私と兄貴と先輩 (Me, Aniki and Senpai)
.
Inspirasi dari berbagai sumber
Kuroko no Basuke hanyalah milik Tadatoshi Fujimaki
Rating: T
Warning: OOC, typo, family, friendship/romance, dll
Don't like don't read
Enjoy!
Iori POV
"Aku ingin bersama Onii-chan".
"Iori".
"Otou-san lepaskan".
"Onii-chan".
"Tidak bisa, Dia harus bersamaku".
"T-tapi, Otou-san...".
"Hentikan Iori, Sei harus bersama Otou-san".
"Tapi, Iori mau bersama Onii-chan. Hiks".
Kedua tangan kecil yang saling berpautan terlepas.
"I-iori...".
"Onii-chan..."
Aku membuka mataku secara paksa, napasku tidak karuan, keringan mengucur dari pelipisku. Ya ampun, mimpi itu lagi.
Aku segera bangun dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Aku memandang diriku di cermin. "Apa gara-gara Aku, Otou-san dan Okaa-san bercerai" batinku.
Itulah yang selalu menjadi pikiranku sejak dulu. Aku tidak mengerti kenapa mereka selalu bertengkar setiap hari saat Aku masih kecil. Otou-san yang selalu marah-marah tanpa sebab dan selalu melibatkanku sedangkan Okaa-san selalu membelaku. Yang bisa ku lakukan hanyalah menangis dan menutup telinga rapat-rapat. Saat itulah...
"Ayo, keluar Iori".
"Onii-chan".
Aku menuruni tangga dan menuju dapur. Sepi sekali. Ternyata Okaa-san sudah berangkat. ku ambil selembar roti dan membuka kulkas untuk mengambil bekal.
"Hump...apa ini?" aku mengambil selembar kertas yang diletakkan di atas kotak bento.
Hari ini hari pertama kamu masuk SMA, selamat ya...
Maaf ya Aku tidak bisa merayakannya bersamamu pagi ini.
Tetap Semangat Iori-chan.
By: Okaa-san
P.S. Nanti jangan lupa cari teman biar kamu tidak sendirian terus, OK.
P.S.S. Temannya jangan buku terus.
P.S.S.S. Hati-hati di jalan.
Aku hanya tersenyum tipis. ya ampun, Okaa-san sampai-sampai menyampaikan hal yang tidak penting. Aku kan tidak punya teman bukan karena keinginanku. Tapi karena buku yang menjadi tembok penghalang antara Aku dan mereka.
"Ittekimasu" ucapku sebelum berangkat. Tidak ada jawaban.
Mana mungkin ada jawaban kalau diruman tidak ada siapa-siapa. Aku keluar rumah dan berangkat dengan buku kecil ditanganku. Biasanya kalau Okaa-san melihatku seperti ini pasti akan mengomel dan berkata "Nanti tertabrak bak sampah, nanti jatuh, nanti kesenggol orang" dan sebagainya.
Dan jawabanku hanya "Tidak akan, Aku akan baik-baik saja". Dan Aku selalu selamat sampai ke sekolah tanpa menabrak apapun.
Yah mungkin hidupku tidak seberuntung orang lain yang mempunyai keluarga lengkap, tapi Aku senang Okaa-san bersamaku. Walaupun Aku tidak selalu bertemu dengan Okaa-san setiap saat.
Sejak Okaa-san berpisah dengan Otou-san, beliau menjadi pegawai kantoran. Karena sikap profesionalnyalah yang membuatnya cepat naik pangkat. Itulah yang menyebabkannya selalu pindah tugas ke luar kota, dan yang menjadi korbannya adalah Aku. Okaa-san tidak pernah mau meninggalkanku, dia selalu membawaku kemanapun dia pergi. Hal itu yang sering membuatku pindah sekolah. Terhitung sudah 10 kali Aku pindah sekolah sejak SD sampai kelas 2 SMP.
Itulah yang menyebabkanku tidak punya teman sejak dulu sampai sekarang. Dan temanku yang paling setia adalah buku-buku.
Tapi sejak kelas 3 SMP, Okaa-san tidak pernah pindah tugas di luar kota lagi. Mungkin beliau tidak ingin di pindahkan tugas lagi. Sekarang kami kembali lagi ke Tokyo dan tidak akan meninggalkan kota ini lagi, semoga.
Lampu berwarna merah, tanda pejalan kaki boleh menyeberang jalan. Aku menyeberang jalan dengan mataku tetap setia ke arah deretan kalimat yang ada di buku. Buku ini sangat menarik jadi Aku semangat sekali untuk menuntaskannya.
Sekolah baruku lumayan jauh dari rumah, yah paling 15-20 menit berjalan kaki. Aku lulus di SMA Teikou, sekolah yang sangat populer di Tokyo. Yang Aku dengar sih, sekolah itu adalah sekolah terbaik se-Tokyo. Aku sih tidak memperdulikan hal itu, yang penting adalah pelajarannya bukan sekolahnya.
"Ohayou..."
"Hahaha..."
"Kau tau Aku kemarin melakukan apa?"
"Eh, Aku dengan Senpainya ganteng-ganteng lho"
"Honto? Aku ingin punya pacar"
Ya ampun, ocehan pagi di hari pertama masuk sekolah. Apa tidak ada topik yang lebih menarik selain itu.
Aku berjalan santai melewati gerombolan murid-murid itu. sesampainya di depan gerbang, Aku mengalihkan sedikit pandanganku dari deretan huruf-huruf ke deretan batu bata yang disusun menjadi sebuah bangunan di depanku. Yup SMA Teikou, sekolah yang memiliki luas 3-4 hektar itu berdiri megah di sebelah utara Tokyo. Sekolah yang memiliki banyak fasilitas untuk ekstrakulikuler dan taman yang luas, membuat para siswa sangat betah bersekolah disana.
Aku berjalan melewati pintu gerbang dan kembali keduniaku. Tapi, sepertinya pagi ini tidak tenang sama sekali ya.
"Kyaaa...itu Seitou Kaichou"
"Waaa...suteki"
"Di sebelahnya ada Fuko-Kaichou..."
"K-kakkoi..."
"Kyaaa...Akashi-Senpai"
"Midorima-Senpai"
"Aku ingin jadi pacar mereka"
Yare-yare, teriakan siswi penggila ketampanan cowo menggema di telingaku. Dengan terpaksa Aku menutup bukuku agar fokus dengan jalan di depan. Ku lihat sekeliling, ternyata para siswi bergerombol dan berhenti berjalan hanya untuk memperhatikan Ketua OSIS dan Wakilnya.
"Permisi Aku mau lewat" dengan susah payah Aku melewati mereka dan Akhirnya bisa masuk juga ke gedung sekolah. Aku menarik napas lega dan dengan cepat Aku menuju papan pengumuman agar tahu berada di kelas mana.
Dengan langkah santai Aku menuju kelas 1-A dan berharap dapat tempat favoritku. Dan benar saja, saat Aku masuk kursi paling pojok dekat jendela masih kosong. Aku segera duduk dan kembali membuka buku.
Baru 5 menit...
"Hei, Ayo kumpul di gedung olahraga, upacaranya akan segera dimulai".
Dengan berat hati Aku menutup bukuku sekali lagi dan melangkah menuju gedung olahraga. Sesampainya disana, sudah banyak siswa yang berkumpul. Aku mengikuti gerombolan siswa yang 1 kelas denganku dan duduk sesuai absent. Tidak ada yang berbicara.
"Baiklah acara kita mulai, sambutan yang pertama dari Seitou Kaichou, silahkan Akashi Seijuurou".
Mataku langsung membulat sempurna mendengar nama itu, Aku tidak salah dengarkan. Akashi Seijuurou.
Keluarlah seorang pemuda berpostur lumayan tinggi, rambut merah, iris matanya berwarna merah, dengan wajah datar tanpa ekspresi dan tatapan yang sangat tajam. Dia menuju podium dan menyampaikan sambutannya.
Mataku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat. Tapi tatapan mata itu mengingatkanku dengan orang yang selama ini hilang dari dalam diriku, seseorang yang hilang dari kehidupanku.
Akashi Seijuurou...
"Onii-chan".
.
.
Akashi POV
Entah kenapa Aku merasa bete sekali hari ini. Mungkin gara-gara teriakan para siswi tadi pagi, entahlah apa peduliku. Atau malah gara-gara tadi malam?.
"Kau kelihatan bad mood sekali, Akashi" dengan malas Aku membuka mata dan melihat kearahnya.
"Apa karena tadi pagi?".
"Kau pasti sudah tahu jawabannya, Shintarou" jawabku malas.
Dia hanya menghela napas dan tersenyum tipis, "Oh iya, apa itu yang kau bawa" pertanyaan itu langsung saja meluncur dari mulutku.
"Ini? Data murid kelas 1 dari kepala sekolah" jawabnya singkat dan meletakkan tumpukan kertas itu dimejaku. Aku hanya memandangnya dengan frustasi.
"Akashi, ada surat dari Yura-Senpai" Shintarou memperlihatkan sebuah surat kepadaku.
"Bisa kau bacakan, Aku lagi malas untuk membacanya".
"Um...begini"
Selamat kalian berdua sudah resmi menjadi ketua osis dan wakil.
Aku harap kalian menjadi panutan dan menjadikan sekolah kita menjadi lebih baik.
Semoga mendapat anggota baru yang baik, pengertian dan biasa-biasa saja (tidak setamfan kalian T^T).
By: Mikoshiba Yura (ex-Seitou Kaichou)
Kami berdua hanya cengo. Ya ampun nih mantan ketua OSIS bawel banget sih. Akukan malas-malasan kalau lagi mood jelek doang.
"Dia mengira Aku ini patung" ucap Shintarou dengan nada kesal tapi ekspresinya tetap datar seraya menaikkan kacamatanya.
"Sudahlah Shintarou, jangan di ambil hati" hiburku.
Shintarou tidak menjawab dan memilih berdiri di dekat jendela yang berada di belakangku. Aku bisa memakluminya karena memang itulah kebiasaan kami.
Dulu sebelum jadi ketua OSIS, Aku adalah seorang wakil dan Shintarou adalah Sekertaris. Aku memang berbagi tugas dengan Mikoshiba-Senpai, dia yang kerja lapangan dan Aku kerja di ruangan. Alasannya cukup simpel kenapa Aku memilih kerja di dalam ruangan, karena Aku tidak ingin para siswi berteriak-teriak memanggil namaku dan menimbulkan keributan. Alasan Shintarou juga begitu, makanya dia seperti patung yang hanya diam memperhatikan orang dari jendela kalau tidak ada kerjaan.
"Shintarou, apa kamu memaksa kepala sekolah lagi untuk menyerahkan dokumen ini" tanyaku.
"Menurutmu bagaimana" tanyanya balik.
Aku hanya menyeringai. ku ambil selembar kertas paling atas dari tumpukan itu lalu berkata "Kau ini. Hentikan kebiasaan burukmu itu".
"Kau juga, hentikan kebiasaan burukmu yang selalu bad mood setiap hari" ucapnya datar.
Bibirku langsung melengkung ke bawah, tanda Aku tidak suka kalau dia mengatakanku selalu bad mood setiap hari.
Daripada tumpukan kertas ini tidak ku sentuh sampai besok, lebih baik Aku mengerjakannya pelan-pelan. Mungkin hari ini bisa selesai.
Kami berdua diam bisu, Aku masih dengan pekerjaanku dan Shintarou yang diam di belakangku.
"Ah, tumben sekali ada yang duduk disana" ucapnya tiba-tiba.
"Jangan memperhatikan orang pacaran" tanggapku malas, masih berpautan dengan tumpukan kertas didepanku.
Ruang OSIS ada di lantai tiga, ruangan nomor 2 paling ujung sebelah kanan. Di lantai 2 ada ruang guru dan posisinya 2 ruangan dibawah setelah ruangan kami. Di belakang gedung ini adalah halaman belakang sekolah, disana ada sebuah bangku dan pohon sakura.
Ah pohon sakura mengingatkanku dengan janji yang tidak ku tepati pada seseorang.
"Yang duduk disana seorang siswi, mungkin dia murid baru" ralat cowo hijau lumut itu datar.
Aku tidak menanggapinya, apa peduliku dengan orang duduk yang ada disana. Itukan tempat umum, siapapun bisa duduk disana.
"Akashi!"
"Hm?"
"Dulu kau pernah bilang kalau kamu terpisah dengan adikmu kan".
Aku lumayan kaget Shintarou berkata seperti itu sekaligus moodku bertambah jelek, "Memangnya ada apa?"
"Siswi yang disana itu..." belum selesai dia berbicara terdengar suara anak perempuan dengan suara yang melengking keras.
"Kyaaaaaaa...Midorima-kun".
"Fuko-Kaichou...".
Yare-yare teriakan siswi yang selalu mengganggu. Shintarou tidak menanggapi panggilan mereka, tapi dia berucap "Dia pergi".
Aku memutar sedikit kepalaku agar bisa melihat orang yang dimaksudnya, tapi siswi itu sudah tidak ada lagi disana. Hanya menyisakan dua orang pengganggu yang melihat ke arah kami dari bawah sana.
"HEI JANGAN TERIAK-TERIAK" suara bariton dari seorang guru terdengar. Kedua siswi itu kabur terbirit-birit.
Pandangannya tertuju ke arah kami yang tidak sengaja melihatnya "Akashi, Midorima, jangan menimbulkan keributan" ucapnya lalu pergi.
Kami berdua mengernyitkan dahi, siapa juga yang membuat keributan. Kedua siswi itu saja yang tadi teriak-teriak.
Shintarou langsung duduk di mejanya. Mungkin dia tidak ingin diteriaki guru BP itu lagi. Ichimaru-Sensei memang seperti itu, tidak peduli orang itu terlibat atau tidak, kalau membuat keributan akan diteriaki dan mendapat hukuman darinya.
"Shintarou, jangan pernah membahas tentang 'dia' lagi" ucapku datar tanpa melihat kearahnya. Laki-laki itu hanya diam, mungkin dia sudah mengerti tentang itu.
Aku melihat kearahnya, wajahnya tetap saja datar tanpa ekspresi. "Daripada diam, bantu Aku merekap data ini" ujarku penuh harap.
Tanpa menjawab, laki-laki itu langsung mengambil sebagian dari tumpukan kertas itu, dan kami bekerja dalam diam.
Tak terasa kami bekerja hampir 4 jam. "Tak kusangka, tahun ini murid kelas 1 banyak sekali" ucapku seraya meregangkan otot-ototku.
"Tahun ini sekolah habis-habisan melakukan penarikan murid baru" tanggap Shintarou yang matanya masih berfokus dengan kertas di depannya.
Aku bersandar di kursi dan melongakkan kepalaku ke arah langit yang mulai berwarna jingga. Awan bergerak pelan karena tiupan angin.
"Tahun ini dia masuk SMA ya" pikirku.
"Kalau dihitung sudah 10 tahun berlalu sejak kejadian itu" lanjutku.
"Onii-chan".
Pandanganku teralih saat mendengar kursi ditarik kasar, "Sudah mau pulang Shintarou" tanyaku pada pemuda bersurai putih itu.
"Shinji-san sudah menjemputku" jawabnya sambil merapikan tumpukan kertas itu.
"Aku akan menyelesaikan sisanya besok" lanjutnya.
Dia mengambil tas yang diletakkan di sofa dan beranjak menuju pintu. "Kau tidak pulang, Akashi" tanyanya saat ingin keluar.
"Aku akan menyelesaikannya sedikit lagi" jawabku.
"Baiklah, sampai jumpa besok".
Aku kembali ke tumpukan kertas di depanku, sisa 5 lembar lagi. Aku membaca data siswa yang tersisa.
4 lembar...
3 lembar...
2 lembar...
Akhirnya lembar terakhir...
Tapi tunggu dulu...
Aku membaca data siswa yang terakhir sekali lagi. Ada yang menggaljal di hatiku. Data itu terasa ganjil. Nama kecilnya mirip sekali dengannya. Ku lihat foto siswi kelas 1 itu dengan teliti. sorot matanya, warna rambut dan iris mata itu sama dengannya. Lebih tepatnya siswi itu mirip sekali denganku.
Mataku membulat sempurnya, keringat mungucur pelan dari dahiku.
Jangan-jangan...
"I-iori"
.
.
.
To be continued
Haruki: hallo Minaa-san sudah lama tidak jumpa ya, kami kembali lagi dengan cerita baru.
Mimi: kami berharap kalian menyukainya.
Akashi: kembali lagi dengan 2 author yang membuatku sakit kepala.
Haruki: hehehe.
Midorima: baiklah Minna-san dimohon untuk...
All: Minna-San RnR Please.
