Fall in love?
By Chocolate Bubbletea
Boboiboy © Animonsta Studio
Warning : OOC, Typo, Grown up Boboiboy, and more.
oOo
Don't Like Don't Read
oOo
The thought of fall in love with you never crossed my mind before.
oOo
Hujan.
Entah mengapa saat melihat hujan pemuda dengan topi jingga dinosaurus itu selalu teringat akan kejadian saat kemping. Pikirannya selalu melayang pada seorang gadis dengan kerudung merah jambu. Boboiboy sendiri tidak mengerti mengapa ia selalu teringat akan sosok Yaya. Mengapa ia selalu teringat akan betapa manisnya gadis itu saat tersenyum. Betapa indahnya suara tawa Yaya. Bahkan ia juga teringat dan mengagumi sosok tegas Yaya dalam menegekan peraturan –walaupun kadang ia sendiri harus merasakan ketegasan tersebut.
Semenjak hari itu Boboiboy selalu memperhatikan sosok Yaya dalam bayangan. Semenjak hari itu ia menyadari betapa mengagumkannya sosok Yaya. Ia adalah figur kakak yang baik. Tegas dalam mendidik adiknya agar ia menjadi seorang pemuda yang baik, namun ia masih tetap menyangi adiknya dengan sepenuh hati. Yaya juga adalah sosok teman yang baik, siap ada untuk teman-temannya di saat senang maupun susah. Namun dari semua itu, Yaya adalah sosok gadis yang luar biasa. Ia pandai mengerjakan setiap pekerjaan rumah, ia ramah pada setiap orang, ia juga sangat menyayangi keluarganya, selain itu ia juga pandai memasak. Walaupun kemampuan membuat biskuitnya sama sekali tidak mengalami peningkatan, itu tidak mengubah fakta bahwa ia adalah gadis yang luar biasa.
Sebenarnya kenapa denganku?
Boboiboy telah memikirkan masalah ini selama berhari-hari, bahkan dengan konyolnya ia berdiskusi dengan sisi lain dirinya namun ia sama sekali tidak mendapatkan titik terang. Ia sempat berpikiran untuk bertanya pada kakeknya namun ego dan rasa malunya menghalangi niatan tersebut.
Boboiboy sepertinya memang membutuhkan bantuan seseorang. Jika ia tidak segera menyelesaikan masalah ini bisa-bisa nilai sekolahnya akan turun mengingat selama pelajaran ia sulit sekali fokus pada apa yang di terangkan oleh gurunya. Ia hanya bisa fokus pada sosok Yaya yang duduk di depannya. Oh tolong salahkan pembagian kelas karena ia sekelas dengan Yaya ditambah ia duduk tepat di belakangnya. Ia bahkan tidak sadar bahwa bel tanda seluruh pelajaran telah berakhir hingga Yaya berbalik dan bertanya padanya.
"Kau kenapa Boboiboy? Akhir-akhir ini kau terlihat murung? Apa terjadi sesuatu?"
Ya. Memang terjadi sesuatu dan ini semua salahmu."Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja."
"Kau yakin? Jika memang terjadi sesuatu padamu katakanlah padaku. Aku akan mencoba membantumu sebisa mungkin."
Boboiboy rasanya ingin merutuki sifat terlampau baik Yaya, kadang ia berharap Yaya dapat bersikap acuh tak acuh seperti Gopal atau bahkan Fang. "Iya. Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir."
Beruntung saat itu ada salah satu anggota dewan murid memanggil Yaya, jadilah ia dapat menghindari pertanyaan bertubi-tubi dari sang gadis berkerudung merah jambu. Boboiboy berterima kasih pada siapapun itu, ia akan memastikan untuk menyampaikan rasa terima kasihnya pada orang itu nanti. Itu pun jika ia ingat.
"Hei Boboiboy! Ayo pulang!" ajak Gopal. Jika biasanya ia akan mengiyakan, hari ini rasanya Boboiboy sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun.
"Kau duluan saja lah. Aku ada beberapa urusan yang harus aku kerjakan."
"Oya? Apa itu? Aku boleh ikut tidak?" Ini gawat, jika Gopal sudah bersikap seperti ini itu artinya ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Habislah ia.
"Hei Gopal! Bukannya hari ini ada launching game Papa Zola yang baru? Kau tidak kesana?" Tanpa diduga Fang yang sedari tadi diam angkat bicara.
"OH! Serius? Aku harus segera kesana. Kalau begitu aku duluan Boboiboy!" Gopal pun berlari secepat kilat meninggalkan Boboiboy dan Fang.
Boboiboy menatap Fang tidak percaya. Sejak kapan rivalnya ini tahu apapun tentang game Papa Zola? Biasanya juga ia hanya tahu soal basket dan musik saja. "Sejak kapan kau tahu tentang apapun mengenai game Papa Zola?"
"Heh, aku bohong lah. Mana mungkin aku tahu soal game anak-anak seperti itu, lebih baik aku bermain basket atau drum daripada memainkan permainan tidak jelas itu." jelas Fang dengan enteng. Tak lupa seringai khasnya tidak lepas dari paras tampannya.
"Terselah kau saja lah. Tidak biasanya kau bersikap baik begini?"
Fang kembali menyeringai penuh arti. Boboiboy seharusnya tidak bertanya tadi, setelah ini pasti ada hal tidak menyenangkan akan terjadi. "Ikut aku."
"Kenapa aku harus? Memang kau sia-"
"Bayaran. Tadi aku menolongmu melarikan diri dari Gopal kan? Dan sebagai bayarannya kau harus menuruti perintahku."
Oh tentu saja. Fang tidaklah sebaik itu pada Boboiboy, tentu saja ia akan meminta bayaran. Boboiboy pun terpaksa mengikuti perintah Fang. Entah mengapa hari ini ia sedang tidak ingin berkelahi dengan rivalnya ini.
Fang membawanya ke sebuah kafe kecil di dekat sekolah. Pemuda berkacama itu memesan donat kesukaannya dan secangkir latte, sedangkan Boboiboy hanya memesan secangkir cappuchino. Boboiboy mulai was-was sesaat setelah pesanan mereka diantarkan. Saat ini ia benar-benar tidak dapat menebak apa yang ada dalam pikiran Fang.
"Katakan! Apa yang sebenarnya terjadi hari itu?"
"Hari itu apa?"
"Jangan bertingkah seolah kau tidak tahu. Aku tak sebodoh itu untuk tidak menyadari perubahan sikap kau di depan Yaya. Sekarang cepat ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?" ultimatum Fang.
Oh great! Of all people in this town. Why him?!
Boboiboy rasanya ingin sekali mengubur dirinya dalam-dalam. Harga dirinya terlalu tinggi untuk meminta bantuan pada rivalnya ini namun di saat yang bersamaan Boboiboy tahu bahwa hanya Fang lah yang dapat membantunya menyelesaikan masalah ini. Ia tidak bisa meminta bantuan pada Gopal karena anak itu pasti akan dengan mudah membocorkan rahasianya. Ia juga tidak bisa meminta bantuan Ying karena ini masalah seorang pria, tidak mungkin ia bertanya pada wanita –terlebih lagi ia sahabat Yaya. Dan ia tidak bisa meminta bantuan Ochobot karena seberapa pintar pun robotnya itu, ia tetaplah robot. Ia terlalu bersikap acuh tak acuh jika mengenai masalah perasaan seperti ini.
Pada akhirnya Boboiboy hanya dapat menghela nafasnya. Ia tidak punya pilihan lain selain menceritakan semua hal yang akhir-akhir ini terjadi padanya. Setelah Boboiboy menyelesaikan ceritanya, Fang dengan santai menyeruput lattenya dan kembali menyeringai meremehkan.
"Itulah alasan kenapa aku jauh lebih hebat dari kau. Masalah kecil seperti ini pun kau tidak paham."
Boboiboy memutar matanya jengah. Menyesal ia menceritakan masalah ini pada Fang. Harusnya ia tahu bahwa pemuda ini hanya ingin menunjukan bahwa ia jauh lebih hebat darinya.
"Jawabannya mudah saja. Kau jatuh cinta pada Yaya."
Hah? Boboiboy mencubit pipinya sendiri, takut-takut apa yang ia dengar ini hanya mimpi belaka. Tapi saat ia merasakan rasa sakit di pipinya , ia tahu ini adalah dunia nyata.
"APA?! Kau gila?! Mana mungkin aku jatuh cinta pada Yaya!"
Fang kembali menyeruput lattenya dengan santai. "Terserah kau mau percaya atau tidak, aku hanya mengatakan fakta yang aku lihat saja."
"Kenapa kau bisa seyakin itu?" tanya Boboiboy menyelidik. Kata-kata Fang terlalu mencurigakan untuk dipercayai.
"Karena aku jauh lebih hebat dari kau." Ucap Fang kembali meremehkan
Boboiboy memutar matanya jengah. Tidak bisakah pemuda dengan kacamata nila ini bersikap serius? Tapi tanpa diduga setelah itu Fang seringai meremehkannya tergantikan oleh sebuah senyum tipis. Bukan senyum bahagia, tapi sebuah senyum sedih. Boboiboy tahu itu karena ia sering melihat kakeknya tersenyum seperti itu saat melihat foto neneknya yang telah tiada.
"Fang, boleh aku bertanya satu hal padamu?" Boboiboy tidak tahu apa yang merasukinya saat ia mengajukan pertanyaan ini, tapi jika Fang tahu rahasianya maka ia juga berhak tahu rahasia Fang. "Apa kau... juga tengah jatuh cinta?"
Seketika tubuh Fang menegang, namun dengan segera ia mengembalikan postur tenangnya. Ia mentap ke arah luar jendela, menerawang jauh entah kemana. Saat melihat iris gelap di balik bingkai nila itu, Boboiboy tahu bahwa ia telah menyinggung masalah yang sensitif bagi Fang.
"Bukan urusanmu." Jawab Fang dingin.
"Cih. Kau memaksaku menceritakan masalahku tapi kau sendiri tidak mau menceritakan masalahmu." Ucap Boboiboy kesal, walaupun sebenarnya ia juga ingin mengetes seberapa besar kah masalah Fang. Seperti dugaannya, setelah Boboiboy mengatakan hal tersebut Fang menarik kerah bajunya. Ia menatap Boboiboy penuh dengan amarah dan aura membunuh.
"Sudah kukatakan bukan urusanmu!" Fang pun melepaskan cengkramannya dan kembali menatap keluar jendela.
Boboiboy menghela nafasnya. Percuma saja ia mencoba menggali informasi lebih dalam lagi, Fang sudah pasti tidak akan menceritakan apapun padanya barang satu kata pun. Lebih baik ia kembali pulang dan memikirkan kata-kata Fang tadi.
"Aku akan pulang." Boboiboy pun berdiri dari tempat duduknya, sebelum ia pergi tak lupa ia mengatakan. "Terima kasih. Dan soal yang tadi... maaf, aku tidak bermaksud." Dan setelah itu ia pun keluar dari kafe tersebut, tak lupa ia juga membayar cappuchino miliknya.
oOo
Setelah memikirkan kata-kata Fang semalaman, Boboiboy masih belum juga dapat menerima penyataan rivalnya itu. Apa yang ia katakan terdengar tidak masuk akal di telinga Boboiboy. Harus ia akui Yaya memang sosok gadis yang baik dan cantik, tapi itu tidak cukup untuk membuat Boboiboy yakin kalau ia jatuh cinta pada Yaya. Iya kan?
Jam istirahat merupakan waktu dimana pikirannya akan teralihkan dari sosok Yaya. Dengan adanya Gopal dan segudang ceritanya tentang game Papa Zola atau tentang imajinasi liarnya untuk menjadi seorang detektif handal, Boboiboy dapat sedikit mendapatkan istirahat. Hari ini pun sama. Gopal menceritakan padanya tentang bagaimana kesalnya ia saat tahu bahwa Fang berbohong padanya. Ia bahkan membuat ultimatum agar jangan lagi mempercayai Fang pasal game. Iwan yang kebetulan duduk bersama Boboiboy dan Gopal mengangguk antusias –anak itu terlalu gampang termakan ucapan Gopal-, sedangkan Boboiboy sendiri hanya tertawa renyah. Sedikit banyak alasan Fang berbohong pada Gopal juga adalah karenanya.
Saat Gopal dengan asyiknya bercerita, Boboiboy tanpa sengaja melihat Yaya berjalan berdua dengan ketua dewan murid. Mereka terlihat sangat akrab dan Boboiboy sama sekali tidak menyukainya. Ia berdiri dari tempat duduknya, membuat Gopal dan iwan menatapnya heran.
"Aku akan pergi ke toilet." Boboiboy pun segera pergi tanpa mempedulikan pertanyaan Gopal.
Boboiboy mengikuti kemana Yaya dan ketua dewan murid itu pergi secara diam-diam. Hatinya panas saat ia melihat Yaya tertawa bersama pemuda itu. Apa yang istemewa dari orang itu? Kenapa ia bisa dengan mudahnya membuat Yaya tertawa bebas seperti itu padahal Boboiboy saja baru bisa membuatnya tertawa lepas setelah bertahun-tahun ia berteman dengannya.
"Kau jatuh cinta pada Yaya."
Tiba-tiba kalimat Fang terlintas dalam pikirannya. Perasaan tidak suka saat Yaya berdekatan dengan pemuda lain. Perasaan terbakan saat orang tersebut berhasil melakukan apa yang Boboiboy sendiri sulit untuk lakukan. Apa mungkin ia cemburu? Tapi itu tidak mungkin. Bagaimana bisa ia cemburu pada orang yang bahkan tidak ia ketahui apapun kecuali namanya? Kalau Boboiboy tidak salah ingat namanya adalah Muhammad Taufik*.
Yaya dan Taufik masuk ke dalam ruang dewan murid. Boboiboy yang penasaran pun mencoba mendengar percakapan mereka dari balik pintu. Tidak menghiraukan tatapan aneh dari murid lain yang lewat.
"Terima kasih, Yaya. Maaf merepotkanmu." Ucap Taufik.
"Tidak apa-apa. Aku senang membantu seseorang yang membutuhkan."
Boboiboy melihat Taufik tersenyum lembut dari balik kaca kecil pintu. Senyum tulus yang entah mengapa membuat perasaan Boboiboy tidak tenang. Pasti ada sesuatu di balik senyum itu. "Kau gadis yang baik." Ucap Taufik tanpa diduga, membuat kedua pipi Yaya terlihat memerah.
"Ahaha... kau terlalu memujiku."
"Aku serius."
Yaya terlihat gugup. Ia memain-mainkan dan menghindari bertatapan langsung dengan ketua dewan murid yang terkenal memiliki paras tampan dan baik itu. "A-aku harus kembali ke kelas. Permisi."
Boboiboy yang melihat Yaya berjalan keluar pun segera menjauh dan mencoba bertingkah biasa.
"Boboiboy? Apa yang kau lakukan disini?" tanya Yaya saat ia melihat teman masa kecilnya itu berdiri di depan pintu dewan murid.
"A-aku hanya kebetulan lewat."
"Benarkah?"
"I-iya! Kau sendiri kenapa ada disini?" tanya Boboiboy mencoba mengalihkan perhatian.
"Aku tadi membantu ketua dewan murid membawa file-filenya. Kau tidak makan di kantin?"
"A-aku sudah kenyang jadi aku jalan-jalan keliling sekolah." Tutur Boboiboy. Ia tersenyum lebar mencoba meyakinkan Yaya yang masih menatapnya curiga.
"Baiklah. Mau ke kelas?" tawar Yaya. Dengan cepat Boboiboy mengangguk dan mereka berdua pun berjalan ke kelas bersama.
"Um... Yaya. Kau tidak makan?" tanya Boboiboy. Ia baru ingat, kalau selama di kantin ia sama sekali tidak melihat Yaya datang membeli makanan.
"Aku makan di kelas. Hari ini aku membawa bekal." Jelas Yaya.
Boboiboy mengangguk mengerti. Akhir-akhir ini ia kerap kali melihat Yaya membawa bekal. Ia penasaran kenapa gadis itu memilih untuk membuat makanan, apa terjadi sesuatu pada Yaya? Mungkin Boboiboy harus bertanya padanya nanti. Untuk kali ini lebih baik ia mencoba menenangkan perasaan tidak nyamannya dan berusaha bersikap biasa di hadapan Yaya.
oOo
Hari ini Boboiboy harus pulang lebih akhir dari yang lainnya. Ia mendapat jadwal piket hari ini dan sayangnya, Gopal sedang tidak menjadi kawan yang baik karena ia meninggalkan Boboiboy sendirian mengerjakan tugasnya.
Boboiboy menghela nafasnya. Sepertinya hari ini takdir sedang membencinya karena tepat setelah Boboiboy menyelesaikan tugas membereskan kelasnya, tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Boboiboy memang membawa payung tapi tetap saja berjalan di bawah guyuran hujan itu bukanlah hal yang disukai oleh Boboiboy.
Saat ia hampir mendekati pintu keluar, ia melihat Yaya bersama dengan salah satu teman sekelasnya. Kalau tidak salah namanya Amy, gadis rambut pirang yang dulu pernah sekelas dengannya saat masih sekolah dasar. Yaya memberikan payungnya namun Amy berusaha menolaknya. Yaya tetap bersikeras dan Amy pun terpaksa menerima payung Yaya. Setelah ia berterima kasih sekaligus berpamitan pada Yaya, Boboiboy melihat gadis dengan kerudung merah jambu itu menghela nafasnya sembari menatap langit gelap.
Boboiboy memutuskan untuk mendekat. "Kau belum pulang?"
Kehadiran Boboiboy yang tiba-tiba membuat Yaya terlonjak kaget. "Kau mengagetkanku Boboiboy."
"Hehehe... maaf." Ucap Boboiboy sembari menggaruk tengkuknya kikuk. "Kenapa kau belum pulang? Apa kau tidak membawa payung?" tanya Boboiboy berbasa-basi walaupun ia tadi melihat Yaya memberikan payungnya pada Amy.
"Ahaha... begitulah." Ucap Yaya, namun matanya mencoba menghindai tatapan Boboiboy.
Boboiboy tersenyum melihat tingkah Yaya. Kau memang tidak pandai berbohong, Yaya.
"Nih! Pakai punyaku." Boboiboy pun menyerahkan payungnya pada Yaya. Gadis itu tentu saja menolaknya.
"Tidak usah. aku akan menunggu sampai hujan reda saja, lagipula kau juga membutuhkannya kan? Bukannya hari ini kau harus membantu Tok Aba di kedainya?"
Boboiboy berpikir sejenak. Yaya ada benarnya juga, tapi Boboiboy juga tidak bisa begitu saja meninggalkan Yaya sendirian di sekolah. Ah! Ia dapat ide.
"Kalau begitu kita gunakan bersama saja. Rumah kita kan dekat."
"Eh, tapi..."
Kenapa Yaya harus begitu keras kepala? Boboiboy benar-benar berharap jika gadis ini dapat bersikap santai seperti Gopal. "Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian disini, okay? Bukankah kita teman." Saat kata 'teman' menluncur dari mulut Boboiboy, entah mengapa rasanya sudah tidak senyaman dulu. Boboiboy merasa ia tidak menyukai kata itu lagi jika ia mengatakannya pada Yaya.
Yaya pun akhirnya mengangguk dan menuruti permintaan Boboiboy. Mereka berjalan bersama di bawah lindungan payung merah Boboiboy. Boboiboy berjalan tepat di pinggir jalan, menutupi Yaya jikalau ada mobil atau motor yang lewat. Dan karena kuasa payung tersebut ada pada Boboiboy, ia sedikit memiringkan payungnya ke arah Yaya agar gadis itu tidak kebasahan.
Selama perjalan tak ada yang membuka percakapan. Mereka hanya berjalan dalam diam. Boboiboy mencoba menenangkan jantungnya yang seperti berlari maraton sedangkan Yaya sedari tadi menundukan kepalanya. Boboiboy khawatir jika sesuatu terjadi pada gadis di sampingnya ini, ia takut jika Yaya sakit.
Boboiboy baru akan bertanya apakah Yaya baik-baik saja, namun mulutnya seketika terkunci saat ia melihat sosok Fang berjalan bersama dengan seseorang yang sangat tidak asing baginya. Ying. Mereka sama seperti Boboiboy dan Yaya, saling berbagi payung tapi tak lama Boboiboy melihat Ying berpindah dari payung Fang pada payung seorang pemuda dengan surai coklat. Boboiboy dan Yaya saling berpandangan, dalam pikiran mereka terlintas satu pertanyaan yang sama.
Siapa pria itu?
Seketika ingatan tentang Fang di kafe tempo hari melintas di pikiran Boboiboy. Ia ingat Fang sempat tersenyum sedih, dan ketika Boboiboy bertanya apa ia tengah jatuh cinta, pemuda itu langsung menghindari pertanyaan tersebut. Apa mungkin Fang menyukai Ying?
Setelah Ying pergi dengan pemuda misterius tersebut, Fang pun kembali berjalan. Ia berbelok masuk ke sebuah gang. Yaya bermaksud untuk mengikuti Fang karena ia khawatir pada teman masa kecilnya itu. Apalagi setelah melihat ekspresi Fang, tapi Boboiboy segera menghentikannya. Ia tahu saat ini Fang pasti sedang tidak ingin di ganggu.
"Sebaiknya kita segera pulang." ajak Boboiboy. Yaya ingin menolak tapi ia ingat bahwa saat ini ia tengah meminjam payung Boboiboy, ia tidak punya pilihan lain selain mengikuti kata-kata pemuda bertopi jingga ini.
Sepanjang perjalanan, pikiran Boboiboy melayang pada kejadian mengejutkan yang terjadi pada Fang tadi. Apa itu alasan mengapa ia dengan mudahnya mengatakan bahwa Boboiboy tengah jatuh cinta pada Yaya. Apa itu juga alasan mengapa ia mau membantu Boboiboy, rival lamanya?
Tanpa sadar mereka telah sampai di depan rumah Yaya. "Terima kasih, Boboiboy. Maaf merepotkanmu."
Boboiboy menggelengkan kepalanya. "Tidak masalah. Kalau begitu aku pergi dulu, aku harus segera pergi ke kedai Tok Aba. Bye!" dan setelah itu pun Boboiboy segera masuk ke dalam rumahnya dan bergegas untuk pergi ke kedai kakeknya itu.
Selama di kedai, Boboiboy kembali memikirkan ulang kata-kata Fang. Tidak mempedulikan Ochobot yang sedari tadi memandangnya heran.
Cinta. Yaya. Dua kata itu sama sekali tidak pernah terpikirkan Boboiboy akan berada pada satu kalimat yang sama.
Mungkin ia memang jatuh cinta pada Yaya.
Tapi entah mengapa ia ragu akan perasaannya sendiri. Yaya adalah sosok gadis yang luar biasa, gadis itu pantas mendapatkan seseorang yang sama luar biasanya seperti dirinya. Boboiboy kuat karena ia memiliki jam kuasa yang diberikan ochobot. Tanpa jam itu ia hanyalah seorang pemuda dengan nilai pas-pasan. Ia sendiri bahkan tidak yakin dapat mengalahkan Fang jika ia bertarung tangan kosong dengannya. Keahliannya hanya bermain sepak bola, sesuatu yang banyak dimiliki orang lain.
Disisi lain, dari yang ia dengar si ketua dewan murid itu jauh lebih hebat darinya. Ia memiliki nilai yang tinggi di kelasnya, ia adalah pemegang sabuk hitam karate, selain itu ia juga memiliki jabatan yang penting. Dan setelah melihat interaksinya dengan Yaya saat di ruang dewan murid tadi, ia semakin meragukan dirinya sendiri.
"Apakah jatuh cinta itu selalu sesulit ini?
oOo
TBC
oOo
A/N : I can't believe i actually finish it this quickly. It usually take longer than this for me to write a story –usually a week or even more. Ngomong-ngomong, character disini OOC banget ya? Don't you think so? Saya berusaha untuk tetep IC tapi mengingat ini adalah love story, it kinda hard for me to keep them in character.
Anyway, saya ucapkan banyak terima kasih bagi semua reviewer (?) yang telah mereview fanfic saya yang 'Smaller'. Karena review mengagumkan kalian lah saya akhirnya membuat sequel ini. You all are the best XD. I hope you like it.
Ngomong-ngomong saya awalnya cuma pengen dibikin one-shot aja, tapi ternyata kalau dibikin one-shot bakal terlalu panjang. Jadi mungkin bakal jadi two-shot or three-shot. Kita lihat saja nanti. Oh! Dan soal ketua dewan murid itu, saya ngarang aja. Hehe
For Last
If you don't mind
Review please?