-Previous Chapter-

Luhan membeku saat merasakan lengan kekar Kris memeluk pinggangnya. Belum sempat Luhan melepaskan tangan Kris yang mendekapnya erat, terdengar suara serak yang membuat bulu kuduk Luhan meremang.

"Kau memang calon istri yang baik..."

Entah perasaannya saja atau bukan, Luhan bersumpah ia mendengar Kris sedikit mendesah saat mengucapan kalimat itu. Wajahnya memerah sempurna saat Kris mulai mengecup ceruk lehernya dengan lembut.

Luhan menggelengkan kepala untuk menjernihkan pikirannya.

DUG!

"YAK! Aku ini namja, tak mungkin jadi seorang istri!"

Kris mengusap perutnya yang baru jadi korban penyikutan Luhan sambil meringis. Tak lama kemudian, Kris mengangkat dagu Luhan dengan lembut. "Aku mencintaimu Lu."

Sekali lagi Luhan merasakan bagaimana sulitnya bernapas. Apalagi dengan posisi mereka saat ini. Mata elang itu.. dalam manik mata Kris hanya ada pantulan dirinya. Apa Kris... benar-benar mencintainya?

Apakah ia harus kembali mencintai Kris? Apa ini pertanda bahwa ia harus kembali menjalani hidup seolah tidak pernah ada yang terjadi antara dirinya dengan Sehun?

Sambil mendorong pundak Kris yang terasa semakin dekat, Luhan berbisik lirih.

"...Aku tahu."

.

.

.


Title : When A Deer Meet The Albino

Author : HunHanLoverz

Genre : Romance, Hurt/Comfort, Family

Pairing :

Find it yourself

Warning : YAOI! BoyxBoylove, typo(s), alur lambat

Cast :

- Lu Han as Xi Luhan

- Oh Sehun as Oh Sehun

-Wu Yi Fan as Wu Yi Fan/Kris

- Byun Baekhyun as Byun Baekhyun

- Kim Jongin as Kai

- Jung Soojung as Krystal

- Park Chanyeol as Park Chanyeol


Chapter 10 : Surprise?


Dia tidak bodoh. Tidak. Luhan sedikit banyak telah mengerti perasaan apa yang ia rasakan saat ini. Apalagi setelah ia tidur seranjang dengan Kris malam tadi. Kalau saja perasaannya pada Kris masih sama seperti tiga tahun yang lalu, ia yakin jantungnya akan meledak saat Kris merengkuh pinggangnya dan mendekap tubuh mungilnya. Tapi apa yang ia rasakan malah membuatnya semakin yakin kalau perasaannya pada Kris hanya sayang sebatas sahabat. Hanya perasaan nyaman dan hangat, tidak lebih.

"Kau tidak mandi?"

Luhan menoleh ke arah suara dan ia bersumpah ia dapat merasakan darahnya mengalir cepat ke daerah pipinya. Bagaimana tidak? Didepannya sekarang terpampang tubuh putih mulus nan kekar yang dihiasi enam kotak sempurna di bagian perutnya. Walaupun mereka sama-sama namja tapi tetap saja..

"Kenapa keluar kamar mandi tidak pakai baju?! Cepat pakai bajumu! Astaga.." Luhan menutupi wajahnya sambil melempar kaus yang berada di kasur dengan asal.

Kris terkekeh sebelum mengambil kaus yang tergeletak di lantai, "Dulu kita bahkan sering mandi bersama. Kenapa kau jadi malu-malu begitu?"

"Tuan Wu, umur kita bahkan belum genap sepuluh tahun saat itu."

"Dan kau masih mengingatnya."

Luhan menoleh dengan kedua tangan yang masih menutupi wajahnya, "Tentu saja aku ingat. Kau lupa kalau kau pernah membuatku hampir menelan sabun batangan?"

Kris yang sedang mengusak rambut basahnya dengan handuk tiba-tiba menghentikan kegiatannya, "Bukannya kau sendiri yang memakan sabun itu?"

Walaupun wajah Luhan tertutup kedua tangan mungilnya, Kris masih dapat melihat pipi Luhan yang sedikit merona.

"Karena kau bilang sabun itu bisa dimakan. Makanya aku hampir memakannya."

Kris tertawa mengingat betapa lugunya Luhan saat itu. Sebelum memakai seragam sekolah yang sudah ia siapkan di gantungan lemari, Kris berjalan ke arah Luhan dan mengusak rambutnya pelan, "Kau tahu? Wajahmu terlihat lucu ketika aku bilang kalau sabun itu bisa dimakan. Makanya aku sengaja menjahilimu. Aku pikir kau tidak akan percaya."

Luhan merasa detak jantungnya menjadi tak beraturan ketika Kris berada di sampingnya. Bukan apa-apa, ia takut Kris masih belum menggunakan bajunya dan nanti wajahnya yang merah ini akan lebih merah lagi dari sebelumnya. Bukankah akan sangat memalukan kalau Kris melihatnya dalam keadaan seperti ini?

Setelah berpikir sejenak, akhirnya Luhan membuka suara.

"Sudah?"

Kris mengernyit heran, "Apanya yang sudah?"

Luhan mendengus kesal sebelum mengintip dari sela-sela jari tangannya.

"Lu?"

Luhan tidak menggubris panggilan Kris. Setelah mengintip dari sela-sela jari tangannya, Luhan menurunkan kedua tangannya dan bergegas mengambil handuk, "Kenapa tidak bilang daritadi kalau sudah pakai baju?"

Butuh beberapa menit sebelum Kris menoleh ke arah Luhan yang sedang mengeluarkan baju seragam dari lemarinya, "Kenapa aku harus bilang?"

Luhan yang telah selesai menggantung baju seragamnya di sebelah seragam Kris langsung beranjak ke kamar mandi sambil mengumpat di dalam hati, 'Kenapa aku bereaksi seperti itu ketika melihat tubuhnya? Apa aku masih mencintainya? Ah.. tidak-tidak. Lagipula siapa yang tidak akan merona ketika dipertontonkan badan yang sempurna seperti itu? Iya. Benar. Kau tidak perlu khawatir Lu-'

"Xiaolu.."

Mendengar suara bariton itu berada tepat di belakangnya, Luhan refleks menoleh ke belakang dan mendapati Kris yang sedang menatapnya bingung.

Luhan jadi kelabakan sendiri karena jarak mereka yang dapat dibilang cukup dekat, "A-ada apa Kris?"

Kris memiringkan kepalanya sebelum menjawab, "Kau agak aneh hari ini."

"A-ah. Mungkin hanya perasaanmu saja. Oh iya, kau bisa sarapan duluan. Di kulkasku masih ada dumpling. Hanya tinggal masukkan ke dalam microwave dan tunggu lima menit. Mudah 'kan? Aku mandi dulu."

BLAM!

Kris masih menatap pintu kamar mandi yang tertutup dengan tatapan bingung. Kenapa Luhan jadi aneh begitu ketika melihat dirinya topless? Detik selanjutnya, ekspresi bingung itu berubah menjadi smirk mengerikan.

'Mungkin dia terpesona dengan keindahan badanku. Kalau begitu aku harus sering-sering topless saat sedang bersama Luhan. Siapa tahu dia jadi berpaling kembali padaku.'

Kris akhirnya berjalan ke arah lemari dan menggunakan baju seragamnya di atas kaus putih yang sudah ia gunakan. Sebelum keluar dari kamar Luhan, Kris menyempatkan diri untuk berkaca sebentar sebelum senyuman miring tercetak di wajahnya, "Setidaknya aku sudah menemukan titik kelemahanmu."

.

.

.


Satu bulan berlalu dengan begitu cepat. Semuanya kembali seperti seharusnya. Setidaknya itu yang Sehun pikirkan karena sekarang ia bisa sedikit bernafas lega setelah menyetujui permintaan Krystal. Walaupun memang tidak sesuai perjanjian awal. Mereka tidak bertunangan, hanya sepasang kekasih. Tapi hal ini membuat Krystal girang bukan kepalang. Terbukti dengan diadakannya "Free Lunch Day" selama seminggu oleh pihak sekolah, dimana semua siswa, guru, bahkan penjaga sekolah bebas mengambil makanan apa pun yang mereka mau untuk makan siang mereka tanpa harus membayar sepeser pun. Kantin SM International School terkenal dengan makanannya yang bervariasi dan rasa yang bisa disandingkan dengan masakan hotel bintang lima. Karena acara ini pula, tidak seorang pun yang tidak tahu bahwa sekarang Oh Sehun resmi menjadi milik Jung Krystal.

Sehun tahu kalau Krystal memang -sangat- kaya. Tapi tak pernah sekalipun ia berfikir bahwa gadis ini akan mengadakan event besar-besaran yang bisa mengundang perhatian jurnalis koran lokal Seoul. Sebenarnya tidak masalah jika hanya gadis itu yang menjadi sorotan publik, sialnya namanya juga ikut tertera di halaman depan bagian hot news.

Namja albino yang sedaritadi menatap ke arah jendela, menggerakkan matanya dengan malas ke arah guru yang sedang menjelaskan rumus persamaan kuadrat -yang menurutnya- sangat sulit untuk dimengerti sebelum menutup mata sipitnya sejenak sambil mendengus pelan. Kalau boleh jujur, ia bahkan berpikir bahwa berita ini tidak ada 'hot-hot'nya sama sekali. Berita berpacaran begitu apa spesialnya? Maksudnya, coba saja pikirkan ada berapa orang di dunia yang jadian hari ini? Mungkin ada seratus. Atau seribu. Atau.. sejuta? Siapa yang tahu? Kalau semua berita orang berpacaran memang layak ditulis di surat kabar, mungkin bagian hot news yang awalnya hanya satu halaman bisa jadi 50 halaman.

'Lihat? Lihat apa yang telah kau perbuat! Katanya setelah berpacaran dengan Krystal kau bisa menyelesaikan masalahmu dan kembali berusaha mendapatkan Luhan, tapi apa?! Kau lupa siapa yang jadi pacarmu? Jung Krystal! Si bedebah itu anak pemilik perusahaan elektronik terbesar di Korea dan lihat apa yang dia perbuat. Namamu ada di seluruh koran yang terbit di kota Seoul! Astaga. Biar kuingatkan lagi ya pacarmu ini bukan orang biasa, bodoh! Dia punya segalanya. Uang, kekuasaan, apapun yang ia inginkan pasti akan ia dapatkan. Kau pikir kau bisa melawannya? Apa yang kau punya hah?! Bagaimana kau bisa lepas darinya kalau seluruh orang di kota Seoul tahu kau adalah pacar Jung Brengsek ini? Hhh.. Kau ini ingin cari sensasi atau apa sih?!'

Sehun membuang nafas panjang ketika kata-kata Baekhyun kembali terngiang dalam ingatannya. Benar apa kata Baekhyun. Tentu saja namanya masuk surat kabar. Bukan karena ia orang terkenal atau apa, tapi 'pacar'nya ini anak seorang milyarder kaya raya yang sedang naik daun saat ini. Jika jurnalis mengetahui sisi 'kejamnya', mungkin beritanya yang ditulis di bagian hot news bisa saja dipindahkan ke halaman utama ditulis dalam header paling besar dengan judul 'Jung Krystal, Anak Seorang Milyarder yang Terkenal Psikopat Akhirnya Memiliki Seorang Kekasih Siswa Paling Tampan di SM International School'

"Hari ini akan diumumkan hasil ulangan minggu kemarin. Kalian yang memiliki nilai dibawah 60 harus mengerjakan tugas tambahan dan kumpulkan besok paling lambat jam 12. Mengerti?"

Sehun memerhatikan gurunya yang sedang menyebutkan nilai siswa dengan tatapan kosong. Benar juga. Mengapa ia begitu yakin kalau ia bisa melepaskan diri dari gadis ini dan menyelamatkan Luhan dalam waktu bersamaan ketika ia tidak memiliki kelebihan apapun? Ia bahkan tak punya nyali untuk menolak keinginan gadis sialan itu. Dan gadis sialan yang sedang kita bicarakan adalah Jung Krystal dengan segala kegilaan dan kenekatannya yang mungkin saja akan mengingkari janjinya walau kesepakatan telah terlaksana.

Sehun mengusak kasar rambutnya sebelum membuang pandang ke jendela yang berada di sampinganya. Apa ia benar-benar bisa menyelamatkan Luhan seperti apa yang diharapkannya?

'Apa keputusanku ini terlalu gegabah?'

'Setelah semua kejadian ini, apa aku masih memiliki kesempatan untuk melepaskan diri dari si brengsek itu?'

'Apa aku tidak bisa melakukan hal lain selain mengikuti permainannya?'

'Apa.. Luhan hyung akan baik- baik saja?'

"OH SEHUN!"

Teriakan Song saem membuyarkan rentetan pertanyaan retoris yang tiba-tiba saja muncul di kepalanya. Dengan malas Sehun menatap mata gurunya yang hampir meloncat keluar karena menahan amarah, "Ne?"

Song saem yang melihat Sehun menatapnya dengan tatapan apa-yang-kau-inginkan-dariku hanya dapat menggelengkan kepala sebelum menodongkan penggaris kayu panjang ke arah tempat duduk Sehun yang terletak di baris kedua dari belakang, "Mulai minggu ini kau harus ikut kelas tambahan matematika."

Sehun mengerjap beberapa kali sebelum menatap guru matematikanya horror, "Apa? Kenapa-"

"Tidak ada penolakan. Setiap hari Kamis jam setengah enam sore di kelas 11-3."

Tunggu dulu. Hari ini adalah hari kamis. Jadi.. apa ia akan memulai kelas tambahannya hari ini juga?

TENG! TENG! TENG!

"Baiklah, saya rasa kelas hari ini cukup sampai disini. Jangan lupa kerjakan tugas yang sudah saya perintahkan tadi. Dan kau...", Song songsaenim menunjuk Sehun dengan penggaris panjangnya."Kerjakan tugas tambahan untuk membantu nilai ulanganmu. Satu lagi. Jangan lupa kalau mulai dari hari ini, kau sudah HARUS ikut kelas tambahan."

Ya Tuhan. Di tengah kesulitan kehidupannya saat ini, kenapa masih ada saja rintangan-rintangan tidak penting yang memperumit jalan pikirannya?

"Oh Sehun!"

Baik, persoalan Krystal dan Luhan itu urusan nanti. Sekarang, bagaimana caranya agar ia bisa bebas dari kelas tambahan ini?

"Akan kupatahkan lehermu kalau kau bolos kelas tambahan. Mengerti?"

Hidup ini memang sulit dan penuh kejutan. Bukan begitu?

"OH SEHUN!"

Sehun mengangkat wajahnya yang sedari tadi ditundukkan ke arah meja sambil tersenyum paksa, "Ne.. songsaenim."


"Apa?"

"Kau tidak sibuk bukan? Aku harap kau mau membantuku."

"Saya memang tidak sibuk, tapi..."

"Akan kubayar dua kali lipat. Bagaimana?"

"Ini bukan masalah bayaran, tapi saya takut tidak bisa membantu mereka untuk mendapatkan nilai yang optimal saem.."

"Kau harus percaya dengan kemampuanmu. Buktinya kemarin kau bisa mendapatkan juara satu di olimpiade nasional. Aku juga tahu kemampuan murid-muridku dan kau adalah salah satu yang terbaik."

"Songsaenim-"

"Hanya untuk beberapa bulan ke depan. Setidaknya sampai ujian semester dilaksanakan. Bagaimana?"

Hening sebentar sebelum suara lembutnya kembali terdengar, "Baiklah."

Song saem menjabat tangannya erat sambil tersenyum lebar. "Gomawo Luhan-ssi."

Luhan balas tersenyum sambil membungkukkan badannya sopan. Setelah Song saem hilang dari pandangannya, Luhan menatap koridor di depannya dengan tatapan kosong. Akhir-akhir ini ia memang sering menyibukkan diri. Dua minggu yang lalu ia melamar di toko kue tempat Baekhyun bekerja. Ya, walaupun hanya kerja part time di akhir minggu dan hari-hari libur. Sedangkan di sekolah, ia biasanya membantu librarian mengatur buku-buku atau hanya sekedar membaca buku novel favoritnya. Kadang-kadang ia bahkan membantu penjaga sekolah membersihkan kolam renang jika sudah merasa bosan berdiam diri di perpustakaan.

Sebenarnya alasannya hanya satu. Katanya, semakin sibuk orang itu, semakin lupa ia akan dirinya sendiri dan lingkungan di sekitarnya. Semakin lupa akan rasa lapar, lelah, dan juga rasa sakit. Ia ingin menghindari rasa itu. Lelah, dan sakit. Walaupun ia sendiri sebenarnya tahu bahwa ini adalah kesalahannya sendiri.

Luhan berjalan ke arah perpustakaan dengan langkah gontai. Ia tahu ia menyukai orang yang salah. Setiap hari melihat lelaki yang disukainya bermesra-mesraan dengan pacarnya, melihat mereka berangkat dan pulang sekolah bersama, makan siang bersama, duduk berduaan di taman sambil menikmati dua cup bubbletea coklat.. Ia tahu bahwa dirinya sangat bodoh. Siapa yang menyuruhnya menyukai lelaki yang telah memiliki kekasih? Kenapa ia selalu mengikuti kemanapun mereka pergi walau ia tahu akhirnya ia yang akan tersakiti? Kenapa ia membuang tenaganya yang berharga hanya untuk memikirkan lelaki yang seharusnya tidak perlu ia pikirkan lagi? Kenapa-

BRUK!

"Luhan hyung! Astaga.. maafkan aku."

Luhan yang jatuh terduduk mendongakkan kepalanya ketika ia mendengar suara yang rasanya sudah tidak asing lagi.

"Kai?"

"Apa ada yang sakit? Mau kugendong?"

PLETAK!

"Makanya kalau jalan yang benar. Sudah kubilang jangan membaca sambil berjalan. Begini 'kan jadinya."

Kai mengelus kepalanya sebelum balas menggeplak kepala namja yang lebih tinggi beberapa senti darinya, "Ini juga salahmu bodoh. Kenapa tidak memberitahuku kalau di depanku ada orang?"

Luhan yang akhirnya berdiri tanpa menyambut uluran tangan Kai, menepuk-nepukkan kedua tangannya ke bagian belakang celananya yang kotor. Luhan tertawa kecil saat menatap kedua hoobaenya yang masih saja menggeplak kepala satu sama lain.

"Sejak kapan kalian jadi akrab?"

Kai yang menahan tangan besar namja di sebelahnya agar tidak kembali memukul kepalanya menoleh ke arah Luhan sambil mendengus, "Si telinga besar ini sekelas denganku dan kami tidak akrab hyung."

Luhan hanya melihat mereka sambil menggeleng-gelengkan kepala sampai ia teringat kejadian sebulan yang lalu.

"Chanyeol-ah,"

Namja yang lebih tinggi menoleh ke arah Luhan sambil menaikkan alisnya, "Ya?"

"Mm.. a-aku tahu, mungkin ini agak sedikit.. ehm. Pribadi. Tapi.. sebenarnya apa hubunganmu dengan Baekhyun?"

Chanyeol yang tadinya berniat menjambak rambut Kai tiba-tiba berhenti bergerak. Baekhyun. Nama itu terdengar seperti mantra yang dapat membuat tubuhnya membeku seketika.

Kai yang melihat Chanyeol tidak bergerak sama sekali mencuri kesempatan untuk membebaskan diri dari cengkraman Chanyeol sebelum tangan besar namja itu kembali bertamu ke kepalanya, "Iya, aku juga penasaran. Waktu itu kau terlihat seperti pernah bertemu dengan Baekhyun hyung tapi kau juga belum cerita padaku. Bagaimana kau bisa mengenal Baekhyun hyung?"

Chanyeol menatap kedua namja yang berada di hadapannya sambil mengerjap beberapa kali sebelum ingatannya berputar kembali di saat pertama ia bertemu Baekhyun. Mata sipitnya yang diberi sentuhan eyeliner terlihat sangat menarik dan entah kenapa saat itu namja di depannya terlihat sangat menggemaskan ketika sedang kesal sampai akhirnya ia memutuskan untuk.. men.. cium.. nya?

"Hei telinga besar! Kau dengar tidak?"

Chanyeol menggelengkan kepala dan menampar pipinya beberapa kali sebelum melihat Kai yang sedang mengerutkan keningnya. "Apa? Kau bilang apa tadi?"

"Aku jadi curiga. Sepertinya memang ada sesuatu diantara kalian."

Luhan memandang Kai dan mengangguk menyetujui. Luhan juga penasaran kenapa sampai saat ini Baekhyun tidak pernah membahas namja di hadapannya padahal sekarang Chanyeol berada di sekolah yang sama dengan mereka dan mereka sering berpapasan. Anehnya, mereka tidak pernah saling menyapa dan berlagak seperti tidak mengenal satu sama lain. Tapi Luhan juga tidak berani bertanya sih, soalnya kalau Baekhyun tiba-tiba mengamuk nanti jadi repot juga.

"Eu.. sebenarnya.. A-aku. EH! Sudah waktunya makan siang! Ayo ke kantin!"

Chanyeol tiba-tiba saja mengguncang kedua bahu Kai dan berusaha menariknya ke arah kantin. Sang korban yang tidak mengerti apa yang terjadi berusaha melepaskan kedua tangan Chanyeol yang menariknya dengan cukup kuat, "Eh?! Apa-apaan? Jawab dulu pertanyaan kami baru pergi ke kantin."

"Nanti saja ceritanya. Aku sudah lapar. Luhannie mau ikut ke kantin?"

Luhan merengut ketika Chanyeol memanggilnya dengan nama yang cukup menggelikan, "Tidak. Kalian duluan saja, aku mau ke perpustakaan."

Kai memukul namja di sebelahnya sambil menatapnya sebal, "Jangan pernah panggil Luhan hyung dengan nama sebutan yang imut begitu. Menjijikkan. Hanya aku yang boleh melakukannya. Iya 'kan Luhannie hyung?"

"Kau yang lebih menjijikkan. Wajahmu tidak cocok buat ngomong yang imut-imut begitu."

"Aish.. Memangnya ada apa dengan wajahku?!"

Luhan menghela nafas sebelum mendorong mereka ke arah kantin, "Sudah cepat ke kantin. Nanti kalian bisa ketinggalan jam makan siang kalau ribut disini terus."

"Baiklah. Hyung juga jangan lupa makan."

Luhan mengangguk sambil tersenyum, "Oke."

"Dan jangan lupa untuk selalu memikirkanku, manis."

PLETAK!

"Sudah kubilang jangan bilang hal-hal menjijikkan seperti itu. Kau ini kenapa sih?"

Chanyeol mengelus belakang kepalanya yang baru saja dijitak namja di sebelahnya, "Kenapa kau terus memukul kepalaku?! Nanti kalau aku jadi bodoh bagaimana?"

"Kau memang sudah bodoh dari dulu. Jangan memasang tampang memelas begitu! Kau pikir aku bisa luluh dengan tatapan sok imutmu itu?"

"Ini bukan tatapan imut, ini tatapan tampan. Ck. Bilang saja kau sirik."

Luhan hanya bisa tersenyum ketika dua hoobaenya pergi berbalik arah menuju kantin. Samar-samar Luhan masih bisa mendengar pertengkaran kecil mereka yang disertai adegan saling memukul lengan atau memukul kepala satu sama lain.

Luhan kembali melangkahkan kakinya ke arah perpustakaan, sebelum berhenti tepat di ruang olahraga yang terletak persis di sebelah perpustakaan. Tiba-tiba ia membalikkan badan dan melihat area kantin yang terlihat cukup ramai,

.

.

'Sehun sudah makan siang belum ya?'

.

.

.


"Ehm. Bagaimana kabarmu?"

Sehun melirik namja di sebelahnya sebelum kembali berkutat dengan handphone di tangannya, "Entah kenapa aku tidak terkejut saat kau duduk di sebelahku tadi. Aku punya firasat kalau orang sepertimu pasti akan masuk kelas ini juga."

Namja di sebelahnya merengut kesal sambil memukul permukaan meja, "Apa maksudmu dengan 'orang sepertimu akan masuk kelas ini juga'? Kau juga harus berkaca Tuan Oh Sehun yang terhormat, nilaimu bahkan tak pernah melewati angka 60."

Sehun tersenyum samar sebelum menatap namja di sebelahnya, "Sebulan ini kau menghindariku dan ternyata kita jadi teman sebangku di kelas tambahan. Apa kau kecewa karena tidak ada bangku lain yang tersisa selain tempat duduk disampingku, Kim Jongin?"

Namja berkulit gelap yang duduk di sebelah Sehun menatap sendu wajah Sehun yang menyiratkan kekecewaan. Dirinya dan Sehun telah berteman sejak kelas satu JHS dan mereka bukan hanya teman biasa. Mereka teman dekat. Sangat dekat. Tapi semuanya berubah ketika Luhan memasuki dunianya. Kai menyukai Luhan. Entah itu hanya rasa sayang atau cinta, ia tidak tahu. Yang ia tahu, sahabatnya sangat menyukai Luhan. Semakin lama ia dekat dengan Sehun, ia tahu kalau Sehun tidak hanya menyukai Luhan. Sehun mencintai Luhan. Setelah insiden Sehun masuk rumah sakit, Kai juga dapat melihat kalau Luhan memiliki perasaan yang sama dengan apa yang Sehun rasakan.

Tapi melihat Sehun yang membuat Luhan menangis karena kata-kata tajamnya membuat dirinya membenci Sehun. Sehun membuat namja yang begitu ia sayangi menangis sampai matanya sembab, membuat namja yang ia sayangi terlihat begitu lemah, rapuh, dan tak berdaya. Ditambah lagi Sehun yang menerima tawaran Krystal. Kai benar-benar tidak habis pikir. Ia tahu Sehun sangat mencintai Luhan. Tapi, apa dengan mengikuti permainan ini semuanya akan baik-baik saja? Bagaimana jika masalah ini menjadi semakin rumit? Apa Sehun bisa menjamin Krystal tidak akan melakukan apapun pada Luhan setelah ia menerima tawaran Krystal menjadi pacarnya? Begitu banyak pertanyaan yang berputar di otaknya dan Setiap kali ia melihat Sehun, rasanya ingin sekali ia menghajar Sehun untuk membayar rasa sakit yang Luhan rasakan. Akhirnya ia memutuskan menjaga jarak dengan Sehun sampai emosinya stabil dan ternyata Tuhan kembali mempertemukan mereka setelah satu bulan tidak pernah bertukar sapa.

"Aku yakin kau tahu alasannya."

Sehun menolehkan kepala ke arah papan tulis dan mengangguk pelan, "Aku tahu. Dan aku tahu aku tak bisa menyalahkanmu karena ini semua salahku. Tapi aku ingin menanyakan sesuatu.."

Kai masih menatap Sehun, menunggu kalimat apa yang akan keluar dari mulut sahabatnya itu.

"..Apa keputusanku ini salah?"

Kai mengerjap beberapa kali sebelum menundukkan kepalanya. Ia tahu ini bukan salah Sehun. Jika ia ada di posisi Sehun, bukankah ia akan melakukan hal yang sama? Tapi ia benci melihat Luhan bersedih setiap kali berpapasan dengan Sehun yang selalu berduaan dengan Krystal. Jadi.. apa yang harus ia katakan?

"Sehun, aku rasa-"

"Anak-anak, sebentar lagi kelas akan dimulai. Sebelumnya saya akan memperkenalkan tutor kalian untuk tiga bulan ke depan. Ayo masuk."

Seorang namja dengan postur tubuh yang agak mungil membungkukkan badannya saat dipersilahkan masuk oleh sang guru. Setelah masuk ke dalam kelas, namja itu membungkuk sembilan puluh derajat dan memasang senyum termanisnya, "Annyeonghaseyo. Mulai hari ini saya akan menjadi tutor kalian. Mohon bantuannya."

"Dia salah satu murid dengan nilai matematika terbaik di sekolah kita. Perkenalkan, Xi Luhan."

Kai tersenyum lebar saat melihat Luhan masuk ke dalam kelasnya. Ia hampir saja melambaikan tangannya pada Luhan jika ia tidak menyadari kalau ia duduk di sebelah Sehun sekarang. Kai yang sudah berniat mengangkat tangannya mengurungkan niatnya setelah melihat kedua mata Sehun yang melebar sampai batas maksimal.

Sehun bersumpah ia hampir lupa caranya bernapas. Ini bukan mimpi 'kan?

"Baiklah. Sekarang saya masih ada urusan jadi saya harus keluar. Kalian semua! Jangan buat keributan."

Luhan mengangguk sambil tersenyum ketika Song saem keluar dari kelas. Sedetik kemudian, ia mencoba menetralkan jantungnya yang berdegup kencang karena ini adalah pengalaman mengajar perdananya. Sambil sesekali melihat keseluruh ruangan, Luhan yang masih agak canggung untuk membuka percakapan hanya berdeham beberapa kali dan akhirnya mendudukkan diri di kursi guru yang telah tersedia.

"Baik, karena ini adalah kelas pertama kita, jadi kita belum punya absen. Bagaimana jika kalian menuliskan nama kalian pada satu lembar kertas secara berurutan dari bangku paling depan sampai bangku paling belakang?"

Sehun yang sedaritadi menutupi wajahnya yang menempel di permukaan meja dengan kedua tangannya yang dilipat di atas meja, merasa bulu kuduknya meremang saat mendengar suara Luhan. Ia begitu bahagia walau hanya dengan mendengar suaranya. Rasanya sudah lama sekali tidak mendengar suara lembut itu.

Beberapa menit kemudian, Kai menepuk punggung Sehun sambil menyodorkan lembar absen, "Hei. Ini, cepat isi absennya."

Sehun tidak bergeming dari posisinya dan ini membuat Kai mengernyit heran. Apa dia tertidur?

"Tuliskan namaku."

Suara Sehun yang teredam permukaan meja membuat Kai tidak bisa mendengarnya dengan jelas, "Apa?"

"Tuliskan namaku, idiot."

Kali ini dengan suara yang lebih keras. Kai menggelengkan kepalanya sebelum menulis nama Sehun pada lembar absen. Setelah memberikan lembar absen ke bangku di belakangnya, Kai tertawa pelan sambil menepuk-nepuk punggung Sehun.

"Kenapa kau tertawa?"

Kai yang masih menepuk-nepuk punggungnya menjawab sambil tersenyum, "Kau terlihat seperti seorang idiot."

Sehun tidak mengerti apa yang Kai bicarakan, jadinya ia tidak bergeming dan masih melanjutkan kegiatan mari-bersembunyi-dari-Luhan nya.

"Luhan hyung juga akan tahu kalau kau ada di kelas ini. Kau 'kan sudah menulis namamu di lembar absen. Yah.. walaupun tadi aku yang menuliskannya."

Benar juga.

Sehun masih dalam posisi yang sama ketika berbisik, "Aku harus menyiapkan mentalku dulu."

Kai tersenyum miring sambil menggelengkan kepala sebelum melihat ke arah papan tulis, "Terserah kau saja."

Di depan kelas, Luhan yang telah selesai menulis soal di papan tulis mengarahkan pandangannya ke seluruh ruangan. Matanya berhenti pada sosok namja berambut blonde yang sedang menangkupkan wajahnya di atas meja. Rasa-rasanya warna rambut itu terlihat sangat familiar di matanya. Namun perhatiannya teralihkan pada namja yang duduk di sebelah namja berambut blonde karena namja yang satu ini tiba-tiba saja melambaikan tanganya dan menyebut namanya tanpa suara. Luhan sempat tersenyum sebelum membaca sekilas lembar absen di tangannya dan menaruhnya di atas meja.

"Baiklah, sebelum kita masuk ke materi, apa ada yang ingin mencoba mengerjakan soal di papan tulis?"

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Luhan. Tiba-tiba saja semua siswa mengeluarkan buku dan sibuk mencatat sesuatu, padahal Luhan belum menuliskan materi apapun di papan tulis selain soal itu. Luhan yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala. Beberapa detik kemudian Luhan tersenyum karena sebuah ide terlintas dalam pikirannya.

"Karena tidak ada yang mau maju, aku akan memanggil nama kalian secara acak. Hmm.. baiklah, karena sekarang tanggal 27, maka aku akan memanggil nama ke-27 dari lembar absen yang sudah kalian isi tadi."

Tiba-tiba keadaan kelas menjadi ribut karna beberapa murid yang duduk di belakang saling bertanya satu sama lain, mengingat-ingat berapa nomer absen mereka tadi. Bahkan ada beberapa orang siswa yang berdiri dari tempat duduknya dan menghitung jumlah siswa yang duduk di depannya untuk memastikan dirinya ada di urutan ke berapa.

Luhan yang sudah memegang lembar absen di tangannya menelusuri nomor absen dengan jari telunjuknya dan berhenti di angka 27. Saat Luhan menggeser telunjuknya ke arah kanan untuk melihat nama siswa yang akan dipanggilnya, Luhan merasa jantungnya berhenti berdegup saat itu juga.

.

.

"O-oh Sehun?"

.

.

.

.

.

TBC

Halo para reader dan sider tercinta :D Saya kembali lagi dengan cerita buluk ini yang ternyata masih banyak yang nunggu kelanjutannya. Ini udah saya lanjut dan saya harap hasilnya cukup memuaskan ya :') Terimakasih banyak buat yang udah review, se-ngganya saya jadi tahu readers yang masih menunggu kelanjutan dari cerita ini dan makasih juga buat kata-kata semangat yang memotivasi saya buat mem-publish chapter ini :))

Di review kemaren, ada beberapa yang bilang kalau saya terkena WB saya bisa minta bantuan ide dari mereka dan saya merasa saaangat berterimakasih kalau temen-temen mau memberikan ide buat chapter selanjutnya karena saya sendiri juga belum ada ide buat chapter 11. Yang punya ide buat chapter selanjutnya, bisa ketik ide kalian di kotak review atau PM aja kalau punya akun FFN. Saya bakal seneng banget kalau kalian menuliskan ide-ide kalian buat cerita ini. Siapa tau saya dapet insight dan bisa nulis chapter 11 sesegera mungkin.

Sekali lagi terimakasih buat yang masih setia sama ff ini. Saya akan berusaha melanjutkan sampai tamat walaupun saya sendiri juga belum tau kapan bakal mem-publish chapter selanjutnya..

RnR juseyo ;)