私と兄貴と先輩( Me, Aniki and Senpai)
.
Inspirasi dari berbagai sumber
Kuroko no Basuke hanyalah milik Tadatoshi Fujimaki
Rating: T
Warning: OOC, typo(s), family, friendship/romance, dll
Don't like don't read
Enjoy!
Iori POV
Heh... mungkin setiap hari Aku harus mendapati para siswi berteriak-teriak gila memanggil Ketua OSIS dan Wakilnya.
Seperti saat masuk gerbang...
"Kyaaaaaaaaaaaa... Kaichou".
Naik tangga...
"Midorima-kun".
Masuk kelas...
"Fuko-Kaichou".
Istirahat...
"Akashi-kun".
Makan siang...
"Kyaaaaaaa...".
"Midorima-Senpai".
"Akashi-kun".
Ya ampun, bisa-bisa setelah lulus Aku gila lantaran strees mendengarkan teriakan itu setiap hari. Mungkin Aku harus mencari tempat yang tenang dan damai untuk membaca. Rasanya perpustakaan adalah tempat yang cocok.
Tapi, saat masuk kesana...
"Kyaaaaaaaaaaaa...Kaichou"
"Midorima-kun"
"Akashi-Senpai"
Aku hanya bisa sweatdrop, ternyata tidak ada bedanya antara perpustakaan yang di cap tempat paling tenang dan damai dengan ruang kelas yang ribut kalau seperti ini. Bahkan penjaga perpustakaan juga ikut-ikutan menengok ke luar jendela, bukannya menegur murid yang membuat keributan.
Aku memilih mundur dan mencari tempat lain yang lebih sedikit tenang. Sebenarnya Aku bisa membaca walaupun ada keributan, tapi kalau keributan yang terjadi setiap saat tanpa jeda kecuali pelajaran berlangsung itu sangat mengganggu dan tidak bisa membuatku fokus.
"Onii-chan ternyata sangat populer ya" pikirku.
Tapi melihat keadaannya waktu itu, dia tampaknya sedang tidak baik. "Apa dia mengingatku ya kalau kami bertemu".
Aku memilih untuk kembali ke kelas, mungkin disana akan lebih tenang. Ku buka buku kecilku dan kembali membacanya.
Karena ruang kelasku berada di lantai dua dan perpustakaan berada di lantai satu, jadinya Aku harus menaiki tangga. Selama ini saat menaiki tangga, Aku tidak pernah menabrak orang apalagi terpeleset karena Aku hafal irama kaki seseorang. apakah dia berada di sebelah kanan atau kiri, jauh atau dekat Aku mengetahuinya. bahkan Aku selalu menghitung anak tangga yang ku lalui.
Yost ini adalah anak tangga terakhir menuju lantai dua, tinggal belok kanan dan berhasil. Yatta...
Bruk...
Ya ampun, baru aja 2 langkah dari tangga terakhir dan ini pertama kalinya Aku menabrak orang dan anehnya, Aku tidak mendengar langkah kakinya.
Mungkin Aku menabrak seorang laki-laki, tidak mungkin Aku terjatuh kalau menabrak seorang perempuan.
"I-ittai" Aku memegang dahiku yang terasa sedikit sakit karena berbenturan dengannya. bersyukurlah setelah jatuh tadi tanganku tidak terpelesat yang akan membuatku terjatuh dari tangga.
Kami-sama, terima kasih karena kau masih sayang padaku.
"Kau baik-baik saja" tanyanya. Tuh kan benar dia itu laki-laki. Tidak melihatnya pun Aku sudah tahu dari suaranya.
"Aku bai-..." mataku membulat sempurna saat tahu siapa yang ku tabrak. Hal itu juga sama dilakukannya.
"Onii-chan..." panggilku pelan.
Kami berdua terpaku cukup lama, mungkin dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Umm...Akashi ada apa?" tanya seseorang di belakangnya.
Tanpa ba bi bu dia menarik tanganku dan membawaku menjauh dari sana.
"H-hoi Akashi..." panggilan itu tidak ia hiraukan.
Aku hanya bisa diam di belakangnya. Mungkin dia mencari tempat yang sepi. Tapi dengan keadaan seperti ini orang-orang melihat ke arah kami seraya berbisik tidak percaya, termasuk para siswi yang sangat menggilai Sei-nii.
"K-kaichou menggandeng seorang siswi kelas 1"
"Akashi-kun?"
"Ya ampun, ini tidak pernah terjadi"
"Mau apa dia"
Ada juga yang menatapku sinis.
Aku hanya bisa tertunduk, antara malu dan kesal campur aduk jadi satu. Aku kan bukan pacarnya, untuk apa di tatap seperti itu.
"Jangan dihiraukan" ucapnya datar. Aku melihat Sei-nii sekilas, matanya masih berfokus ke depan.
Sebenarnya Aku mau dibawa kemana?.
Sesampainya di lantai tiga, kami berjalan menuju ruangan paling ujung. Sebelum masuk Aku sempat membaca tempat apa itu.
"Ruang musik? Untuk apa disini" batinku.
Dia melepaskanku dan mengunci pintu ruangan itu. Ok, sekarang Aku benar-benar merasa aneh dengannya.
Kami mulai membisu, tidak ada yang mau memulai. Mungkin Sei-nii merasa canggung. Ok, Aku paling tidak suka situasi seperti ini.
"O-onii...Hwaaaaaa"
Tiba-tiba Sei-nii menarikku dan mendorong punggungku ke pintu. Tangan kanannya di letakkan di sebelah kepalaku dan sempat menimbulkan bunyi 'blam'. Tentu saja itu membuatku kaget dan langsung menatapnya tidak percaya.
"Apa dia tidak mengenaliku" pikirku.
Dia balik menatapku secara intens. Aku mulai ketakutan dibuatnya.
"Sebenarnya kamu ini siapa?".
.
.
Akashi POV
Aku ini sebenarnya kelewat bodoh atau apa sih. Setelah beberapa hari mencarinya di area sekolah dan akhirnya menemukannya, Aku malah menanyakan hal yang tidak bermutu seperti itu. Apa sekarang Aku sudah ketularan Shintarou yang terkenal galak dan mister tsundere. Oh jangan sampai.
Aku benar-benar merutuki diriku sendiri. Mungkin Aku juga perlu memberi makhluk hijau lumut itu sedikit hukuman keliling lapangan basket 10 kali putaran dengan diiringi gunting dibelakangnya. Tega banget ya. Tak apalah, Akukan memang sadis.
Gadis itu masih menatapku ketakutan. Shintarou, kau harus tanggung jawab.
"N-natsuki" ucapnya gugup.
"Natsuki Iori" jawabnya lagi.
Aku hanya diam, tentu saja Aku mengetahui nama itu. Tapi bukan itu yang Aku inginkan. Aku ingin dia menggunakan nama yang 'lain'. Tapi keluarga Akashi punya harga diri tinggi untuk hanya sebuah nama.
Ku pindahkan tangan kananku dari samping kepalanya, mungkin itu juga tadi membuat Iori tertekan. Dia menatap kearahku.
"Bukan..."
"Ternyata kamu bukan orang yang ku cari" kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku.
Mata Iori memancarkan bahwa dia tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
"Sei-nii"
Aku mundur beberapa langkah, "Onii-chan" panggilnya pelan dan mulai maju mendekatiku.
"Jangan mendekat" bentakku, Iori berhenti melangkah.
"Jangan mendekatiku" ucapku lagi.
Aku benar-benar frustasi saat ini. Sebenarnya Aku mengakuinya sebagai adik kandungku, tapi 'nama' itu. 'nama' itu yang membuatku tidak menyukainya. Aku ingin dia memanggil dirinya dengan 'nama' yang sama denganku.
Aku sangat ingin memeluknya, tapi 'nama' itu menjadi pemicunya. Kami berdua sekarang hanyalah seperti orang asing. Tidak mungkin Aku memeluk orang yang bukan merupakan keluarga ku.
"Ternyata benar..." APA?
"Onii-chan sudah lupa denganku" ucapnya sendu.
Bukan, bukan kalimat itu yang ku inginkan darinya.
"Aku selalu berharap ingin bertemu dengan Onii-chan lagi setelah perceraian itu, tapi Okaa-san melarangnya karena Otou-san tidak akan mengizinkanku menemuimu" ungkapnya.
"Kalau Aku memaksa ingin bertemu, Okaa-san hanya bisa terdiam tidak berdaya".
Apa Otou-san setega itu dengan anaknya sendiri?
"Aku sering menghubungi telepon rumah, tapi Yoshimura-san selalu bilang Onii-chan tidak ada dirumah".
Setelah perceraian Okaa-san dan Otou-san, Aku selalu ada di rumah, tepatnya mengurung diri dikamar.
"dan terakhir kali yang menerima telponku adalah Otou-san, dan dia sangat marah padaku. Sejak saat itu, Aku tidak pernah bisa lagi menghubungi telepon rumah".
Ternyata karena itu Yoshimura-san mencabut kabel telepon dan menggantinya dengan telepon yang baru.
Iori mengusap air matanya yang mulai menetes. "setelah sekian lama, Aku benar-benar bertemu dengan Onii-chan lagi".
Dia tersenyum kearahku "Aku benar-benar senang, tapi Aku mengurungkan niatku untuk menemuimu karena nanti Otou-san akan marah-marah lagi".
Aku mulai geram, jangan sebut lagi nama orang tua yang membuat kedua anaknya menderita. "Ini tidak ada hubungannya dengan Otou-san" teriakku.
Iori tersentak kaget, "T-tapi..."
"Apa semua ini karena Otou-san? Apa semua kejadian ini karena Otou-san? Apa perpisahan itu karena Otou-san, heh?"
Kekesalanku tidak bisa terbendung lagi. Semuanya keluar seperti tertiup angin, semua kekesalanku keluar begitu saja.
Iori yang tidak bisa membendung air matanya akhirnya menangis juga "B-bukan, itu semua kesalahanku".
"Ini bukan kesalahan Otou-san tapi kesalahanku".
" Semua ini salahku"
Aku ingat, Iori selalu menangis dan berkata pertengkaran orang tua kami karena dia.
"Aku tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa membuat Otou-san kecewa".
Otou-san memang mendidik kami berdua dengan keras. Semua harus berjalan sesuai rencananya dan tidak boleh ada kesalahan sedikit pun. Tapi, Iori adalah anak yang lemah dan tidak bisa melakukan apa-apa sesuai keinginan Otou-san. Walaupun belajar setiap hari, Iori tidak bisa menguasai sesuatu, kecuali dalam hal akademik. Nilainya selalu memuaskan, tapi kalau nilai ekskul musik dia tidak bisa berbuat banyak.
Itu sebabnya Otou-san seperti tidak mengakui Iori sebagai anaknya. Menurutnya anak dari keluarga Akashi harus bisa segalanya dan perfect dalam segala aspek termasuk musik.
"Dia bukanlah anggota keluarga Akashi" Aku selalu ingat Otou-san berkata seperti itu kalau Okaa-san membela Iori.
"Dasar anak tidak berguna".
Melihatnya menangis sekarang ini membawaku ke kenangan masa lalu, dulu Iori juga selalu menangis seperti ini setiap hari.
Aku maju mendekatinya, hatiku ingin sekali menghentikan tangisan itu. Tapi...
"I-iori" dia tidak menjawab.
Tangannya masih di tangkupkan di wajahnya, bahunya sedikit bergetar naik turun.
"Iori..."
Aku menggerakkan tangganku yang gemetar, apa hanya gara-gara sebuah 'nama' Aku bertingkah seperti ini. Oh, Kami-sama ada apa denganku, Aku merasa bersalah telah membuat adikku yang sangat berharga menangis.
"Onii-chan"
Dengan respont otak yang menggerakkan otot hanya beberapa milidetik, akhirnya Aku bisa melakukannya. Ku peluk erat tubuhnya dan membelai rambutnya pelan.
"Maaf " hanya itu yang bisa terucap dari mulutku. Ku cium puncak kepalanya.
"walaupun kita sudah tidak satu keluarga lagi, kamu tetaplah adikku yang berharga Iori" ucapku pelan.
"Ku mohon jangan menangis lagi".
Dia mulai terasa tenang karena gerakan bahunya yang naik turun mulai tidak terasa lagi. Iori juga membiarkanku memeluknya sampai hatiku merasa tenang.
"Aku senang Onii-chan ingat denganku" ucapnya dan memelukku. Sudah lama sekali Aku tidak merasakan kehangatan ini. Mungkin kehidupanku akan sedikit berubah setelah ini.
.
.
To Be Continued
Mimi: Akhirnya ada waktu juga menyelesaikan chapter ini. Maaf ya atas sangat keterlambatannya karena terlalu sibuk dengan dunia nyata. Terima kasih bagi yang sudah mau bersabar menunggu untuk chapter ini lanjut
Haruki: Terima kasih bagi yang sudah mensupport kami, terutama Iravia yang sudah mau membuat Mimi mendapat pencerahan untuk chapter ini
Mimi: Yup yup..
Midorima: Yah mari kita tut—
Haruki: Hei kami belum selesai
Akashi: Menunggu kalian itu terlalu lama *kedua Author pundung
Midorima-Akashi: kami akan menutupnya.. Minna-san semoga kalian menyukai chapter ini dan jangan lupan Mind to RnR Please..
