Kagami membola di tempat, bukan hanya dalam artian secara konotasi tapi juga denotasi. Ia duduk berjongkok di dekat pohon, menenggelamkan kepalanya dalam lipatan lutut dan memeluk tubuhnya erat—seperti binatang yang menjadi maskot pada piala dunia musim lalu. Takao meliriknya dengan cengiran jahil, menepuk-nepuk punggungnya seolah menenangkan—seandainya saja kalimat yang diucapkannya tidak seperti ini.

"Tenang saja, Tai-chan. Pasti ada hantu di gudang kosong yang gelap ini, yang berkayu lapuk ini, yang penuh sarang laba-laba ini, yang dan—eh, apa itu suara orang menangis?"

Tubuh besar itu kembali bergetar, belum lagi ditambah gelengan kepala keras saat tangan Takao berusaha menariknya berdiri."Ahhh, Tai-chan bagaimana sih?! Ayo, katanya mau memulai pengalaman dari nol!"

"Ta-tapi bu-bukan be-begini juga, Bakao. Te-tempatnya me-mengerikaan!"

"Di dekat pohon malah ada hantunya lho."

"GYAA!"

Dengan mata melotot tajam, pemuda berambut merah hitam itu memberikan tatapan mematikan terbaiknya pada Takao yang hanya menyeringai jahil."Kau, jangan menakutiku, Bakao!"

Mulut Takao membulat, seolah baru menyadari apa yang baru saja dia lakukan itu salah. Ia berjalan mendekati Kagami sebelum menepuk punggung itu penuh sahaja." Ahahaha, maaf kalau begitu, Tai-chan. Aku hanya bercanda kok."

"Benarkah?" Kagami menatap Takao penuh harap, badannya dia tegakkan dengan nafas yang kini sudah teratur."Syukurlah, lain kali jangan membuat lelucon menjijikkan seperti itu lagi," lanjutnya sambil menepuk orang yang bersangkutan keras—sampai-sampai Takao mengaduh kesakitan—balas dendam ceritanya.

Setelah menormalkan rasa sakit yang tadi menjalar di punggungnya, pemuda belah tengah itu kembali menyengir. Ia berjongkok dan mengambil sejumput tanah lalu menaburkannya di sekeliling Kagami. Tertawa polos saat Kagami mengumpat karena kelilipan.

"Apa yang kau lakukan, Bakao?! Uhk, uhk." Sambil menepuk-nepuk bajunya yang penuh tanah, ia kembali mengirimkan tatapan yang ia rasa paling tajam. Melihat hal tersebut, Takao segera menangkap tangan Kagami dan menahannya di sisi tubuh.

"Hoaaaaa, jangan dibersihkan, Tai-chan!"

Kagami sontak menatap bingung.

"Itu sebagai pengganti garam. Karena setidaknya, walaupun tidak ada Sadako mungkin saja ada siluman."

Secepat kilat, tubuh besar itu bergetar hebat, rambut-rambut tubuhnya meremang, suhu tubuh langsung menurun." GYAAAAAA, BAKAO! KITA KEMBALI KE ASRAMA SAJA! AKU MENYESAL KELUAR DARI ASRAMA! AKU MAU KEMBALI! AKU MAU PULANG, PULANG!"

Hyuuga dan Kiyoshi yang sedari tadi melihat kehebohan itu hanya bisa menghela nafas—terutama Hyuuga yang sudah merasa ingin bunuh diri menghadapi tingkah dua begundal yang kini menjadi tanggung jawabnya. Ya Tuhan, baru beberapa jam ia sudah dibuat pusing begini bagaimana jika dua tahun lagi? Ia bisa mati berdiri. Sementara Kuroko dan Furihata, mereka sudah tidak ambil pusing dan memilih untuk duduk di tanah sembari menatap bintang—walau Furihata tetap bergetar ketika Takao menyebut jenis-jenis hantu dan Kuroko harus menenangkannya.


Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi

Genre: Friendship/Romance/Adventure/Mistery.

Pairing: akan ditampilkan seiring berjalannya cerita. KuroFuri & KagaTaka Friendship.

Warning standart applied. Banyak kata kasar dan perkelahian. Bromance dan Romance, Boy loves, Yaoi. Happy reading.

_-Burst of Confetti-_


.

.

.

.

Hari masih pagi, mentaripun masih malas untuk menampakkan diri. Hewan-hewan masih bergelung di sarang dan subuh belum menjelang fajar. Begitu juga dengan pemuda-pemuda usia remaja yang sedang membulat dan membentuk angka lima di atas lantai, berselimut kain tipis yang tak terlalu berpengaruh dengan udara dingin yang menusuk kulit. Namun, nampaknya empat pemuda itu tetap nyaman dalam buaian pelukan mimpi, menyelami indahnya imajiner di antara kenyataan yang tak sesuai harapan. Sayangnya, alam mimpi langsung menjauh dari mereka tak kala guyuran liquid menyerang tubuh mereka tiba-tiba. Membuat dingin langsung menggerayangi tubuh mereka yang tersentak dan gemetaran.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN, HAH?" Kagami menggerung marah saat tidurnya terusik, matanya menatap nyalang pada dua presensi yang berdiri kokoh—satu buah ember terpegang di tangan.

Takao lain reaksi, ia menggelepar-gelepar sebelum bangun dan berteriak kesetanan."BANJIR! BANJIR! BANJIRR! BANJIIIRRR! Ban-auuuuhh!"

Dengan tangan memegang sebuah senter, Kuroko tak menampakkan tampang bersalah pada si rambut belah tengah yang mengaduh kesakitan. Ia malah melemparkan barang bukti kejahatan ke samping—ke tempat yang kering—kemudian menatap kedua senpai-nya dengan ogah-ogahan.

"Apa yang kau lakukan, Tet-chan? Kau jahat sekali padaku!"

"Kau berisik."

"Tidak, aku kan hanya terbawa mimpi karena tiba-tiba basah"

Kuroko hanya mendengus. Malas meladeni Takao yang penuh dengan aura menggebu-gebu. Punggungnya sudah sakit karena tidur di tempat keras, tak perlu tambah legi dengan bertarung melawan pemuda tak jelas itu. Lagipula, nanti Takaolergi-nya kambuh.

Furihata bangun terakhir, ia sontak terduduk dengan kepala tertoleh ke kanan-kiri dan nafas tersengal-sengal. Kata-kata,' hah, hah, hah," keluar dari bibirnya yang tipis.

Setelah memastikan ke-empat anak buah—ehm, maksudnya adik kelas—nya sepenuhnya pindah dari alam mimpi ke realita. Hyuuga melemparkan buntalan berwarna orange yang untungnya bisa secepat kilat ditangkap oleh quartet warna-warni itu.

"Pakai ini," ucapnya dengan gaya congkak, dagunya naik ke atas beberapa centi.

"Apa…maksudnya ini?" Kagami menatap kain berwarna orange dan Hyuuga secara bergantian, lalu kembali ke kain dan selanjutnya kembali mengarahkan pandangannya kepada Hyuuga.

"Ini baju pertugas kebersihan, Tai-chan." Pemuda berambut ebony berseru riang—sepertinya sudah lupa dengan kejadian yang mengakibatkan kepalanya kembali berdenyut.

"Dan untuk apa kita di suruh memakai baju kebersihan, hah?! Aneh sekali, aku tidak mau menjadi seperti mereka."

Dahi Hyuuga kembali berkedut. "Pakai saja, sialan!"

Hening.

Semua mata memandang Hyuuga gugup, lagi-lagi sabuk pinggang itu dijadikan senjata. Bukan tidak bisa melawan juga, Hyuuga hanya seorang diri. Sayangnya, keuntungan sedang tidak berpihak pada mereka. Kalau mereka berontak, kehilangan tempat tinggal adalah resikonya. Mau tidur dimana mereka?

"Baik." Jawab mereka serempak pada akhirnya.

"Ayo Furihata-kun/ Furi-furi-chan."

Kedua pemuda dengan tinggi berbeda bertatapan sengit. Kuroko menatap iritasi tangan Takao yang menggenggam pergelangan tangan Furihata. Sementar Takao sendiri memberikan tatapan tajam. Manik sewarna batu onyx menyalang pada biru muda lautan. Ada imaginer kilat yang menyatukan pertarungan lewat pandangan. Furihata yang di tengah merasa badannya bergetar takut, merinding tak karuan.

"Err ka-kalian –

"Furihata-kun, kau mandi denganku kan?"

"Tidak, kau mandi denganku kan Furi-furi-chan?"

Furihata menatap Kuroko dan Takao bergantian. Tentu saja ia akan memilih Kuroko, ia bisa mandi berdua dengan tenang dengannya. Menikmati air yang mengalir dan merilekskan tubuh mereka yang pegal. Sementara dengan Takao, bisa saja ia mati karena dipeluk terus-terusan. Bahaya, ia bahkan belum masuk sekolah dan belum sempat menerima pelajaran secuilpun. Ia tidak mau nantinya akan tampil berita.

"Furihata Kouki, remaja berusia 15 tahun yang mati pada hari pertamanya memasuki sekolah."

Itu mengerikan.

"Aku –

"Kalian mau mandi pakai apa?"

Suara Hyuuga menginterupsi, ketiga pemuda itu kemudian memfokuskan pandangan pada satu-satunya pemuda bermata empat—menuntut penjelasan.

Kiyoshi yang sedari tadi diam berjalan ke sebuah pintu yang dapat di duga kamar mandi, kemudian memutar kenop. Tapi pintunya mungkin ketakutan dengan besarnya badan Kiyoshi, roboh duluan. Ketiga pemuda memberikan ucapan dukacita di dalam hati, prihatin pada sang pintu yang tak mungkin dimakamkan.

Langkah kaki besar pemuda coklat itu kemudian membawanya memasuki kamar mandi—tentunya melangkahi daun pintu malang. Memutar keran dan kemudian –

"UAPA?!"

Terdengar teriakan dari seorang pemuda bersurai merah dan berbadan besar. Diketahui ia tadi sedang melepas baju hingga tak ikut serta dalam keributan yang dibuat oleh tiga pemuda kawan seangkatan. Dengan sikat gigi yang masih berada di dalam mulut, ia menatap horror pada kamar mandi yang tak kunjung menghasilkan suara riak air.

Kuroko menatap kamar mandi yang berisi Kiyoshi kemudian Hyuuga."Jadi maksudnya –

Takao kemudian melanjutkan kalimat Kuroko seolah sudah berkoordinasi." Keran airnya –

Furihata berjongkok sambil menatap pilu kamar mandi." Tidak berfungsi?"

Dan semua konklusi itu dijawab Hyuuga dengan anggukan.

"JADI BAGAIMANA KAMI BISA MAN-uhkk, oaghhh. Uhkkk."

Kagami tidak bisa melanjutkan teriakannya ketika benda panjang dan langsing serta berbulu memasuki kerongkongannya."To-tonglongh. Akh-kohk tersekhdakkhh."

Dengan gembira, Takao mendekati Kagami yang sedari tadi menggapai-gapai udara. Menepuk-nepuk punggung Kagami santai dan tertawa riang." Wahh! Kau mau main berenang-renang ya, Tai-chan?" tanya pemuda itu dengan polosnya.

Dengan tidak peduli, Hyuuga mengorek telinganya yang berdengung. Ia menatap Kuroko yang memasang muka sembelit—mungkin menahan tawa karena dendamnya terbalas tanpa perlu mengotori tangannya. Sementara Furihata memandang Kagami prihatin, kasihan, peduli dan segala hal yang berkaitan dengan empati.

"A-ano , Takao-san."

Ketika Takao langsung menoleh ke arahnya dengan kecepatan tinggi dan muka ingin jelas-jelas ingin memeluk Furihata secara brutal. Pemuda bersurai kolong langit langsung mundur, berlindung di balik Kuroko yang memasang tampang menantang pada Takao.

"Furi-furi-chan. Kau manis sekali." Takao melambai dan dengan segera menjauh dari Kagami—mencoba memeluk Furihata yang dilindungi tameng hidup penuh iritasi tinggi terhadapnya. Namun Takao tidak peduli, Kuroko bukan lawan seimbang jika mempermasalahkan postur tubuh.

Tap.

Tap.

Tap.

"Aughhhh." Takao ambruk, kalah dalam pertarungan yang dimenangkan oleh kedua makhluk yang paling kecil di tempat tersebut. Ia memegangi perutnya yang ditusuk oleh ganggang sapu yang entah sejak kapan berada dalam genggaman Kuroko. Menatap nyalang pemuda yang memberikan pandangan penuh kemenangan padanya, ia merasa terinjak.

"Kau curang! Curang! Kuroko curang!"

Kuroko hanya berdehem, membalikkan badan dan menarik Furihata bersamanya—membawa mereka berdua mendekati Hyuuga yang hanya menguap.

Jeda panjang yang hanya diisi raungan Takao. Kagami yang sedang melambai-lambaikan tangan ke udara terabaikan.

Merasa dilemma antara harus memanggil Takao tapi badannya terancam tidak perawan atau tidak memanggil Takao tapi Kagami terancam terbang ke Surga—Red, mati. Kouki mengambil pilihan sulit, ia meneguk ludah gugup.

"Ta-Takao-san."

"Ya?! Kau berubah pikiran ya, Furi-furi-chan?! Kau mau denganku saja,'kan?!" Dan benar saja, yang didapatinya tatapan Takao yang penuh binar pengharapan.

"Bu-bukan begitu."

Pemuda berambut ebony memasang muka terpedih, membuat Kuroko mengerling bosan—baru sehari mereka bertemu tapi entah kenapa rasanya sudah terlalu biasa memandang wajah tersebut.

"Lalu?"

"I-itu, Kagami-san

"Ya, ada apa dengan Tai-chan?!

"Dengarkan orang selesai berbicara dulu, Takao-san." Semua mata langsung memandang Furihata dengan mata penuh kekaguman—abaikan Kagami yang nyawanya sudah ada di ubun-ubun. Dari kemarin 'kan dia yang paling penakut.

"O-oh oke, baik."

"Kagami-san sekarat."

Mata Takao mengerjap-ngerjap bingung."Bukannya dari tadi dia mau belajar berenang?" tanya Takao dengan pandangan polos.

Semua yang ada disana facepalm. Entah Takao yang terlalu bodoh apa reaksi tersedak Kagami yang kurang dapat mengekspresikan ketersedakannya hinga Takao tak kunjung paham. Mereka semua juga gagal paham.

Kuroko menghela nafas."Takao-san." Terdengar jelas nadanya iritasi saat mengucapkan nama tersebut."Kagami-san tersedak."

Teman dekat Kagami itu kembali mengangguk." Oh, tersedak."

15 detik.

Semua orang kembali facepalm akan reaksi Takao yang lambat.

30 detik.

Do'a dipanjatkan untuk Kagami yang mungkin saja kini sudah tinggal badan.

1 menit.

Kiyoshi berlari mendekati Kagami dan Takao akhirnya paham.

"Gyaa! Tai-chan. Kenapa tidak bilang?!"

Beruntung Kiyoshi tepat waktu. Ia menarik kedua tangan Kagami ke belakang dan mempertemukan telapak tangannya dengan punggung pemuda bersurai merah kehitaman.

"Ohk. Gaahhhh! Hah, hah, hah."

Takao menubruk Kagami dengan suka-cita, mengusel-nguselkan rambutnya ke dada Kagami dan disambut yang bersambutan dengan teriakan tidak nyaman.

"Tai-chan. Kenapa tidak bilang?!"

Refleks pemuda beralis cabang itu memukul Takao keras, membuat yang bersangkutan mengerang kesakitan dan memberengut. "Bagaimana mau bilang sialan, aku tersedak."

"Eh? Tapi bisa ditunda dulu 'kan tersedaknya?!"

"Baka, bagaimana mungkin?! Kau sama sekali tak mengerti aku, Bakao. Kita putus!"

Mata Takao membulat kemudian mengangguk paham, "Sejak kapan kita pacaran? Dan lagi—" Segera saja Takao mundur, wajahnya menghorror dan ia memandang Kagami iritasi." TAI-CHAN HOMOO!"

Yah, ternyata ada yang lebih polos disini.


.

.

.


"Rumah itu baru kami dapat tahun ini."

Kuroko, Furihata dan kedua kakak kelas—Kiyoshi dan Hyuuga—berjalan terlebih dahulu. Abaikan Kagami dan Takao yang masih ribut di belakang, dimana Takao terus-terusan menghidar dan Kagami ingin mengklarifikasi dirinya yang bukan homo. Kelakukan mereka persis seperti pacar yang ketahuan selingkuh oleh pasangannya, sekali lagi abaikan.

"Jadi, maksud kalian?"

Hyuuga melirik sekilas dan wajahnya menunjukkan rasa bangga dan superior, "Beruntunglah kalian. Kami dahulu hidup nomaden. Di dalam gua."

"Hah?!"


Segera keduanya bergidik horror dengan bayangan yang melintas di otak mereka. Hyuuga dan Kiyoshi, dua manusia berbadan besar itu memakai baju dari kulit macan dan membawa gada dari batu. Duduk merenung di dalam gua sambil memegangi perut yang berbunyi.

"Huhahaha, hahahu."

"Huha,huha,huha."

"Huhahah,huhu,haha."


Kuroko dan Furihata langsung terduduk dramatis, memegangi perut yang rasanya menegang karena rasa lucu yang tertahankan. Hyuuga yang pemarah dalam pakaian manusia purba, tambahkan alis dan sebagai kacamata diganti dengan dua bulatan besar dari arang—contoh manusia purba yang sempurna. Mendadak pemuda berambut biru muda itu memiliki selera humor tinggi. Ia menggenggam tangan Furihata dan pemuda bersurai coklat itu balas menggenggamnya, meremas satu sama lain demi mematikan hasrat tertawa yang membludak. Keduanya memalingkan wajah ke samping dengan badan bergetar.

"Jika ingin tertawa silahkan." Hyuuga menatap kedua pemuda itu dengan mata memicing, dilatari suara teriakan Takao dan Kagami serta dengusan nafas keras-keras pemuda bersurai baby blue dan coklat tanah.

Dan dengan itu, kedua pemuda itu meledakkan tawa.

"BHUAHAHAHA! PRIMITIF, KUROKO-KUN MEREKA HIDUP DI GUA, KUROKO-KUN. YA TUHAN, AKU TIDAK SANGGUP MEMBAYANGKAN!"

TWITCH!

"Kau benar, Furihata-kun. Membayangkan mereka memakai baju kulit bintik polkadot dan membawa gada batu. Pftt, mereka benar-benar terlihat seperti badut."

TWITCH!

"Eh, eh ada apa?! Kenapa kalian tertawa?!" Takao yang berhasil menghindar dari Kagami segera ikut dalam pembicaraan.

Dengan wajah yang masih menahan tawa, Kuroko menepuk pundak Takao—mencari topangan, lupa jika yang ia pegang merupakan musuh yang membawa virus Takaolergi. Matanya kemudian bertemu pandang dengan pemuda berambut belah tengah, ia menatap pemuda itu jenaka.

"Mereka, maksudku. Kiyoshi-senpai dan Hyuuga-senpai sebelumnya hidup di gua, Takao-san. DI GUA!" Dan dengan penekanan di akhir penjelasan, Kuroko kembali memegangi perutnya terkekeh-kekeh kecil melanjutkan ritual terbarunya.

TWITCH!

Takao langsung meluncur ke tanah, berguling-guling tanpa peduli bahwa baju yang dipakainya akan kotor. Lagipula tidak masalah, dia belum mandi dan baju yang dipakainya adalah baju petugas kebersihan, nanti juga akan dipakai untuk berkotor-kotor. Ia tertawa dengan segenap hati.

"GYAHAHAHA! SUMPAH, MEREKA HIDUP DI GUA?! HAHA, MEREKA MEMAKAI BAJU PRIMITIF. HAHA, AKU MEMBAYANGKAN MONYET. HAHA, AKU SAKIT PERUT. HAHA, SESEORANG TOLONG AKU. AKU TIDAK KUAT! HUAHAHA!"

TWITCH!

Kedutan di dahi Hyuuga memenuhi kepalanya, ia memberikan tatapan mematikan terbaiknya tapi dengan dihiraukan sepenuhnya.

"KALIAN SEMUA BERHENTI! AKU PASTIKAN AKU AKAN MENGHUKUM KALIAN!"

"Eh, aku juga?" Kagami menunjuk dirinya sendiri dengan tampang polos.

"IYA. KAU JUGA. SEMUANYA, SEMUANYA AKU HUKUM!"

Sayang sekali, wajah malaikat Kagami tak sampai ke hati Hyuuga. Dipatahkan diperjalanan dan diinjak-injak.

"KENAPA AKU JUGAA?!" Dengan kedua lutut yang mencium tanah dramatis, Kagami berlutut dan meraup segenggam tanah, membawanya ke hadapan wajah dan mulai menerbangkan tanah coklat kering yang berpasir itu perlahan. Dan kemudian –

"GYAA! MATAKU KELILIPAN!"

Kiyoshi menepuk punggung Kagami sebagai tanda prihatin." Mungkin ini bukan hari keberuntunganmu, nak," petuahnya bijak. Membuat tangis Kagami makin menjadi.


.

.

.


Hari mulai beranjak pagi, ke enam pemuda itu duduk beralaskan tanah. Tak ada yang peduli jika nanti baju yang mereka pakai akan kotor, rasa lelah sudah memakan mereka habis sampai ke ubun-ubun. Takao menggeliat-geliat di atas tanah, rebahan dengan kedua tangan dan kaki menjauhi tubuh—mencoba mencari pasokan udara sebanyak mungkin. Keadaan yang lain juga tidak beda jauh, mungkin hanya Kuroko yang tampak masih tenang walau nafasnya nampak sama sekali tidak teratur.

Pertanyaan kemudian bercokol di benak masing-masing murid baru itu. Kenapa mereka harus melakukan semua ini?

"Senpai?" Furihata yang pada dasarnya merupakan orang yang suka menganalisa mencoba bertanya, ia meilirik Hyuuga yang bersandar di batang pohon takut-takut.

"Hm?"

"Boleh aku bertanya?"

Pemuda berkamata itu menghela nafas, ia mengibasi wajahnya dengan daun—mencoba mendapatkan angin segar—sebelum mengarahkan pandangannya ke pada Furihata. Ia menatap pemuda itu tepat di mata dengan pandangan mengintimidasi." Tanya apa?"

"Ano, kenapa kita memakai baju ini dan membersihkan sekolah?"

Kibasan daun di tangan berhenti, matanya bergulir pada setiap murid baru yang kini memandangnya dengan tatapan ingin tahu. Ia meneguk ludah, memberitahukan hal itu sekarang dan dirinya sendiri sebagai media rasanya terlampau sulit.

"Kalian akan tahu sendiri nanti."

"Eh?! Kenapa begitu?!" Takao langsung bangkit dan mendekat pada Hyuuga namun pemuda tersebut bangkit lebih dahulu. Menepuk-nepuk bagian belakangnya yang pasti dipenuhi debu, Hyuuga kembali melangkah mendekati gerobak. Kiyoshi mengikuti di belakang, menarik gerobak yang kini penuh sampah. Semua langsung mengernyit jijik ketika mengingat koper mereka bersatu dalam tempat itu, menyedihkan. Beruntung saja milkshake Kuroko terselamatkan, jika tidak pemuda itu pasti sudah mengamuk.

"Aku tahu alasan kalian menyuruh kami melakukan ini." Suara Kagami menyapa gendang telinga dan menggetarkannya. Langkah Hyuuga dan Kiyoshi terhenti sebelum kembali berjalan seolah tak ada apapun yang terjadi.

"Kalian mau menjadikan kami budak kalian, 'kan?! Mengerikan sekali!"

Kali ini langkah pemuda itu benar-benar berhenti dan ia menatap ke empat orang yang masih tidak punya clue itu dengan pandangan jenaka—menahan tawa.

"Begitukah?" Hyuuga membawa jemarinya ke dagu, menjepit rahangnya antara ibu jari dan telunjuk. Memasang pose detektif yang membuat darah Kagami makin naik ke ubun-ubun.

"APA MAUMU HAH?!"

"Hee?! Kenapa bertanya lagi? Bukannya kau sudah tahu jawabannya?" tanya Hyuuga dengan wajah tak peduli, ia berbalik dan mendekati Kiyoshi yang masih menunggu dengan tangan tanganbertaut di gerobak.

Hening melanda. Kicauan burung di pagi hari mulai menggema dan menelisik ruang pendengaran. Memperdengarkan lagu syahdu diiringi dengan hembusan angin lembut yang membuat tentram. Sayangnya hal itu tidak berlaku pada pemuda berambut merah kehitaman.

"SIALAN! JADI KAU BENAR-BENAR MENJADIKAN KAMI BUDAKMU, HAH?! AKU BERHENTI KALAU BEGITU! AKU AKAN KELUAR DARI RUMAHMU!"

Hyuuga tertawa menyaingi angin yang tiba-tiba saja bertiup kencang, memegangi perutnya yang terasa sakit lalu mengalihkan pandangannya lagi pada Kagami sambil berjongkok.

"Silahkan. Itu lebih baik jika orang yang kuurus berkurang. Tapi jangan salahkan aku jika kau dan semua teriakanmu itu akan berakhir dengan dirimu yang depresi."

"AKU TID –

"Kau tidak akan bisa bertahan. Terlalu banyak malam berhantu yang mungkin saja kau lewati."

Refleks, badan Kagami langsung bergetar hebat. Ia menoleh cepat ketika ada bunyi jejak kaki nyaring. Meneguk ludah, mengepalkan tangan, haruskah ia membuang harga dirinya hanya untuk keamanannya?

"Aku tidak akan –

"Dia tetap akan berada di rumahmu."

Semua mata langsung menoleh cepat pada pemuda berambut biru muda yang kini sedang membersihkan celana." Dia tidak akan keluar."

"Oey, apa maksudmu, hah?! Kau tidak berhak mengaturku!"

Tatapan mata sengit, merah gelap bertemu dengan biru terang. Kuroko lebih dahulu mengalihkan pandangan dan membuang nafas lelah." Kau tidak berpikir jika semua orang akan kehilangan tempat tinggal karena keegoisanmu?"

Kagami tersentak, namun ia tetap tak mau mengalah." Apa yang –

"Pernah berpikir kenapa Hyuuga-senpai mengatakan kita semua harus berempat? Bukannya dia sudah bilang, jika kita ingin memasuki rumah itu maka harus seluruhnya yang masuk. Berarti, jika kau keluar dari rumah itu maka kami juga harus keluar." Tatapan mata tajam kembali di arahkan pada Kagami yang kini berjengit." Dan aku tidak mau hidup terbengkalai karena ulahmu. Jangan pernah membawa aku dan Furihata-kun ke dalam masalahmu."

Prok,prok,prok.

"Analisa yang bagus, Kuroko." Kali ini secara tak terduga Kiyoshi yang berbicara." Lagipula, jika kau meninggalkan rumah itu. Otomatis kami juga akan kehilangan tempat tinggal karena rumah itu memang dikhususkan untuk enam orang. Aku, Hyuuga, kau, Takao, Kuroko dan Furihata," ucapnya sambil mengerling pada Hyuuga.

"Jadi jangan pernah berani keluar dari rumah itu atau aku akan membunuhmu," tambah Hyuuga dengan penekanan.

"Lalu, bisa kau jelaskan kenapa kami harus membersihkan sekolah ini?"

Wajah Takao merengut mendengar apa yang Kuroko tanyakan, ia memasang pose berpikir. Rasanya tetap ada yang kurang meski setengah jawaban sudah diberikan. Dan kemudian ia ingat satu hal.

"Eh, mana seragam kita?"

"Jawaban pertanyaan kalian berdua akan terjawab setelah upacara penerimaan siswa baru."

Semuanya tersentak, penerimaan siswa baru? Hah, kenapa mereka sampai lupa? Tapi, rasanya aneh. Bukankah mereka harusnya menerima seragam terlebih dahulu? Sebenarnya, kenapa mereka diperlakukan seperti ini?


TBC


Omake

Furihata berjalan dengan mata yang sedari tadi mengamati sekitar, pupil kecilnya sesekali mengamati bangunan-bangunan megah yang sedari tadi menjadi latar perjalanan mereka. Saat mereka melewati halaman luas, ia melihat sebuah benda hitam dari semak-semak.

DEG!

'A-a-apa itu?'

Badan pemuda berambut coklat itu langsung bergetar hebat namun matanya tak mau teralih. Tubuhnya justru bergerak mendekat dan mengidentifikasi benda hitam tersebut adalah kaki.

'Ja-jangan-jangan ma-ma-mayat?'

Gemetar di tubuhnya semakin menjad, kini disertai keringat dingin. Kepalanya terus memutar dua keputusan yang harus ia pilih. Haruskah ia melaporkan kejadian ini atau malah lari?

Srek.

'Eh, be-be-bergerak?!'

"Furihata-kun."

'Bagaimana ini?! Ha-ha-hantu!'

Tap.

Tap.

Tap.

Kemudian ada sebuah kepala merah yang menyembul dari semak. Dari rambut sampai dengan dahi.

"Furihata-kun?!"

'Lu-luka? Jangan-jangan itu yang membuatnya mati. GYAA! ADA PEMBUNUHAN DISINI!'

Pat

"GYAA!"

"Furihata-kun, kau kenapa?"

Refleks Furihata berbalik, ia menemukan Kuroko yang masih berjalan terpincang—tentunya karena ujian penentuan masuk tidaknya siswa—menghampirinya. Dan di belakangnya, ada Takao yang memasang wajah,'aku akan memelukmu seperti anaconda.'

Mencoba berjalan menjauh sedikit-sedikit dari Takao. Furihata segera manghampiri Kuroko," E-eh, tidak apa-apa , kok." Ia sendiri berujar tak yakin. Matanya kembali bergulir ke semak-semak itu dan pandangannya bertemu dengan pasangan mata merah-emas yang mengintimidasi.

End omake


Kyaaa, akhirnya selesai juga chapter ini. Udah lama banget gk ngetik lagi cerita ini sampai lupa sama alurnya #nangis.

Untuk yang gk login:

Miku : gomenne, karena yang review lebih banyak milih Akafuri. Jadi pairingnya Akafuri.

Guest : hehe, di juga suka sama Kurofuri friendship. Mereka unyu. Hum,hum. Ini Akafuri.

Icyng : hihi, Furi-furi-chan. Nanti jadi kou-kou-achan. XD

Maiko : iya, aku juga sedih karena Akafuri kurang. Ini udah fix, akafuri.

Ryoko-kun : hihi, iya. Ini fix akafuri kok.

Makasih buat semua review, follow dan favoritnya. Senengnya #peluk satu-satu.

Mohon review lagi, komentar, kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan fic.

Review?