Stay by My Side

*Prologue*

Story © alice dreamland

The Basketball which Kuroko Plays © Fujimaki Tadatoshi

Genre: Romance, Drama, Hurt/Comfort (maybe)

Warning: Typo(s), all in 2nd PoV, alur lambat/ngebut, AkashixIgnorant!Reader, slight KisexReader, OOC, Request Nakamura Hikari

"Seijuuro."

Seorang wanita berbalut dress merah menyerukan nama anak semata wayangnya. Ia duduk di kursi taman belakang mansion Akashi ditemani meja beserta secangkir teh hangat.

Di sekeliling meja, terdapat jalan setapak berbentuk bundar serta jalan satu arah di bagian depan—sementara rerumputan dan aneka bunga bertabur di sekitarnya.

Tak lama kemudian, langkah kaki kecil terdengar.

Dan seorang anak berumur tujuh tahun dengan rambut merah serta pakaian bangsawan datang—menjumpai sang ibu berambut senada dengan novel tebal pada gengaman.

"Ada apa, okaa-san?" tanyanya sopan. Manik heterokomnya menatap lurus sang ibu—penuh akan pertanyaan.

"Seijuuro," mulainya dengan senyuman lembut. "Mulai sekarang, [name]-chan akan tinggal bersama kita."

Lelaki cilik itu mendelik. "[name]?"

Sang wanita berbalik sejenak, membungkuk dan berbisik kepada seseorang di bawah meja: "[name], ayo keluar! Sei-chan akan bermain denganmu, lho!"

Akashi—lebih tepatnya Akashi Seijuuro—menaikkan sebelah alis melihat kelakuan ibunya yang mencurigakan.

Ah, tunggu. Sejak kapan terdapat seseorang di bawah meja?

Yah, sedikit sulit terlihat memang—karena taplak bermotif mawar yang membalut sekeliling meja serta permukaannya.

Beberapa detik kemudian, kau berdiri keluar dari meja. Kau mengenakan pakaian khas gothic lolita yang cantik dan mempermanis dirimu. Namun, wajahmu tak menunjukan emosi apapun.

Sangat hampa dan kosong.

Sang wanita—Akashi Sena—menepuk kepalamu lembut dengan sebelah tangan.

"[name]-chan, ayo perkenalkan dirimu." Kau menatap sang nyonya sebelum mengangguk.

"[surname][name]," serumu singkat—dengan wajah datar. Akashi menatap manik kosongmu. Entah mengapa, ia tidak menyukainya.

"Akashi Seijuuro," responnya—tak kalah datar. Pandangan kalian saling beradu. Kau tampak tenang dan tak peduli, sementara Akashi semakin memelototimu.

"Ara, ara, Seijuuro! Ada apa dengan tatapanmu?" Sang ibu memekik kaget.

Akashi tak menjawab dan justru melontarkan pertanyaan. "Okaa-san, mengapa kita harus tinggal dengannya?"

Kau masih berwajah tenang meski Akashi menunjukmu secara tak sopan.

Sang ibu menegang seketika, namun tetap menjawab. "[name]-chan tidak bisa tinggal dengan orangtuanya lagi, karenanya okaa-san membawanya tuk tinggal bersama keluarga kita."

Akashi cilik tampak kurang paham. Melihatnya, sang ibu mendesah.

"Nanti saat kau sudah cukup besar, okaa-san akan memberitahukan maksudnya."

Akashi mengangguk, lalu menatapmu yang diam tanpa berucap apapun. Namun kini ia melihat pandanganmu tertuju pada buku di gengaman tangannya.

"Buku apa itu?" tanyamu pelan—disertai rasa ingin tahu.

"Dongeng," jawabnya simpel.

"Boleh kupinjam?" tanyamu. Mengadahkan kepala—menatapnya langsung. Manik matamu berbinar.

Perubahan sifatmu sukses membuat Akashi kecil tertegun. Wajahnya sedikit merona.

"Boleh," jawabnya pendek—menyerahkan buku tersebut. Kau tersenyum cerah, melihatnya membuat Akashi juga menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

"Terima kasih!" serumu—membungkuk seraya berjalan ke bangku depan nyonya Akashi duduk. Bangkunya memang cukup tinggi bagi anak seusiamu (tujuh tahun), namun masih dapat kau gapai.

Kau memandang nyonya Akashi yang berada di hadapanmu dengan tatapan penuh harap.

"Apa aku boleh duduk disini?" tanyamu sopan. Wanita itu mengangguk.

Senyumanmu melebar, dengan cepat kau duduk dan meletakkan buku penuh tulisan itu di meja. Manik matamu menelusuri setiap kata yang tertera pada halaman pertama. Meski sulit, setidaknya kau paham arti keseluruhan kalimat.

Tak lama kemudian, Akashi telah berada di sebelahmu. Lelaki kecil itu memaksa ikut duduk sekursi—yang sesungguhnya terlalu longar untukmu seorang. Salahkan saja tubuh mungilmu saat menginjak usia sekarang.

Meski sedikit sesak, kau tak mempersalahkannya—sekali lagi salahkan sifatmu yang cuek dan irit kata. Akashi melirikmu sejenak—yang mirisnya, tak kau sadari karena terlalu berkonsentrasi pada bacaan—lalu memfokuskan diri pada dongeng di meja.

Alhasil, kalian berakhir membaca sebuah buku dongeng bersama.

.

Yey~ Akhirnya prolog dah jadi yesh. Saya sebenernya mikir lebih baik part ini digabung sama Ch 1, tapi malah akhirnya kepisah. Ya sudahlah wkwkwk

Dan kurasa ini satu-satunya FF AkaReader yang jelas plotnya sampai akhir di otakku, yang lain rada samar aahahahah /dihajar

Btw, 'Details' (AkashixReaders) udah update :'3 /promosieh

Sekian!

~alice dreamland