Tsuna menoleh ke kanan dan ke kiri. Musuh sudah berada di depannya dan dia tidak bisa melarikan diri. Dia menggigit bibir. Kilasan wajah kematian teman-temannya terbayang di pikirannya.

'Aku akan mati seperti Reborn dan yang lainnya,' batinnya pahit. Cahaya perlahan menyelimuti tubuhnya.

"Selamat tinggal, Sun Arcabaleno."

~o~o~o~o~o~

Tsuna membuka mata. Mendadak dia berada di ruangan yang sama sekali berbeda. Hanya dari bau obat-obatan saja Tsuna tau dia sedang di rumah sakit. Pertanyaannya, bagaimana dia bisa sampai di tempat ini?

"Tsu-kun!"

Tsuna menoleh. Di ambang pintu, berdiri ibunya yang menatapnya khawatir.

"Kaa-san..." Mata Tsuna melebar sedikit. Nana terlihat lebih muda dan lebih ceria dari yang diingatnya. Ceria? Tsuna menggeleng. Mungkin hanya perasaannya saja.

Ibunya berjalan kearahnya. "Kau baik-baik saja? Ini kelima kalinya kau koma."

Tsuna tidak merespon. Dia melihat ke sekeliling. Kelihatannya ini semua bukanlah ilusi. Mata Tsuna menyipit begitu melihat cermin. Dia terlihat seperti remaja pada umumnya.

Dan itu benar-benar aneh. Tsuna yakin sekali terakhir kali dia melihat cermin, tubuhnya masih dalam bentuk Arcabaleno.

"Tsu-kun, kau tidak apa-apa?" tanya ibunya lagi.

"Ya, kurasa aku baik-baik saja," Tsuna menjawab tidak yakin. Pikirannya masih dipenuhi keraguan. Dan banyak pertanyaan.

"Baguslah, Kaa-san akan membawamu pulang."

Tsuna mengangguk asal. Dia terlalu sibuk berpikir hingga tidak menyadari betapa anehnya kata-kata ibunya.

~o~o~o~o~o~

Mulut Tsuna terbuka lebar saking tercengangnya. Dia kembali berada di rumahnya yang lama. Kamarnya sama persis dengan saat dia masih remaja dulu. Begitu berantakan.

"Tunggu sebentar..." Tsuna bergumam sendiri. Kepingan misteri yang misterius ini satu-persatu menyatu di otaknya. "Tubuhku kembali menjadi seperti saat aku masih remaja... Kaa-san terlihat lebih muda... Kamarku tidak banyak berubah... Mungkinkah...?"

Tsuna menatap kearah kalender. Dugaannya benar. "Aku kembali ke masa sepuluh tahun yang lalu?"

Tsuna meletakkan tangan di dagu. Jika memang seperti itu maka semuanya masuk akal. Hanya tinggal satu masalah lagi.

Tsuna menatap pigura foto yang tergeletak di atas meja belajarnya. Di foto ada Nana dan Iemitsu yang menggendong dua anak kecil. Salah satu anak kecil itu adalah Tsuna sendiri. Yang jadi masalah adalah, siapa anak kecil lainnya yang bersama mereka itu? Bukankah ini foto keluarga? Kenapa ada orang asing di foto ini?

Anak itu tidak hanya muncul di foto ini saja. Dia juga muncul hampir di semua album. Kenyataannya, justru foto Tsunalah yang jarang ada.

Dari nama yang terlampir di foto itu, nama bocah asing itu adalah Sawada Ienari. Tsuna hanya bisa menarik satu kesimpulan.

Dia sedang berada di Dunia Parallel dimana dia memiliki saudara bernama Sawada Ienari dan Tsuna dari dunia ini sedang koma di dalam tubuhnya (atau malah sudah mati, tapi Tsuna tidak mau menyimpulkannya seperti itu).

Kesimpulan itu terlihat lebih masuk akal mengingat betapa berbedanya perlakukan semua orang kepadanya.

Ibunya tidak memperhatikannya.

Semua orang membencinya.

Reborn tidak ada untuknya.

Bagian terakhir mungkin tidak benar. Reborn belum datang ke Namimori tapi seperti yang pernah dikatakannya : Apa yang akan kau lakukan jika situasi buruk menjadi lebih buruk?

Tsuna tidak mau memikirkannya.

~o~o~o~o~o~

"Kaa-san, kau tidak akan mempercayaiku! Aku terpilih sebagai kapten klub sepak bola!" Sawada Ienari memberitau ibunya bangga.

"Itu benar-benar bagus, Na-kun! Kau memang anak kesayangan Kaa-san!" Ibunya memujinya. Seperti biasa. "Kaa-san akan membuatkan masakan kesukaanmu untuk merayakannya!"

Ienari tersenyum bangga.

"Oh, dan kita rayakan juga keluarnya saudaramu dari rumah sakit."

Senyumnya memudar sedikit. Dia tidak senang jika Dame-Tsuna juga mendapat perhatian. Saudaranya bukanlah apa-apa selain beban.

"Na-kun, bisa kau panggil dia? Perayaan ini, kan, untuk dia juga."

Dahi Ienari mengkerut tapi dia hanya mengangguk dan melesat pergi.

Kamar Tsuna secara mengejutkan menjadi rapi dan bersih. Padahal baru beberapa saat yang lalu kamarnya terlihat berantakan.

"Ada apa?"

Ienari tersentak. Dia nyaris lupa dengan tujuannya disini.

"Sudah waktunya makan," ucapnya pendek. Tsuna hanya mengangguk singkat.

Mata Ienari menyipit. Ini hanya perasaannya atau saudaranya yang payah itu terlihat berbeda hari ini?

~o~o~o~o~o~

"Reborn, tidak!" Tsuna berteriak dengan seluruh tenaganya yang tersisa. Reborn memandangnya tajam.

"Menjauh dari sini!"

"Tidak!" Air mata perlahan mengalir di pipinya. Reborn adalah orang yang paling berharga dalam hidupnya. Dia tidak mau kehilangannya sekarang!

"Jangan egois! Jika mereka menangkapmu sekarang semuanya akan sia-sia! Pergilah dari sini!" Reborn membalas tidak mempedulikan air mata muridnya.

Tsuna mengangkat kepalanya. Air matanya sudah berhenti mengalir digantikan dengan tatapan penuh tekad.

"Kalau begitu berjanjilah, Reborn," Tsuna memegang tangan Reborn. Tidak rela melepasnya sekarang. "Berjanjilah kau akan mengalahkan orang-orang itu lalu kembali ke sisi kami."

"Aku..." Reborn berkata ragu-ragu. Tsuna masih menggengam tangannya mengharapkan jawaban. "Aku berjanji."

~o~o~o~o~o~

Tsuna membuka mata. Dia memegang kepalanya yang mendadak terasa sakit sementara kenangan pahit itu masih berputar jelas seperti acara televisi.

Baru saat itu Tsuna menyadari bahwa ingatannya terasa buram sejak dia tiba disini.

"Uh... Setelah makan aku langsung tertidur. Itu bukan sesuatu yang dilakukan bos mafia. Jika Reborn ada disini dia pasti-"

Tsuna berhenti. Kata-kata Reborn seperti bergaung di telinganya.

-Aku... Aku berjanji-

"Kau bohong. Kau tidak pernah kembali," Tsuna berbisik dalam kegelapan. Suaranya bergetar tapi tidak air mata. Sudah lama sekali dia berhenti menangis.

"Ngomong-ngomong, Sawada Tsunayoshi, kau khawatir dengan Arcabaleno yang sekarang tapi kau adalah daftar pertama sebagai Arcabaleno."

Tsuna memegang kepalanya yang kembali terasa sakit. Bibir bawahnya bergetar.

"Hahaha... Bersiaplah kalian para Acabaleno! Kami akan memburu dan menangkap kalian!"

Tangan Tsuna membentuk kepalan. Sekarang kenangannya dipenuhi darah merah segar. Ya, semua orang mengorbankan diri demi melindungi mereka para Arcabaleno.

"Selamat tinggal, Sun Arcabaleno."

"Tidak," Tsuna bernafas cepat. Ingatan terakhir tadi membuatnya tersentak. "Aku harus segera menghentikan semua ini. Yuni dan Reborn bilang aku harus bersatu dengan Arcabaleno lainnya tapi..." Keringat dingin mengalir di wajahnya. "Aku tidak bisa mengingat Arcabaleno lainnya..."

~o~o~o~

Please, Give Me Your Review!