Ini bukanlah kebohongan. Apapun yang terjadi disini, bukanlah kebohongan(1).

Rin masuk ke pintu pertama yang dia temukan dan menutupnya. Dia merapatkan tubuhnya kedinding. Satu tangannya menutup mulutnya sedangkan tangan lainnya menggenggam erat handuk yang menutupi tubuhnya. Tenang saja, dia masih memakai pakaiannya; baju kaos berlengan panjang dengan gambar kucing yang imut serta celana yang menutupi paha hingga lututnya.

"Rin-chan..."

Suaranya membuat Rin menahan nafas dan menutup matanya. Tubuhnya gemetar ketakutan dan dia semakin merapatkan ke dinding.

Tidak. Kumohon. Jangan biarkan dia menemukanku disini.

"Rin-chan~, jangan takut... aku tidak akan melukaimu."

Suaranya terdengar sangat dekat. Rin merasa kakinya melemah dan ingin menjatuhkan dirinya ke lantai, tapi dia memaksakan diri untuk tetap berdiri. Dia semakin merapatkan tangannya ke mulutnya saat isakan menerobos keluar dari bibirnya.

Kumohon, tolong jauhkan dia dariku. Dia tidak boleh menemukanku disini. Kumohon...

5 menit sudah berlalu sejak Rin bersembuyi di balik pintu. Tak ada suara yang memanggil namanya lagi, tak terdengar langkah kaki di balik pintu ini lagi. Bahkan Rin tak mendengar apapun lagi selain suara jantungnya yang berdetak keras. Sepertinya dia sudah pergi. Rin melepaskan mulutnya. Sepertinya sudah aman.

Brak!

Rin terjatuh dengan posisi terlentang. Kepalanya berdenyut dan punggungnya sakit. Mata birunya yang baru saja terbuka terbelalak melihat bayangan pemuda berambut blonde diatasnya. Bibirnya membentuk senyuman manis. Terlalu manis.

"Ternyata kau disini, Rin-chan."

...

1 jam sebelumnya...

"Jadi, apa rencananya?"

Mata biru cerulean milik pemuda yang kita kenal bernama Kagamine Len itu sama sekali tidak beralih dari buku yang dibacanya. Dia terlihat tekun sekali membaca novel barunya dan tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh tokoh utama kita ini.

"Hm...?"

"Kau tahu maksudku. Kau bilang ingin mengeluarkanku dari tempat ini kan? Jadi apa yang harus kulakukan?"

Mata biru Rin melihat Len lurus. Poni blonde yang biasanya dijepit oleh empat buah jepit rambut kini bebas menutupi setengah bagian dari wajahnya. Begitu juga dengan rambut belakangnya yang kusut. Kedua tangannya meremas ujung kaos birunya dan wajahnya memerah. Dia kelihatan berantakan.

"He? Kau kelihatan kacau. Apa yang terjadi Rin-sama?" Len malah bertanya balik tanpa sedikitpun melihat Rin.

Tangan Rin menggenggam kaosnya lebih kuat. Ingin sekali dia memukul kepala bocah kuning satu itu. Dia sama sekali tidak melihatnya! Dan apa pula panggilan sama itu?

"Sudah jawab saja!"

Rin sama sekali tidak berniat meninggikan suaranya. Sungguh. Tapi keadaan di Voca he-err... Voca House ini benar-benar membuatnya gila. Baru saja pagi ini, saat dia membuat sarapan bersama Mayu dan teman-teman, mereka berkomentar tentang bahan-bahan apa saja yang bisa digabungkan untuk dilumuri di tubuhnya. Mulai dari coklat cair, krim kocok, hingga sirup. Mayu bahkan mencoba menyentuhnya ditempat yang seharusnya tidak boleh disentuh!

Rin menggeleng. Dia tidak mau itu terjadi untuk yang kedua kalinya. Dia melihat ke Len lagi dan memberinya tatapan tajam dan berharap Len mau menjawab pertanyaannya dengan benar kali ini.

"Sebenarnya rencananya cukup simple, yang kubutuhkan hanyalah persetujuan darimu, Rin-chan." jawab Len dari balik bukunya.

Dan sebagai tambahan, dia memberikan kedipan yang membuat Rin merinding.

"Persetujuan untuk apa?" Rin bertanya dengan nada khawatir.

Len tidak menjawab. Dan Rin berpikir Len tidak akan menjawabnya. Jadi dengan sedikit kesal Rin memutuskan untuk mandi dan mendinginkan kepalanya. Dia mengambil pakaian dari kopernya dan juga handuk. Dan dengan sedikit menghentakkan kaki Rin berjalan melewati Len dan membuka pintu kamar. Dia sama sekali tidak menyadari Len ada di belakangnya sampai tangan Len yang sedikit lebih besar dari tangan Rin menutupi tangannya yang memegang gagang pintu. Dan bisikan Len ditelinganya membuat kuping Rin panas.

"Tentu saja persetujuan untuk memilikimu, Rin-chan."

Kalian bisa bayangkan bagaimana merahnya wajah Rin saat itu.

Dan apa yang Rin lakukan? Dia menghantam wajah Len dengan kepalanya yang sekeras batu dan memberikan hidung Len ciuman manis dari pintu yang dibantingnya.

Ck, ck, Rin. Kau wanita yang sangat kasar.

Rin yang malu setengah mati terus saja berlari sekuat tenaga. Handuk dan pakaian gantinya masih dipegang dengan erat di depan dada. Sementara pikirannya berkecamuk.

"Len bodoh! Bodoh! Kenapa dia melakukan itu sih?"

Rin terus saja berlari hingga mencapai kamar mandi yang letaknya paling jauh dari kamarnya. Pipinya masih merah, dan dadanya masih bergemuruh karena berlari -dan juga karena kejadian tadi- dia meletakkan kedua tangannya di depan dada dan mengatur nafas sebelum membuka pintu kamar mandi.

'Lupakan! Lupakan kejadian tadi.'

"Lho? Rin-chan? Mau mandi juga?"

Untuk sesaat tubuh Rin menegang. Matanya yang berhiaskan manik biru cerulean berkedip beberapa kali melihat gadis berambut hijau di depannya. Gadis itu hanya memakai kaos longgar yang panjangnya hingga menutupi pinggul. Dia baru saja melepaskan celana pendeknya dan juga kacamata merah yang biasa dipakainya untuk membaca. Rin mengenal gadis itu sebagai Megumi Himura. Dia lebih suka dipanggil dengan nama kecilnya, Gumi. Dia sedikit lebih tua beberapa tahun dari Rin dan dia memiliki mata hijau yang jenaka juga senyum yang manis. Rin senang berada di sekitar gadis ini karena dia sangat mudah diajak bicara dan tidak melakukan hal-hal aneh seperti gadis lainnya di rumah ini.

Hm, lalu kenapa gadis yang tampak normal ini berada di sini?

"Ah, iya Gumi-nee. Aku akan menunggu di luar sampai Gumi-nee selesai."

Rin membuka pintu dan melangkah kelua, tapi Gumi menarik tangannya, dan memberikan Rin senyum yang disukainya itu.

"Jangan begitu Rin. Ayo kita mandi sama-sama"

Gumi kembali menarik Rin masuk. Dia lalu melepaskan kaos kebesaran itu dari tubuhnya. Tak lupa bra dan celana dalamnya. Rin hanya melihat, pakaian ganti dan juga handuknya masih dipegang erat di dadanya. Merasakan ukuran dadanya sendiri, Rin merasa iri juga melihat dada Gumi yang jauh lebih besar darinya. Kapan dia bisa tumbuh sebesar itu ya? Saat Rin melihat ke bawah, detak jantungnya seolah berhenti. Wajahnya memucat dan matanya terbelalak. Yang ada di selangkangan Gumi itu-

"Ayolah Rin-chan! Buka bajumu juga."

Uh, Rin melihat Gumi dari atas hingga ke bawah. Tidak. Ini bukan halusinasinya. Ya Kami-sama...

"E, e, Gumi-nee, sebaiknya aku belakangan saja."

Rin berjalan mundur. Tapi Gumi tidak menyukai reaksi Rin. Dia melangkah lebih cepat menuju Rin, dan tersandung oleh sesuatu yang tidak tampak.

"AAAHHH!"

"Adu, du, duh... "

Rin memegangi belakang kepalanya yang terbentur lantai. Perlahan dia membuka mata. Dan, what-the- dada Gumi yang besar tepat berada di depan matanya. Wajah Rin merah padam. Dengan menggunakan kedua sikunya dia bergerak mundur menjauh dari Gumi. Dia harus keluar dari sini.

"A, ah, Rin... Mmm."

Ya ampun... Kenapa Gumi mengeluarkan desahan seperti itu? Dan kenapa wajahnya memerah seperti itu? Dan kenapa ada sesuatu yang aneh di kakinya? Rin melihat ke bawah -sedikit kesulitan karena dada Gumi yang menghalangi penglihatannya- seketika wajah Rin berubah horror saat melihat kakinya berada di kedua paha Gumi. Dan sesuatu-yang-seharusnya-tidak-dimiliki-cewek itu bergesekan dengan kakinya.

Ya Kami-sama. Dia harus pergi dari sini sekarang juga!

Rin bergerak mundur dengan kedua sikunya. Dia berusaha tidak menggerakkan kedua kakinya meskipun hal itu mustahil. Dua atau tiga kali kakinya bergesekan dengan (maafkan kata-kata author yang kurang sopan) penis Gumi. Dan membuat Gumi mendesah lagi dan wajahnya semakin memerah.

Gumi menutup matanya saat merasakan kaki putih Rin menggeseknya sekali lagi. Saat dia membuka mata, Rin sudah menghilang.

...

"Rin-chan! Aku benar-benar minta maaf. Aku sama sekali tidak bermaksud menakutimu. Kalau aku tau begini jadinya, aku akan menutupi penisku saat kita mandi bersama."

Sebenarnya bukan itu yang jadi masalah...

Rin hanya tertawa hambar dan mengangguk-angguk pasrah sementara Gumi menggenggam kedua tangannya dengan erat dan meminta maaf dengan wajah penuh penyesalan. Sekarang dia mengerti kenapa Gumi ada di rumah ini.

Rin melihat ke belakang. Boneka kelinci miliknya duduk dengan manis dikasurnya dan Len. Dia tidak bisa melihat boneka itu dengan jelas ataupun bisa menggapainya dengan Len yang berada dibelakangnya. Len sendiri hanya tersenyum manis padanya. Kedua tangannya memegangi pundak Rin yang kurus. Dan mata birunya berbinar dengan penuh rasa ingin tahu.

"Sudahlah Megu-nee(2), Rin-chan sudah memaafkanmu kok. Lagi pula, Rin-chan harus mandi."

Gumi melihat Rin dan Len. Dia menghela nafas panjang dan memberikan senyuman yang Rin sukai itu. Setelah melepaskan tangan Rin dan sekali lagi meminta maaf karena membuat tangan Rin memerah disebabkan cengkraman tangannya, Gumi pun bangkit dari duduknya.

"A, ah benar juga, aku juga harus-"

Prak!

Semua mata tertuju pada benda yang baru saja terjatuh. Wajah Gumi memucat, Rin terbelalak dan tangan Len di pundaknya terasa membatu.

Benda itu adalah kotak musik yang sama seperti yang Rin miliki dulu. Dan kotak musik itu pecah.

Len mengambil kotak musik itu dengan kedua tangannya. Dia menunduk, sehingga Rin tidak bisa melihat ekspresinya saat ini. Tapi Rin bisa melihat tangannya yang gemetar.

"Le, Len aku-"

"Pergi... "

"Tidak, Le, Len, biar kuper-"

"PERGI!"

Rin mengira Gumi tidak akan pergi dan tetap bersikukuh untuk memperbaikinya. Tapi perkiraannya salah saat Gumi menundukkan kepala dan keluar dari kamar mereka. Kini hanya ada Rin dan Len. Suasana canggung menerpa mereka selama beberapa saat.

"Rin, bisa kau keluar sebentar? Aku ingin sendiri sekarang ini..."

Suara itu sangat lemah, dan terdengar sangat menyedihkan. Sangat berbeda dengan suara Len yang selalu riang dan penuh canda sebelumnya. Rin tidak memiliki pilihan lain selain menyanggupinya.

Rin menoleh terakhir kalinya sebelum menutup pintu. Air mata Len yang jatuh ke lantai adalah hal terakhir yang dilihatnya.

...

(1) It's not a lie. What's happening right now… is no lie. Prolog dari novel Miwashiba LiEat: The Lie-Eating Dragon and the Forgotten-Color Songstress dengan sedikit perubahan. X3

(2) Gumi ngingetin Mikan sama Megu-nee dari Gakkou Gurashi. X3

Disclaimer: Vocaloid itu milik Yamaha dan rekan-rekan, Teo dan Efi serta Novel LiEat milik Miwashiba, dan Megu-nee milik mangaka-nya (Mikan lupa namanya) TwT

Mikan: maafkan Mikan karena gak update! TwT dan untuk akumarine, maaf, gak ada Kissu di chapter ini.

Sampai jumpa di chapter berikutnya!