Naruto © Masashi Kishimoto. AU, OOC, EYD, TYPO DAN SEJENISNYA.

Jam dinding yang menempel di dinding bercat orange baru menunjukkan pukul setengah enam pagi tapi seorang pemuda Namikaze sudah siap dengan seragam SMA nya, berdiri di depan cermin besar mematut diri seperti seorang gadis yang akan melakukan kencan pertama, pedahal SMA Konoha masuk sekitar jam delapan. Namikaze muda itu sudah selesai mengacak rambut pirang zabriknya dengan gel rambut dengan sedikian rupa lalu berpose-pose di depan cermin, seperti mengedipkan sebelah mata dan menyeringai tampan. Puas dengan penampilannya pemuda pirang putra tunggal Minato Namikaze itu mendekati tempat tidur kemudian mengambil ransel hitam dan kunci motor yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur. Dia mendekati pintu, membukanya perlahan lalu menutupnya. Di setiap langkah menuruni anak tangga tidak henti-hentinya dia bergumam menyanyikan sebuah lagu dengan nada ceria, seperti biasa putra tunggal Kushina Namikaze ini selalu terlihat bahagia dan semangat. Lebih tepatnya dua tahun yang lalu, sekalipun dia sudah dua tahun tidak lulus dia tetap semangat berangkat sekolah. Aneh bukan?

OoO

Naruto Uzumaki. Pemuda yang sejak tadi kita intip kegiatan pagi di hari seninnya, berdiri di samping meja sedang mengoles selai nanas di atas roti tawar miliknya. Pemuda pirang berpenampilan rapih itu menoleh saat mendengar suara halus sepatu dan lantai yang bergesekan lalu tersenyum cerah melihat ibu berambut merahnya mendekatinya dengan kotak bekal di tangan ramping sang ibu. "Pagi bu." Sapanya sebelum melahap roti selainya.

Kushina tersenyum melihat putra tunggalnya yang sudah rapih dengan seragam SMA, tidak seperti dua tahun yang lalu yang selalu bangun siang karena malas berangkat sekolah.

"Pagi." Balas Kushina sambil meletakkan bekal di atas meja. Wanita cantik berambut merah itu memperhatikan wajah Naruto, dia semakin rapih dan tampan setiap harinya. Bukan begitu? Kushina tersenyum bangga melihat perubahan pada putranya yang dulu urakan. "Berangkat pagi lagi?"

Satu gigitan lagi, habis sudah. Mengambil air putih di meja. "Selalu." Naruto melempar senyum hangat pada Kushina sebelum meminum air putih ditangannya.

"Aku ada PR, tapi tidak tahu cara mengerjakannya."

Kushina sadar putranya tidak lah pintar, tapi dia sangat bangga karna putra semata wayangnnya ini tidak muda menyerah. Dia memiliki semangat yang tinggi, dan pantang menyerah tentunya. "Sudah mau pergi."

Naruto memasukkan bekalnya dalam ransel sembari mengangguk lalu menatap Kushina yang sedikit lebih pendek darinya, "Aku permisi." Ucapnya sambil tersenyum.

"Hati-hati Naruto." pesan Kushina yang di balas lambaian telapak tangan besar Naruto. Wanita itu tersenyum melihat punggung Naruto yang kini sudah hilang tertutup pilar-pilar penyangga rumahnya. Tak lama kemudian para pelayan datang membawa berbagai masakan di tangannya. Para pelayan itu sedikit membungkuk meminta maaf karena telat nyiapkan sarapan untuk tuan muda. "Tidak apa-apa." Ucap Kushina ramah. Sebelum meninggalkan ruang makan Kushina memberi aba-aba pada para pelayan untuk membereskan roti dan selai di atas meja.

OoO

Sasori Haruno hanya bisa menghela napas melihat teman satu sekolahnya dulu meminta menemuinya di taman. Pemuda berambut merah bernama Sasori itu berjalan mendekati pemuda pirang jabrik yang berdiri tidak jauh menantang dirinya. "Ada apa lagi Naruto? Aku sibuk, aku tidak punya waktu meladenimu." Ucapnya malas. Oh, ayolah! Dia harus mengerjakan makalahnya yang belum selesai untuk di kumpulkan nanti siang, tapi mantan teman satu kelasnya ini malah menantangnya berkelahi melalui sebuah pesan singkat. Menyebalkan.

Memasang wajah sok polos Naruto melipat tangan di depan dada. "Kau sudah tah-"

"Kalau begitu aku pergi-" Potong Sasori cepat. "Aku bukan anak SMA sepertimu yang bisa membolos setiap ada kesempatan. Aku sibuk-"

Naruto menggeram tidak suka. Dengan cepat pemuda pirang itu memotong ucapan Sasori. "Kau!-"

"Lain kali saja, Naruto. Aku benar-benar sibuk." Potong Sasori cepat lalu berbalik memunggungi Naruto yang menggeram menahan kesal. Sasori mendekati mobil sedan merahnya, dia menatap Naruto sebentar sebelum membuka pintu mobil lalu pergi. Entah apa yang dipikir Naruto, Sasori tidak tahu. Akhir-akhir ini Naruto sering mengajaknya berduel untuk membuktikan siapa yang lebih jantan. Berkelahi tanpa alasan yang jelas, tentu saja Sasori menolaknya mentah-mentah.

OoO

Ini lah susahnya menjadi ketua osis di sekolah elit macam SMA Konoha yang di penuhi siswa-siswi berduit. Tidak taat pada peraturan, seenaknya, suka membantah dan tidak takut pada Guru. Semua siswa di SMA Konoha menyebalkan bagi sang ketua Osis, Haruno Sakura. Tapi tunggu, tidak semuanya menyebalkan. Seperti Temari, Mei Terumi, Senpainya. Karin dan Tenten temannya satu kelas. Hanya keempat gadis ini yang normal menurut Sakura, taat pada aturan, tidak seenaknya dan tidak suka membantah sekalipun mereka anak orang berduit. Susahnya jadi ketua Osis di sini harus mau berangkat pagi karena kalau tidak...

Inuzuka Kiba. Satu-satunya anak laki-laki dari klan Inuzuka yang terkenal dengan rumah Sakit Hewannya, yang katanya terbesar di Konoha. Nakal, iseng, dan seenaknya. Itu lah Inuzuka Kiba. Kalau tidak nakal, iseng dan seenaknya bukan Kiba namanya. Berdiri dengan pancing di tangannya, sesekali pemuda itu terkikik geli sambil mengarahkan mata kailnya ke bawah rok rempel Hyuga Hinata, sesosok gadis pemalu yang gosipnya tergila-gila pada anak pemilik sekolah. Dapat! Kailnya sudah mengait sempurna di bawah rok Hinata. Perlahan, Kiba mulai menggulung alat pancingnya sampai rok Hinata naik sempurna memamerkan celana pendek, sangat pendek, dengan tulisan 'I LOVU YOU Naruto-Kun' di bokong gadis itu. Kiba tertawa terbahak-bahak melihat celana pendek Hinata dengan motif love-love ungu dengan tulisan besar 'I LOVE YOU Naruto-kun' pemuda itu sangat merasa puas.

Semua mata siswa-siswi yang ada di Aula menoleh kearah Kiba yang tidak berhenti tertawa. Mereka ikut tertawa melihat celana Hinata yang terekpost tanpa di sadari sang pemilik. Beberapa siswa-siswi menutup mulut menahan tawanya yang siap meledak, sementara siswa-siswi yang lain terbahak-bahak mengejek Hinata. Aula SMA Konoha sangat besar dengan delapan pilar sebagai penyangga, lampu kristal besar dan ada dua tangga yang saling menghubung di lantai dua tempat Inuzuka berdiri mengerjai Hyuga Hinata yang berdiri di bawah.

Hinata yang tidak mengerti dan tidak tahu menahu tentang roknya yang terangkat sempurna menatap polos orang-orang yang menatapnya sambil tertawa. Gadis Hyuga itu menggaruk tengkuknya dengan bibir mengerucut. Mulai merasa risih dengan tawa teman-temannya yang terdengar mengejek. Hinata melihat arah tatapan teman-temannya yang seolah menatap bokongnya. Kedua pupil gadis itu membulat melihat pemandangan memalukan pada dirinya. "Kyahhhhh!" Hinata menjerit. Cepat-cepat dia menarik roknya dari kail sampai sobek. Air mata menggenang di kedua manik peraknya yang cantik siap jatuh kapan saja. Dan saat dia akan berlari menghindar dari rasa malu dia menubruk tubuh seseorang. Sang ketua Osis galak.

... Gadis manis seperti Hinata akan menjadi korban kejahilan mereka.

Sakura menepuk-nepuk pelan punggung Hinata yang bergetar. Gadis Hyuga itu menangis sedih di bahu Sakura yang memeluknya. "Apa yang kalian lihat, hm?! Kalian kira ini lucu!" Siswa-siswi Konaha sangat suka menindas dan seenaknya pada orang yang lebih lemah dari mereka. Uang, uang membutakan mereka. Membuat mereka berpikir dengan uang mereka dapat melakukan segalanya, seenaknya, dan tidak takut hukuman karena para Guru tidak berani menghukum mereka. Hanya Sakura Haruno yang berani pada anak-anak manja ini, karena Haruno jauh lebih kaya dari mereka.

Sakura menyerahkan Hinata yang masih menangis pada Temari, lalu berjalan angkuh menaiki anak tangga mendekati kiba yang sudah berhenti tertawa. Wajah pemuda Inuzuka itu mulai pucat saat Sakura berdiri berhadapan dengannya, menatapnya dingin dan tajam. "Bersihkan toilet laki-laki dan perempuan satu minggu penuh, aku akan mengawasimu!"

Kiba gelagapan. Membersihkan toilet? Yang benar saja, tentu saja Kiba tidak mau. Tapi...

"Dan satu lagi, mulai hari ini sampai dua minggu kedepan kau yang mengantar pulang pergi Hinata kesekolah. Mengerti?" Sakura sudah muak dengan keisengan Kiba, pemuda itu selalu saja menjahili orang-orang. Dan kali ini Kiba sudah sangat keterlaluan di mata Sakura, mempermalukan Hinata si putri tunggal Hiashi Hyuga yang tidak kalah kaya dari Inuzuka di muka umum. Sebenarnya Sakura tidak cukup puas memberi hukuman ringan pada Kiba, tapi tenang saja dia punya rencana membuat pemuda pecinta anjing itu kapok. Sakura menyeringai sebelum menepuk dada Kiba seolah mengejek. "Kerjakan tugas mu dengan baik, Inuzuka-san."

Kiba Manatap punggung mungil Sakura yang mulai menjauh dengan gigi bergemelutuk menahan kesal. "Grrrt..." Kenapa dari sekian banyak siswa-siswi Haruno Sakura yang menjadi osis.

OoO

Dari sekian siswa menyebalkan di sekolah ini, ada siswa yang jauh lebih menyebalkan. Seorang siswa bodoh, karena sudah dua tahun tidak lulus, aneh, dan tidak merasa sakit saat Sakura memukulnya. Siswa yang sejak pertama kali Sakura mengijakkan kaki di sekolah ini sudah mendapat bogem mentah, Tamparan, dan tendangan di selangkangan. Satu-satunya siswa yang selalu bisa membuatnya dongkol dan kalah.

Di ruang osis ada sebuah benda kotak kecil yang menempel pada tembok, seperti stopkontak bentuknya, hanya bentuknya. Di kotak itu terdapat bolongan berpagar untuk melepas suara. "Haruno-san. Ada tiga siswa terlambat."

Sakura mendekati benda itu. "Hn. Aku akan segera ke sana."

OoO

"Hei! Pakai dasi yang benar! Kenapa tidak pake sepatu! Ini apa lagi? Jangan lipat seragam di bagian lengan!" Sakura berkata dingin dan tajam dengan kedua tangan di lipat di bawah dada. Disana juga banyak OSIS koordinator kedisiplinan siswa, tapi pekerjaan mereka selalu di ambil alih oleh sang ketua OSIS.

Mendengar suara dingin dan tajam khas ketua OSIS, Naruto bersembunyi di balik pohon di dekat gerbang sekolah. Dia mengendurkan dasinya yang sudah rapih, melepas tiga kancing teratas, menggulung lengan baju, dan terakhir melepas ikat tali sepatu lalu berjalan dengan gaya sok cool mendekati gerbang sekolah.

... Uzumaki Naruto, satu-satunya siswa yang selalu dengan sengaja mencari gara-gara dengan Sakura.

Sakura memutar mata bosan melihat si pirang pecicilan Naruto dengan pakaian yang jauh dari kata rapi akan melewatinya, "Tunggu." dia menahan dada bidang Naruto dengan telapak tangannya.

"Setelah kalian selesai merapikan baju kalian, kalian boleh kembali ke sekolah." Sakura menutup gerbang, wajah manis gadis itu begitu menakutkan. "Tapi sayang kalian sudah sangat terlambat."

"Senpai..." Tobi, Deidara, dan Kimimaro yang sedang dimarahi Sakura menempel rapat-rapat di gerbang. "Maafkan kamii... Ampuni kami..." teriak ketiganya bersamaan. Berbeda dengan Naruto, dia mengacak rambutnya kebelakang lalu menarik lengan Sakura melalui celah gerbang, yang memang tidak begitu rapat, sampai gadis manis berambut merah muda itu berbalik menatapnya. Naruto tersenyum menawan.

Sakura mendengus kasar kemudian menatap Naruto tajam. "Apa yang kau lakukan bodoh! Lepaskan tanganku."

... Siswa menyebalkan yang selalu datang terlambat dengan pakaian tidak rapih.

"Hei, Nona. Bisa tolong bukakan gerabngnya untukku."

"Peraturan, tetap peraturan. Kembali saja besok pagi." Sakura menatap Naruto tajam dan tidak suka.

Cengkraman tangan Naruto berpindah ke kerah baju Sakura. Sakura melotot galak membuat Naruto tersenyum aneh. "Mau membuka pagarnya?" Ucap Naruto dengan senyuman ganjil. Satu tangan Naruto memainkan kancing seragam Sakura.

"Kau!"

"Atau... Aku buka kancing seragammu satu persatu," Naruto melepas kancing atas Sakura.

Sakura mencoba melepaskan diri dari cengkraman Naruto.

"Kau lupa satu hal Nona, Laki-laki jauh lebih kuat dari wanita." Bisik Naruto tepat di depan wajahnya Sakura. Sedikit lagi, hanya sedikit lagi hidung mereka bertemu.

Sakura panik saat Naruto melepas dasi sailornya dan kembali membuka kancing seragamnya. Wajah gadis itu pucat pasi mengingat dia tidak memakai tentop, hanya memakai bra. Sementara orang-orang Sakura hanya bisa menatap Sakura gelisah dan khawatir. Siapa yang berani pada Namikaze Naruto, putra tunggal Kushina dan Minato, anak pemilik sekolah, putra orang nomor satu di konaha. Mereka tidak berani.

"Hentikan baka!"

Naruto menyeringai melihat wajah pucat Sakura. "Mau buka pagarnya, atau bajumu yang kubuka."

Kriet.

Dengan berat hati Sakura membuka pagar untuk Naruto. Wajah gadis itu cemberut. Selalu saja seperti ini, selalu kalah dari orang bodoh berambut pirang menyebalkan yang kini berdiri di depannya. Sakura menjauhkan wajahnya saat Naruto sedikit merunduk mensejajarkan wajah mereka.

"Krim? Kurang menantang." Ucap Naruto tepat di depan wajah Sakura sebelum pergi merangkul bahu Deidara dan Kimimaro sok akrab, sementara Tobi mengekori mereka dari belakang.

Para OSIS koordinator kedisplinan Siswa mendekati Sakura lalu menepuk bahu gadis itu. Salah satu dari mereka menghela napas. "Syukurlah... Dia tidak menelanjangimu." Ucap Siswa berkulit pucat itu lega dan mendapat delikan tajam Sakura.

Sai, pemuda berkulit pucat. Hanya bisa tersenyum palsu mendapat delikan super tajam Sakura.

Sakura tidak memperdulikan Sai dan yang lain. Saat ini dia benar-benar kesal pada Naruto, pemuda itu benar-benar keterlaluan. Sakura mengangkat bahu angkuh lalu melepas salah satu sepatunya. "Namikaze! Rasakan ini!" Sakura berteriak sambil melempar sepatunya ke arah Naruto yang belum begitu jauh. Pemuda pirang itu menoleh, dengan gerak cepat dia menghindar lemparan sepatu Sakura.

Puk!

Bruk!

Yamato, Guru sejarah, dengan tiga buku tebal ditangannya ambruk terkena lembaran sepatu Sakura. Guru sejarah itu jatuh bersama buku tebalnya. Memegangi kepalanya sempat-sempat dia berkata dengan nada tidak meyakinkan. "Aku tidak apa-apa."

Sakura menutup mulut melihat Yamato jatuh terduduk bersama buku-bukunya. Menggigit bibir bawah Sakura berlari mendekati Yamato yang memegangi kepalanya. "Sensei. Maaf..." Gadis berambut merah muda itu memunguti buku Yamato dan membantunya berdiri.

Para OSIS koordinator kedisplinan mendekati Sakura dan Yamato. Sementara di ujung sana Naruto tersenyum menyebalkan saat Sakura mendelik tajam kearahnya.

OoO

Sakura mondar-mandir didepan meja OSIS, mencari cara bagaimana membalas Namikaze Naruto. Tenten selaku wakil OSIS hanya bisa mendesah pasrah melihat ketua OSISnya galau tingkat rumput. Ups! Tingkat akut.

"Kenapa sih?" Tanya gadis bercepol dua itu mulai gerah dengan Sakura yang mondar-mandir tidak jelas.

Sakura tidak menghiraukan pertanyaan Tenten. Dia tetap berjalan mondar-mandir didepan mejanya. "Diam Tenten aku sedang bingung." Ucapnya dengan nada gelisah.

"Bingung kenapa?"

"Membalas Namikaze. Bagaimana caranya." Merasa lelah Sakura menarik kursi di samping Tenten lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja. Tenten mengangkat bahu tidak tahu lalu kembali membaca komik.

Kriet.

Pintu ruang OSIS terbuka perlahan. Tak lama kemudian dua gadis berambut merah dengan bungkusan di tangan masing-masing masuk sambil senyam-senyum. Sakura memutar mata malas melihat Karin dan Mei Terumi yang mendekatinya.

Mei menyentil jail pipi Sakura membuat Sakura risih. "Berapa lama kau tidak membuka lokermu, hm?" Lalu meletakkan bungkusan yang tadi dia bawa di atas meja.

Karin ikut meletakkan bungkusannya di meja lalu tersenyum aneh. "Coba lihat apa yang aku dan Mei temukan di lokermu, coklat! Kesukaanmu." Ucapnya senang sambil tersenyum manis. Karin dan Mei saling menatap satu sama lain melihat wajah kusut Sakura, biasanya Sakura akan berbinar kalau mendengar kata 'Coklat.' aneh.

"Untuk kalian saja."

Karin dan Mei menatap Sakura Khawatir, apa dia sakit. "Ada apa denganmu Saku?" Tanya mereka bersamaan dengan nada Khawatir.

"Sedang galau." Sahut Tenten yang mendapat delikan tajam Sakura. Tenten nyengir kemudian membuka kantong pelastik milik Karin lalu mencomot satu batang Coklat. "Apa semua itu untuk Sakura?" Tanya Tenten pada Mei saat melihat isi kantung pelastik milik Mei yang di penuhi surat cinta. Mei mengangguk. Tenten cemberut. "Untukku mana." Ucapnya dengan bibir mengerucut. Tenten itu tomboy, lebih tomboy dari Sakura, laki-laki yang menyukainya langsung ciut saat melihat lengan Tenten yang berotot. Jadi, jangan heran kalo selama ini dia tidak pernah mendapat surat cinta dan coklat.

Sakura mendengus. "Mereka mendekatiku bukan tanpa alasan."

"Eh." Gumam Tenten, Mei dan Karin secara bersamaan. Mereka menatap Sakura penasaran.

"Mereka menjadikan aku sebagai taruhan, karena aku di takuti mereka mendekatiku karena mereka ingin bebas dari peraturan, dan..."

Mereka merapatkan tubuh dengan Sakura. "Dan apa?" Tanya Mei dengan mata bulat mengerjap-erjap lucu.

Sakura mendorong Mei dan Tenten yang mengapitnya. "Dan masih banyak lagi, intinya mereka tidak benar-benar menyukaiku. Buang saja." Sakura berdiri dari tempat duduknya. Mendekati dispenser tiba-tiba saja dia berhenti lalu berbalik menatap Karin.

Di tatapan sedemikian intens oleh Sakura, Karin merinding. "Apa?!" Tanyanya sambil menggaruk tengkuk yang tiba-tiba saja bulu-bulu halus di sana berdiri.

"Karin." Sakura menatap Karin intens.

"Apasih?!" Tanya Karin gerah. Mei dan Tenten menatap Sakura dan Karin bergantian.

"Aku pinjam pacarmu."

"Eh!- enak saj-"

"Tenten, Mei bantu aku."

OoO

Kurenai hanya bisa menghela napas saat satu ember tepung jatuh di kepalanya. Tadi, saat dia membuka pintu kelas sebelas B, satu ember tepung mengenai kepalanya. Seluruh tubuh Guru cantik berambut coklat ikal itu penuh oleh tepung. Siswa-Siswi tertawa melihat Guru mereka kena jebakan yang mereka pasang diatas pintu, lebih tepatnya si cantik Yamanaka Ino yang memasang.

Kurenai meletakkan buku-bukunya dimeja. "Pagi semua." Sapanya memaksakan senyum. Hhh... Jadi Guru di SMA Konoha memang harus super sabar. Kurenai menghela napas sebelum menekan tombol kecil yang tersembunyi di bawah meja Guru.

Di kursinya Ino tersenyum. Tampak puas melihat Guru yang di elu-elukan guru paling cantik, kini berpenampilan kacau seperti adonan kue. Putri tunggal Yamanaka Inoichi itu tersenyum tipis.

Kriet.

Ino menoleh kearah pintu. Senyumnya hilang melihat Haruno Sakura si ketua Osis dan Shimura Sai ketua koordinator kedisplinan berdiri di depan kelas. Wajah Ino sedikit pucat. Satu yang Ino benci dari Haruno Sakura, selalu dekat-dekat dengan Sai.

Sakura menatap satu persatu siswa-siswi didikan Kurenai sebelum berkata. "Sensei silahkan ganti baju."

Sambil tersenyum manis tapi terkesan menakutkan bagi siswa-siswi didikan Kurenai. "Mereka, biar aku yang urus." Sakura mengambil salah satu buku cetak di meja Guru. "Sampai mana?" tanyanya sambil mengarahkan buku itu pada Kurenai.

Selesai memberi tanda di salah satu halaman buku, Kurenai pamit ke toilet untuk mengganti pakaian. "Terimakasih Sakura-chan." Ucapnya sebelum pergi dengan senyuman manis.

"Sama-sama sensei." Senyum Sakura.

Ekspresi manis Sakura perlahan berubah menjadi espresi kejam setelah Kurenai meninggalkan kelas. Sai hanya bisa berdehem melihat wajah bengis Sakura yang siap menghukum siapa saja.

"Jadi, siapa yang melakukan tindakan kurang ajar pada Kurenai-Sensei?" Dia menatap Ino dengan tatapan remeh.

Di tatap seperti itu Ino kesal. "Aku! Apa yang akan kau lakukan." Tantang Ino Yamanaka berdiri dari tempat duduknya.

"Oh."

Ino tidak menyukai Haruno Sakura. Hanya karena dia jauh lebih kaya bukan berarti dia bisa seenaknya, sekalipun Ino akui Sakura menghukum orang yang bersalah, tapi tetap saja Yamanaka Ino benci Haruno Sakura.

Sakura mengabaikan Ino yang menatapnya tajam dan tidak suka. "Buka halaman 321. Lihat, baca dan pelajari. Dan Yamanaka Ino, bersihkan halaman belakang sekolah." Sakura meletakkan buku cetak di tangannya lalu menatap Ino sambil bersidekap dada. "Aku lihat banyak daun kering yang belum di bersihkan, Sai akan mengawasimu." Sakura tahu Ino adalah gadis baik. Dia hanya kurang perhatian dan kasih sayang dari ayahnya yang sibuk bekerja, ibunya meninggal saat usianya lima tahun. Sakura tahu itu. Sakura juga tahu Ino memiliki ketertarikan khusus pada Sai. Jadi, ini cara yang di pilihnya untuk menghukum Yamanaka Ino. Sai pemuda yang baik untuk Ino, pemuda itu pasti akan menasehati Ino selama mengawasi pekerjaannya.

"Apa?! Kenapa aku? Aku banyak pekerjaa-"

"Aku yang kerjakan. "Ucap Sakura saat melewati Sai. "Awasi dia." Pesan Sakura. Sebelum pergi Sakura memberi tatapan mengancam pada murid Kurenai. "Kerjakan tugas kalian dengan baik."

OoO

Naruto menatap bosan Kabuto yang sedang menjelaskan rumus-rumus yang sudah di hapalnya di luar kepala. Kenapa melihatnya seperti itu? Dua tahun tidak lulus tidak menjamin kau bodohkan? Naruto tidak benar-benar bodoh. Dia hanya... Tidak mau angkat kaki dari Sekolah, itu saja. Ada sesuatu yang menarik dari sekolah ini, satu hari saja tidak melihatnya Naruto merasa... Hampa. Naruto tersenyum saat bayang wajah seseorang melintas di kepalanya. Dia melepas penutup bolpoin lalu melemparnya ke arah Kabuto, dan mengenai kepalanya.

Kabuto menatap Naruto dengan tatapan malas seperti biasa.

Naruto mengangkat kaki diatas meja. "Kau mau membuatku pusing, itu tujuanmu kan?" Ucapnya dengan wajah menyebalkan.

Kabuto menghela napas sambil memijat keningnya. "Apa maksudmu, Namikaze-san."

"Aku tidak mengerti apa yang kau jelaskan-"

"Akan aku jelaskan ulang-" Ucapan Kabuto terpotong saat Naruto menggeleng pelan.

"Apa kau tidak bisa memberi soal yang bisa kami mengerti, seperti soal kelas sembilan."

Kabuto menghela napas sambil menekan tombol yang tersembunyi di bawah meja Guru. "Baiklah."

OoO

Tidak seperti siswi lainnya yang duduk manis di kelas dan belajar, Sakura sibuk menata pekerjaan Sai. Sesuai janji dia akan mengerjakan tugas Sai nanti di rumah dan kembali kekelasnya untuk belajar. Sakura baru mau membuka kenop pintu tapi benda kotak yang menyerupai stopkontak di belakang kursi osis berbunyi. Gadis merah muda itu hanya bisa menghela napas pasrah.

OoO

kriet.

Sesuai dugaannya Sakura datang. Naruto melirik Sakura melalui ekor matanya. "Apa tidak bisa, satu kali saja kalian menurut pada Kabuto-sensei!" Ucap Sakura kesal.

"Naruto Namikaze!" Panggil Sakura. Semua mata siswa-siswi melihat kearah Naruto yang sibuk dengan Handphonenya.

Sakura memutar mata malas lalu mendekati kursi Naruto di pojok paling belakang. "Kau!"

"Hm." Gumam Naruto tak acuh tanpa mengalihkan tatapan matanya dari game yang sedang dia mainkan.

Sakura menatap Naruto tajam.

Memasukkan Handphonenya kedalam saku Naruto berdiri menatap Sakura. "Kenapa melihatku seperti itu? Mau kucium." Naruto mendekatkan wajahnya dengan wajah Sakura. Sakura melotot. Secara reflek dia menjauh, tapi sialnya tangan Naruto menekan belakang kepalanya. Sakura cemas, ngeri dan takut melihat bibir menggoda Naruto yang siap menciumnya.

Siswa-siswi menjerit heboh melihat Naruto yang semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Sakura. Ada yang menjerit kecewa, tidak rela, dan juga menjerit mendukung Naruto untuk cepat mencium Sakura. Hinata meremas roknya kesal melihat Naruto antusias ingin mencium Sakura, bibirnya mengerucut masam. Kiba yang duduk di samping Hinata di barisan kursi Nomor dua diam-diam memperhatikan Hinata. Pemuda bertato itu mendengus lalu membuang muka. "Apa sih yang dia suka dari Naruto, bodoh, tidak tampan. Masih tampanan juga aku." Gerutu Kiba dalam hati sambil meremas gemas bolpoin miliknya.

Kabuto hanya bisa memijat kening melihat kelakuan Naruto. Bahkan, Haruno Sakura pun kalah dari pemuda pirang pembuat onar itu. "Hhh..." Guru tampan berkaca mata bulat itu hanya bisa menghela napas pasrah.

"Cepat Naruto, cium dia!" Teriak beberapa siswa.

"Tidak! Kau tidak boleh mencium Haruno-san. Dia milikku!" Teriak siswa lain bernama Muku berapi-api.

"Naruto-kuuunnn..." Para siswi berteriak manja dengan wajah di buat kecewa, mereka siswi-siswi yang mengidolakan Naruto.

"Sakura-chaaannn..." Para siswa fans Sakura menggigit buku kesal melihat wajah Naruto semakin dekat dengan wajah Sakura. Bahkan, hidung mereka bersentuhan sangking dekatnya.

Naruto tersenyum manis, Sakura mendengus. Mereka saling menatap lama. Tenggelam dalam tatapan mata satu sama lain.

Buk!

"Arggghhh!"

Siswa-siswi berhenti berteriak. Mereka diam dengan mulut sedikit menganga melihat Naruto merunduk memegangi perutnya. Wajah tengil Naruto meringis sakit. Secara bersamaan mereka menatap Sakura yang berdiri di depan Naruto dengan kepalan tinju di depan wajahnya ngeri. Sakura menekan punggung Naruto sampai Naruto mencium meja dengan sikunya. "Cium sepuasmu!" Kesal Sakura sambil menekan punggung Naruto dengan sikunya.

Naruto meringis. Kalau mau sebenarnya bisa saja Naruto balik menarik tangan Sakura dan mengunci gadis itu mengingat kedua lengannya bebas, tapi tidak untuk saat ini. "Aku menyerah!"

Kabuto melipat tangan didepan dada dengan senyuman kecil. Bangga dengan Sakura, sepupunya yang manis.

Setelah memberi tatapan mengancam pada semua siswa-siswi didikan Kabuto, Sakura cepat-cepat izin pergi. Dia menampar pipinya yang memanas, ughh... kenapa si bodoh itu bisa membuatnya merona hanya karena saling bertatap muka. Lagi-lagi Sakura keluar dari kelas dua belas A dengan wajah kusut, dan lagi-lagi Namikaze Naruto yang membuatnya kusut. Menyebalkan.

OoO

Naruto duduk didepan layar-layar lebar televisi, mamantau seisi sekolah yang sudah di pasang CCTV di setiap sudut ruangan. Atau lebih tepatnya memantau Haruno Sakura yang berdiri didepan gerbang sekolah menunggu seseorang. Ini sudah sore, sekolah sudah sepi dari jam empat sore tadi. Naruto memutar mata kesal melihat sedan merah yang berhenti tepat didepan Sakura.

OoO

Sakura tersenyum melihat mobil Sasori berhenti tepat didepannya. Membuka pintu mobil gadis itu duduk disamping Sasori.

"Kenapa selalu pulang terlambat?" Tanya Sasori sambil menyalakan mesin mobilnya.

Sakura yang sedang memasang sabuk pengaman menoleh kearah Sasori lalu tersenyum. "Tuntutan pekerjaan Nii-chan." Gumam gadis itu.

Sasori melirik Sakura melalui ekor mata sambil tersenyum lalu mengacak rambut merah muda Sakura membuat gadis itu terkikik geli. Seperti biasa sebelum melajukan mobilnya Sasori memberikan big burger pada Sakura yang disambut dengan sangat baik oleh gadis itu. "Arigatou Nii-chan." Ucap Sakura sambil tersenyum manis sebelum melahap burgernya.

Sasori tersenyum kecil melihat tingkah adiknya yang semakin hari semakin manis. "Hn." Gumamnya tanpa mangalihkan tatapannya dari jalanan yang padat kendaraan.

"Ne, Nii-chan."

"Hn."

"Antar aku beli mentimun busuk di pasar ya." Pinta Sakura sambil melahap burgernya yang tinggal separu.

"Untuk apa?" Sasori membelokkan kemudia mobilnya kekiri.

"Tugas Osis" Senyum Sakura.

Sasori mendengus kecil sambil tersenyum. "Menghukum orang maksudmu?"

Sakura tertawa. Di sepanjang perjalanan tidak henti-hentinya Sakura bercerita tentang apapun, terkecuali tentang Naruto, pada Sasori yang dibalas senyum dan acakan rambut pemuda itu.

OoO

Sakura memotong-motong mentimun dangan sangat cepat dan ahli. Mentimun yang sudah dipotong dia masukan dalam blender, sesekali dia mengecek dan mengaduk rebusan sagu dan terigu didepannya.

Seorang pelayan mendekati Sakura. "Nona, sudah malam. Sebaiknya anda istirahat." Ucap pelayan itu sambil membantu Sakura memasukan mentimun yang sudah diblender ke dalam stoples besar.

"Ryu-san, duluan saja." Ucap Sakura sambil mematikan kompor lalu mangambil alih pekerjaan pelayan bernama Ryu.

Pelayan berambut hitam itu menatap Sakura seolah menolak perintahnya. "Tapi,"

"Tidak ada tapi. Istirahatlah..." Perintah Sakura lagi tanpa mengalihkan tatapan dari stoples besar yang sedang ia isi dengan blenderan mentimun.

Dengan langkah lambat dan ragu Ryu meninggalkan Sakura sendiri di dapur.

Waktu berjalan dengan cepat, tidak terasa jam dinding sudah menunjukan setengah dua belas malam. Sakura masih sibuk dengan pekerjaannya, mencampur rebusan tepung dengan pewarna pakaian berwarna kuning dan blenderan mentimun.

Sasori bersedekap dada didinding menatap adiknya yang sibuk dengan ramuan anehnya. Sesekali pemuda berpakain piyama lengan pendek itu menguap kecil dan mengusap mata sipitnya karena mengantuk. "Sudah malam, lanjutkan besok." Nasehatnya.

"Sedikit lagi Nii-chan." jawab Sakura tanpa menoleh kearah Sasori yang kini mendekatinya.

Sasori mengusap rambut Sakura. "Bagaimana? Sudah selesai." Sakura mengangguk sambil tersenyum. "Istirahatlah. Besok sekolahkan?"

"Huum."

Sasori tersenyum. "Minggu depan. Too-san dan Kaa-san pulang, Nii-chan tidak mau kau terlihat kurus didepan Kaa-san dan Too-san karena kurang tidur." Sasori dan Sakura hidup berdua, ayah dan ibunya sibuk dengan pekerjaan masing-masing diluar kota. Bahkan, tak jarang mereka pergi keluar negri mengurus perusahaan mereka disana. Hanya ada empat pelayan dan dua supir dirumah ini. Ini bukan rumah utama Haruno, rumah utama terlalu besar untuk Sasori dan Sakura. Kakak beradik ini memutuskan tinggal disini hampir tiga tahun yang lalu. Mereka bosan di rumah besar tapi sepi penghuni, tidak ada hangatnya keluarga yang ada hanya sibuknya pekerjaan masing-masing. Tapi... Sakura dan Sasori tahu ayah dan ibu menyayangi mereka.

"Iya-iya. Bawel." Sebelum pergi Sakura mengecup pipi Sasori yang jauh lebih tinggi darinya. Dia berjinjit mengecup pipi kakak kesayangannya yang di balas acakan rambut.

Sakura menatap horor guling dalam pelukkannya saat wajah Naruto dengan senyuman tengil mampir dalam ingatannya. Gadis itu mengambil bantal lalu menutup wajahnya dengan bantal. "Baka Naruto!" Ughh... lagi-lagi pipinya merona karena. Karena... arghhh! Dia tidak mau mengakuinya.

OoO

Naruto menatap malas pantulan dirinya dicermin, pemuda itu memakai kaus polos di padu dengan celana panjang rumahan. Sudah tengah malam tapi matanya tidak mau diajak tidur. Menyebalkan. Naruto mencuci wajahnya lalu mendekati pintu, membuka lalu menutupnya pelan. Menghela napas, entah karena apa, dia menata tumpukan bantal lalu menyandarkan punggungnya disana. Naruto mengambil handphone yang tergeletak di nakas. Melempar tangkap handphone layar datar itu gelisah Naruto kembali menghela napas. Dia sedang bingung. Ingin menelpon Sakura tapi Sakura tidak tau kalau itu nomornya, yang ada gadis itu pasti tidak mau mengangkat telponnya. Tapi kalau dipikir lagi, sekalipun Sakura tau itu nomornya mana mungkin Sakura mau mengangkat telponnya. "Hhh... menyebalkan." Helanya. Bingung mau melakukan apa Naruto menghidupkan mp3. Mendengarkan musik sambil membayangkan wajah Sakura sepertinya bukan ide buruk.

Siang malam ku memikirkanmu

Ku sebut namamu, aku merindukanmu

Mungkin aku harus menyatakan cinta cinta cinta

Mengapa aku merasa

Merasa tak bisa jauh darimu

Di fikiranku hanya kamu

Selalu kamu

Ku anggap kau yang terbaik

Di antara seribu pilihanku

Hatiku yang tak pernah berdusta

Tak pernah dusta

Siang malam ku memikirkanmu

Ku sebut namamu, aku merindukanmu

Mungkin aku harus menyatakan cinta cinta cinta

Siang malam ku ingat dirimu

Terbayang wajahmu sampai aku bermimpi

Mimpi indah kita berdua bercinta cinta

Naruto mendengus menahan senyum sambil menutup wajah dengan lengan mendengar mp3 yang sedang di putarnya saat ini sebelum mematikan mp3. Lagu itu benar-benar pas untuknya, yah! Sangat pas. Beberapa menit kemudian Naruto tertidur dengan satu lengan menutup sebagian wajahnya.

OoO

Naruto dengan kemeja putih tipis yang tidak dikancing memamerkan dada bidang padatnya di padu dengan celana jeans hitam menelusuri ruangan asing yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Ruangan aneh yang didominasi warna putih dengan tirai-tirai tipis berwarna senada. Naruto mendekati balkon yang dihiasi tirai-tirai tipis yang tertiup angin sambil melihat-lihat sekitarnya. Tempat yang bagus. Yang dia terkejut saat melihat Sakura bersandar di pagar pembatas membelakanginya. Rambut merah muda panjang gadis itu terbang lembut diudara, memakai kemeja putih lengan panjang yang digulung sampai siku tanpa memakai bawahan, seperempat pahanya terekspost. Oh. Pemandangan yang sangat indah. Sakura menoleh sambil tersenyum, manis sekali. Naruto menatap Sakura lembut dengan senyum yang sama lembutnya. Perlahan, gadis itu mendekati Naruto. Mendongakkan kepala menatap langsung manik biru Naruto yang menatapnya lembut, satu tangannya mengelus lembut pipi Naruto sambil tersenyum.

Naruto memejamkan mata menikmati sentuhan jemari Sakura dipipinya. Dia menikmatinya, sangat menikmatinya. Satu tangan Naruto memeluk pinggang Sakura, tangan yang lain mengusap pipi gadis itu. Sakura tersenyum. Oh, benarkah. Apa ini mimpi. Tidak peduli ini mimpi Naruto menyukainya. Sangat menyukainya. Naruto merunduk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Sakura. "Sakura-chan!" Desahnya lemah sebelum memiringkan kepala, siap mencium bibir Sakura. Bibir mereka bertemu. Sakura menyambutnya dengan sangat baik.

Krrriiiiiing!

Kelopak mata Naruto terbuka malas mendengar dering jam beker. Detik berikutnya kedua bola matanya membulat. "Sakura-chan!" Panggilnya sambil melepas pelukkannya pada guling. Menengok kanan-kiri mencari sesuatu Naruto menghela napas dengan wajah menekuk saat tidak menemukan apa yang dia cari. "Hhh... hanya mimpi." Gumamnya sambil menggaruk kepala yang tak gatal. Tiba-tiba Naruto berdiri diatas tempat tidur. "Semangat Tebbayo! Sebentar lagi itu akan jadi kenyataan. Aku janji!" Teriaknya menyemangati diri sendiri dengan senyuman lima jari.

Trimakasih yang sudah mau berkunjung:

Chap 1

Namikaze Sholkhan :) yoi :) yuri rahma :) ohSehunnieKA :) Riela nacan :) NSL :) Lalaki224 :) Guest :) NamiMirushi :) vladimir arrie :) Cindy elhy :) Esyha CherryBlossom :) Sakurazawa Ai :) Guest :) Naumi Megumi :) Sakurazawa Ai :) yuri rahma :) NamiMirushi :) spinoff :) ohSehunnieKA :) Riela nacan :) Guest :) Hana :) Finn Uzumaki Belpois :) Cindy elhy :) Finn Uzumaki Belpois :) Ndah D. Amay :) Ae Hatake :) Asthi Octha Via :) Hikari NamiHaru NaruSaku :) Gray Areader :) anto borok :) Rosachi-hime :) Kei Deiken :) anto borok :) Riyuzaki namikaze :) :) Jehan Fernandes :)

Terimakasih karena sudah mau berkunjung. Bagaimana? Sudah lebih baik kah? Kalo ada salah koreksi yah :) / fic ini banyak yang salah.

Maaf sekali karena keegoisan Author Sasuke terpaksa tidak ada dific ini. Author tidak rela Sasuke dipasangkan dengan gadis lain kecuali Naruto dan Gaara :D hehe...