil nafas panjang dalam sekali tarikan dan menghembuskanya sekaligus.' Berjuanglah, Naru!"

Angin semilir bertiup, menerbangkan debu, daun dan surai berbeda dua sosok yang tengah mempersiapkan diri melakoni pertarungan. Kesunyian mengambil alih, Zuko nampak masih santai menghadapi situasi, sedangkan Naruto. Mata hitam dan Biru pemuda itu nampak sesekali bergerak mencari celah yang bisa ia gunakan untuk menyerang. Dari pertarungan sebelumya antara Zuko dan rekan-rekanya, dia sudah dapat sedikit gambaran mengenai kemampuan sang Youkai.

Merubah bayangan menjadi nyata dan dapat di gunakan sesuka hati baik dalam menyerang maupun bertahan. Tapi kecepatan bayangan yang diciptakan oleh Zuko untuk bertahan tidak secepat pasir milik sang sahabat dimasa lalu untuk melindunggi sang penguna.' Hanya perlu mengecoh dan bummm!' Naruto menganguk pelan, kaki kananya maju selangkah mengambil ancang-ancang.

Ingin sekali Zuko menguap melihat gerakan sederhana pemuda didepanya memulai serangan, hal biasa yang sama sekali muda di tebak. Ia memerintahkan bayangan di kakinya untuk naik guna menahan laju dua buah pisau hitam yang di lemparkan Naruto.

Seperti yang murid Gamma Sannin dan Sharingan No Kakashi itu duga, lemparan Kunainya dapat Zuko tahan dengan muda bahkan sebelum berjarak satu meter dari target. Dengan cepat Naruto kembali meraih kedua pergelangan tanganya yang terdapat simbol Fuin penyimpanan. Sepasang Shuriken kembali keluar dan tanpa menunggu waktu lama Naruto lempar kearah Zuko.

Trank,,trank,,trank,,trank,,,trank,,trank,,trank...

Rasa kantuk yang di rasakan Zuko sedikit demi sedikit menguar mendapati bagaimana pemuda tanpa pakaian atas itu menghujaminya dengan berbagai senjata tajam dalam bentuk bervariasi yang keluar dari tangan kananya. Belasan, puluhan, ratusan, entuh sudah berapan banyak shuriken maupun kunai yang menancap disekeliling tubuh Zuko. Setiap ayunan yang di lakukan sang Ninja, melontarkan amunisinya, setiap detik semakin meningkat, hujaman puluhan benda tajam silih berganti membentur pertahanan sang Youkai.

Mulai merasa usahanya tidak mengalami peningkatan, Naruto masih dengan kedua tangan sibuk membombardir, mulai melangkah cepat mendekati Zuko secara frontal dan terang-terangan. Terlihat Zuko mengerakan satu tanganya kedepan, memerintahkan bayangan yang ada disekitar kakinya untuk melesat maju mengapai sang Ninja.

Naruto memiringkan kepalanya menghindari benda hitam yang berniat melubangi kening, ia mulai berlari zig-zag ketika beberapa sulur berujung tajam semakin banyak menjadikanya target. Kecepatan sang Ninja menghidar sedikit membuat Zuko kesulitan. Tangan sang Youkai yang masih terjulur tiba-tiba naik ketika pemuda Iblis itu sudah berada cukup dekat didepan tubuhnya. Naruto menjejakan kaki kananya kuat ketanah, melompat setinggi mungkin begitu lima bayangan tangan berjari kurus dengan ujung tajam berniat menagkap sekaligus merobek tubuhnya. Masih di udara, tepat diatas kepala Zuko, anak kebangaan Minato Namikaze dan Uzumaki Khusina itu memutar tubuhnya dengan kepala dibawah. Lima shuriken di masing-masing tangan ia lemparkan, namun usaha itu masih gagal mengenai Zuko kerena benda mirip payung tiba-tiba muncul menghalangi laju senjatanya.

Tap...

Mendarat mulus dengan membelakangi tubuh sang Youkai, kaki-kaki terlatihnya langsung kembali menjejak tanah dan melesat menyamping, terus bergerak seolah dia menjadikan tubuh sang Youkai sebagai pusat rotasi. Melihat bagaimana sang Ninja dengan lihai menghindari setiap seranganya mulai membuat Zuko jengkel. sulur-sulur dan tangan hitam mulai ia ciptakan untuk melubangi dan meremas tubuh Naruto.

"Bocah ini!" Zuko mengeram, setiap hujaman sulur tajamnya hanya menancap ditanah dan menghasilkan lubang dalam, begitu kecepatan dan kelihaian pemuda itu menebak seranganya membuat semua usaha yang ia lakukan berakhir tanpa hasil

Beberapa tangan muncul didepan tubuh si pirang, sebelum tangan itu menerkamnya, Naruto bergerak kekiri, kembali bergerak kekanan begitu ada tangan lain yang menyerangnya. Ia terus berlari memutari tubuh sang Youkai dengan sesekali melemparkan Shurikan maupun Kunai yang ujung-ujungnya selalu dapat di tepis.

Setiap kali usahanya merobohkan pemuda itu selalu gagal, Zuko mulai meikirkan apa yang sebenarnya bocah iblis itu incar.' Jaraknya dengan ku semakin mendekat?' Zuko menyeringai begitu mengerti apa yang menjadi tujuan Naruto memutari dan hanya menghindar setiap seranganya.

Setiap kali satu putaran, langkah Naruto semakin mendekati tubuh Zuko. Jarak awal yang mungkin berkisar dua meter sekarang sudah memasuki jarak satu setengah meter dan kemungkinan besar dalam jarak satu meter Naruto akan melakukan serangan yang sesunguhnya. Gerakan menghujami Zuko dengan senjata tajam yang sejak awal di lakukan oleh pemuda pirang itu tak lebih hanya sebagai pengalih perhatian, membuat Zuko memberikan serangan balik dan melupakan pertahananya. ' cukup cerdik juga!'

Terus bergerak menghindar dan memangkas jarak dengan sang Youkai. Naruto mulai mengangkat tangan kananya kedepan dada, kumpulan energi mulai muncul membentuk sebuah bola biru muda padat. Suara desingan besrisik yang di hasilkan Rasengan menarik perhatian Zuko. Youkai itu menyeringan ketika tebakanya ternyata benar.

"Rasengan" Naruto melompat pendek. Tanganya yang mengengam Rasengan ia arahkan lurus kedepan mengarah ke dada Youkai penghianat.

" PERCUMA!" tangan kiri Zuko yang sejak awal hanya terkulai santai pada akhirnya ikut terangkat keatas mengikuti tangan kananya.

Sebuah tembok bayangan dengan tinggi dua meter muncul cepat didepan tubuh sang Youkai, menjadikan dirinya tameng untuk sang tuan. Sementara itu wajah sang Ninja tidak berubah sedikitpun meski mendapati penghalang yang menutup aksesnya, ia masih nampak terlihat tenang. Momentum lompatan besar yang ia dapat terlalu mustahil untuk di lawan, sadar tidak bisa membatalkan seranganya. Naruto memilih tetap melaju dan menggadu Rasengan dengan pertahanan Zuko.

BUMMMMMMMM...

Suara ledakan memekakan telinga terdengar hingga ketempat Sona dan Rias berada. Kedua gadis itu dalam tegang terus memperhatikan pertarungan dua mahluk berbeda ras itu saling mendominasi dari jauh. Keinginan untuk membantu, mereka urungkan saat masing-masing sadar keberadaan mereka hanya akan menjadi beban untuk Naruto. Rias yang sudah kehilangan banyak energi demonya, setelah berkali-kali menahan serangan Kyuubi, hanya mampu membuat sihir pertahanan untuk saat ini, serangan yang ia lesatkan beberapa waktu lalu adalah hal terakhir yang bisa ia lakukan. Sementara Sona, sama dengan Rias, gadis ini sudah mengerahkan hampir semua energinya untuk memulihkan luka-luka dalam Naruto yang sayangnya tidak sedikit.

Sebenarnya mereka bisa saja meminta pada sang kaisar Naga Merah untuk sedikit meberikan tambahan energi, namun hal itu tidak mereka lakukan karena keduanya sadar bahwa Issei harus fokus memulihkan energinya sendiri agar bisa memasuki tahap selanjutnya dari Sacred Gearnya. Dan baik Rias maupun Sona tidak mau mengangu konsentrasi Issei.

" Percuma saja, iblis! Apapun yang kau lakukan tidak akan bisa menjatuhknku." Dinding hitam dengan ketebalan setengah meter yang berdiri didepan Zuko masih berdiri kokoh. Tangan sang Uzumaki masih menempel di permukaan dinding dengan Rasengan yang telah lenyap." Sekarang, matilah!"

Permukaan dinding didepan wajah si pirang tiba-tiba bergerak tidak wajar dan sebelum dia sempat bereaksi duri-duri hitam melesat didepanya menembus perut, dada, paha lengan dan leher. Perlahan dinding itu turun kembali ketanah, memperlihatkan pada Zuko hasil perbuatanya pada Naruto. Kekehan keluar dari tengorokan sang Youkai begitu mendapati tubuh penuh lubang pemuda pirang di depanya, tubuh itu langsung ambru ketanah begitu Zuko meniupnya pelan.

"T-tidak,,,~"

Rias membisu, matanya membulat tidak percaya dan pernafasanya tiba-tiba merasa berat. Dia menutup mulutnya dengan tangan kanan, tidak percaya akan apa yang di sajikan didepan matanya adalah kenyataan."N-naruto,,,san~"

Jantung berdetak sangat kencang seakan ingin melompat keluar menembus dada. Matanya membulat berlinang air mata. Sona merasakan kedua kakinya bergetar memintah direbahkan secara paksa." N-naru,,,t-tidak.." belum pernah Sona setakut ini dalam hidupnya. Dia berkali-kali mengeleng, menolak kenyataan bahwa sosok yang menarik perhatian lebih darinya akhir-akhir ini, tengah terkapar tidak bergerak setelah tubuhnya di tembus oleh benda-benda aneh milik Zuko.

"A-aku,,"

Tap...

"SONA!"

" LEPAKAN AKU"

Rias mempererat dekapanya pada tubuh Sona. Gadis ini mungkin sudah melesat mendatangi Zuko andai saja tadi sang Gremory tidak segera menyambar pundaknya dan mencengkram Sona di antara tubuh dan lenganya dari belakang. Sekuat tenaga, Gadis bersurai merah itu menahan tubuh munggil setinggi dagunya yang terus memberontak. Dia tahu Sona terpukul atas apa yang baru saja terjadi dengan salah satu bidaknya. Rias berbohong bila ia juga tidak sedih, bagaimanapun juga pemuda yang saat ini, mereka angap, tidak bernyawa di depan kaki lawan pernah menyelamatkan dia dan budaknya.

"N-naru,,hiks,,,t-tidak,,"

"

Tetes demi tetes air mata mengalir dari iris hijau jernih yang tertutup kelopak berbulu lentiknya. Ia semakin mendekap tubuh mengigil sahabatnya semakin erat." S-sona,,, k-kumohon tenagkan dirimu!" Mudah dia mengatakan, tapi Rias benar-benar sadar jika melakukannya akan sangat sulit.

" N-naru,,,,,,"

" TBC"

A/N: hem,,,hem,,hem,,, oey masih ada orang kah? Hahahahhahaha maaf-maaf yah atas keterlambatanya!{bungkuk-bungkuk sepuluh kali} mungkin diantara kalian tidak tahu kenapa gw lama banget tidak apdet satupun fick gw. Ok akan gw jelasin masalahnya

Dimulai dari leptop gw yang LCD nya error { putih semua}

Kebodohan gw yang sok pinter. Membongkar sendiri untuk melihat masalahnya

Karena jurusan gw otomotif jadi komponen-komponel leptop bener-bener membuat stres. Jadi dapat ditebak usaha gw sia-sia, gak ada hasil.

Saat pemasangan mood gw bener-bener buruk, terjadi kecelakaan yang yaaah agak nyeleneh. Salah satu kabel nyengat tangan gw dan karena tensi gw lagi agak tinggi sebuah martil yang abis bapak gw gunain untuk mmembuat kandang ayam, melayang berkali-kali kepermukaan leptop hingga hancur { semua itu menghasilkan penyesalan yang kegawa mimpi}

Gak adanya biaya untuk membeli yang baru atau memperbaiki yang emang udah kelewat ancur.

Entah apa lagi,, tapi masalah utamanya ada pada media dan juga biaya.

Hanya itu alasan gw, entah percaya atau tidak itu hak kalian. Tapi yang pasti itu adalah kejujuran.

Gw saat ini bisa updt ni fict karena ada temen gw yaang mampir dan nitip ni leptop jadi masalah dana dan media belum bisa gw atasi. Maka maaf bila akan sangat lama kembali gw bisa terjunin fict-fict gw dan Maaf bila ada banyak kesalahan karena gw Cuma bisa ngecek ni Chapter sekali sebelum leptop yang gw pake diambil oleh sang pemilik.

Untuk review, sory gak bales ya kerena leptopnya keburu pindah tangan hhehehehe... Tapi tenang aja, semua masukan atau bahkan kritakan yang kalian beriikan selalu gw tengok kok. Gw gak bisa janji bisa rampungin semua fict gw, tapi jika memang masalah gw udah kelar gak mungkinlah gw telantarin begitu saja karya-karya gw karena jujur aja, menulis di situs ini sangat membuat gw seneng.

Setelah gw nengok ffn beberapa hari yang lalu kayaknya ni fandom lagi panas ya? Hehehe gw juga lihat di grup fb kalau kebanyakan menyangkut masalah Flamer, newbie dan senior. Ok mungkin gak begitu membantu tapi akan tetep gw sampaikan pendapat gw.

Untuk para Newbi, jangan langsung mundur jika mendapat kritik pedas ataupun Flame kasar. Buktikan pada mereka kalau kau bisa meningkatkan karyamu suatu saat nanti. Jika mendapat kritikan baik pedas maupun gak, jangan langsung tersulut emosi atau rendah diri. Lihat baik-baik apa yang membuat fickmu mendapat kritikan, jika kalian mampu{aku yakin kalian mampu} perbaiki hal-hal yang mendasari kritikan tersebut muncul. Jika masalah saran baik dari author maupun reader, jangan diabaikan atau jangan tersulut emosi, berusahalah memenuhi apa yang mereka inginkan, TAPI ingat tetap pilih-pilih ya karena kadang ada saran yang gak bener juga. Pokoknya lakukan yang ter baik deh.

Untuk para Flamer. Sebaiknya anda tidak menilai sebuah fict dari awal ia muncul. Sebagian besar author berawal dari apa yang namanya Newbie!, kemunculan awal mereka bisa dengan membawakan fick yang langsung bagus ada juga yang parah dan acak-acakan. Tapi bagaimanapun bentuk karya mereka, kelangsungan FFN ada di tangan para Newbie. Para author yang kalian sebut sebagai senior suatu saat akan pergi dan berhenti membuat sebuah karya, dan para Newbie inilah yang nantinya akan meneruskanya dengan karya-karya mereka. Jika kalian menjatuhkan para Newbie sekarang, bahkan ketika mereka baru memulai debutnya, anda sama saja menebang sebuah tunas pohon!.

Kalian para Flamer tidak akan tahu seperti apa mereka akan tubuh dan berkembang setiap waktunya, bisa saja mereka akan menjadi author dengan karya hebat yang bahkan melampaui para pendahulu mereka yang telah tumbang. Kalian boleh meberi Flame, tapi usahakan semua itu menyangkut topik seputar FFn, jangan bawa-bawa nama orang tua, nama binatang atau kata negatif lainya dalam kehidupan sehari hari. Percayalah jika itu semua masih kalian cantumkan dalam Flame kalian pada setiap author baik yang Newbie maupun Senior, tinggal menuju waktu saja untuk FFN MATI.

Ok, hanya itu yang ingin saya sampaikan..maaf bila ada yang tersinggung tapi gw bener-benar gak ada niatan untuk mengolok ya.

Seputar New Live and New war: Bagaimana menurut kalian chap ini? ancur, hambar, alay, penuh typo atau mungkin memuaskan{ngarep hehehe}? Gw tidak heran diantara kalian yang membaca chap ini ada yang kecewa dengan gaya penulisan gw yang mungkin merosot jauh atau dengan jalan cerita gak jelas yang sama sekali gak ada di Lnnya?. Apapun yang kalian rasakan kurang di chap kali ini sampaikan saja ya lewat Review, PM, maupun FB.

Andai ada yang menanyakan sifat Naru yang terlihat cukup dewasa ini gw akan menjawab, karena umur sesunguhnya Naru emang sudah dewasakan. Dia pernah hidup di dunia keras, pernah mengalami cacian dan perang besar. Tentu akan membuat pandangannya sedikit berubah. Ada kalanya disaat ia bisa kembali kesifatt aslinya yang bodoh, cerewet dan biang onar. Tapi ada waktunya juga dimana ia akan menjadi bijak, dewasa dan pemikir.

Ah ya,, maaf karena membuat Sona agak melenceng dari karakter aslinya,,,jika ada yang banyak memprotes ini, akan saya ubah Sifat sang Sitri seperti di LN pada chap-chap depan, yang dingin, datar dan selalu serius.

Rencana awal chap 17 ini arc Kyoto akan rampung, tapi melihat situasi kayaknya akan sangat di paksaakan jika selesai pada chap ini. Wordnya akan terlalu panjang dan tidak akan asik medapati Zuko kalah begitu saja. Jika memungkinkan, Chap depan adalah akhir Arc ini, dimana Kaguya, Sera dan Tengku memasuki medan perang.

Ehem,,,sampai jumpa diwaktu mendatang... mohon berikan pendapat kalian tentang Karya author kacangan ini untuk menambah semangatnya

KARASUMARU.666 OUT!