Ch. 11: Uninvited Guest

Sebuah insiden berlalu, dan sekali lagi, tanpa kabar lebih lanjut. Berkali-kali Ieyasu telah memohon, bahkan memaksa bertemu dengan sang Saikoushidou, dan setiap kali ditolak kehadirannya. Hanya satu berita yang ia dapat dari Saikoushidou dan telah menjadi rahasia umum. Ishida Mitsunari telah tertangkap dan kini ditahan di dalam penjara bawah tanah Onmyouroku. Ia butuh kabar mengenai kondisi daemon itu. Tidak ada yang tahu apa yang dilakukan oleh Saikoushidou pada Mitsunari.

Semenjak kejadian pengejaran, Mitsunari telah kehilangan kepercayaan terhadap semua orang, termasuk Ieyasu sendiri. Tentu, adalah suatu hal yang sangat buruk Mitsunari tidak bisa mempercayai siapapun lagi. Semua ini benar-benar di luar perkiraannya. Kiranya ia sanggup mengajak Mitsunari bergabung bersamanya, namun, nasi telah jadi bubur. Semua karena interupsi dari para pengejar yang tidak dikenal.

Daripada memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan kembali kepercayaan Mitsunari, Ieyasu lebih fokus pada bagaimana cara untuk melepaskannya. Penjara bawah tanah tempat daemon bermarga Ishida itu ditahan adalah sebuah labirin kompleks seperti labirin piramida, perangkap dan sistem keamananpun beragam macamnya, tidak bisa ditembus oleh sembarang orang. Selain itu, hanya ada satu pintu saja, yang berarti satu jalan masuk dan satu jalan keluar. Lagipula, ia tidak tahu-menahu dimana pintu itu berada. Robot-robot kecil Tadakatsu juga tidak dapat menemukannya.

Ieyasu mengacak-acak rambutnya, pusing tujuh keliling memikirkannya. Ia menghela napas depresi, merebah pasrah di atas kasur.

"Yo, Ieyasu!" Motochika masuk bersama Masamune tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Diletakkannya sebuah kotak bento di atas meja belajar Ieyasu, lalu duduk bersila di atas lantai. Sementara Masamune duduk di pinggir kasurnya sendiri. "Kau belum sarapan, 'kan? Aku membawa bento kesukaanmu."

"Ah... terima kasih, Motochika," Ieyasu tersenyum.

"Pembantaian di Osaka semakin marak dibicarakan," Masamune melempar smartphone-nya ke kasur. "Hell, no one bisa menjelaskan what the heck happened dan siapa gerangan para pengejar itu!"

"Tidak ditemukan identitas apapun di mayat-mayatnya. Wajah merekapun sudah dirusak," balas Motochika.

"Dirusak oleh Ishida. What an idiot."

"Bukan. Tetapi sudah dirusak sejak awal."

Ieyasu dan Masamune sama-sama mengangkat alis. "Apa maksudmu, Motochika?" tanya Ieyasu.

"Spekulasiku saja," Motochika mengangkat bahu. "Aku yakin para pengejar itu bukanlah berasal dari sebuah kelompok dimana anggotanya semua berwajah seperti itu."

"Ah, soal spekulasi, waktu itu kita menduga bahwa orang-orang ini dihipnotis. Andai dugaan ini benar, berarti, wajah mereka memang sengaja dirusak oleh si pelaku," Ieyasu mengurut dagu.

"Wow, that's crazy."

"Beberapa dari mereka ada yang dibakar wajahnya, ada yang sebagian besarnya dikuliti wajahnya, dan ada yang menunjukkan bahwa si korban disiram dengan cairan asam," sambung Motochika.

"One hell of crazy guy," Masamune menggeleng. "Oi, Ieyasu, Chousokabe, aku yakin kau akan tertarik untuk mendengar berita ini. Saikoushidou sering terlihat keluar dari ruangannya belakangan ini tapi, tidak tahu ia pergi kemana."

Ieyasu mengeratkan kepal tangan. "Kita harus segera menemukan Mitsunari..."

Ruangan akan hening selamanya seandainya Tsuruhime dan Keiji tidak masuk ke dalam. Baru melangkah masuk, mereka telah mendeteksi aura serius yang menyelimuti kamar empat kali lima meter milik tiga sahabat. Keiji dan Tsuruhime duduk di sisi Ieyasu, mengamati ketiga penghuni ruangan lalu saling menatap satu sama lain.

"Aku yakin Ishida-san akan baik-baik saja," hibur Tsuruhime. "Saikoushidou bukanlah orang yang jahat."

"Tetap saja, perasaan tidak enak ini terus menggentayangiku, Tsuruhime-san."

Si Divina paham akan kekhawatiran Ieyasu. Meski baginya Mitsunari menyeramkan, sama seperti Ieyasu, Tsuruhime percaya bahwa Mitsunari bukan seperti apa yang terlihat. Memang, wataknya yang dingin dan ketus itu membuatnya kesal tetapi di satu sisi, ia bisa melihat bahwa sebenarnya Mitsunari adalah orang yang sangat baik dan jujur. Setidaknya, pada orang-orang yang sudah dipercayainya.

"Oi, Vagabond," panggil Masamune. "Mana Kojuurou dan Sanada?"

"Mereka-"

Ucapan Keiji terpotong oleh kehadiran dua daemon itu. "Masamune-sama."

"Ada apa, Kojuurou?"

"Kita... kedatangan tamu."

"What?"

"Ashikaga Yoshiteru... ada di dalam ruangan Maeda-dono."

Semuanya mendadak berdiri, seakan baru saja dikejutkan oleh listrik statis.

"What the hell? Kojuurou, Sanada! Kalian yakin tidak salah lihat?"

Yukimura menggeleng. "Beliau benar-benar ada di sana, Masamune-dono! Dan ia ingin bertemu dengan kalian, terutama Ieyasu-dono."

Segera mereka berlari menuju ruangan Keiji. Masamune yang pertama sampai langsung menendang daun pintu kamar Keiji.

"Dokuganryuu! Kau yang ganti!"

Mereka masuk ke dalam, menemukan seorang gadis berambut coklat dan pria berambut biru duduk berhadapan di meja kopi, menegak secangkir teh oolong dengan tenang, tidak menghindahkan kehadiran mereka. Ashikaga Yoshiteru berdiri menghadap jendela, asyik mengamati cuaca cerah malam Tokyo. Kyougoku Maria duduk di atas kasur Keiji dan Sengami Ishu sibuk membaca sebuah buku komik.

"Ah... jadi ini yang kalian namakan 'manga', Ashikaga-sama?" tanya Ishu. "Kenapa ceritanya begitu vulgar? Apakah semua 'manga' seperti ini?"

Kelima sahabat beserta dua daemon diam, ekspresi wajah mereka tak bisa dijabarkan. Dari mereka, Keiji-lah yang pertama kali bereaksi. Ia merebut paksa manga-nya dari Ishu lalu meletakkannya dalam laci meja belajar. Yang ke-2 adalah sang Dokuganryuu.

"Wow, Maeda, what the hell is that? Kau mengoleksi doujinshi R18, huh?"

"Tidak! Itu bukan apa-apa! Itu hanya manga Madoka saja!"

"Aku lihat jelas tadi sampulnya itu sangat... berbahaya," Motochika menyeringai lebar.

"Look! Wajahnya merah sekali!"

"Me-memalukan sekali Anda, Maeda-dono!"

"Sudahlah kalian semua!" Sungguh, ingin sekali Keiji memendamkan wajahnya dalam kloset. Malu betul aibnya terbongkar. Sedangkan orang yang telah membongkar aibnya hanya duduk tenang, berdiri di hadapan lemari buku Keiji, memilah-milah manga selanjutnya.

"Hahaha!" Yoshiteru tertawa. "Keiji -kawanku, kau lucu sekali."

Keiji mau mati sekarang juga.

"Oh? Kita kedatangan tamu," si pria berambut biru tersenyum ramah.

"Yang ada KITA yang kedatangan tamu!" Keiji mengacak-acak rambutnya, frustrasi. "Dan kenapa pula kamarku?"

"Oh? Ini kamarmu?" tanya balik Yoshiteru. "Syukurlah kalau begitu! Hahaha!"

Bagaimana bisa pria ini tertawa padahal sudah menjadi penyusup, batin kelima sahabat.

Masamune memerhatikan gadis yang tengah menikmati tehnya itu. Ingatan pertarungan antara Mitsunari dengannya muncul di kepala, mengingatkan dirinya akan siapa si gadis berambut coklat.

"Kau!" jarinya menunjuk gadis itu. "Kau yang telah mengganggu pertarunganku dengan Ishida!"

"Kau yakin perempuan ini, Dokuganryuu?" tanya Ieyasu.

Masamune mengangguk. "Ossan... apakah kau yang mengirimkan daemon ini?"

"Begitulah."

Si gadis yang tengah dibicarakan meletakkan cangkir tehnya, beranjak mendekati Yoshiteru. "Tamumu sudah datang. Lebih baik aku tinggalkan kalian sekarang."

"Aku tidak memerintahkan kau untuk kembali, Phoenix. Jadi, duduklah dan dengarkan apa yang hendak kita bahas. Setidaknya, bagaimana kalau berubah jadi Phoenix kecil saja? Hmm?"

Si Phoenix tidak memiliki pilihan selain untuk menurut perintah Yoshiteru. Lidah api menyelimuti tubuhnya, kemudian menghilang, memperlihatkan seekor Phoenix yang hanya sebesar seekor ayam.

"...What?" Masamune angkat alis. "You know what? Biasanya Phoenix itu raksasa tetapi kau? Phoenix kecil? What a jo-"

Phoenix itu menatapnya tajam, membuka paruhnya dan menembakkan bola api ke Masamune. Secara refleks ia menghindar, membuat bola api itu malah mengenai vest kuning yang tergantung di dinding. Keiji segera berlari ke dalam kamar mandi, membawa seember air, memadamkan api yang telah habis membakar separuh vest-nya.

"Shit! Keparat kecil...!" geram Masamune, padahal vest Keiji yang terbakar. Ieyasu sanggup menahannya sebelum Masamune menyergap si Phoenix.

"Do-... dokuganryuu! Tenangkan dirimu!"

"Over my sweet ass!"

Phoenix itu berjalan santai mendekati Yoshiteru.

"Hahaha! Dokuganryuu -kawanku. Maafkan kelakuan Phoenix. Dia... memang sensitif terhadap kata itu."

Masamune menarik napas, berusaha untuk kembali tenang. "Jadi, dia bisa terbang?"

"Ah... tidak," jawabnya tanpa ragu. Phoenix itu menciut kencang.

Masamune dan Motochika saling melirik satu sama lain, kemudian terbahak-bahak. "Kau ini pinguin atau Phoenix?" tanya Masamune, merasa telah unggul.

"Maa, maa, Dokuganryuu, Motochika," Ieyasu menggendong Phoenix itu. "Kalian jangan seperti itu padanya," Ieyasu terkekeh. "Maafkan teman-temanku, Phoenix."

Phoenix memejamkan sepasang matanya, meringkuk. Sebuah bola chi terbentuk dalam rangkulan sepasang sayapnya, berangsur memadat menjadi kepingan-kepingan berwarna kejinggan. Kepingan itu berkumpul, perlahan membentuk sebuah bentuk yang seperti bunga kuncup berdiameter sepuluh sentimeter.

"Kurasa Phoenix mulai menyukaimu. Kau orang yang beruntung, Toushou -kawanku."

Mereka tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Yoshiteru. Keiji membungkuk, mengamati bola kristal kejinggaan yang masih dalam taham pembentukkan. Cahayanya terang dan mengeluarkan kehangatan lembut bagai mentari pagi, memberikan ketenangan pada semua di sekitarnya.

"Apa yang sedang dibuatnya? Bet itu adalah sesuatu yang cool."

"Suzakku no Ka'ou."

"Suzakku no Ka'ou?" tanya semuanya serempak.

"Ketika Phoenix mulai menyukai seseorang, entah sebagai teman ataupun hubungan lainnya, ia akan memberikanmu sebuah kristal berbentuk Ka'ou (peony). Selain bentuknya yang cantik, Suzakku no Ka'ou juga menyimpan kekuatan yang sangat besar. Siapapun yang memilikinya akan diberkahi kekuatan serta kemampuan regenerasinya. Dipercaya juga, Suzakku no Ka'ou bisa memberi keberuntungan."

"Woah..."

"Karena hanya seorang 'Phoenix' yang dapat membuatnya, Suzakku no Ka'ou sangatlah jarang. Maka, jika kau menjualnya di pasar gelap, harganya bisa menghidupi kau dan keluargamu sebanyak delapan turunan tanpa harus bekerja keras. Satu keping dari mahkota Suzakku no Ka'ou bisa kau jual seharga seratus ribu dollar Amerika," Yoshiteru sama sekali tidak ragu menceritakan sisi gelap yang ada. Ia percaya bahwa mereka tidak akan menjual Suzakku no Ka'ou tersebut. Atau setidaknya, itulah harapannya.

...

"Ah... jadi itukah yang dinamakan Suzakku no Ka'ou?"

Seorang pria berambut hitam dan putih mengamati dari atas menara jam. Ia menyeringai lebar, takjub menyaksikan proses pembentukkan benda legendaris tersebut. Ia mengurut dagunya, mendengus kecil.

"Betapa berharganya benda itu. Koleksi yang tak ada duanya..." ia menarik keluar satu dari dua katananya, mengelus bilah besinya. "Aku... menginginkannya..."

Yukimura menoleh, menatap ke luar jendela, memincing. Ia menggenggam sepasang jumonji-yari, bersiaga.

"Ada apa, Sanada?" tanya Masamune, menyadari reaksi tiba-tiba dari si pemuda berambut coklat.

"...Ada yang mengawasi kita..."

"Say what?" Masamune membuka daun pintu jendela, menghadap ke arah yang ditatap oleh Yukimura. Didapatinya seseorang tengah berdiri di puncak menara jam, orang itu melompat, melesat dengan kecepatan penuh ke arah mereka. Mengetahui bahwa si penyerang datang membawa maksud buruk, Masamune memerintahkan kedua daemon-nya untuk menghentikan sosok misterius itu.

Semuanya tahu apa yang telah terjadi. Tsuruhime segera memasang segel-segel pelindung anti-energi gelap, memberikan proteksi penuh pada mereka yang berada di dalamnya. Motochika memanggil Chousou Yanagare, terjun untuk membantu sahabatnya. Si penyerang misterius itu terbang menuju puncak gedung Onmyouroku, diikuti oleh kedua Onmyouji.

"Siapa orang itu?!" tanya Keiji.

Yoshiteru menengoki Phoenix yang masih memadatkan Suzakku no Ka'ou-nya. "Ia datang untuk Suzakku no Ka'ou."

Mereka terkesiap mendengarnya, sementara regu Yoshiteru sudah mengantisipasinya. Entah untuk alasan apa orang itu hendak mencuri Ka'ou, tetap, Yoshiteru tidak bisa tinggal diam.

"Aku akan membantu Dokuganryuu dan Seikai no Oni. Kutitipkan Phoenix pada kalian, temanku."

Yoshiteru melompat ke luar dari jendela, berlari melawan gravitasi disusul oleh ketiga daemon-nya.

"YOSHITERU-KOU! DI BELAKANGMU!"

Mereka berbalik, melihat tiga bilah shuriken raksasa melesat mengincar mereka. Keempatnya melompat, shuriken yang meleset beralih menancap di tembok. Mikazuki menangkis salah satu shuriken, mengembalikannya kepada si penyerang. Sang Pahlawan Nightmare berpijak pada salah satu shuriken raksasa, mengamati siapa yang telah menyerangnya. Dua orang. Ia tahu bahwa orang yang di kiri adalah seorang shinobi seperti Sarutobi Sasuke, tetapi, sepertinya shinobi ini jauh lebih hebat. Sementara orang yang di kanan adalah sosok yang tak lagi asing baginya...

Karena orang itu telah selamanya menjadi memori pahit dalam riwayat hidupnya.

"Kau..."

Pria itu terkekeh.

"Hisahide..."

To Be Continued...


HWHWHWHWH! Akhirnya Matsunaga muncul wwww Dan yeah, canonically juga Yoshiteru emg ada hubungan sama si Matsunaga, which is kalau di sejarah asli Matsunaga itu salah satu penyebab Yoshiteru mati wwww!

1. Hananami: LOLOLOL Gpp review selain untuk memberi saran/kritik juga menjadi tempat fangirling kok wwww! Ikr malah ini keknya mau masuk hiatus lagi hhh... gegara saya ada publish fict multichapter di fandom lain juga... *nangis* Hmm... karena dia ninja dan dia pinter (menurut saya), jadi dia bisa hafal banyak meski ga semua. Dia tahu beberapa mantera kelas atas gitu dan sasuke adalah salah satu dari daemon yang bisa pake mantera yang sebenernya cuma Onmyouji yang bisa pake.

2. Shakazaki: *puks"* saya tau feels itu... *peluk erat* berjuanglah! *^*) Sankyu buat meninggalkan review!

Ah yeah, sekedar informasi, saya berencana untuk menghentikan story ini sampai chapter 12 saja, tetapi, bukan berarti Tales of Onmyouji hanya sampai segitu saja ceritanya. Which means, fict ini bakal mendapat season 2-nya hanya saja tidak tahu kapan bisa publish lololol! Oke, jadi rada ikut gaya animu sekarang dimana 1 season itu 12 eps

Sankyu for reading and stay tuned!