YAKUSOKU (JANJI)

Kuroko no Basket (c) Fujimaki Tadatoshi

Yakusoku (Janji) (c) Kaoru Ishinomori

.

.

.

"PRIIITT!"

Peluit panjang berbunyi, mengakhiri pertandingan terakhir di Winter Cup itu, dengan kemenangan tetap setia berpegang teguh pada Rakuzan, di mana Seirin harus rela bertekuk lutut pada kekalahannya. Tetapi reaksi setelahnya berbeda. Tidak ada sorakan dan tepuk tangan menanggai kemenangan tipis Rakuzan, 111-110.

Akashi tersenyum tipis, ia tadi yang melakukan dunk di detik-detik terakhir. Ia berbalik, kedua mata merahnya mencari-cari Kuroko yang menatapnya balik, berusaha terlihat tegar meskipun jelas ia meratapi kekalahan. "Aku menang, Tetsuya.."

"TIDAAAAAKK!"

Terdengar teriakan tidak terima dari pemain yang bersangkutan, menjeritkan kekesalannya dengan menghabiskan suara mereka yang membelah seisi stadion. Dan selagi mereka, pemain Seirin, meneriakkan itu, muka mereka memerah heboh. Semua penonton bengong, menyaksikan Seirin yang kemudian berlari ke bangku cadangan, memburu pelatih mereka yang berkacak pinggang meminta pertanggung jawaban.

"Pe-pelatih!"

"Ya?"

"Ka-karena ini kalah tipis, jadi.."

"HAA?" Riko langsung meledak, memotong kalimat mereka dan keberadaannya menarik aura ganas yang ada dan membiarkan mereka mengitari tubuhnya. "Apa-apaan kalian, meminta dispensasi begitu?! Tunjukkan bukti kalian jantan, dong! Janji adalah JANJI!"

Penonton yang disana masih cengo, menyaksikan Seirin yang kemudian terpuruk satu sama lain. Sepertinya ada yang salah dari 'kejadian setelah kalah dari pertandingan' pada kesempatan kali ini. Bukannya kalau kalah tidak seharusnya bertingkah seperti ini?

"A-ada apa itu?" Momoi yang berdiri di sebelah Aomine menuding mereka, dengan nada tidak habis pikir. Itu bukan hal yang lazim dari pertandingan yang selama ini ditontonnya. "Dai-chan, itu mereka sedang apa?"

Aomine melipat lengan. Sebenarnya ada satu hal yang langsung muncul di pikirannya begitu melihat Kuroko bertingkah OOC dengan berteriak seperti tadi: Semua pemain Seirin kerasukan. Tapi itu tidak mungkin. "Aku tidak tahu, sih, tapi sepertinya yang mereka ratapi bukan soal kalah karena pertandingan ini, tapi ke hal yang lain."

Pemain Rakuzan masih di lapangan, menunggu pemberian piala kemenangan Winter Cup mereka. Mereka jelas juga bingung dengan tingkah Seirin, tetapi bagi mereka tidak ada waktunya untuk memikirkan hal itu. Sementara Riko langsung berdiri, memimpi mereka untuk keluar dari stadion dengan sportif.

"Yak! Pemain yang harus melaksanakannya adalah pemain yang bertanding melawan Rakuzan ini. Kalian berlima," Riko menuding pemain inti tim mereka, lalu berbalik arah menuju bangku cadangan. "Ditambah Koganei, dan Furihata."

"EEEEH!" Furihata buru-buru berdiri panik. Semua bengong. Kenapa seakan ini buruk bagi Furihata? Tapi, semua langsung maklum. Furihata jelas bukan tipe orang yang gampang melakukan hal 'itu'. Meskipun semua juga tidak ada yang tahu siapa yang menjadi target Furihata untuk itu.

"Tunggu pelatih, aku, kan, hanya bermain sebentar!" Koganei ikut menyuarakan kontroversinya. "Aku hanya menggantikan Hyuuga.."

"Sudah kubilang, janji adalah JANJI. Buktikan kalau kalian laki-laki!" Riko mengambil tasnya. "Sekarang, ayo keluar dan istirahat secukupnya di rumah, kemudian masuk sekolah saat liburan musim dingin sudah selesai. Hari pertama masuk sekolah itu juga, kalian masuk sekolah dan latihan seperti biasa dengan membawa janji itu di dalam diri kalian!"

.

.

.

Menembak orang yang disuka tanpa berbusana.

.

.

.

[Hyuu x Riko]

"Hyuuga! Konsentrasi! Kenapa kamu sama sekali tidak bisa mencetak angka, sih? Dan kenapa tidak ada yang menegurnya selain aku?!" Riko mencak-mencak sendirian di pinggir lapangan. Semua berpandangan.

Tentu saja mereka tidak setega itu untuk mau menegur Hyuuga. Semua yang ada di sana juga tahu apa penyebabnya, keles. Kecuali perempuan satu-satunya di sana, yang justru menjadi target supaya kapten mereka dapat menuntaskan janji dan menjadi laki-laki sejati itu.

Diperingatkan begitu, muka Hyuuga justru semakin memerah. Ia ingin membatalkan saja dan menundanya besok.. tetapi apa boleh buat. Ia tidak bisa mundur, ia tidak boleh mundur. Ia laki-laki! Dan ia harus membuktikan bahwa ia benar-benar laki-laki.

Izuki mengambil alih kendali, ia berdehem. "Hyuuga, bagaimana kalau kami pulang, dan kau tinggal di sini saja bersama Riko yang akan menemani, sampai kau bisa mencetak poin?"

Nice, Izuki.

Riko mengerutkan kening. "Kalian mau pulang? Kenapa?" ia memeriksa ponselnya untuk mengecek jam berapa sekarang. "Sekarang belum ada jam dua, tetapi kalian sudah mau pulang. Memangnya semua ada urusan yang penting, ya?"

Semua menelan ludah. Tentu saja urusan penting, membuktikan kejantanan mereka. Dan lagi, bukankah pelatih mereka yang justru mengingatkan soal janji itu? Kenapa ketika saat itu tiba, ia justru tidak memikirkan apa-apa? Sepertinya hari kosong karena libur musim dingin itu sudah membuat Riko amnesia untuk urusan ini.

"Ng? Muka kalian kok memerah?"

Yang ditanya mukanya malah semakin meledak-ledak. "Ma-maaf, kami permisi!" dan langsung berlomba siapa cepat yang kabur dari lokasi, meninggalkan Riko dan Hyuuga sendirian di lapangan itu.

Riko berkacak pinggang. "Mereka kenapa, sih.." ia menggerutu pelan, kemudian menoleh ke arah Hyuuga yang mati kaku. "Hyuuga, kenapa kau? Ayo latihan menembak. Kau baru boleh pulang kalau bisa mencetak dua puluh kali berturut-turut."

Hyuuga terdiam. Apa kata dunia kalau ia yang memposisikan diri sebagai shooting guard di timnya justru tiba-tiba kehilangan mood untuk menembak bola? Karena di pikirannya hanya terpusat oleh satu hal. Dan sekarang saatnya.

Ia menarik napas. Dengan satu tarikan kuat, ia melepas bajunya.

"Huwa! Hyuuga, apa-apaan kamu?!" muka Riko memerah panik, kemudian ia mengusap wajahnya sambil berusaha menenangkan diri. "Ya ampun, jangan katakan kalau kau ikut aneh juga seperti mereka. Kalau mau melepas baju, bilang dulu, dong!"

Hyuuga membiarkan ada jeda cukup lama. Ini bukan HANYA mau melepas baju, sebenarnya. Ia bersiap untuk melepas langsung celananya, dengan memegang dua sisi kanan dan sisi kiri celana. Kalau ada pilihan untuk mundur sebenarnya ia bisa melakukannya, tetapi sayangnya tidak ada. Ia tidak boleh mundur.

Riko mengerutkan kening. "Hyuuga, jangan memasang pose berkacak pinggang yang seperti akan melepas celanamu itu.."

ZRAT! Dan satu tarikan kuat ke bawah menjelaskan semuanya.

"Pelatih, aku suka kamu."

"KYAAAAAA!"

"PELATIH.."

"GWAAAAAA!"

"PELATIH, AKU SUKA KAMU!"

"PA-PA-PAKAI CELANAMU, BODOH!"

[Hyuu x Riko, challenge accepted.]

.

.

.

Menembak orang yang disuka tanpa berbusana.

.

.

.

[Ki x Kuro]

Mudah sekali bagi Kuroko untuk menemukan di mana Kise sekarang. Sedang menjalani proses foto model di studio yang ternyata dekat dengan SMA nya. Karena itu lah saat pemain Seirin berpencar, ia bisa menjadi orang kedua yang membuktikan janjinya.

Keberuntungan berpihak padanya.

"Kise Ryota? Dia sedang berganti baju di ruang ganti."

Atau tidak.

Kuroko berjalan dengan berusaha memasang wajah tetap tenang, menuju ruang ganti. Di ruang ganti memang banyak bilik yang tersedia, dan Kuroko mengecek satu persatu pintu bilik yang terbuka itu, sampai kemudian melihat Kise di bilik paling akhir. Pintu bilik itu terbuka karena Kise tampaknya sudah selesai dengan urusan ganti bajunya. Ia sedang menyisir rambut, dan berbalik secepat kilat begitu melihat wajah Kuroko menyembul di sela cermin.

"Kurokocchi?" Kise membelalakkan matanya. Angin apa yang membuat Kuroko berdiri di depannya saat ini?

"Hai, Kise-kun," Kuroko menyapa dengan canggung. Ia maju beberapa langkah untuk memasuki bilik itu. "Boleh kututup pintunya?" tanyanya menawarkan diri, karena rencana itu juga baru saja muncul di kepalanya.

"Ha?" Kise bengong. "Bo-boleh saja kalau Kurokocchi bilang begitu –ssu. Walaupun sebenarnya aku ingin keluar, sih.." ia melanjutkan lagi menyisir rambutnya.

Kuroko mengunci pintunya, tetap tidak mengatakan apa-apa. Seharusnya terbesit di pikiran Riko bahwa tidak mungkin seorang Kuroko Tetsuya bisa melakukan ini. Maksudnya, ia juga tidak berharap situasi ini berbalik menjadi ia yang seme, tetapi ia harus mencobanya.

Kuroko menghembuskan nafas. "Kise-kun."

"Hm? Kenapa Kurokocchi?" Kise masih menyisir rambutnya.

Kuroko membuka kancing baju seragamnya, dan saat ia melakukan itu, Kise langsung menjatuhkan sisirnya. Meskipun ia hanya melihat dari cermin. "Tu-tunggu Kurokocchi.." ia berbalik badan dan mukanya mulai memerah.

Kuroko yang sudah melepas bajunya, menghela napas. "Kise-kun, rasanya aneh kalau hanya aku yang melakukan ini. Kise-kun boleh lepas baju juga?"

Kise memandangi Kuroko. Apa-apaan itu? Dari gayanya jelas itu bukan orang lain yang menyamar menjadi Kuroko, sehingga pikiran itu langsung Kise buang jauh-jauh. Yang aneh adalah, mengapa Kuroko melakukan hal itu?! Apakah ini akibat dari kekalahannya dan akan melakukan hal lain sebagai pelampiasan?

"Bo-boleh saja –ssu," karena ini permintaan Kurokocchi-nya, akhirnya ia melakukannya juga. Kapan lagi Kuroko meminta hal seperti ini.

Selagi Kise melakukan hal itu, Kuroko memutuskan untuk menyelesaikannya juga. Ia menarik kedua sisi celananya, tepat saat Kise sudah selesai melepas bajunya.

"KU.. KU.. KU.."

"Aku suka Kise-kun."

"KUROKOCCHI?!"

"Kise-kun, sekali lagi, rasanya aneh. Kise-kun boleh melakukan hal yang sama juga?"

"HAA?"

[Ki x Kuro, challenge accepted.]

.

.

.

Menembak orang yang disuka tanpa berbusana.

.

.

.

[Mito x Koga]

Ketika semua pemain berpencar dan yang tidak bersangkutan langsung pulang, Koganei tidak berharap bahwa orang yang menjadi targetnya melakukan hal yang sama. Siapa lagi jika bukan si pendiam tak ber-seiyuu, Mitobe.

Percuma memanggil-manggil Mitobe dengan meneriakkan namanya, "Mitobe! Mitobe kau di mana?", karena harapan mendapat suara balasan "Aku di sini!" itu jelas-jelas nol persen. Selain karena OOC, tidak mungkin Mitobe melakukan hal seperti itu. Tidak akan pernah mungkin bisa.

Tapi kalau Mitobe memutuskan untuk pulang.. siapa tahu ia ada di kelas? Koganei akhirnya memutuskan untuk mengecek Mitobe di kelas.

Ternyata benar, Mitobe ada di sana. Beberapa anak yang belum pulang juga di sana, dan situasi itu benar-benar sulit. Maksudnya, mungkinkah ia melakukan hal seperti 'itu' di sana?! Akan banyak anak selain Mitobe yang melihatnya nanti!

Mitobe keluar kelas, menepuk bahunya. Ia memang tidak mengatakan apa-apa, tetapi Koganei tahu maksudnya. Itu sama dengan mengatakan "Belum pulang? Ada urusan apa kau di sini?"

Koganei menelan ludah. "Ng, Mitobe? Kau bisa ikut aku sebentar ke.."

"Mitobe, kau yang akan terakhir keluar, kan? Matikan lampunya, ya. Kami akan pulang," beberapa anak yang masih di dalam kelas keluar berombongan. Mitobe menganggukan kepala, dan sekarang kelas menjadi sepi.

Mitobe memandang ke arah Koganei lagi. "Hm? Ada apa?" begitulah kira-kira yang ia maksud dari mengerutkan kening ke arah Koganei.

"Tidak jadi. Kemari," Koganei menggandeng tangan Mitobe masuk kelas, dan ia menutup pintu kemudian mematikan lampunya. "Jadi.. kamu pasti tahu janji yang dimaksud Riko, kan?"

Mitobe menganggukan kepalanya, masih bingung.

"Jadi, karena kamu targetku, ya, begitulah," Koganei mengangkat bahu, ia menunduk malu-malu. "Sebentar, ya," setelah mengatakan itu, ia melepas bajunya dan begitu pula bawahannya. Sampai kemudian ketika segala yang harus dilepas sudah ia laksanakan semua, ia memandang Mitobe lagi dengan kikuk.

"Eng, aku suka kamu..?"

Kenapa ada tanda tanya di belakangnya, salahkan Koganei yang saking salah tingkahnya ia malah menyimpangkan nada yang seharusnya.

BRUK.

"Mi-Mitobe! Jangan pingsan di sini!"

[Mito x Koga, challenge accepted.]

.

.

.

Menembak orang yang disuka tanpa berbusana. TBC.

.

.

.


A/N:

Yaampun ini fic terlalu nista ;A; Ini apa-apaan sih, maaf banget fic macam kayak ini jadi nyampah di fandom T_T Sebenernya mau langsung publish sampai selesai, tapi bakal jadi panjang banget ntar. Lagian aku juga gak bakal publish chater terakhirnya kalo gak banyak feedback ;w; Delete or lanjut? RnR pleasee~