disclaimer: chara bukan kepunyaan saya.
warning: AU/OOC/Typos/Yaoi/Catboy!Yixing/Innoncent!Xingxing/etc
pair: Joonmyeon-Yixing
rated: T (untuk sekarang)

.

.

.


Fetish


.

.

Chapter II

.

.

Sesuatu menyentuh sisi wajahnya, menelusuri permukaan pipinya, mengelus dahinya, turun ke telinga lalu ke hidung.

.

Pfffttttt—puahahaha.

.

Oke, ini geli.

.

Tolong.

.

Refleks ia menggerakan tangan untuk meraih sesuatu yang menggelitiki wajahnya itu. Ia menariknya—dan euh yeah, apa ini?

Lembut.

Panjang.

Berbulu.

Halus—

.

Enak untuk dipegang-pegang.

.

Joonmyeon menggesek- gesekan pipinya ke sesuatu itu, menggelitik tapi menyenangkan, terasa seperti...

Seperti...

.

Sebentar, eummm... ekor?

.

.

Ya.

.

.

Jelas ini eko—HE APA?

.

Joonmyeon membuka mata.

.

Dan menjerit.

.

.

.

SLAP—

.

Sesuatu yang keras menyambar pipinya.

Menyisakan rasa panas dan rona merah tercetak jelas di permukaan kulit seputih susu itu.

.

Nyut.

.

Si catboy baru saja menamparnya.

.

Nyut.

.

Makhluk setengah kucing itu tampak kaget dengan tindakannya sendiri, terlihat dari kedua bola matanya yang membulat lucu, menatap tak percaya pada tangan kirinya—yang tadi digunakannya untuk menampar Joonmyeon—dan kini mulai meninggalkan bekas lima jari manis di pipi pria itu.

Si catboy tiba-tiba berlari mundur, punggung menempel dinding, melorot ke tanah dan kedua kakinya didekap lagi. Kembali ke posisi dimana Joonmyeon menemukannya pertama kali.

Ah. Joonmyeon sadar dia membuatnya ketakutan. Mungkin dia takut Joonmyeon akan memakannya—oke, itu berlebihan—membentaknya karena sudah lancang menamparnya.

Astaga. Jangankan membentak, menyentuh seinci tubuhnya saja dia masih sanksi.

Catboy itu terlalu precious di matanya. Seperti kaca, jika menekannya terlalu keras, maka dia akan pecah.

Lagipula Jonmyeon ini kan tipe penyabar. Walau sebenernya dia gatal sekali ingin memeluk catboy itu, menciumi tiap inci wajahnya, dan memasukannya ke dalam karung untuk dibawa pulang. Tapi tidak. Dia tidak mau dipandang sebagai lelaki yang nafsuan karena terlalu agresif.

Joonmyeon bangkit dari posisinya tiduran di jalan—Ya Tuhan, ini memalukan—Kemudian berdiri dan berjalan mendekat, perlahan namun pasti. Joonmyeon bisa melihat catboy itu makin meringkuk takut, ekornya yang berbulu lebat tampak menegang, lalu bergerak-gerak liar. Sementara telinga kucing yang menyembul diantara rambutnya berdiri siaga. Bola matanya menatap permukaan jalan, tak berani bertatap muka.

.

Joonmyeon tahu ini bukan saatnya untuk fanboying, tapi sumpah demi kucing perawan, dia cute sekaliiiiiii.

.

Joonmyeon mengulas senyum menenangkan—mungkin terlihat seperti senyum mesum karena si catboy justru makin dibuat mundur teratur. Damn it!

"Hei, jangan takut," suara Joonmyeon mengalun lembut diantara kesunyian malam, "Aku tidak marah kau menamparku...yeah well, walau masih nyut-nyutan sih," ia meringis malu, mengelus-elus pipinya sendiri, "Tapi tidak apa-apa, ini tidak seberapa kok, aku kan manly, ahahahahaha..."

"..."

"—Hahahaha-"

"..."

"—hahaha..."

"..."

"...Ha."

Joonmyeon berdehem, "Kalau aku boleh tahu, siapa namamu?" tanyanya dengan seulas senyum tersungging hangat di bibir, berharap mampu memberi kesan ramah pada si hybrid.

Tak ada respon.

Dahi Joonmyeon dibuat berkerut-kerut heran.

"Kalau begitu bagaimana kau bisa sampai disini?"

Tak ada respon.

"Apa kau terluka?"

Masih tak ada respon.

"Apa kau tersesat?"

"..."

"Rumahmu dimana?"

"..."

"Umur? Tanggal lahir? Nomor telepon? PIN BB? Instagr—Loh kok jadi ngelantur," Pemuda Korea itu menghela nafas panjang, mengusak rambutnya yang sekelam malam dengan gestur frustasi. Lelah juga sedari tadi dia bertanya dan seakan dianggap angin lalu. Atau memang para catboy itu sebenarnya tidak bisa bicara, ya?

Oke. Itu nanti. Mengingat manusia kucing ini tak mau bicara, sekarang apa yang harus dia lakukan?

Meninggalkannya disini? Tidak.

Membawanya ke kantor polisi? Tidak ah.

Menjualnya ke pasar hewan? Tidak mungkin.

Memasukannya ke dalam koper lalu membuangnya ke sungai?

No way. Memangnya dia ini tukang mutilasi?

Setetes air tiba-tiba jatuh mengenai ujung hidung bangirnya. Joonmyeon mendongak, untuk menemukan langit yang sekarang menghitam bagai ditutup cendawan raksasa. Tetes demi tetes air itu mulai berjatuhan, makin lama makin banyak jumlahnya.

Joonmyeon memandangi catboy di depannya itu sekali lagi. Si catboy justru tampak asik menjulurkan telapak tangannya, menggapai-gapai tetesan air hujan yang berjatuhan dengan lidahnya. Sesekali mengernyit dan mengeluarkan suara eongan saat butiran air itu tak sengaja mengenai matanya.

Joonmyeon menggigit bibir gemas. Demi neptunus. Dia kawaii sekali.

"Eumm... kurasa hujan semakin deras," Joonmyeon berbasa-basi, menggaruk-garuk pipinya karena gugup, "Kau bisa berlindung di apartemenku—i-itu sih kalau kau mau—walau yeah, apartemenku memang tidak seberapa, tapi setidaknya muat untuk dua orang dan cukup hangat—oh, dan kau juga tidak bakal kebasahan— tapi bukan berarti aku memaksa dan desperate banget ingin membawamu ke rumah ya," Joonmyeon mengulurkan tangan kanannya dan memberi gestur bersahabat, "aku tidak akan menyakitimu. Aku janji, tapi ikut aku ya? Kita masuk ke dalam. Ke rumahku." Bujuk Joonmyeon, sembari menunjuk-nunjuk ke arah apartemennya, siapa tahu catboy itu tak menangkap apa maksudnya.

Si catboy bergeming, sesaat yang dilakukannya hanyalah bergantian memandangi Joonmyeon dan tangannya yang terulur itu dengan pandangan tak yakin. Begitu seterusnya.

Joonmyeon meringis malu setelah beberapa saat makhluk itu tak memberi respon apa-apa. Aduh, dia jadi kelihatan bodoh sekali.

Baru saja ia akan menarik uluran tangannya, sesuatu yang hangat menahannya. Joonmyeon menatap tangan porselen yang kini melingkari pergelangan tangannya dengan terkejut, kemudian menggeser pandangannya kepada si hybrid yang sedang menggigit bibir ragu.

Yeah.

Dan—oh.

Tangannya halus, ngomong-ngomong.

Joonmyeon disini berusaha menahan mati-matian untuk tidak menjerit kegirangan dan membawa makhluk menggemaskan itu ke pelukan. Tahan Joonmyeon tampan, tahan.

Ia menuntun si catboy berjalan menjauhi tempat persembunyiannya dan mendekati apartemennya yang hangat. Mereka berjalan agak cepat karena hujan semakin datang menderas, sesekali ia berikan remasan lembut kepada tangan hangat yang sedang mengenggam jemarinya, menyakinkan 'tamunya' bahwa Joonmyeon benar-benar tak ada niatan untuk menyakitinya.

Ketika mereka sampai di depan pintu apartemen, tepat di bawah kanopi, benar saja—hujan langsung datang dengan derasnya seolah sedang disiram mentah-mentah dari atas sana. Joonmyeon merogoh saku celananya dengan tangan kiri untuk mengambil kunci di—ah! dapat! ia pun bergegas memasukan kunci ke dalam lubang lalu memutar kenop pintu dan mendorong daun pintunya ke dalam.

Ia mempersilahkan catboy temuannya itu untuk masuk terlebih dahulu, baru kemudian dia menyusul di belakangnya. Detik ia menginjakan kakinya di atas karpet bulunya, tubuhnya langsung diselimuti oleh rasa hangat dari aroma terapi menenangkan yang menguar dari tiap sudut apartemennya. Memang.

Tak ada tempat yang menyenangkan selain rumah sendiri.

Joonmyeon melepas sepatu kulitnya yang basah kemudian melucuti kaos kakinya dan meletakannya di rak sepatu di dekat pintu. Ia berjalan menuju kamarnya untuk melepas dasinya, mengganti baju kantornya yang kebas karena hujan dan keringat dengan baju yang dipilihnya dari lemari. Ia memilih pakaian santai, celana panjang rumahan dan kaos avengers yang gambarnya sudah pecah-pecah. Ia menyambar handuknya di gantungan dan mendudukan diri di ranjang. Rasanya dia kepingin segera berbaring dan menikmati nikmatnya surga kapuknya.

Ia tersenyum lebar dan mulai mengusak-ngusak rambutnya yang basah karena hujan. Sedetik kemudian dia mengerutkan kening. Sebentar, rasa-rasanya dia melupakan sesuatu. Tapi apa? Pakai celana sudah, baju sudah, celana dalam oke. Apa yang kur—AH! KUCING!—M-maksudnya catboy itu!

Astaga, ruang tamu! Bagaimana dia bisa lupa?

Joonmyeon lari terbirit-birit menuju ruang tengah, khawatir kalau-kalau manusia setengah kucing itu mungkin saja sedang menggigil kedinginan—

.

Tapi tidak.

.

"DEMI SAUS TARTAR. APA YANG KAU LAKUKAN?" Joonmyeon histeris.

.

Bagimana tidak histeris?

.

Kalau kau justru disuguhi oleh pemandangan si catboy yang baru saja selesai melepas celananya dan membuangnya begitu saja ke lantai, bergabung dengan bajunya yang sedari tadi sudah di lepasnya sendiri—mengekspos tubuh polosnya—tanpa sehelai kain pun—ke mata jelalatan seorang Kim Joonmyeon.

.

Pemandangan bagus sih.

Tapi tetap saja haram!

.

Joonmyeon berlari mendekati catboy itu dan melingkarkan handuk yang sedari tadi ditentengnya untuk mengeringkan rambut ke sekitar pinggang ramping lelaki itu, setidaknya berusaha menutupi daerah 'no-no'-nya dari jangkauan pandang Joonmyeon.

"Kau mau mandi ya?" Wajah pria muda itu panas, gerah. Bayang-bayang tubuh naked itu masih tercetak jelas di angan. "Eum... baiklah, akan aku tunjukan kamar mandinya," masih dengan posisi merapat dan over-protektif, Joonmyeon menuntun catboy itu ke kamar mandi yang terletak di selatan apartemen berseberangan dengan pantry dapur, menghiraukan tatapan heran yang dilayangkan si catboy melihat kelakuan absurd Joonmyeon.

Pria pemilik angel-smile itu mendorong pintu dan berpindah untuk menyalakan keran air hangat agar bathupnya terisi penuh, lalu menambahkan sabun beraroma citrus mandarin untuk membuat gelembung-gelembung kecil disana. Entah kenapa perasaannya mengatakan bahwa si catboy ini memang suka bermain-main dengan bubble saat mandi. Dan benar saja, ketika Joonmyeon berbalik, ia bisa melihat sepasang bola mata itu tampak antusias dan berbinar cerah.

Joonmyeon tersenyum.

"Ka—"

Ucapannya terputus saat tiba-tiba saja si catboy menerjangnya dan melompat ke dalam bath tub, membasahi hampir seluruh bagian lantai dan pakaian Joonmyeon karena cipratan air yang ditimbulkannya.

Tapi Joonmyeon tak keberatan. Apapun untuk membuat si catboy nyaman dan merasa senang berada disini.

Karena Joonmyeon tahu ia akan sangat susah melepaskan yang satu ini.

Ia sudah terlanjur adiktif. Perasaannya campur aduk. Bisa kau bayangkan? Sekarang fetish terpendammu sedang duduk di bath-tub kamar mandimu, disini, bermain gelembung, tertawa riang, dan dia mendapatkannya secara cuma-cuma. Yeah. Padahal mungkin orang-orang diluar sana harus mengeluarkan uang 10 juta won untuk membeli yang seperti ini.

Ini...

... ini terlalu indah untuk jadi nyata.

.

Bahkan saat ia dan pacarnya resmi berkencan pun, ia tidak pernah merasa se-excited ini. Joonmyeon tidak tahu harus bagaimana. Ia bisa saja dipenjara karena menyimpan catboy illegal disini, dia juga bisa masuk bui atas tuduhan penculikan kalau catboy ini memang ada yang memiliki secara hukum dan resmi. Bisa mati dia.

Tapi Joonmyeon ingin menyimpannya. Dia merasa dia sudah bisa merasakan perasaan sayang kepada hybrid ini walau mereka baru bertemu dalam hitungan jam. Mungkin karena fetishnya yang berlebihan pada bangsa catboy.

.

Tapi Joonmyeon merasa ada sesuatu yang lain.

.

Ia alihkan pandangannya lagi pada si catboy di dalam bath-tub yang sedang asyik menggaruk-garuk telinga kucingnya, sementara ekor cokelat tosca-nya melingkar di pangkuannya dan membiarkannya terendam di air. Joonmyeon baru tahu jika catboy ternyata tidak alergi air seperti kucing pada umumnya.

"Hei," Joonmyeon berjalan mendekat membuat sang catboy mendongak dan menatap lelaki itu dengan penasaran yang teramat sangat. Joonmyeon tersenyum lalu duduk di pinggiran bath-tub. "Apa kau... mau aku m-mandikan? Eum, baiklah tidak memandikan. Maksudku eum... menggosok punggungmu? Ya punggung saja. " Ia mengucapkannya dengan nada malu-malu, wajahnya panas karena malu. Aduh, apa dia terlihat agresif sekali?

Catboy itu menatapnya dengan kening berkerut—Joonmyeon mulai berasumsi kalau catboy ini mungkin tidak mengerti bahasa korea. Lalu kalau bukan orang Korea, kenapa dia bisa ada disini?

Terlalu banyak pertanyaan yang masih misteri tentang makhluk setengah kucing ini.

Joonmyeon mencoba menjelaskannya dengan bahasa non-verbal. Ia meraih spons warna oranye yang biasa dia gunakan untuk mandi dari gantungan, lalu membuat gerakan membasuh dan memutar di punggungnya sendiri, berharap lelaki itu mampu mengerti maksudnya.

Si catboy tampak menggigit bibir ragu sebelum kemudian menganggukkan kepala perlahan-lahan. Joonmyeon berkedip—astagastagastaga.

.

Catboy ini bersedia dipegang-pegang—a-ah, maksudnya bersedia dimandikan olehnya. Yaampunyaampun.

.

Menegak ludah kasar, Joonmyeon lantas meraih sabun cairnya dan menumpahkannya secukupnya disana. Catboy itu menggeser sedikit tubuhnya ke depan, memberi akses bagi Joonmyeon untuk menggosok punggungnya.

.

Ya. Cuma punggung.

.

Tidak sampai ke depan-depan kok.

.

Joonmyeon dengan kembut dan hati-hati menggosokan spons di tangannya ke punggung halus itu. Membersihkannya dengan telaten di setiap sisi—seolah-olah catboy ini adalah seorang bayi.

Joonmyeon tak bisa menahan diri untuk mengamati.

Catboy ini mempunyai kulit semulus yang sering dia lihat di majalah langganannya. Halus. Putih. Bersih. Tanpa cela. Ingin sekali dia membiarkan jemarinya menelusuri kontur punggung makhluk ini. Sepertinya menyenangkan sekali untuk disentuh—

Tidak. Tidak.

Masa' iya Joonmyeon langsung goyah iman hanya karena sebuah punggung?

Kan tidak lucu.

.

Ia sampai pada bagian belakang leher, kemudian berhenti sebentar. Ia baru menyadari kalau si catboy tidak melepas collar-nya.

Dimakan rasa penasaran, Joonmyeon memberanikan diri untuk menelusuri permukaan collar yang melingkari leher itu dengan hati-hati. Collar itu terbuat dari bahan elastis, berwarna ungu mengkilat dengan tebal mungkin sekitar jari tiga senti, dengan sebuah bel kecil berwarna emas di bagian depan.

Collar ini simple tapi tetap saja terlihat elegan di matanya—pemilik catboy ini jelas orang kaya—dan pas sekali dikenakan oleh hybrid ini—oh, dan Joonmyeon bisa melihat kepingan metal berwarna perak di sisinya yang lain, rentetan aksara—eum, apa ya? ah ya, china—Joonmyeon mengerti bahasa mandarin karena pekerjaannya menuntutnya begitu. Apalagi perusahaan tempatnya bekerja adalah salah satu perusahaan asuransi ternama walau bukan multinasional, dan sering bermitra dengan klien-klien orang Tiongkok. Joonmyeon menyipitkan mata untuk membaca aksara hanzi disana yang bertuliskan, mungkin nama catboy ini—

"Ishing? Yisshing? Izing—"

"Yixing."

"Ah iya, benar. Yixing," Joonmyeon mengangguk-anggukan kepala paham, namun sedetik kemudian bola matanya membulat. Gerakan tangannya di punggung sang catboy berhenti seketika.

.

T-tadi yang bicara siapa?

.

Yang ada disini kan hanya mereka berdua. Dia dan si catboy...

.

Joonmyeon menggeser tubuhnya ke depan cepat-cepat, menatap lelaki di dalam bath-tub itu dengan wajah shock-nya.

"K-kau yang baru saja bicara?"

Catboy itu hanya memandangnya dengan mata berkedip-kedip. Dia memiringkan kepalanya ke kiri, sepertinya gagal paham.

Joonmyeon terdiam sejenak. Kalau tadi catboy ini merespon saat ia membaca aksara China, apa mungkin...

"Ni...hao?"

Joonmyeon mencoba menyapa dengan suara pelan dan ragu dalam aksen china-nya yang pas-pasan.

.

Tanpa diduga, air muka makhluk itu langsung berubah.

Wajahnya bersinar, bagai kembang api yang dinyalakan saat tahun baru-dan senyumnya terkembang lebar, memekik—

.

"Nihao!"

.

Joonmyeon speechless.

Suaranya... unyu sekali.

Bahkan ia bersumpah ia melihat cekungan di pipi kanannya ketika dia tersenyum. Benar-benar lesung pipit. Dimple.

Revolusi catboy ini benar-benar gila.

.

"Kau... aku..." Joonmyeon terbata, hipotesisnya kalau catboy tidak bisa bicara ternyata salah. Dia hanya tak bisa bahasa korea. Lalu bagaimana bisa dia nyasar di negara ini?

"Jadi namamu Yixing?" Pandangan Joonmyeon berubah menerawang, "Namamu bagus... seperti orangnya.." ucapnya tanpa bisa dicegah.

Yixing menunduk sungkan, "Terima kasih,"

Suara perut yang bergerumul khas orang lapar tiba-tiba menggema diantara dinding-dinding kamar mandi. Pria muda itu menoleh, terkekeh geli, "Kau lapar?"

Si catboy—ah, Yixing—mengerjapkan matanya. Bingung.

Joonmyeon facepalm. Dia tidak sadar dia bicara dengan bahasa korea lagi. "Ah, dubuqi. Aku tanya, apa kau lapar?" ulangnya dalam bahasa mandarin.

Selama beberapa saat wajah Yixing tampak bersemu merah karena suara perutnya yang memalukan, namun pada akhirnya dia mengangguk juga walau dengan wajah menunduk, pura-pura asyik dengan gelembung-gelembung kecilnya di dalam bath-tub.

Joonmyeon tersenyum hangat, menepuk-nepuk lengan telanjang lelaki itu, "Baiklah. Aku akan membuatkanmu makanan. Kau selesaikan saja mandimu, oke?" Ia beranjak dari posisi duduknya dan berjalan keluar kamar mandi. Ia melangkah menuju dapur dan berpikir sejenak.

Dia kan tidak punya makanan kucing disini. Lalu ia akan memberi Yixing makan apa?

Ia melirik kulkasnya lalu nyengir lebar. Ah iya, benar.

.

Baiklah, kita lihat apa yang kita punya di dalam kulkasnya tercinta.

.

Ada kubis, wortel, apel, agar-agar, kaos kaki—he, apa?—ramyun, keju—

Keju?

Tidak. Tidak. Kucing tidak makan keju. Yang makan keju kan Jerry. Berarti...

Ah benar! Ikan!

Joonmyeon mengambil sekotak ikan mentah dari kulkas dan membawanya ke pantry. Ia mengambil salah satu piring dan meletakan ikan-ikan itu disana. Merasa sudah siap, Joonmyeon kembali bergegas menuju kamar mandi.

Ia mengintip sedikit dari celah pintu, mengamati bagaimana Yixing menarik nafas panjang dan menggembungkan pipinya—Joonmyeon menggaruk-garuk kusen pintu dengan brutal saking gemasnya—lalu memasukkan kepalanya ke dalam bath tub untuk beberapa saat, sebelum kemudian mengangkat kepalanya lagi ke atas dan menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan sedikit air yang sekarang menetes deras di wajah dan rambutnya.

Joonmyeon memberanikan diri masuk ke dalam dan mendekati Yixing yang tengah menyandarkan kepalanya pada pinggiran bath tub, dan berdehem,

"Aku sudah menyiapkan makanan untukmu di meja," katanya dengan senyum lembut, "Kau sudah selesai kan? Sebaiknya kita segera sudahi acara mandinya, aku tidak mau kau sakit karena berendam terlalu lama."

Yixing mengangguk patuh, kemudian berdiri tiba-tiba dari tempat berendamnya—Joonmyeon memalingkan muka cepat-cepat, takut khilaf. " A-aku akan mengambilkanmu handuk, ya handuk!" Ia lari terbirit-birit untuk mengambil handuk di lemari kamarnya kemudian kembali ke kamar mandi untuk menyerahkannya pada Yixing.

Ia mengamati Yixing yang telah selesai melilitkan handuknya ke pinggang, menatap Joonmyeon dengan wajah kosong, seolah menunggu instruksi.

"O-oh iya! Baju ya ampun, bagaimana aku bisa lupa?!" Ia menepuk jidat mulusnya, kemudian berlari ke kamarnya untuk memungut setelan piyama doraemonnya dari lemari dan berlari kembali ke hadapan Yixing, terengah-engah. Sial, Yixing berhasil membuat otaknya blank seketika. Huh, kemana otak jeniusmu itu, Kim Joonmyeon? "Pakai ini dulu saja ya, aku tunggu kau diluar." beritahunya.

Sementara Yixing berganti baju di dalam, Joonmyeon menunggu diluar sembari memunguti pakaian Yixing yang tadi dibiarkan saja berserakan di lantai untuk kemudian dimasukannya ke dalam mesin cuci. Begitu selesai, ia sudah mendapati catboy itu berpakaian lengkap, berdiri di depan kamar mandi dengan tangan terlipat di belakang punggung.

Joonmyeon tersenyum tipis dan meraih tangan Yixing untuk menuntunnya ke dapur, "Ayo ikut aku."

Pipi Yixing memoles warna merah muda menggemaskan. Ia merasa terpesona dengan senyum charming lelaki baik hati yang sudah mau menampungnya ini.

Joonmyeon menyuruh Yixing duduk di salah satu kursi yang tersedia di meja makan sementara dia mengambil makanan Yixing sudah disiapkannya di piring tadi.

Joonmyeon keluar dari dapur dengan satu tangan mengenggam piring dan mendapati catboy itu sudah memegang sendok dan garpu di tangan masing-masing, tampak bersemangat untuk segera menyantap makanannya. Ekornya yang menyembul dari celana bergerak-gerak liar, dan telinga kucingnya berkedut-kedut tak sabaran. Joonmyeon terkekeh kecil.

Ia meletakan piring itu di depan Yixing dan duduk di hadapan lelaki itu.

Yixing tersenyum manis dan menggumam "xie-xie" lirih, namun sesaat setelah ia menunduk untuk melihat menu makanannya, dia berhenti.

Joonmyeon mengerutkan kening melihat perubahan tingkah Yixing yang abstrak,

"Ada apa?"

"Eum... tidak apa apa, hanya saja..." Yixing menggigiti garpunya, "ikannya mentah..."

Dahi Joonmyeon berkerut dalam,

"Memangnya kenapa? Kucing suka ikan kan?"

Yixing menyipitkan mata menatap Joonmyeon. Ia melipat tangan di depan dada, "Kami memang sejenis kucing, dan kami memang suka ikan. Tapi bukan berarti kami doyan makan ikan mentah-mentah." Ia mendengus pelan, "Kami masih manusia, tahu."

Joonmyeon facepalm untuk kedua kalinya.

Seluruh wajahnya memerah karena malu.

Nah kan. Dia jadi keliatan bodoh sekali.

"O-oke, baiklah, maaf. Aku kan tidak tahu," ia menggaruk belakang lehernya, nyengir canggung, "Lalu kau mau makan apa? Aku tak punya makanan kucing."

Si catboy mendengus untuk yang kedua kali, "Catboy bisa kok makan makanan manusia," terangnya.

Joonmyeon mengerjap, "Eum... oke. Bagaimana kalau kita makan pizza saja? Aku akan telepon delivery order."

Senyum lebar yang kemudian menggembang cantik di wajah Yixing cukup menjadi jawaban bagi Joonmyeon.

.

.

.

Mereka menghabiskan waktu hingga menjelang malam dengan menonton drama di televisi diatas sofa panjang milik Joonmyeon di ruang tamu, ditemani dengan dua kotak pizza papperoni dan meatlover ukuran besar (salahkan Yixing yang dengan lancangnya memanfaatkan kitty eyes-nya padanya. Joonmyeon lemah dengan yang seperti itu.)

Waktu baru menunjukkan pukul setengah 9 malam saat Joonmyeon merasakan sesuatu yang memberatkan bahunya.

Joonmyeon menoleh, rambut hitam sehitam jelaga dengan aroma apel itu langsung menyeruak memenuhi indra penciumannya. Telinga kucingnya yang semula tegak kini melemas dan tampak menggemaskan.

Ia lantas bangkit dari tempatnya bersantai di sofa, membersihkan sampah sisa makanan mereka lalu mematikan televisi yang tengah menayangkan acara interaktif.

Joonmyeon meletakan tangannya di punggung dan perpotongan kaki hybrid itu lalu membopongnya menuju kamarnya. Dengah hati-hati ia meletakan tubuh Yixing di atas ranjang, takut membangunkannya. Ia meraih selimut tebalnya yang terlipat rapi di kaki ranjang dan menyelimuti tubuh yang tengah terlelap damai disana.

Joonmyeon menghela nafas, dan mengambil bantal serta gulingnya di sisi ranjang. Dia menjumput selimutnya yang lain dari lemari dan betanjak keluar kamar, sebelum kemudian menutup pintunya. Ia memang memilih tidur di sofa karena meskipun dia ingin sekali tidur satu ranjang dengan Yixing, dia merasa canggung.

Dia tidak mau disebut kurangajar, selain itu tidur satu ranjang dengan orang lain dengan keadaannya yang sudah punya kekasih rasanya juga tidak benar. Jadi dia pilih mengalah saja, well yeah, walau tentu saja dia tidak akan membiarkan Yixing tidur begitu saja di sofa.

Joonmyeon menghela nafas panjang sekali lagi begitu ia sudah membaringkan diri di permukaan sofa.

Hah.

Hari ini terasa panjang sekali, seperti mimpi. Ah, dan dia juga baru ingat dia belum sempat memperkenalkan diri. Mungkin saking terpesonanya, dan karena hari ini memang benar-benar gila.

Fetish kotornya.

Obsesi terpendamnya saat ini tengah tertidur di dalam kamarnya, di atas ranjang-nya, memakai piyama-nya, di rumahnya. Dan walau hanya angan semata, Joonmyeon menginginkan Yixing menjadi miliknya—

Tidak. Tidak.

Ngomong apa dia?

Ini pasti karena efek ngantuk yang kini mulai mendera tubuhnya. Joonmyeon menutup kelopak matanya, membiarkan dirinya dikonsumsi perasaan tenang dan damai ke alam mimpi, dan berdoa semoga ia masih bisa melihat wajah menggemaskan itu keesokan hari. Esok harinya, lusa—dan seterusnya.

.

.

'Selamat malam... Yixing'


bersambung


.

halo halo. Updetnya lama ya? Hehe, maaf. Kemarin sibuk sama real life. Dan chapter ini aku kebut semalem sampe sekitar jam 12, wkwk *jangan dicontoh ya* 3k+ nggak terlalu pendek juga kan ya? Makasih Sekali respon positifnya. Ternyata nggak cuman aku aja yang gregetan sama catboy!Yixing. Senengnyaaaa XDD
Dan yang penasaran apa ini bakal naik rate... hmmm, we will see *smirk smirk* Terus, siapa pacarnya Junmen... emm menurut kalian enaknya siapa nih? kalau aku ada sih sebenernya, cuman pingin liat saran yang lain aja XD

Sama ini masih misteri ya kenapa Yixing bisa nyasar ke situ. Yang jelas Yixing nggak mungkin naik pesawat sendiri terbang dari China ke Korea, wkwk.

Yang pakai akun, aku balas pakai PM. Yang non login, ini balasannya ceman-ceman:

Purplexing (hoho, fetishnya junmen emang ngeri, terima kasih reviewnya ^^) ayaya (aku ngakak baca review kamu, iya sih, junmen tampangnya tajir dari sononya -_- terima kasih reviewnya ^^) eunwoo (sudah lanjut :V terima kasih reviwnya ^^) shin (sudah lanjut :V terima kasih reviewnya ^^) lju (sudah lanjut ;V terima kasih reviewnya ^^)

Pokoknya makasih ya atas komentarnya yang nge-fave dan nge-follow juga.

Terakhir, berniat meninggalkan Review? ^^

Sampai ketemu di chapter berikutnya...