Step by Step
A BoboiBoy fanfiction by Chikara Az
BoboiBoy © Animonsta Studios
This fanfiction © Me
Rating : T
Warning : BL/sho-ai, OOC akut, semi-Canon, kumpulan drabbles
Don't Like Don't Read!
Enjoy~
Hal-hal sederhana yang secara sadar-tak-sadar membuat orang-orang di sekitar mereka menyadari kalau ada sesuatu di antara mereka. Dan secara sadar-tak-sadar menumbuhkan hal yang aneh di hati mereka.
1. Skirt
Hari itu, entah dirasuki setan mana, Boboiboy memiliki ide gila dan hanya Gopal yang bisa membantunya mewujudkannya.
"Ubah celana Fang menjadi rok pink berenda dengan kekuatanmu."
Gopal mengernyitkan dahi, tidak yakin. Seingatnya Boboiboy bukanlah anak yang senang mengganggu orang lain—yah kecuali nama yang tadi disebut oleh sang pahlawan Pulau Rintis itu. Gopal tidak mau melakukannya, sejujurnya. Dia tak akan mengakuinya keras-keras, tapi, Fang yang sedang marah sangat mengerikan dan mampu membuat bulu kuduknya berdiri. Padahal jika mempertimbangkan ukuran tubuh, Gopal dapat menghajar Fang dengan mudah—jika dia punya rasa tega dan keberanian.
Tapi hanya Gopal yang ditembak Pistol Emosi Y yang begitu. Gopal yang asli sama sekali tidak berani.
Yah, Boboiboy tidak hilang akal. Sekalipun sudah mendapat penolakan dari Gopal, ia terus merayu sahabatnya. Mendesak, membujuk, walaupun dia tidak bersedia menghapus hutang Gopal pada Tok Aba. Enak saja.
Gopal terlalu baik, tentu saja. Pada akhirnya ia bersedia. Apalagi Boboiboy sudah berjanji akan memastikan Fang hanya mengarahkan amarahnya nanti pada Boboiboy alih-alih dirinya. Lagipula bayangan Fang menggunakan rok pink imut membuatnya geli—apalagi jika orang yang asli benar-benar menggunakannya.
Maka, pada suatu siang saat mereka baru pulang sekolah, Gopal dan Boboiboy membuntuti sang target. Dan, tepat ketika mereka melewati halaman sekolah di mana banyak siswa lain berlalu-lalang, setelah memastikan mereka berdua tersembunyi di balik semak terdekat, Gopal pun melancarkan serangannya.
Fang tidak sempat berkelit. Celananya berubah menjadi rok pink selutut yang dihiasi motif bunga putih manis dan berenda. Selama beberapa detik, anak-anak di sekitarnya terbengong—lalu terbahak. Sementara Fang tercenung saking kagetnya. Wajah tampannya perlahan dirambati rona kemerahan.
Selama beberapa detik, kedua pelaku lupa untuk bersembunyi. Gopal tertawa sampai meneteskan air mata sementara Boboiboy menutup hidung terburu-buru dengan tangan kiri. Wajahnya memerah juga—tapi ia sempat-sempatnya mengacungkan jempol kanan ke arah langit sambil berteriak, "TERBAIK!"
Ya—hanya selama beberapa detik, sebelum sepasang Harimau Bayang yang diselimuti amarah Tuannya membungkam mulut mereka.
.
.: :.
2. Favorite
Jika ditanya apa makanan favoritnya, Boboiboy tidak bisa menjawab dengan pasti. Tapi, jika ditanya apa minuman favoritnya, tentu saja Coklat Panas Tok Aba yang akan jadi jawabannya. Baginya, coklat racikan sang kakek adalah yang terbaik.
Di suatu Minggu sore, Boboiboy sedang membantu mengurus kedai bersama Ochobot karena Tok Aba ada urusan di luar. Begitu kakeknya kembali, ia menyerahkan kantong plastik berisikan selusin donat lobak merah pada Boboiboy, yang memandang bungkusan itu dengan heran.
"Ada seorang teman kakek yang memberikannya. Kau makan sajalah. Kakek sudah kenyang."
Tok Aba seolah dapat membaca pikirannya. Boboiboy mengangguk paham. Tapi... selusin? Ia tidak akan sanggup menghabiskannya sendirian.
Tapi ia tahu siapa yang bisa.
Tersenyum kecil, ia pun duduk di bangku kedainya. Menaruh plastik itu di depannya sambil mengamati isinya. Wah, benar-benar selusin.
"Boboiboy, mau kubuatkan coklat panas sebagai pendamping donatmu itu?" tawar Ochobot.
Hm... mungkin tidak ada salahnya jika ia mengundang seseorang untuk menemaninya menghabiskan donat-donat ini. Ini kan, makanan favoritnya juga.
"Boleh. Tapi, buatkan dua gelas ya."
.
Kringg... Kringg..
"Halo?"
"Fang, kau ada di rumah?"
"Hah? Tentu saja. Di mana lagi seharusnya aku berada?"
"Terbaik. Heheh, kau mau datang ke kedaiku sekarang? Kutraktir coklat panas deh."
"Aku? Kenapa tidak mengajak teman-temanmu saja?"
"Kau temanku juga, tahu. Selain itu... aku ada donat lobak merah."
"...aku segera ke sana."
Fang membiarkan orang yang di seberang sana menutup telponnya, sementara dirinya segera bersiap untuk keluar rumah.
Dia merasa bersemangat. Entah kenapa. Baru kali ini orang itu mengundangnya untuk menghabiskan waktu bersama. Ada rasa senang yang aneh di dadanya.
Hei—ini pasti gara-gara donat lobak merah yang ditawarkan orang itu. Bukan apa-apa. Ya. Pasti begitu.
.
Boboiboy terkekeh kecil saat menutup telponnya. Ia menatap piring berisi donat lobak merah di depannya, yang kini sudah ditemani oleh dua gelas coklat panas Tok Aba.
Kombinasi ini seolah menyimbolkan dirinya dan Fang—salah satu orang favoritnya.
.
.: :.
3. Paper
Papa Zola menerangkan pelajaran Matematika dengan penuh penghayatan. Mengukir angka dan simbol aritmatika dengan cepat di papan tulis dengan kapur. Mengajarkan materi yang akan membuat kepala murid-muridnya berasap, dan Fang tidak keberatan akan itu. Matematika adalah hal yang ia sukai.
Namun, ketika ia sedang menyalin materi di papan tulis ke buku catatannya, selembar kertas yang sudah diremas menjadi bola kecil terlempar ke arahnya, mendarat dengan manis di hidung Fang. Ia merutuk kecil dan memungut kertas yang jatuh ke atas buku catatannya. Kesal, ia meluruskan kertas itu dan menemukan sebuah pesan di dalamnya.
Hoi, kau mengerti tidak apa yang diterangkan? Pusing sekali aku melihat papan tulis.
Fang mengernyit. Ia mengenali tulisan tangan ini. Dia pun mengangkat wajah dan menangkap sosok Boboiboy yang duduk di bangku membelakangi dirinya. Anak yang bisa terpecah menjadi tiga itu menopang kepala dengan sebelah tangan. Dari sini saja Fang tahu kalau anak di depannya itu bosan.
Tapi memangnya ia peduli? Fang hanya memasukkan kertas itu ke saku celananya untuk ia buang nanti dan kembali fokus ke Papa Zola.
Seandainya tidak ada kertas lain yang mengetuk kacamatanya beberapa menit kemudian.
Jawab dong. Aku bosan sekali. Sekalian, bisa kau terangkan apa yang diajarkan Cikgu Papa?
Fang harus menahan diri untuk tidak menggebrak meja dan menghardik anak di depannya. Memangnya siapa dia? Makanya perhatikan gurumu baik-baik, jangan hanya mengeluh begitu dan menyerah sebelum mencoba!
Gemas, Fang kembali memasukkan kertas itu ke sakunya. Menghela napas dan memberi perhatian penuh lagi pada Papa Zola. Fokus. Fokus.
Sebuah gumpalan kertas kali ini jatuh dengan tepat di mejanya.
Sori, tadi cuma becanda. Tapi aku memang bosan sih. Jangan marah dong.
Cukup sudah.
Anak bersurai anggur itu merobek selembar kertas dari bukunya, kemudian menulis sebuah pesan singkat dengan cepat. Diremasnya kertas itu dan dilemparnya ke bangku anak di depannya.
Kemudian sebuah gumpalan kertas lain mendarat di mejanya, tepat saat ia baru saja melemparkan kertasnya sendiri. Ia mengernyit. Tentu saja ini bukan dari Boboiboy, karena tidak mungkin Boboiboy bisa menulis dan melemparkan kertas secepat itu. Namun, ketika ia melihat anak bertopi oranye itu menundukkan kepala dan menangkap sosok Yaya yang duduk di depan Boboiboy, punggungnya bergetar seolah menahan tawa, kecurigaannya pun jatuh pada gadis itu.
Fang meluruskan kertas itu, mungkin kertas ini dari Yaya? Tapi sejak kapan perempuan rajin itu ikut bermain-main di tengah pelajaran begini? Dan... dari jarak sejauh itu, bagaimana Yaya melemparkan kertas hingga tepat sasaran tanpa berbalik?
Ah... dia kan bisa mengendalikan gravitasi... batin Fang, menyeringai kecil. Menggunakan kekuatannya untuk hal seperti ini? Sama sekali bukan Yaya. Kekehan pelan pun lolos dari mulutnya.
Namun, begitu membaca isi pesan itu, wajah Fang merona. Ya, itu memang dari Yaya, tapi isinyalah yang membuat Fang tercengang. Ia buru-buru meremas kertas itu kembali dan memasukkannya ke saku bersama kertas-kertas lain. Jantungnya berdegup kencang dan dia harus menutupi wajahnya agar rona memalukan itu tidak terlihat oleh yang lain. Satu bola kertas kembali mendarat di mejanya, berasal dari Boboiboy.
Fang masih sibuk menutupi wajahnya. Ia tidak membaca pesan dari Boboiboy—malah langsung memasukkannya ke saku. Dia harus bicara pada Yaya mengenai isi pesannya tadi, bukan Boboiboy.
.
Bisakah kau tidak menggangguku? Aku sedang mencoba untuk fokus!
Boboiboy menahan tawa begitu melihat tulisan rapi Fang di kertas yang dikirim dari bangku di belakangnya. Tulisan Fang mirip tulisan seorang gadis, pfft.
Saat Boboiboy akan menulis balasannya, mata coklatnya menangkap gerakan Yaya yang melempar segumpal kertas pada Fang. Kertas itu sempat akan salah sasaran seandainya Yaya tidak menggunakan kekuatannya. Hah? Sejak kapan Yaya iseng juga? Apalagi sampai menggunakan kekuatannya. Niat banget.
Boboiboy semakin heran ketika punggung Yaya bergetar, dan ada tawa teredam yang hanya dapat didengar Boboiboy.
Namun, Boboiboy pun mengangkat bahu, memutuskan bahwa itu bukan urusannya. Ia bisa cari tahu nanti. Boboiboy meremas kertas di tangan yang sudah ia tulisi dan melemparnya ke belakang. Ia menunggu balasan, namun tidak ada kertas lain yang melayang.
Heran, Boboiboy kemudian menoleh cepat ke arah Fang. Ia terkejut saat menemukan sang rival sedang menutupi wajahnya yang memerah, entah karena apa. Hei, ada apa dengannya?
Boboiboy melempar beberapa pesan lagi ke arah Fang, yang semuanya tidak dibalas. Atau malah sama sekali tidak dibaca. Sebenarnya apa yang terjadi?
Kecurigaan yang tadi sempat teredam kembali menyala. Mata coklat Boboiboy menyipit saat memandang punggung Yaya. Ia benar-benar harus bertanya nanti.
.
Begitu kelas berakhir, Fang segera membuang kertas-kertas yang tadi dilemparkan oleh Boboiboy padanya. Beberapa pesan terakhir sama sekali tidak dibacanya, namun ia tidak merasa bersalah.
Sebuah kertas dari Yaya masih ada di genggamannya. Ia masih harus membicarakan isi pesan itu dengan sang pengirim. Oh tidak, ia tidak akan membicarakannya dengan Boboiboy. Tidak. Tak akan pernah.
.
"Hey, Yaya, apa maksud—"
"Yaya, tadi kau—"
Perkataan mereka yang diucap bersamaan terhenti di tengah jalan. Dua anak lelaki sebaya yang berada di kedua sisi bangku seorang gadis itu terdiam sambil memandang satu sama lain, tampak enggan melanjutkan ucapan masing-masing. Sementara Yaya, yang dipanggil oleh keduanya, hanya memasang senyum penuh arti sambil tetap duduk di kursinya.
"Ya, ada apa, Boboiboy, Fang?"
.
.
Maaf, Boboiboy hanya ingin menarik perhatianmu saja. Dia kalau suka sama seseorang memang selalu begitu. Abaikan saja dia ya, Fang. –Yaya
.
.: :.
4. Sick
Rasanya pusing sekali. Dunia serasa berkunang-kunang dan membuatnya ingin muntah. Mulutnya terasa pahit, padahal hanya ada saliva yang membasahi lidahnya. Kepalanya terasa berat dan kuasa tiganya sekalipun tidak mampu membuatnya menengadah dari dekapan tangannya yang terlipat. Haduh...
"Boboiboy, hey, bangun! Daritadi kau tidur terus saat Papa Zola menerangkan. Enak sekali kau ya?" ucap sebuah suara. Boboiboy mengenalinya samar-samar. Bayangan seorang anak lelaki yang lebih tinggi beberapa senti darinya dan mengenakan ekspresi cemberut di wajah oriental tampannya terbentuk di benaknya. Ujung bibirnya berkedut, tapi bayangan itu segera hilang karena nyeri yang terus menyiksa kepalanya.
"Fang, tampaknya dia tidak sehat?" gumam seorang gadis. Ah—itu pasti perempuan manis berjilbab pink, sahabatnya...
"Haiya... merepotkan sekali! Gopal sudah tidak masuk, dan sekarang Boboiboy juga sakit?" logat bicara itu ia kenali sebagai milik sahabatnya yang lain—seorang gadis berambut keabuan yang diikat dua...
"Huh? Sakit? Masa sih...?"
Sebuah tangan yang berkulit halus menyentuh dahinya, namun sentuhan itu hanya berlangsung selama sedetik karena sang pemilik tangan langsung menariknya dengan cepat.
"Astaga! Panas sekali! Kompor kali, ya?!" sembur suara pertama yang ia dengar tadi.
"G-gawat! Fang, cepat bawa dia ke UKS!"
"H-heh?! Kenapa harus aku?"
"Memang selain kau harus siapa lagi? Gopal kemarin kan kehujanan, dia sakit dan tidak masuk hari ini! Kau harapan kami selanjutnya!"
"Tapi—"
"Sudah! Cepat bawa dia!"
Terdengar gerutuan dan ia merasa seseorang merangkulnya dengan sebelah tangan. Ah—orang ini... Fang. Ya, Fang. Anak pemilik kuasa bayang yang adalah rivalnya. Fang kemudian merangkulkan sebelah tangan Boboiboy ke bahunya sendiri.
"Hei, kau masih bangun kan? Aku tidak bisa membawamu ke UKS kalau kau tidak sadarkan diri oke? Kalau kau bangun, anggukkan kepala."
Boboiboy melakukan seperti yang diminta.
"Bagus... em, kuharap kau masih bisa berjalan ke UKS. Tapi aku akan membantumu."
Tentu saja dia masih sanggup jika Fang memapahnya. Badannya memang masih terasa agak lemas, tapi dia bisa menyerahkan sebagian beban tubuhnya pada sang rival bersurai anggur. Ketika mereka meninggalkan kelas, ia merasakan Yaya dan Ying mengikuti di belakang.
.
"Hah. Alasan macam apa itu? 'Aku takut membuat Tok Aba dan Ochobot khawatir jika aku pulang awal, jadi kalau aku istirahat di sini dulu sebentar, mungkin aku bisa merasa lebih baik dan saat pulang nanti keadaanku tidak begitu parah'."
Boboiboy menyeringai lemah. Ia terbaring di atas salah satu tempat tidur di UKS dengan kompres menempel di dahinya sambil mendengarkan ocehan Fang yang menemani di samping ranjangnya. Anak itu duduk di sebuah bangku yang sudah disediakan, menceracau karena kesal. Tadinya ia menolak menunggui Boboiboy di UKS, namun Yaya dan Ying memaksanya. Fang tidak bisa berkelit, apalagi Ying mengancamnya akan memasukkan biskuit Yaya di setiap makanan yang akan ia santap jika ia menolak. Yaya dan Ying tidak bisa menemani Boboiboy karena mereka perempuan dan enggan ketinggalan pelajaran. Kini dua saingan dalam peringkat kelas itu sudah meninggalkan UKS.
Ya, Boboiboy menolak untuk pulang awal. Ia tidak mau merepotkan Tok Aba karena harus menjemputnya dan membuat kedainya kekurangan seorang pekerja. Namun—selain itu, sebenarnya ada alasan lain yang membuatnya tidak ingin cepat-cepat pulang.
Boboiboy tak akan pernah mengatakannya keras-keras, tentu.
"Jangan bilang kau hujan-hujanan bersama Gopal kemarin."
Fang memicingkan matanya, dan Boboiboy mau tidak mau meringis, dalam diam mengiyakan. Namun, saat ia mendengar helaan napas Fang, rasanya ia ingin membela diri.
"Kami kehujanan, oke? Ke-hu-ja-nan. Bukan hujan-hujanan! Dua hal itu berbeda." Argumen yang lemah, memang. Tapi tidak ada salahnya mencoba.
"Sudah tahu hujan-hujanan itu tak akan baik buat kesehatan, dasar bodoh."
"Hey! Sudah kubilang, kami kehu—"
Ucapannya terhenti saat tangan yang dibalut sarung tangan ungu milik Fang lagi-lagi menyentuh dahinya. Lebih tepatnya, memperbaiki kompres yang letaknya agak miring karena Boboiboy yang tak mau diam.
"Kalau sedang sakit, jangan banyak bergerak. Kau bilang kau ingin memulihkan kondisimu, kan? Nah, sekarang, tidurlah. Aku akan menungguimu." Ujar Fang. Entah ia yang berkhayal atau apa, tapi kenapa Boboiboy mendengar nada cemas di suara itu?
Memutuskan bahwa sekarang bukan saatnya berdebat, ia pun mendengus pelan. "Hm, ya. Kau benar. Oke, akan kucoba tidur."
Namun, setelah beberapa percobaan untuk mengantarnya ke alam mimpi, tidak ada yang memberikan hasil. Ia sudah menghitung domba hingga seribu, tapi kesadaran seolah enggan meninggalkan benaknya. Deja vu. Rasanya seperti beberapa waktu lalu saat mereka mencoba menyelidiki keberadaan Boboiboy Api dalam dirinya.
Fang sepertinya berpikiran sama dengannya, karena anak itu langsung berkata penuh kesinisan, "Mau kunyanyikan lagu tidur Mandarin lagi? Kau ini, sakit pun susah tidur."
Argh. Tidak, tidak. Boboiboy tidak yakin suara nyanyian Fang bisa membuatnya terlelap. Namun, jika ada sesuatu dari Fang yang dapat menidurkannya, rasanya hanya ada satu yang bisa ia pikirkan.
"Kalau kau memberiku cium di pipi, mungkin bisa saja." Semburnya tanpa pikir panjang.
Keheningan yang menyambut ucapannya kemudian membuat Boboiboy menyesali perkataannya. Sial. Hanya tunggu waktu hingga Fang memukul pipi atau menyerangnya dengan Harimau Bayang. Fang tidak terlihat seperti orang yang akan menjadi lebih lembut pada yang sakit, bagaimana pun juga.
Namun, sepertinya pikiran Boboiboy itu salah.
Ekspresi Fang dipenuhi keraguan saat ia berucap, "Kau yakin itu bisa membantu? Kalau iya, mungkin aku—kurasa, tak apa-apa."
Boboiboy tidak tahu harus menjawab bagaimana.
.
.: :.
5. Impressions
Yaya dan Ying sepakat bahwa ada yang aneh di antara dua anak lelaki itu.
Boboiboy adalah anak lelaki yang cenderung tak suka mengganggu orang, namun sepertinya ia senang sekali membuat Fang kesal. Fang adalah anak lelaki pemarah yang siap menghajar siapa pun yang berani mengganggunya, tapi Boboiboy selalu selamat tanpa luka setelah mengisengi Fang untuk kesekian kali.
Keduanya memperlakukan satu sama lain dengan... ehem, spesial. Pantaslah kalau dua gadis berotak di atas rata-rata ini curiga. Apalagi, mereka sudah lama mengenal Boboiboy, dan jelas-jelas sikap anak itu ketika berada di sekitar Fang akhir-akhir ini berbeda. Seperti ingin membuat perhatian pemuda bersurai anggur itu hanya tertuju padanya. Ying tidak lupa dengan pandangan tajam Boboiboy yang diarahkan padanya saat ia meminta Fang mengajarinya sebuah materi yang tidak ia mengerti. Dan dia juga ingat wajah Fang yang agak merona saat Boboiboy menyematkan setangkai bunga di telinga kirinya—beberapa waktu lalu. Saat itu Boboiboy iseng ingin mengingatkan Fang pada insiden Pistol Emosi Y dan membuat anak berkacamata malu kuadrat. Dan mohon dicatat, Boboiboy masih sehat wal afiat setelah mengisengi Fang seperti itu. Untuk kesekian kali.
Namun Yaya sepertinya tahu sesuatu. Ying memaksa sahabatnya itu untuk memberitahunya apa yang ia sembunyikan namun Yaya hanya tertawa penuh arti, enggan membocorkannya. Dia hanya bilang, kalau sebenarnya tidak mengherankan mereka seperti itu jika ia tahu alasannya.
Well, Ying cerdas. Tentu saja tidak akan mengherankan jika ia tahu alasannya. Masalahnya, ia tidak tahu!
Oke, dia punya dugaan, memang. Namun dugaan itu rasanya sangat tak masuk akal bila dikaitkan dengan dua orang yang menganggap satu sama lain sebagai rival.
Terbiasa mengetahui segala sesuatu membuat Ying tak bisa tenang jika tidak mencari tahu. Maka, ia mulai menyelidiki hal yang mengganggu pikirannya di samping nilainya yang terus bersaing dengan Yaya. Ini juga masih ada hubungannya dengan harga dirinya, karena... well, Yaya tahu sesuatu, masa dirinya tidak?
Oke, kembali ke masalah. Menanyakan langsung kenapa keduanya bertingkah berbeda di sekitar satu sama lain tidak akan memberikan hasil memuaskan, maka Ying memakai cara lain.
Mungkin menanyakan Fang tentang pendapatnya mengenai Boboiboy dan sebaliknya akan memberikan sebuah petunjuk.
Ekspresi cuek Fang yang biasa berubah menjadi masam ketika Ying memulai penyelidikannya pada suatu pagi, saat istirahat pertama sedang berlangsung. Boboiboy sudah menghilang menuju kantin bersama Gopal, sedangkan Fang tumben-tumbennya tidak keluar kelas. Ying memanfaatkan kesempatan ini untuk menduduki bangku Boboiboy yang berada tepat di depan Fang dan mengajukan sebuah pertanyaan pada anak berkacamata ungu itu.
"Menurutmu Boboiboy itu orang seperti apa?"
"Dia berisik dan menyebalkan." Sembur Fang.
"Haiya... segitu saja? Yang lebih spesifik, dong!" ujar Ying tak puas.
"Ish, jawaban apa yang kauharapkan? Dua kata itu cukup merangkum sikap Boboiboy, kau tahu!" Fang mendecak. Kemudian, ekspresinya sedikit melunak saat ia menambahkan, "Yah, dia terkadang kelewat baik, terlalu peduli pada orang lain sedangkan dirinya dalam bahaya. Menyebalkan dan sok jadi pahlawan. Dan coba kau lihat seringainya itu! Urgh, membuatku ingin menamparnya agar seringai itu hilang!"
"Hee.. lalu, lalu?" Ying mencatat ucapan Fang dalam kepalanya.
"Seringainya adalah hal terakhir yang kusukai. Tapi dia bisa menjadi perhatian kadang-kadang, tanpa diduga. Aku heran dengan sikapnya, selalu berubah-ubah. Mungkin pengaruh dari tiga kekuatannya...? Tapi yaa, itu! Aku tetap saja membencinya! Dia mengesalkan sekali!"
Ying tersenyum ketika melihat rona merah tipis mewarnai pipi putih Fang. Ah... ini mirip dengan hal yang ada di komik Jepang yang pernah ia baca... apa itu namanya? Tsundere?
Seseorang menghampiri mereka berdua dan tahu-tahu ada sebungkus donat lobak merah yang mendarat di meja Fang. Ying tertegun dan segera menoleh ke sampingnya, di mana Boboiboy sedang berdiri sambil memegang sebungkus roti. Rupanya anak itu baru kembali dari kantin...
"Ambil tuh, Fang. Kau tidak bawa uang jajan kan? Karena aku baik, kubelikan deh." Ujar Boboiboy. Ying segera berdiri dari bangku anak itu, tanpa kata membiarkan Boboiboy duduk. Tapi ia belum mau meninggalkan mereka berdua.
"Hah? Untuk apa? Seharusnya kau tak perlu repot-repot!" seru Fang.
"Halah, ambil saja. Waktu pulang masih agak lama. Akan merepotkan kalau aku mendengar suara perutmu di tengah pelajaran."
"Apa katamu!?"
Ying segera mundur, sadar bahwa akan ada pertengkaran dan adu mulut antara Fang dan Boboiboy. Dan tentu saja, ia hanya berpura-pura tidak menyadari akan lirikan tajam Boboiboy yang lagi-lagi terarah padanya.
.
"Fang seperti apa, katamu?"
Ying mengangguk. Siang itu, dua hari setelah ia menanyai Fang, kedai Tok Aba tidak terlalu ramai, maka Boboiboy bisa menemaninya bicara sambil ditemani dua gelas coklat panas. Hanya ada Ochobot yang membantunya mengurus kedai, Tok Aba sedang beristirahat sejenak di dalam rumah. Boboiboy menyesap coklatnya sebelum menjawab lebih jauh.
"Dia pemarah. Galak sekali." Dan kemudian anak itu mengangkat bahu.
"Ish, kalau itu saja aku juga sudah tahu..." Ying memutar bola matanya.
"Memangnya kata apa lagi yang cocok menggambarkan dia? Licik, sombong, mungkin bisa. Selalu ingin jadi yang terbaik," Boboiboy menghela napas. "Tapi entah kenapa aku merasa dia ingin berteman dengan banyak orang dibalik sifat galaknya itu. Dia hanya kelewat pemalu, mungkin? Padahal dia bisa saja jadi baik dan perhatian."
Sebuah senyum kecil menghiasi paras Boboiboy ketika menerangkan itu, namun kemudian senyuman itu digantikan kerutan tak menyenangkan dan ia menoleh ke arah Ying dengan curiga.
"Kenapa? Apa kau menyukai Fang?"
Ying bersyukur ia tidak tersedak coklat panasnya ketika Boboiboy menanyakan itu.
"Hah? Apa?" Ying meletakkan gelasnya dengan agak terburu-buru di meja. "Tidak! Tentu saja tidak! Apa yang membuatmu berpikir demikian?"
Boboiboy tampaknya tidak teryakinkan dengan jawaban itu. "Karena kau menanyakan hal itu..."
"Kuberitahu kau Boboiboy, haiya, aku tidak menyukainya, oke! Kau tenang saja..." gadis itu tertawa geli. Aduh, Ying bisa saja mengajukan kecurigaan yang sama dengan Boboiboy, padahal...
"Heh... kirain. Terus kenapa kau bertanya seperti itu?" Boboiboy tampak rileks sekarang, membuat Ying makin tidak bisa menahan senyumnya.
"Kebutuhan penyelidikan. Kurasa kau tidak akan mau tahu."
"'Penyelidikan'?" Boboiboy tertawa kecil.
"Jadi, kesimpulannya? Menurutmu Fang bagaimana secara keseluruhan?"
Sang anak pemilik kuasa tiga mengangkat bahu lagi. "Galak, namun bisa menjadi baik dan menyenangkan jika mau. Sayangnya teralu gengsi untuk mengakui bahwa dia terkadang bisa jadi imut."
"'Imut'?" Ying menahan tawa.
Boboiboy tampaknya baru menyadari akan apa yang ia baru saja katakan dan wajahnya merona. "H-hey! Maksudku bukan begitu—"
"Ah, itu ada Fang!"
Mata Ying tidak luput akan tubuh Boboiboy yang menegang dan betapa cepatnya anak itu berdiri dan berbalik, mengikuti arah yang ditunjuk oleh gadis itu. Benar saja, seorang anak lelaki berambut biru keunguan sedang berjalan ke arah mereka. Boboiboy langsung memasuki kedainya lagi dengan secepat kilat.
"Oh, hai, Ying. Aku tidak menyangka kau ada di sini." Sapa Fang ketika anak itu akhirnya sampai di kedai dan menyamankan diri di samping Ying, tepat di bangku yang tadi diduduki Boboiboy. "Tolong coklat panasnya satu, Ochobot."
"Biar aku saja yang membuatnya! Kau pasti kelelahan, kan, Ochobot?" sembur Boboiboy terburu-buru. Fang mengernyitkan dahi sementara Ying harus berusaha mati-matian untuk tidak tertawa.
"Err, sebenarnya tidak sih—" ucap sang robot pemberi kuasa, namun Boboiboy tak menghiraukannya.
"Sudah, biar aku saja!"
Memutuskan bahwa Boboiboy akan disibukkan untuk sementara waktu, Ying pun mengajak Fang bicara.
"Eh, tumben kau ke mari." Katanya.
"Hm? Aku lumayan sering ke sini, kok. Hanya saja kita memang jarang berkunjung secara bersamaan, mungkin?" jawab Fang. Anak itu meletakkan kedua sikunya di atas meja, tampak sudah terbiasa.
"Oh iya?" dan Fang menjawab perkataan tidak yakinnya dengan anggukan kecil. Fakta yang menarik. Ying lagi-lagi mencatatnya di kepala.
"Satu gelas coklat panas siap!" seru Boboiboy, membuat perhatian dua temannya terarah padanya. Fang mengucapkan terima kasih sambil tersenyum kecil dan meraih gelasnya. "Fang, mau cerita apa lagi hari ini?"
"Tidak ada. Aku hanya ingin menikmati coklat panas saja." Fang kemudian menyesap cairan manis itu.
"Fang sering bercerita?" lagi-lagi Ying tertarik.
"Yep. Setiap dia ke mari dia suka bercerita mengenai banyak hal. Aku tahu bagaimana pendapatnya tentang semua anak di kelas." Boboiboy nyengir, sementara Fang memutar mata.
"Heh... kalian dekat sekali dong, ya." Satu-satunya gadis di kedai itu pun tertawa kecil.
"Hah? Aku dekat dengan si berisik ini? Tidak usah ya." Fang berucap sinis.
"Yah, aku sih tidak keberatan. Paling hanya dicakar Harimau Bayang tiga hari sekali. Fang sensitif sekali sih." Boboiboy membalas tanpa kalah sinis.
Ying tersenyum saja saat—lagi-lagi, pasangan di depannya beradu mulut. Seolah-olah lupa bahwa ada Ying di sekitar mereka. Seolah-olah dunia milik berdua saja.
Mungkin dugaan Ying tidak salah. Tepat sasaran malahan. Hanya saja dua orang di depannya kini enggan mengakui hal itu. Yah, mereka memang masih kecil sih, tak usah terburu-buru. Ying juga tidak akan melakukan apa pun mengenai itu. Ia hanya akan menunggu keduanya menyadari perasaan masing-masing dengan sendirinya. Untuk saat ini, ia sudah puas menjadi pengamat dari dekat.
Ah, ada banyak yang perlu ia bicarakan dengan Yaya.
.: :.
FIN
.: :.
A/N :
AHAHAHAHA /difenthung
Sa-salam kenal, penghuni fandom Boboiboy- *nyengir. Saya Azu, dan saya jatuh cinta dengan Boboiboy x Fang beberapa hari lalu, dan saat itu pula saya terjun ke fandom ini. Saya kaget juga karena ternyata fans Boboiboy lumayan banyak. Shipper Boboiboy x Fang juga lumayan. Cuma saya masih kekurangan asupan dari pair satu ini, jadi mau nggak mau saya buat sendiri—padahal masih sibuk sama tugas-tugas orz. Kalau ada yang bisa ngasih saya fanfic/doujin/fanart Boboiboy x Fang yang bagus, saya akan sangat berterima kasih! /hey
Saya belum terlalu mengenal karakter-karakter di seri Boboiboy, karena saya jarang nonton acaranya sih. Nggak sempet download, streaming di YT, dan jarang nengok MN*CTV buat nonton Boboiboy dikarenakan nggak ada waktu huhu. Jadi, tolong maklumi OOC tingkat tinggi yang mungkin ada di fanfic ini orz orz. Saya udah beberapa bulan kena WB, jadi susah juga mau ngetik—
Terima kasih buat kalian yang sudah membaca sampai sini. Kritik, saran, dan pendapatnya mengenai fanfic ini akan sangat diapresiasi! Saya senang sekali akhirnya bisa merampungkan drabble-drabble ga jelas ini OTL
Saya tidak tahu apakah akan melanjutkan ini atau nggak—tapi untuk saat ini saya tarok 'FIN' dulu deh. Saya gak yakin bisa nulis lagi untuk beberapa bulan ke depan *lirik tumpukan tugas, jadwal ujian, dan fanfic dari fandom sebelah yang belum keapdet /diinjek
Sebarkan cinta Boboiboy x Fang! /hah
Azu