Chapter 3 : Anything but Ordinary (Apapun tapi yang biasa-biasa saja)

Kadang aku sangat aneh,

Aku bahkan takut pada diriku sendiri

Aku menertawakan diriku hingga tertidur

Itu lagu pengantar tidur ku

Terkadang aku berkendara sangat cepat

Hanya untuk merasakan bahaya

Aku ingin berteriak itu membuatku merasa hidup

Tidak cukupkah mencintai?

Tidak cukupkah bernafas?

Seseorang bukalah hatiku,

Dan tinggalkan aku disini untuk terluka,

Karena aku ingin jadi apapun, tapi yang biasa-biasa saja.

.

.

.

Gempa adalah anak ketiga dari lima Boboiboy bersaudara, ia dikenal sebagai anak yang sopan, baik, dan halus tutur katanya, ia juga menjabat sebagai ketua OSIS di SMP Pulau Rintis, orang-orang sangat menyeganinya.

Di dalam keluarga pun, Gempa tetap bersikap sopan pada kakak ataupun adiknya,

Tapi sebenarnya Gempa pun tak suka disegani banyak orang, ia tidak suka menjadi 'anak emas' guru, ia ingin menjadi anak biasa di sekolah, ataupun di rumah, karena Gempa merasa ia agak disayangi lebih oleh orang tuanya, membuatnya merasatidak enak dengan saudaranya.

Entah kapan ini mulai terjadi, tetapi saat terluka ia tak pernah merasakan sakit, ia tidak tahu kenapa bisa begitu,dan karena rasa penasaran yang kuat, Gempa suka menyakiti dirinya sendiri, terkadang ia menyayat tangannya sendiri, sampai darahnya keluar.

Tetap saja, ia tidak merasakan rasa sakit.

Dan hal itu menjadi kebiasaan Gempa, tiap ia marah, sedih, takut atau bingung, ia jadi suka menyakiti dirinya sendiri, hal itu membuatnya tenang, terlebih lagi ia tak akan merasakan sakit dari luka itu, dan hal itu berlanjut sampai sekarang.

~OoO~

"Eh? Ini kameranya kok ada disini sih?" Gumam Gempa saat melihat kamera milik Taufan tergeletak di meja ruang tamu begitu saja, ia pun mengambilnya.

Ia melihat satu viedo.

"Ya ampun.." Seu Gempa dengan wajah yang memerah sempurna, dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Antara menahan tawa, malu, dan terkejut.

Ya, ia malu saat melihat kembarannya yang punya wajah sama dengannya sedang…

"Gempa kau sudah pu.. HUWAA!" Taufan terkejut saat melihat Gempa memegang kamera miliknya.

"Kau lihat apa?!" Jerit Taufan histeris sambil menarik kamera itu dari tangan Gempa.

"I..itu.. Api.. sama Air?" Gumam Gempa tidak jelas sambil menunjuk kamera Taufan.

"Huh.. baiklah, itu semua sesuai dengan yang kau pikirkan..huh.. ketahuan deh.." Taufan mengacak-acak rambutnya.

Gempa mengerjapkan matanya, baiklah, sekarang ia bingung.

"Maksudnya?" Gempa meminta penjelasan lebih dari Taufan.

"Kamu tanya aja deh sama mereka!" Seru Taufan sambil melarikan diri.

"Aneh.." Gumam Gempa.

~…..~

"Hei ada apa sebenarnya denganmu dan Air?" Gempa tiba-tiba masuk kekamar Api dan tiba-tiba juga menanyakan pertanyaan yang aneh dan mengejutkan seperti itu.

Kontan saja Api langsung tersentak dan menatap kembaran yang lebih tua darinya itu.

"Hah? Maksud Kak Gempa apa?" Tanya Api dengan mata membulat.

Gempa terkekeh-kekeh membuat Api merinding, tak biasanya Gempa seperti ini.

"Bilang saja, kau dengan Air pasti ada apa-apanya kan?" Tuduh Gempa sambil berjalan kearah Api yang melongo dikasurnya.

"Ngg.. tau darimana?" Tanya Api ambigu, bisa saja itu berarti ia memang ada apa-apanya dengan Air dan bisa juga berarti ia membantah perkataan Gempa, membingungkan…

"Kamera Taufan! Aku melihat videomu dan Air sedang.." Gempa menggantungkan kalimatnya, sambil tersenyum.

Wajah Api memerah seketika.

"Jangan bilang kalau Kak Taufan ngerekam.."

"Iya! Dia rekam loh..!" Potong Gempa cepat.

Api menelan ludah, kini wajahnya lebih merah dari sebelumnya.

"Ta-tapi bukan aku aja loh! Kak Halilintar dan Kak Taufan juga!" Tandas Api sambil menunjuk kearah samping, entah apa yang ditunjuknya itu.

Gempa yang sedari tertawa tak henti-henti terdiam dan menatap Api kaget. "Eh? Maksudnya?"

"Ya maksudnya bukan aku aja yang kayak gitu, Kak Hali dan Kak Taufan juga.." Jelas Api.

Gempa mengangkat bahu, "Ya sudah.." Ujarnya sambil meninggalkan kamar Api yang kini dibenaknya tersimpan beribu pertanyaan perihal perilaku kakaknya hari ini.

~….~

"Gempa! Tunggu!"

Gempa menatap malas anak yang berlari-lari kecil kearahnya, dia Fang, wakil ketua OSIS.

"Kenapa Fang? Proposal belum siap? Ada masalah dana lagi? Atau ada masalah lain?" Tanya Gempa membuat Fang cemberut.

"Nggak sih, aku cuman mau ngajak kamu kerja kelompok aja, dirumahku.." Ajak Fang.

Gempa menepuk dahinya.

"Ah, ya aku lupa soal tugas itu…" Gumam Gempa pelan.

"Ya kan kerja kelompoknya dua orang, kamu sama aku aja." Tawar Fang.

Gempa mengangguk, walaupun ia merasa aneh dengan sifat Fang yang tiba-tiba aneh.

"Ya udah, kapan?"

"Lusa, kamu datang aja kerumahku malam.."

Gempa mengangguk lagi,

Fang pun pergi dari hadapannya.

~…..~

Gempa berjalan gontai menuju rumah, ia benar-benar stress dan tertekan sekarang, dari tugas sekolah, tugas ketua OSIS, masalah dirumah, huh…i

Semuanya membuatnya ingin berteriak.

Saat-saat seperti inilah yang Gempa benci, karena saat-saat seperti inilah yang memicunya melakukan hal-hal 'itu'

Gempa selalu mempersiapkan pecahan kaca untuk melukai dirinya sendiri, karena menurutnya benda itulah yang paling tajam untuk mengoyak kulit agar segera mengeluarkan darah.

Dan orang-orang tidak pernah tahu hobbynya tentang self-injury itu.

Toh, tidak ada ruginya bagi dia, karena dia tidak pernah merasakan sakit ditubuhnya setelah melakukan hal itu.

Tapi terkadang, Gempa berpikir anti-sakit itu tidak di fisik saja, soalnya, ia tidak pernah yang namanya merasakan sakit hati atau tersinggung,

Dan kadang-kadang ia berpikir ia tidak normal.

~…..~

Gempa membuka pintu rumahnya,

Dan seperti biasanya, sangat berantakan dan berisik.

Entah itu karena Taufan yang teriak-teriak karena terlalu gregetan bermain game, atau suara Api yang tertawa-tawa tidak jelas didepan TV, Mungkin nonton acara komedi.

Gempa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tersenyum simpul dan masuk kekamarnya.

Sesampainya dikamar Gempa langsung menjatuhkan dirinya ke ranjangnya.

Sebenarnya dia sudah tahu ada apa diantara kakak dan adiknya, setelah kejadian ia melihat video di kamera Taufan, dan beberapa hal yang terjadi setelah itu.

Tapi ada sedikit rasa iri, ah.. baru kali ini dia merasa iri.

Mungkin ini agak konyol, tapi inilah yang ia pikirkan dari kemarin.

Halilintar sama Taufan, Api sama Air.

Lalu? Dia sama siapa?

Iya sih, mereka seperti berdasarkan perasaan, bukan main-main. Tapi sebenarnya Gempa pun memiliki sesesorang yang ia memiliki perasaan padanya .

Entah kapan bermulanya, tapi ia memiliki perasaan suka pada anak itu.

Tiba-tiba handphone Gempa berbunyi, Gempa melirik nama penelepon yang tertera dilayar handphonenya.

Sedang dipikirin, tiba-tiba nelepon.

"Halo?"

"Halo, Gempa?"'

"Ya Fang?"

"Gimana soal kerja kelompok? Jadi kan?"

Gempa menepuk dahinya, astaga dia lupa soal kerja kelompok dengan Fang, bahan-bahannya belum dia beli lagi.

"Halo?"

"Anu Fang, memangnya kapan?"

"Besok aja dirumah ku, pagi, gak jadi malam.. soalnya malam aku ada acara"

"Ya udah, besok ya…"

"Iya"

Telepon pun ditutup, Gempa tersenyum sendiri, membanyangkan wajah Fang saat ini.

~…..~

Gempa berdiri di sebuah rumah yang besar dan banyak tulisan Cinanya, serta lampion-lampion merah, kelihatan sekali dari luarnya si pemilik adalah etnis dari tiongkok.

Gempa mengetuk pintunya dengan sopan.

"Eh, Gempa, ayo masuk" Ajak Fang begitu melihat Gempa yang datang, Gempa mengangguk saja. Ia mengikuti Fang dari belakang.

"Mau ngerjain dimana?" Tanya Gempa,

"Dikamarku aja"

~….~

"Hei Gempa, ada apa dengan kakak dan adikmu?" Tanya Fang tiba-tiba

Gempa yang sedang mengguting kertas karton tersentak mendengar pertanyaan Fang itu.

"K..kenapa tanya gi-gitu?" Gempa terbata-bata.

"Yah gak apa sih, cuman nanya aja.."

Gempa menghela nafas. "Nggak tahu" Hanya kalimat itu yang terdengar oleh Fang.

Tiba-tiba Fang memeluknya dari belakang.

"Eh Fang, kenapa?" Semburat merah menjalar di pipi Gempa.

"Gempa, sebenarnya aku suka sama kamu, selama ini aku gak berani bilangnya"

Gempa hanya terdiam,

"Aku juga suka sama kamu…" Balas Gempa, kali ini tanpa malu.

Tanpa ia sadari, tiba-tiba Fang mengecup bibirnya, yah.. hanya kecupan singkat namun mampu membuatnya salah tingkah.

"Gempaa! Kau manis sekali…"

"Heheheh"

Tanpa mereka sadari, Taufan dari tadi memata-matai mereka dan merekamnya dari jendela Fang.

"Aku tunjukin nih.. ke kak Hali.."

The End.

Wah minna, maaf kalau chapter ini gak ada hot-kissu hahaha…

Maaf banget juga ya kalau gaje dan gak bermutu.

Silahkan review bila berkenan ^^

Sampai jumpa di fanfic lain..

i