Akhirnya, sampai juga di penghujung acara- eh, salah! Di penghujung cerita! Horeee! *nari sambil salto*
Oke, abaikan yang tadi. Kembali ke laptop(?)
Chapter sebelumnya ngegantung, ya? Hehe... Sebagai gantinya, di bagian awal chapter 5 ini saya kasih sedikit penjelasan tambahan.
Dan untuk para guests:
White Cat: Hai juga. Hahaha... saya jadi terhura(?). Iya, ini udah update ^^
tenshi no akai: Hahaha... Oh ya? Eh, eh?! Aduh! Jangan mati! Dan, oh! Kamu udah jadi author kan ya?
Guest: Udah update :)
99: Aduh... Makasih ya. Saya ga jamin chapter ini bakal greget apa nggak. Jadi... Baca aja #plakk
IzzyLester: Ou... Thanks for your 'shocking review' haha. Hmph... I forgot my DA :(
Agnes Rut Yohana: Emm, apanya yang 'dong'? #plakk XD
onozuka mikado: Hahaha... Nah, kelanjutannya kamu baca sendiri aja. Maaf, saya lama update #peace.
BrianaLester: Ou... Please, don't cry! Hihi... Thanks!
Selamat membaca ^^
Entah apa yang merasuki Boboiboy, ia menarik Yaya ke dalam pelukannya. Dan tiba-tiba, air mata Boboiboy mulai mengalir ke pipinya.
"Karena itulah... Kumohon... kembalilah Yaya. Kembalilah seperti dulu. Aku tidak sanggup... kehilanganmu," isaknya sambil memeluk Yaya erat, seakan-akan tidak ingin melepaskan gadis itu.
"Karena... aku..."
Boboiboy ingin sekali menyatakan perasaannya yang ia pendam selama ini, tapi lidahnya terasa sulit untuk mengatakannya.
"Aku..."
Saat ia hendak menjalankan niatnya, tiba-tiba ia mendengar suara lembut dan pelan di dekat telinganya.
"Umm... Boboiboy?"
Boboiboy kaget, dan langsung melepas pelukannya lalu melihat wajah gadis itu.
"Hah? Yaya? Kamu...?"
Cinta Terpendam
Disclaimer: Animonsta Studios
Author: VeroTherik
Genre: Drama, Romance
Rate: T
Bahasa: Indonesia
Warning: Grow-up Boboiboy dkk., Ide abal2, mungkin typo, mungkin OOC, dll
Don't like? Don't read ^^
Boboiboy membulatkan matanya, melihat wajah teman masa kecilnya tengah kebingungan dengan pipi memerah, tidak memasang wajah datar lagi.
Itu artinya, Yaya sudah kembali seperti semula.
Sosok gadis yang sangat Boboiboy kenali.
"Boboiboy, apa yang-"
"Yaya, kamu... kamu udah sadar?!" Ujar Boboiboy dengan suara agak tinggi sambil memegang pipi Yaya.
"HAH?! YAYA UDAH SADAR?!" sentak 3 pahlawan super dan Ochobot bersamaan.
.
.
"A-Apa...?!" Gumam Adu Du kaget.
"Ti-Tidak mungkin!" kata Ejo Jo kaget. Ejo Jo mulai panas hati karena rencana jahatnya kandas begitu saja oleh Boboiboy. "Kenapa bisa seperti itu, hah?!" tanyanya dengan penuh amarah kepada Adu Du.
Adu Du gelagapan. Dengan cepat ia menjawab, "Ma-mana kutahu?! Aku juga tidak mengerti!"
"Ho-ho, tak tahu," kata Probe dengan nada mengejek sambil menunjuk-nunjuk bosnya. Sang bos hanya mendengus kesal.
.
.
"Hahaha..." Boboiboy tidak tahu harus berkata apa. Ia tertawa senang sambil mengeluarkan air matanya dan kembali memeluk Yaya erat. Tentu saja, Yaya kaget. Wajahnya semakin merah bak kepiting rebus.
Teman-temannya segera menghampiri Boboiboy dan Yaya. Mereka masih terheran-heran dengan semua itu. Tapi di saat yang bersamaan, mereka juga ikut senang karena Yaya bukan lagi 'musuh'.
Perkataan Boboiboy yang (hampir) menyatakan seluruh isi hati dan juga tindakannya itu bisa dikatakan sebagai 'obat penawar' yang manjur bagi Yaya.
Hanya itu yang dapat mereka pahami dari apa yang mereka lihat.
Sungguh ajaib.
.
"Yaya!" Seru mereka serempak.
Mendengar teriakan teman-temannya, Boboiboy melepas pelukannya, lalu mengusap air matanya. Ia melihat mereka berlari menghampiri.
"Kekuatan Yaya sudah kembali stabil," ucap Ochobot usai memindai Yaya.
"Yaya, syukurlah...," ucap Ying lega. Giliran Ying memeluk sahabatnya. Ia hampir mengeluarkan air matanya.
"Fiuhh... kalau aja Boboiboy nggak nyadarin kamu, bisa habis kita!" kata Gopal jujur.
"Hah? Memangnya... apa yang telah kulakukan?" tanya Yaya bingung.
Ying segera melepas pelukannya. "Ejo Jo! Dia memperalatmu untuk menghabisi kami!"
Mendengar itu, tubuh gadis berhijab itu menegang. Kalau dilihat-lihat, kondisi teman-temannya sedang tidak baik-baik saja. Keadaan sekeliling juga hancur-hancuran, seperti mendapat hantaman keras.
Jangan-jangan selama aku tidak sadar, semua ini...?
"Lalu... bagaimana aku bisa-"
"Akan kujelasin, tapi nggak sekarang," timpal Boboiboy sambil memegang kedua bahu Yaya dan menenangkannya. "Kita harus beresin urusan yang satu ini dulu."
.
.
"Tidak bisa dibiarkan, nih! Probe, berubahlah dan serang mereka!" perintah Adu Du.
"Baik! Mode: Mega Probe!"
Tanpa pikir panjang, Mega Probe langsung meluncurkan tembakan bertubi-tubi ke arah Geng Boboiboy.
Kali ini, Boboiboy langsung bertindak cepat.
"Boboiboy Taufan! Perisai Taufan!"
Perisai Taufan tersebut mampu menangkis peluru-peluru yang dikeluarkan Mega Probe dan terpencar ke segala arah.
Beberapa peluru hampir mengenai Ejo Jo kalau saja ia tidak segera mengelak. Tapi kena telak ke Mega Probe sehingga ambruk. Robot ungu itu kembali ke wujud semula.
Ini bisa dikatakan... senjata makan tuan.
"Probe! Kau tidak apa-apa?" Tanya Adu Du khawatir.
"Tidak apa-apa. Haduh... malah aku yang kena," kata Probe dengan posisi terbalik.
.
.
Boboiboy kembali merasakan sakit di kaki kanannya setelah berhasil melindungi satu gengnya dan mendarat. Ia jatuh berlutut dan kedua tangannya menopang badannya supaya tidak ambruk.
"Boboiboy!" seru Yaya khawatir dan ikut berlutut.
Pemuda itu menoleh. "Aku nggak apa-apa, kok," ujarnya sambil tersenyum. Tersenyum untuk menahan sakit. Ia tidak mau gadis berhijab itu terlalu khawatir.
Tapi itu tidak menyurutkan kecemasan Yaya. Justru ia mulai merasa bersalah. Bukannya mau berpikir negatif pada diri sendiri, tapi Yaya tahu, Boboiboy sampai harus menahan sakit karena dirinya. Ia menundukkan kepalanya.
Ini... ini semua salahku.
"Ini bukan salahmu, Yaya," ujar Boboiboy yang seolah-olah tahu pikiran Yaya. Yaya mendongak dengan mata mengerjap.
"Lebih baik kita pikirkan cara untuk mengalahkan Ejo Jo," katanya lagi sambil menengok ke depan.
Yaya mengikuti gerakan yang sama, melihat sosok alien itu. Perasaan takut, sedih, dan marah mulai tercampur aduk. Namun kemudian, ia menutup mata, merenungkan kata-kata pemuda di depannya.
Benar. Sekarang bukan waktu bagi Yaya untuk mempersalahkan diri sendiri. Yaya harus melakukan sesuatu.
Ya, Harus!
.
.
Meskipun Ejo Jo tahu rencananya gagal, tapi ia adalah sosok alien yang tidak patah arang. Ia tidak kehilangan akal untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Hisssh! Dasar bocah kurang ajar! Adu Du, kemarikan senjatamu!" perintah alien ber-armor merah itu.
Ejo Jo menerima sebuah senjata yang diberi Adu Du, kemudian membidik ke 5 pahlawan Bumi dan Bola Kekuatan.
"Sebaiknya kubuat mereka semua tunduk kepadaku."
.
.
Gopal memerhatikan apa yang dilakukan Ejo Jo. "Eh, senjata apa itu?" tanyanya heran.
Yaya membuka mata, dan melihat senjata yang ada di tangan Ejo Jo. Mata Yaya membulat. ia kenal senjata itu.
"Alamak! Itu Pistol Penghilang Emosi!"
Belum sempat mereka menghindar, Ejo Jo sudah menarik picunya dan keluar sinar dari pistol tersebut.
.
.
"Perisai Bayang!" seru Fang dengan sigap membuat perisai berukuran besar, namun...
"Sial! Aku kalah cepat!" Fang merutuki dirinya karena perisai yang dibuat belum tertutup sempurna saat sinar dari pistol itu sudah di depan mata. Namun, berkat bantuan Ying dengan mempercepat waktu, Perisai Bayang tersebut dapat tertutup sempurna dalam waktu singkat.
"Hahaha... Mau sampai kapan kalian begitu terus, hah?"
Mata violet Fang mencari-cari keberadaan Ejo Jo di celah-celah pelindung bayangnya. Tak lama, ia menemukan sosok itu.
'Itu dia!' "Jari Bayang!" Ucapnya pelan.
Tanpa sepengetahuan Ejo Jo, sebuah jari bayang tersebut menjalar di permukaan tanah ke arahnya.
Ketika sudah sampai di tempat Ejo Jo, kesempatan untuk Fang mengangkat jari bayang tersebut ke atas...
"EJO JO! DI BAWAH!" teriak Adu Du memperingatkan.
Terlambat. Pistol Penghilang Emosi terlepas dari tangan Ejo Jo ke udara.
Fang segera menghilangkan perisai bayangannya. "Sekarang, Gopal! Tukarkan pistol itu!" serunya.
"Baik! Tembakan makanan!" Hanya dengan dua tembakan dari kekuatan molekul Gopal, pistol itu berubah menjadi makanan.
"Ha! Gimana?" ucap Gopal sambil menoel hidung dengan jempolnya dengan tersenyum puas.
"Isssh! Tak guna!" rutuk Ejo Jo. Alien itu semakin jengkel. "Ini karena kau lambat memberitahuku!" Tunjuk Ejo Jo ke Adu Du.
"Heh! Nasib baik aku memberitahumu, tahu! Kau saja yang bergerak lelet!"
"Apa katamu?!"
Melihat kedua alien yang sedang bersitegang, itulah kesempatan bagi Yaya.
"Ha, rasakan ini pula! Kuasa Gravity!" seru Yaya dengan memukulkan tangan kanannya ke tanah sehingga tiga makhluk luar angkasa itu jatuh tertelungkup.
"Bagus! Sekarang mereka nggak bisa berkutik!" Gumam Boboiboy.
"Ha! Habislah kalian!" seru Ying.
"Dengan ini, kita bisa ngalahin mereka dengan mudah, deh," ujar Gopal.
Fang membunyikan jari tangannya dan mulai melangkah maju. "Huh! Ayo kita serang-"
Perkataan dan langkah kaki pemuda berkacamata itu terhenti ketika sebuah tangan direntangkan di depannya.
"Biar aku yang urus. Kalian tetap di sini," ucap Yaya -pemilik tangan tersebut- dengan nada serius dan tatapan tetap ke depan, lalu menurunkan tangannya dan melangkah maju.
Mata mereka mengerjap. Tidak ada satu kata pun yang yang keluar dari mulut mereka untuk melawan.
"Kalian... kalian sungguh keterlaluan!" ucap Yaya marah.
"Beraninya kalian memanfaatkanku dan juga memaksaku, sehingga aku harus melawan sahabat-sahabatku sendiri! Terlebih lagi,..."
Yaya memutuskan perkataannya, lalu bersuara lagi, dengan mengungkapkan perasaannya yang ia pendam selama ini. "...melawan Boboiboy, orang yang kusukai!"
Geng Boboiboy terkejut bukan kepalang. Semua mata melirik ke arah si ketua geng.
Wajah Boboiboy memerah. Ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Apa Yaya tidak sadar kalau ia menyatakan cintanya secara tidak langsung? Di depan teman-temannya?
Tapi, Yaya tidak peduli.
Kaki Yaya berhenti melangkah ketika ia sudah di depan Geng Ejo Jo.
Ejo Jo berusaha untuk bangkit, namun Yaya semakin memperkuat kekuatannya.
"Kekuatan Yaya jadi dua kali lebih kuat dari yang sebelumnya!" jelas Ochobot kagum dan ngeri.
"Kurang... ajar...!" Seru Ejo Jo terbata-bata.
"Aku nggak bisa terima apa yang telah kalian kalian lakukan. Karena itu, kalian harus mendapat hukuman yang setimpal!"
"Ja-jangan! Kumohon! J-jangan apa-apakan k-kami!" ujar Probe memohon.
"I-iya! Biarkan kami pergi saja!" Sambung Adu Du dengan mulut bergetar.
"Baik, aku akan membiarkan kalian pergi," ujar Yaya. Geng Ejo bisa merasa lega meskipun mereka masih dalam posisi tengkurap.
"Tapi...," Yaya memutuskan perkataannya. Tangan kanannya mengumpulkan kekuatan gravitasi. Yaya tersenyum miring. "...setelah aku selesai menghajar kalian! Tumbukan Padu!"
"TIDAAAKKK!"
.
.
Seiring pukulan dilancarkan, terdengar dentuman keras, tanah bergetar dan asap debu mengepul ke segala arah. Geng Boboiboy menutup mata rapat-rapat dan mengangkat lengan ke muka sebagai tameng, memperkuat kaki mereka agar tidak terlempar karena dorongan gravitasi yang begitu hebat. Sementara Ochobot berada di pelukan Fang.
Setelah kepulan debu berangsur-angsur hilang dan tanah tidak lagi bergetar, mereka membuka mata dan menyaksikan...
Geng Ejo Jo dalam kondisi 'sekarat' dan tanah di sekitar mereka luluh lantah. Sementara Yaya terbang melayang di depan 3 makhluk itu.
Sungguh tragis. Tapi, mereka memang pantas mendapatkannya.
Meskipun Geng Boboiboy harus menahan ludah karena betapa mengerikan kalau Yaya sedang marah besar.
Ejo Jo harus melawan sakit ketika ia menggerakkan tangan kanannya untuk menghubungi Komputer. "Komputer... hah... hah... naikkan... aku... ke atas... hah," pintanya dengan napas terengah-engah.
"Baik, Tuan," jawab Komputer dari seberang.
Ejo Jo terkena sinar dari kapal angkasanya kemudian tubuhnya terangkat ke atas. Setelah itu, kapal angkasa itu langsung menghilang dengan kecepatan penuh.
Geng Boboiboy hanya terpaku menyaksikan kepergian Ejo Jo. Mereka bisa menghela napas lega.
"Haaah... selesai sudah," gumam Yaya, kemudian menutup mata lalu jatuh ke bawah.
Boboiboy segera berubah menjadi Boboiboy Halilintar dan menangkap Yaya sebelum tubuhnya menghantam tanah.
"Yaya...," panggil Boboiboy lembut. Namun yang dipanggil tidak merespon. Ia tahu, Yaya mengerahkan seluruh kekuatannya pada waktu menghajar Geng Ejo Jo sehingga kehabisan tenaga lalu pingsan. Dan pemuda itu bisa melihat senyuman yang disunggingkan di bibir tipis Yaya meski dalam kondisi tidak sadarkan diri, membuat wajah Boboiboy sedikit memerah serta jantungnya berdegup kencang lalu ikut tersenyum.
Senyuman itu... akhirnya kembali lagi.
Yaya terlihat manis begitu tersenyum.
=Skip Time=
Setelah lama penglihatan Yaya ditelan oleh kegelapan, akhirnya matanya dapat menangkap cahaya. Yaya mendapati dirinya berada di tempat yang sangat familiar baginya. Ya, di kamarnya sendiri, di mana ruangan tersebut dicat warna merah muda dan putih, sama seperti warna pakaiannya yang ia kenakan sekarang. Tidak berwarna gelap lagi. Lampu kamar pun sedang menyala. Artinya, hari sudah gelap.
Bagaimana ia bisa berada di kamarnya sekarang? Apa jangan-jangan... Boboiboy yang membawanya pulang?
"Kakak! Kakak udah bangun!" teriak seorang bocah lelaki kecil senang yang adalah adiknya Yaya, Totoitoy. Sang adik yang duduk di samping tempat tidur kakaknya langsung lari meninggalkan kamar. "Ibu! Kakak udah bangun!" Teriaknya lagi daru liar kamar.
Tak lama, seorang wanita yang berusia sekitar empat puluhan yang dipanggil "Ibu" tersebut memasuki kamar Yaya dengan tergesa-gesa.
"Yaya? Oh, syukurlah," ucap ibunya Yaya -yang bernama Alisya- dengan perasaan lega melihat putrinya sudah sadar. "Kamu nggak apa-apa, kan, nak?" tanyanya sambil mengelus kepala Yaya.
"Nggak apa-apa kok, Bu. Aku cuma kecapekan aja," jawab Yaya dengan senyum. Kemudian ia mengambil posisi duduk di tempat tidurnya.
"Oh iya! Kakak, Kak Boboiboy gendong Kakak dengan skateboard terbang lho!" Ujar Totoitoy tiba-tiba.
DEG!
Hah? Apa? Boboiboy...?
Yaya sudah menduganya. Boboiboy pasti merubah dirinya menjadi Boboiboy Taufan lalu menggendong Yaya dengan menaiki Hoverboard-nya. Sangat mustahil membawa Yaya pulang dengan jalan kaki, karena kaki kanan pemuda itu terkilir.
Dan wajah Yaya sedikit memerah mendengar perkataan polos adiknya.
Meski begitu, anak seusia Totoitoy belum waktunya untuk berpikir lebih jauh dari apa yang ia lihat.
"Sudahlah, Totoitoy. Oh iya, jam berapa sekarang? Berapa lama aku pingsan?" Tanya Yaya dengan mengalihkan pembicaraannya.
Alisya melirik jam dinding. "Sekarang jam 7. Kamu cuma pingsan beberapa jam," jawabnya. Yaya mengangguk mengerti.
KRUYUUKK~~
Suara itu membuat Yaya reflek memegang perutnya yang kosong. Memang sejak kemarin ia tidak makan apapun. Ia hanya terkekeh malu. Totoitoy tertawa terbahak-bahak.
Sang ibu tertawa kecil. "Ya udah, ayo makan. Ibu udah siapin makan malam."
Sementara itu, di rumah Kakek Aba, tampak 2 sosok sedang makan malam.
"Nah, gimana kakimu?" Tanya Kakek Aba sebelum ia memasukkan makanan ke mulutnya.
"Udah mendingan, Kek."
Kakek Aba membetulkan tulang kaki Boboiboy yang terkilir lalu menyemprotkan obat anti keseleo ke kaki kanan sang cucu setelah Boboiboy pulang ke rumah tadi sore.
"Haahhh... kau ini. Untung masih bisa ditangani. Kalo terlalu lama dibiarkan bisa bahaya. Nanti kalo kamu nggak bisa ikut pertandingan, gimana? Apalagi kau ini Kapten," ujar Kakek Aba panjang lebar.
Boboiboy menggaruk pipinya yang tidak gagal. "Ehehe... Boboiboy nggak nyangka, Kakek bisa tahu juga tentang kaki keseleo."
"Hehehe... kamu baru tahu? Gini-gini, waktu seumuran kamu, Kakek juga pemain sepak bola. Pernah cedera sampai-sampai harus pake tongkat untuk jalan. Dari situlah Kakek berhenti," jelasnya sambil mengingat-ingat masa lalunya. Boboiboy menghentikan makannya dan mengerjap. "Kamu juga masih ingat kan, waktu kamu paksa Kakek bermain bola melawan Fang? Kakek mencetak gol dengan salto. Hebat kan?"
"Iya, tapi berakhir dengan sakit pinggang," timpal Ochobot. Boboiboy dan Ochobot langsung tertawa, sementara sang kakek membuang muka dengan raut kesal.
Setelah puas tertawa, entah kenapa pikiran pemuda bertopi itu melayang. Ia memikirkan Yaya. Kira-kira, apa ia sudah bangun? Ia ingin sekali bertemu dengan gadis itu dan ingin bertanya mengenai perasaan Yaya terhadapnya. Jujur, ia masih ragu dengan perkataan gadis itu tadi siang.
Apa benar dia... memiliki perasaan yang sama denganku?
Tapi Boboiboy cepat-cepat menghentikan pikiran-pikiran anehnya lalu melanjutkan makannya hingga piring kosong.
"Sudah, biar Kakek yang cuci piringnya. Kamu istirahat aja," ucap Kakek Aba sambil membawa piring-piring kotor. Sementara Ochobot membersihkan meja makan.
"Baik, kek."
Tok, tok.
"Ochobot, tolong bukakan pintu," perintah Kakek Aba.
"Biar Boboiboy aja, Kek," ujar Boboiboy sambil berjalan menuju pintu. Ketika dibuka...
"Hai, Boboiboy!"
Boboiboy terkejut melihat siapa yang ada di depannya itu.
"Eh, Yaya?!" kejut Boboiboy. "Ada apa datang kemari? Kamu-"
"Ah, aku udah nggak apa-apa, kok," timpal Yaya. "Bagaimana denganmu?"
"Kakiku udah membaik berkat Kakek."
Yaya mengangguk. Kemudian ia menyodorkan sebuah rantang di tangannya ke Boboiboy. "Ini, makanan dari Ibu, sebagai ucapan terima kasih," lanjutnya.
"Aduh... jadi ngerepotin. Aku baru aja selesai makan. Tapi makasih, ya." Boboiboy menerima rantang itu kemudian tersenyum.
"Hihi... sama-sama," balas Yaya dengan tersenyum juga dengan wajah merona. Melihat senyum yang mengembang di bibir Yaya membuat Boboiboy sedikit tersentak dan wajahnya kembali sedikit memerah dan mulai salah tingkah.
Ada apa ini? Padahal sebelumnya kalau Yaya tersenyum, tidak sampai merasakan pipinya memanas dan membuat dirinya salah tingkah. Apa karena kejadian dimana Boboiboy mengutarakan isi hatinya kepada Yaya yang saat itu sedang 'tidak sadar' tadi siang yang menjadikannya seperti itu?
Yaya memiringkan kepalanya, melihat Boboiboy yang sedang melamun. "Emm... Boboiboy, kamu kenapa?"
Boboiboy terkejut. "Eh? Um... nggak apa-apa, kok."
Yaya mengangguk. "Ya udah kalo gitu... Aku pulang ya."
"Tunggu sebentar, Yaya!" kata Boboiboy yang tiba-tiba teringat dengan apa yang dipikirannya sewaktu makan. Ya, inilah kesempatan.
Yaya yang hendak melangkah kakinya pergi langsung diam di tempat dan menoleh Boboiboy. "Ya, ada apa?"
"Um... aku mau bicara sama kamu. Kamu... nggak keberatan, kan?"
Mata Yaya mengerjap. Apakah ini menyangkut tadi siang? Di dalam hatinya, ia agak takut. Jangan-jangan Boboiboy akan marah karena berani menyatakan perasaannya di depan teman-temannya. Tapi ia segera membuang pikiran jeleknya itu dan berusaha tenang. "Oh, tentu. Di mana?" Tanyanya
"Di taman," jawab Boboiboy singkat. "Tunggu sebentar, aku taruh makanan ini dulu."
Ketika Boboiboy berbalik, ia melihat kakeknya keluar dari dapur. "Siapa- Oh, Yaya. Kamu udah sehat?"
Yaya mengangguk. "Iya, Kek."
"Kakek, Yaya datang kemari membawa ini." Boboiboy menyodorkan rantang berisi makanan ke Kakek Aba.
"Waah... terima kasih, ya. Ochobot, tolong bawakan ke meja makan ya," kata Kakek Aba.
"Baik, Kakek," Ochobot membawa rantang tersebut ke dapur.
"Ada acara apa nih?" Tanya Kakek Aba.
"Nggak ada acara apa-apa, kok. Itu dari Ibu, sebagai ucapan terima kasih pada Boboiboy."
"Oh gitu... ayo, masuk dulu," tawar Kakek Aba.
"Nggak usah, terima kasih," tolak Yaya sopan.
"Lah? Kamu mau langsung pulang? Kok buru-buru?"
"Emm... Kakek," Boboiboy membuka suara. "Boboiboy mau keluar sebentar sama Yaya. Boleh kan?"
"Aik? Memangnya kalian mau ngapain?" tanya Kakek Aba.
"Ada deh. Sekalian cari udara segar di malam hari. Boleh ya?" Boboiboy memohon.
"Ya udah. Ingat, jangan lama-lama. Yaya kan baru pulih."
"Oke." Jawab Boboiboy sambil menutup pintu.
"Hmm... mencurigakan," kata Ochobot yang baru muncul. Ochobot menguping pembicaraan mereka dari dapur.
"Hei, jangan curiga-curiga gitu. Itulah masa muda, jadi biarkan saja," ujar Kakek Aba sambil membetulkan kacamatanya.
Di taman Pulau Rintis, Boboiboy dan Yaya duduk di bangku taman. Hanya lampu taman yang menyala dan bulan purnama serta bintang bertebaran yang menemani dua pemuda dan pemudi tersebut.
Sunyi. Tidak ada suara yang keluar dari mulut keduanya. Rasa canggung menaungi mereka. Kalau ditanya sebabnya, mereka sendiri juga tidak tahu.
Sampai akhirnya Yaya yang buka suara. "Emm... apa yang mau kamu bicarakan?" Tanyanya dengan agak canggung.
Boboiboy menoleh gadis yang ada di samping kirinya, tapi gadis itu tidak bertemu mata dengannya. Yaya menundukkan kepalanya.
Boboiboy tidak segera merespon. Ia terdiam sejenak. Apa mungkin aku menanyakan saja secara langsung? "Emm... Aku mau tanya sesuatu."
"Apa itu?" Ini pasti...
"Apa benar... kamu menyukaiku?"
Yaya tersentak lalu menoleh, bertatapan mata dengan pemuda itu. Dilihat dari sorot matanya, Boboiboy terlihat serius, menunggu jawaban yang sejujur-jujurnya. Yaya tidak bisa mengelak.
"Emm... aku...," Yaya tidak sanggup melanjutkan perkataannya lantaran masih syok dengan pertanyaan Boboiboy. Pikirannya semakin kalut. Ia berusaha untuk tidak menunjukkan wajahnya yang mulai memanas. Bagaimana ini?
"Nggak apa-apa, jawab aja. Nggak ada yang tahu ini," ujar Boboiboy sambil tertawa kecil. "Aku juga nggak bakal marah, kok. Kita ini kan teman," lanjutnya.
Teman, ya...?
Baiklah, kalau memang itu maumu.
Yaya menarik napas dan mengeluarkannya perlahan. Tarik napas lagi, keluarkan lagi. Itulah cara yang ia pakai untuk menenangkan dirinya.
Akhirnya, Yaya menjawab, "Y-Ya. Aku menyukaimu."
Mendengar jawaban gadis itu, Boboiboy hanya membulatkan matanya sedikit lalu mengulum senyum. Setidaknya, ia tahu bahwa Yaya berkata jujur. "Begitu ya...? Boleh kutahu alasannya?"
Alasan? Yaya mengalihkan pandangannya ke langit malam yang cerah tanpa awan. "Emm... kamu tahu, seiring berjalannya waktu, kamu bertumbuh makin dewasa dan bertambah kuat. Kamu orang yang nggak gampang menyerah. Dari situlah, aku mulai mengagumimu dalam diam. Dan sudah lama aku memendam perasaan ini, tapi...," Yaya memutuskan kalimatnya.
Boboiboy menatap Yaya bingung, karena tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi sedih.
"Yahh... kadang aku berpikir, apakah seorang Boboiboy yang kuat itu mau menyukai gadis lemah sepertiku? Aku-"
"Siapa bilang kamu itu lemah?" Potong Boboiboy tiba-tiba.
"Hah?" Gadis itu kembali menatap Boboiboy dengan mata mengerjap.
"Aku nggak pernah menganggapmu begitu. Justru aku kuat karena ada kamu."
"A-Apa...!?"
"Kamu tahu, aku menjadi seperti sekarang karena keberadaan jam kekuatan ini, sama sepertimu dan yang lain. Tapi, kamu berbeda. Kebaikan hatimu jauh lebih kuat, sehingga kamu nggak ingin memakai kekuatanmu dengan kekerasan. Kamu itu kuat, Yaya," jelas Boboiboy.
Yaya membulatkan mata. Ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Dia... Dia bilang aku kuat?
"Lalu... bagaimana cara kamu menyadarkanku dari efek pistol itu?" Tanya Yaya
"Hmm? Yah... sederhana aja. Aku menyampaikan semua tentang kebersamaan kita selama ini, kecuali satu."
"Eh?!"
"Aku menyukaimu," ucap Boboiboy akhirnya sambil tersenyum.
Ucapan Boboiboy membuat wajah Yaya semakin memerah. Ia tidak menyangka, pemuda yang ia sukai juga memendam perasaan yang sama dengannya yang akhirnya diungkapkan. Rasa-rasanya ia ingin sekali memeluk pemuda itu saking senangnya, tapi ia mengurungkan niatnya itu.
"Jadi, kamu mau berjanji padaku satu hal?" Tanya Boboiboy.
"Janji? Janji apa?" Tanya Yaya balik, dengan wajah yang masih memerah.
Boboiboy menghadapkan jari kelingkingnya di depan gadis itu. "Berjanji apapun yang terjadi, kamu akan selalu bersamaku dan nggak bakal ninggalin aku?" 'Karena aku sangat takut kehilanganmu seperti di mimpiku,' lanjutnya dalam hati.
Yaya tertawa kecil menahan malu dan langsung menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking pemuda itu. "Baik, aku janji. Kita akan selalu bersama."
Masih dengan jari bertautan, mereka saling melempar senyum kemudian tertawa kecil.
Setelah kejadian itu, akhirnya mereka saling mengungkapkan perasaan, lebih tepatnya, cinta yang mereka pendam selama ini.
Dan malam itu menjadi malam yang indah bagi mereka.
OMAKE
"Uuhh... dimana aku?" rintih Adu Du setelah lama tidak sadarkan diri.
"Eh?! Bos udah bangun?! Kita udah di dalam markas, Bos," jawab Probe dengan perban yang hampir menyelimuti sekujur tubuh robotnya.
"Tunggu! Kenapa aku tidak bisa bergerak, nih?" tanya Adu Du heran. Ia tidak bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya. Sepertinya seluruh tubuhnya terbungkus sesuatu sehingga membuatnya sulit untuk bergerak.
"Emm... seluruh tubuh Bos aku perban."
"APA?! PROBE, CEPAT LEPASKAN PERBAN-PERBAN SIALAN INI DARI TUBUHKU! AKU-AWWW!" teriak Adu Du sambil meronta-ronta yang diakiri dengan menahan sakit yang luar biasa.
"Bos! Bos jangan banyak bergerak dulu. Bos terluka parah!" Ucap Komputer panik, berusaha menenangkan sang bos yang terbaring tak berdaya di ranjangnya dengan alat pendeteksi jantung dan infus.
"Uhhh... gara-gara Ejo Jo, semua jadi seperti ini. Awas saja kalau dia datang lagi ke sini. Dasar pengecut!" rutuk Adu Du. "Dan Boboiboy... uuhhhh..."
"Sudahlah, Bos. Bos harus istirahat. Kalau tidak, nanti Bos bakal lama sembuhnya," ujar Probe.
"Uhhh...," Adu Du sambil mendengus kesal. "Awas kau, Boboiboy. Tunggu pembalasan dariku!"
END
Lebih tepatnya, end dengan gajenya. #plakk
Karena efek hiatus berkepanjangan, jadi kayak gini deh chap 5 ini, gaje tingkat akut dari awal hingga akhir. #pundung
Jujur, ide saya bener2 buntu ketika menulis kata2 picisan. Maklum, saya lemah dalam hal itu (Re: Terus kenapa lu bikin fic romance? #plakk)
Oke, cukup curhatnya.
Oh iya, soal sekuel ato side story, emm... Gimana ya? Liat aja deh nanti. Saya nggak berani janji #ngarepbanget. Kecuali... yah... kalo ada yang mau bantu saya mengemukakan ide untuk itu, ya silakan. Review ato PM saya aja. (Inget! Idenya jangan yang nggak-nggak ya)
Satu lagi. Bagi yang udah mau baca cerita gaje saya dan juga udah review, fav, dan follow. Saya sangat, sangat berterima kasih #bungkukalaJepang
Sampai nanti di fic lain ^^
The last, review please?
