Meeting the Clan

Disclaimer © Masashi Kishimoto

Hi minna-san! Chuunibyou kembali lagi dengan sekuel dari "Future Hokage's Love" dan "An Act of Love". Saya sangat berterima kasih kepada semua orang yang sudah mau mengikuti 2 fic ini, terutama yang udah nge-review dan nge -fave 2 fic ini. Dukungan kalian sangat berarti!

Oh ya, maaf karena fic ketiga ini updatenya lama. Bukan bermaksud membuat kalian penasaran, tapi saya lagi sibuk UAS dan baru bisa nulis malam ini T.T. Fic ini dikebut dalam waktu 2 hari dan akan multichaps, tapi maksimal cuma 3 chaps kok dan akan diusahakan update secepat mungkin.

Baiklah, tanpa banyak curhat lagi, saya persembahkan fic ini. Happy Reading!

Words count : 3,667

Sinar mentari sudah bersinar terang di Konoha, menandakan bahwa hari tidaklah pagi lagi. Tampak seorang gadis muda masih terbaring di atas tempat tidurnya dengan mata yang terpejam erat tanda ia masih menikmati tidurnya. Saat secercah sinar mentari mendarat tepat di wajahnya lewat jendela yang tidak ia tutup tirainya, ia mulai menggeliat perlahan. Perlahan matanya terbuka menampakkan dua mata seputih bulan.

Hinata terkesiap. Tak biasanya ia dibangunkan oleh sinar mentari. Biasanya ia selalu bangun saat hari masih gelap dan selalu meninggalkan kediaman Hyuuga sepagi mungkin. Bukannya ia tak suka dengan keluarganya sendiri, namun terkadang ia tak tahan dengan tatapan dingin dari tetua Hyuuga yang akan sarapan bersamanya jika ia tak pergi sepagi mungkin dari kediamannya ini. Matanya sejenak melirik jam dan betapa terkejutnya ia saat menyadari bahwa sudah jam 9.30 pagi! Ia tertidur lebih lama 3 jam dari jam biasa ia meninggalkan kediaman Hyuuga.

"Kenapa aku bisa tertidur sampai jam segini … " batin Hinata. Entahlah, mungkin karena kemarin malam ia terlalu lelah mengelilingi seluruh desa Konoha sambil menangis. Ia sekarang tersenyum kecil memikirkan betapa beruntungnya ia memiliki Naruto sebagai kekasihnya. Lelaku pirang itu selalu bisa membangkitkan semangat Hinata tak peduli seberapa terpuruknya dia. Ia lalu teringat lamaran kekasihnya di tengah taman Konoha kemarin malam.

"Hinata, aku.. aku tidak pandai berkata-kata. Namun, satu hal yang ingin kukatakan kepadamu. Aku sangat mencintaimu. Dan aku yakin, aku hanya ingin menghabiskan seluruh hidupku denganmu. Hyuuga Hinata, maukah kau menikah denganku?"

Hinata meremas selimutnya dengan wajah bersemu merah. Kekasihnya, pria yang dicintainya sejak ia kecil, telah melamarnya. Tak lama lagi ia akan menjadi istri dari Naruto.

"Tapi aku masih harus menghadapi Otou-sama dan klan Hyuuga.." batin Hinata menyadari bahwa untuk menjadi istri Naruto tidaklah semudah yang dibayangkannya. Masih banyak yang harus dilaluinya, termasuk meminta persetujuan ayahnya dan tetua klan.

Di tengah-tengah pemikirannya ini, tiba-tiba Hinata merasa mual yang tak tertahankan. Wajahnya berubah pucat dan ia segera menutup mulutnya dengan tangannya sambil berlari menuju toilet yang berada tepat di depan kamarnya.

Hinata segera mengeluarkan isi perutnya ke dalam wastafel. Tak banyak yang ia muntahkan, mengingat ia memang tak makan apa-apa semalaman, namun rasa mualnya tak juga hilang dan ia terus "memuntahkan" angin kosong ke wastafel. Hinata menunggu beberapa saat hingga rasa mual itu berlalu, lalu segera membersihkan mulutnya dan membilas wastafel.

"Apa ini yang disebut morning sickness?" Kini Hinata teringat kembali dengan kenyataan bahwa ia tengah mengandung.

"Entah apa yang akan dilakukan Otou-sama pada Naruto jika ia sampai tahu…"


Hinata kini sedang sarapan bersama ayahnya, Hyuuga Hiashi dan seorang tetua, Hyuuga Hisako. Hinata sedikit menunduk menyadari bahwa Hisako sedang menatapnya tajam. Hinata sadar, tetua klan Hyuuga tidak menyukainya dan lebih memilih Hanabi sebagai penerus klan. Mereka seolah-olah menutup mata atas semua pencapaian Hinata dalam 5 tahun terakhir.

Menyadari ketegangan antara putrinya dan tetua Hyuuga, Hiashi segera memecahkan keheningan.

"Hinata, tidak biasanya kau sarapan sesiang ini? Apa kau sedang tidak ada latihan dengan timmu?"

Hinata agak terlonjak mendengar Hiashi yang tiba-tiba membuka suara. "Tidak, Otou-sama. Hari ini tidak ada latihan." Jawab Hinata, lalu segera meneruskan makannya.

"Hmm, begitukah."

Keheningan kembali menyelimuti ruang makan itu. Hinata yang tidak tahan lagi dengan tatapan Hisako segera menyelesaikan makanannya dan beranjak.

"Otou-sama, aku mohon izin untuk pergi bertemu dengan teman-temanku hari ini. Hisako-sama, permisi." Tanpa menunggu jawaban Hiashi, Hinata segera berjalan cepat keluar dari ruang makan.

Hiashi mendesah pelan. Ia sadar bahwa bahkan dengan semua pencapaian Hinata, tetua klan Hyuuga tetap menutup mata mereka. Mereka tidak peduli dengan itu semua. Termasuk Hyuuga Hisako, salah satu tetua paling keras kepala yang pernah dikenal Hiashi. Pernah Hiashi mendiskusikan keinginannya untuk membuat Hinata kembali menjadi pewaris klan Hyuuga, namun tetua menentangnya dengan alasan Hinata terlalu lembut untuk menjadi seorang ketua klan Hyuuga, dan di antara para tetua yang paling gencar menentang ide itu adalah Hisako. Bahkan setelah melihat kenyataan bahwa Hinata telah berhasil menyelamatkan Hanabi dari Toneri dan menyelamatkan Bumi pula dari kehancuran, mereka tetap tidak setuju dengan ide Hiashi.

Hiashi sadar, ia bukanlah seorang ayah yang baik. Ia telah mengabaikan putri sulungnya dan melatih putri bungsunya dengan keras hingga Hanabi menjadi begitu dingin. Akibatnya, hubungan kedua kakak beradik ini sempat menjadi renggang selama beberapa tahun. Untunglah sejak Perang Dunia Shinobi Keempat, hubungan kedua putrinya tampaknya sudah membaik.

Hiashi sendiri merasa ada keanehan dengan sikap Hinata akhir-akhir ini. Sejak misi ke Bulan itu, Hinata menjadi sering menghabiskan waktunya dengan bocah Uzumaki itu. Meskipun Hiashi jarang keluar rumah, ia sering melihat putrinya diantar pulang oleh Naruto ke kediaman Hyuuga. Hiashi tidaklah bodoh, ia tahu bahwa putrinya menyukai Uzumaki Naruto. Tetapi menurut sepengetahuan Hiashi, bocah itu menyukai teman setimnya.

"Mungkin mereka hanya sering menghabiskan waktu bersama sebagai teman… Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Oh Hiashi. Kau akan segera tahu betapa salahnya dirimu.


Sementara itu, tampak Naruto yang sedang bersantai di apartemennya. Mengingat dunia shinobi yang kini sudah damai, misi menjadi lebih sedikit. Misi-misi yang ada pun hanya sekedar misi pengantaran atau misi menumpas bandit-bandit yang berkeliaran di hutan sekitar Konoha. Itulah sebabnya akhir-akhir ini Naruto pun menjadi lebih santai.

Naruto kini tengah memikirkan suatu hal; bagaimana caranya ia akan meminta persetujuan ayah Hinata dan klan Hyuuga untuk menikahi Hinata. Ia tidak yakin Hiashi akan menerimanya, mengingat ia adalah jinchuuriki. Memang penduduk desa tampaknya sudah melupakan status jinchuuriki Naruto sejak Naruto menjadi pahlawan keselamatan desa Konoha dari Pain, namun tetap saja Naruto merasa khawatir akan hal itu.

DI tengah-tengah pemikiran Naruto, tiba-tiba ada suara ketukan lembut dari depan pintu apartemennya. Ia segera melompat girang dari tempat tidurnya dan membuka pintu dengan semangat.

"Ohayou, Hinata-chan!" ucap Naruto dengan keras sambil memeluk kekasihnya. Ya, Naruto langsung mengetahui bahwa Hinatalah yang datang bahkan sebelum ia membuka pintu. Alasannya sederhana; hanya Hinata yang mau mengetuk pintu. Sakura biasanya langsung mendobrak pintunya keras, Kakashi hanya akan bertengger di jendelanya, sedangkan teman-temannya yang lain hampir tidak pernah berkunjung ke apartemennya.

"Ayo masuk, Hinata-chan! Aku sudah sangat merindukanmu." Tanpa membiarkan Hinata membalas salamnya, Naruto langsung menarik Hinata masuk ke dalam apartemennya dan menutup pintu.

"Ohayou, Naruto-kun" ucap Hinata saat berada di dalam apartemen kekasihnya. "Apa kau sudah sarapan, Naruto-kun?" tanya Hinata.

"Baru saja aku makan ramen, Hinata-chan! Apa kau sudah makan? Kau tampak pucat." Saking bahagianya Naruto saat melihat Hinata di depan pintu rumahnya, ia baru menyadari Hinata yang tampak sedikit pucat saat Hinata sudah berada dalam apartemennya.

"Tidak apa-apa, Naruto-kun. Hanya sedikit mual." Balas Hinata sambil memberikan senyuman manisnya.

"Eeeh? Kau sakit, Hinata-chan? Apa perlu kita menemui Sakura-chan?" Naruto langsung bertanya dengan cepat. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada kekasihnya ini.

"Tidak, Naruto-kun. Aku baik-baik saja.. Ini hanya gejala morning sickness"

Naruto langsung menggaruk kepalanya bingung. "Apa itu morning sickness, Hinata-chan?"

Hinata tersenyum maklum melihat Naruto. Naruto tumbuh besar sendirian, oleh sebab itu ia kurang mengetahui hal-hal seperti ini. Bahkan, dulu Naruto sempat mengira perut Kurenai membesar karena terlalu banyak makan.

"Morning sickness itu adalah gejala mual pada wanita hamil, Naruto-kun. Jadi, aku baik-baik saja. Hanya sedikit mual, Naruto-kun."

Naruto hanya mengusap tengkuknya malu sambil memberikan cengirannya pada Hinata. Ia lalu mengajak Hinata untuk duduk di ruang makannya yang berantakan.

"Naruto-kun, ruang makannya sangat berantakan, aku bereskan ya?" Hinata langsung sigap mengambil tumpukan ramen instan di atas meja makan. Namun, tiba-tiba tangan Naruto menggenggamnya.

"Hinata, kau kan sedang hamil. Biar aku saja yang membereskannya." Hinata tersipu malu melihat sikap Naruto yang begitu gentleman.

"Baiklah, Naruto-kun."

15 menit kemudian, Naruto sudah membersihkan dan mengelap meja makannya. Naruto langsung membuka pembicaraan.

"Hinata, malam ini aku ingin bertemu dengan ayahmu."

"Ehh? Secepat ini, Naruto-kun?" Hinata agak kaget mendengar bahwa Naruto ingin secepat ini bertemu ayahnya.

"Tentu saja, Hinata-chan! Aku tak sabar ingin memperistrimu!" Spontan Hinata blushing saat mendengar penuturan Naruto. "Selain itu, jika kita menundanya terlalu lama, ayahmu akan tahu bahwa kau sedang hamil. Dan saat itu, mungkin ia tidak akan mengizinkan kita menikah."

Hinata setuju dengan pendapat Naruto. Ia sendiri tidak yakin ayahnya akan mengizinkannya menikah dengan Naruto bila ayahnya tahu ia tengah mengandung.

"Tapi, meskipun Otou-sama menentang, aku akan tetap menikah dengan Naruto-kun…" Hinata berujar dengan penuh tekad dalam hatinya.

"Hinata-chan, bagaimana sebaiknya aku bertindak-ttebayo? Aku benar-benar tidak ada ide untuk berbicara dengan ayahmu!" ujar Naruto dengan panik. Meskipun ia sudah memutuskan untuk segera menemui ayah Hinata, ia tidak pernah memiliki orang tua untuk mengajarinya bertutur kata saat hendak melamar.

"Naruto-kun, pertama-tama, jika ingin bertemu dengan Otou-sama, kau harus memiliki pakaian formal, karena Otou-sama adalah orang yang sangat kaku."

"Hinata-chan, apa kau baru saja mengejek ayahmu sendiri?" Naruto menggoda Hinata sambil terkekeh-kekeh.

"Mou! Naruto-kun, jangan menggodaku! Aku serius." Ucap Hinata dengan wajah memerah. Tanpa ia sadari, ia memang sudah mengejek ayahnya sendiri.

"Hahaha, baiklah, baiklah. Tentu saja aku punya-ttebayo! Akhir-akhir ini Kakashi-sensei juga sedang melatihku untuk menjadi Hokage. Jadi, ia sering membawaku bertemu dengan daimyo ataupun petinggi Negara lain. Tentunya aku juga harus memiliki pakaian formal-ttebayo!"

"Naruto-kun, apa kau benar ingin menemui ayah malam ini? Aku takut, Naruto-kun…" ujar Hinata pelan. Entah mengapa, semakin dekat dengan pertemuan Naruto dan ayahnya, Hinata semakin merasa takut dan resah. Ia meremas roknya dengan pelan. Naruto yang melihat Hinata tertekan seperti itu menjadi sedih pula.

"Hinata-chan, kau tidak perlu takut-ttebayo! Aku berjanji padamu, aku akan menyelesaikan masalah ini dengan baik. Pada akhir malam ini, Hiashi-sama pasti akan sudah menerimaku, Hinata!" ucap Naruto dengan percaya diri.

Tampaknya semangat dan keoptimisan Naruto memang menular. Tampak Hinata yang kini sudah tersenyum dan kembali memberikan senyuman kecil pada Naruto.

"Nah, Hinata-chan, sambil menunggu nanti malam, bagaimana kalau kita makan siang di Ramen Ichiraku bersama? Sekaligus kau harus mengajariku untuk bertutur kata yang baik, Hinata-chan, supaya aku bisa meninggalkan kesan yang baik pada ayahmu!" ujar Naruto dengan semangat.


Malam hari, 8 jam kemudian

Saat ini, baik Hinata maupun Naruto sedang berjalan dalam diam menuju kediaman Hyuuga. Tampak orang-orang menatap aneh pada Naruto yang memakai kimono berwarna hitam, sebab saat ini tidak ada acara formal yang sedang berlangsung di desa Konoha. Sementara itu, Hinata berjalan di sampingnya dengan pakaian biasa. Ini membuat kedua orang ini tampak lebih mencolok.

Setibanya di depan kediaman Hyuuga, Kou menatap aneh pada dua insan ini. Hinata hanya memberikan seulas senyum tipis, lalu berkata, "Kou, bisakah kau tolong memanggil Otou-sama? Ada yang hendak kubicarakan dengannya." Tanpa basa-basi, Kou langsung bergegas memanggil Hiashi. Sementara itu, Hinata dan Naruto berdiri di depan kediaman klan Hyuuga.

"H-Hinata-chan, rasanya tanganku gemetar-ttebayo…" ujar Naruto dengan keringat dingin mengalir dari dahinya. Hinata hanya terkikik kecil sambil mengeluarkan sapu tangannya dan mengelap dahi Naruto lembut. "Tidak apa-apa, Naruto-kun. Aku percaya Naruto-kun pasti bisa meluluhkan hati Otou-sama. Dan sekalipun Otou-sama tidak merestui kita, aku tidak akan menyerah.. Aku mencintaimu dan aku tidak akan menarik kata-kataku kembali, karena itu adalah jalan ninjaku." Hinata mengakhiri motivasinya dengan sebuah senyuman yang sukses membuat kegugupan Naruto sebelumnya menguap. Naruto kini merasakan kembali rasa percaya diri yang sebelumnya sempat menghilang saat Hinata meminta Kou untuk memanggil ayahnya. Naruto lalu menunduk dan hendak memberikan sebuah ciuman untuk gadisnya.

"Ehem!" Hiashi berdehem dengan keras di depan gerbang kediaman klan Hyuuga. Tampak tanda segi empat di dahi Hiashi.

"Berani sekali bocah ini mencoba mencium putriku tepat di depan kediaman Hyuuga. Tunggu dulu, mengapa ia berani mencium Hinata?"

Di saat itu, Hiashi menyadari satu lagi keanehan pada diri Naruto. "Untuk apa dia memakai pakaian seformal itu di depan rumahku? Apa ada yang ingin dia sampaikan?"

Naruto meneguk ludahnya saat menyadari bahwa ia baru saja tertangkap basah oleh ayah kekasihnya sedang mencoba mencium Hinata tepat di depan matanya. Naruto lalu menggaruk tengkuknya lalu memberikan senyuman kaku kepada Hiashi.

"Eh, ano, sebenarnya, ada yang ingin saya bicarakan dengan anda, Hyuuga-sama." ucap Naruto dengan lancar meskipun sebenarnya ia kini kembali merasa gugup. Namun sebuah remasan kecil dari tangan Hinata berhasil membuatnya kembali merasa percaya diri.

"Hm! Kau sebaiknya memberi penjelasan padaku, Uzumaki! Ikuti aku!" ujar Hiashi lalu segera berjalan dengan cepat masuk kembali ke kediaman Hyuuga. Sementara itu, Hinata dan Naruto mengekor di belakangnya.


Tanpa diduga, Hiashi ternyata membawa Naruto dan Hinata ke ruang baca pribadinya. Hinata sendiri tak menyangka Hiashi akan membawa mereka ke tempat ini. Awalnya, Hinata mengira bahwa Hiashi akan langsung membawa mereka ke ruang makan Hyuuga, yang sekaligus tempat berkumpul tetua klan pada malam hari. Hiashi mengambil tempat di hadapan Naruto dan Hinata, sementara kedua pasangan kekasih ini duduk menyamping menghadap Hiashi.

"A-ano, Otou-sama, mengapa kita ada di ruang bacamu?" Hinata bertanya dengan pelan kepada Hiashi.

Hiashi mendesah. Tentu saja, alasan utamanya tidak membawa Naruto ke ruang makan adalah karena tetua Hyuuga. Berbeda dengan anggapan Hinata selama ini, Hiashi sama sekali tidak membenci Naruto. Malah, Hiashi sesungguhnya sangat berterima kasih atas segala perbuatan Naruto terhadap klan Hyuuga. Naruto telah membuka mata Neji yang sempat sangat membenci Souke Hyuuga, Naruto juga telah menyelamatkan desa Konoha dari kehancuran saat invasi Pain, dan yang terakhir adalah Naruto juga telah menyelamatkan putrinya dari penculikan Otsutsuki Toneri. Namun, tetap saja, sebagai seorang ayah dari anak perempuan, ia tidak senang melihat Naruto berusaha mencium putrinya tepat di hadapannya.

"Aku hanya malas menatap wajah para tetua. Sekarang, apa yang ingin kau jelaskan, Uzumaki? Dan aku harap penjelasanmu bisa kuterima!" bentak Hiashi kepada Naruto.

Dalam hati, Naruto merutuki kebodohan dirinya. Tampaknya saat ini Hiashi sedang marah karena perbuatan konyol Naruto di depan gerbang klan Hyuuga. "Seandainya saja tadi aku tidak berusaha mencium Hinata-ttebayo…"

"Hiashi-sama, saya ingin memberi tahu kepada Anda, bahwa saat ini saya tengah menjalin hubungan dengan putri Anda, Hinata." Naruto berkata tanpa gugup sedikitpun.

"Sudah berapa lama hubunganmu dengan putriku, Uzumaki?" Hiashi bertanya setengah menggeram. Ternyata ini alasan belakangan ini Hinata selalu diantar pulang oleh Naruto! Mereka tengah menjalin hubungan dan ia bahkan tidak mengetahuinya sama sekali.

"Sudah 5 bulan, Hiashi-sama" balas Naruto.

"Hinata, kenapa kau sama sekali tidak memberi tahu tentang hal ini kepadaku!?" Hiashi bertanya dengan nada tinggi kepada putrinya. Bukannya Hiashi tidak senang dengan hubungan ini. Hiashi tahu bahwa Hinata sudah lama menyukai Naruto dan Hiashi juga tahu kedekatan mereka sejak Perang Dunia Shinobi Keempat. Hanya saja, sebagai seorang ayah, Hiashi merasa kurang dihargai oleh Hinata. Selain itu, sebagai putri dari ketua klan Hyuuga yang merupakan salah satu klan tertua di Konoha, seharusnya Hinata tahu betul, bahwa untuk menjalin suatu hubungan, Hinata harus mendapat persetujuan dulu dari Hiashi.

Hinata yang duduk di samping Naruto sedikit terlonjak saat mendengar bentakan Hiashi. Sudah lama sekali ia tidak mendengar bentakan ini ditujukan kepadanya. Bentakan yang sempat menjadi temannya sehari-hari saat ia masih dilatih oleh Hiashi, sebelum ayahnya merasa putus asa akan dirinya yang lemah dan memutuskan untuk melatih Hanabi.

Tampaknya bentakan ini kembali membuka luka lama di hati Hinata. Hinata terdiam untuk sejenak, lalu ia segera menjawab pertanyaan Hiashi.

"M-m-maaf, O-Otou-sama. A-aku hanya t-takut Otou-sama t-tidak menyetujui h-hubungan ini.." jawab Hinata tergagap. Suatu kebiasaan lama Hinata yang sudah tidak muncul lagi kecuali ia merasa sangat gugup. Naruto yang menyadari hal ini, segera menoleh ke arah Hinata. Tampak Hinata tengah menunduk sambil meremas erat tangannya sendiri. Naruto ingin sekali memeluk dan menenangkan Hinata, tapi ia tidak ingin memancing kemarahan Hiashi lagi dengan perbuatan bodohnya. Naruto lalu memberikan sebuah senyuman ke arah Hinata, yang sayangnya tak dilihat Hinata.

Hiashi hanya diam mendengar penuturan Hinata. Hiashi tahu, sebagai seorang ayah, ia sudah gagal. Semua tindakannya yang ia kira akan mendidik kedua putrinya, nyatanya gagal. Akibat didikannya, Hinata tumbuh menjadi gadis yang tertutup dan penakut. Akibat didikannya, Hanabi tumbuh menjadi gadis yang dingin dan tidak berperasaan. Hubungan kedua saudara itu pun sempat direnggutnya karena ia lebih memilih Hanabi daripada HInata. Namun, sejak Hinata mengenal Naruto, ia mulai merasakan perubahan pada diri Hinata. Hinata menjadi lebih berani dan lebih bersemangat. Ia juga merasakan kembali semangat hidup Hinata yang dulu sempat hilang saat ia menyerahkan Hinata kepada Kurenai. Hinata yang sempat divonis sebagai putrinya yang lemah dan gagal, ternyata mampu melampaui ekspektasinya dan kini mampu menjadi seorang Jounin Konoha yang telah melindungi desanya dari berbagai bahaya. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, Hiashi akhirnya memberikan jawabannya.

"Hinata, Naruto, tidak ada alasan bagiku untuk melarang hubungan kalian…" ucap Hiashi pelan.

Baik Naruto maupun Hinata tertegun mendengar jawaban Hiashi. Sama sekali tak ada yang menyangka bahwa Hiashi akan memberikan restunya semudah ini.

"Hinata, aku menyadari banyaknya perubahan dalam dirimu sejak kau mengenal Naruto. Kau menjadi lebih percaya diri dan mampu menggali potensi-potensi yang ada pada dirimu. Sementara aku, ayahmu, aku hanya bisa membentak dan bahkan mengabaikanmu di saat aku merasa bahwa kau telah gagal. Sebagai ayah, aku telah gagal. Maafkan aku, Hinata.."

Hinata kali ini benar-benar terkejut mendengar permohonan maaf ayahnya. Ia sama sekali tidak menyangka ayahnya akan meminta maaf padanya.

"O-Otou-sama, tidak ada yang perlu dimaafkan. Aku tidak pernah merasa Otou-sama telah berlaku salah kepadaku. A-aku sadar, selama ini semua ketegasanmu hanyalah supaya aku dapat menjadi kunoichi yang kuat dan pantas memimpin klan Hyuuga." Balas Hinata dengan tulus. Memang, Hinata sempat bertanya pada dirinya sendiri, sebenarnya apa kesalahan yang telah diperbuatnya sehingga ayahnya begitu membenci dirinya? Namun, seiring berjalannya waktu, Hinata sadar, ayahnya hanyalah seorang pria kaku yang kesulitan mengekspresikan perasaannya. Keinginannya agar Hinata menjadi seorang kunoichi kuat diekspresikan dalam bentuk latihan keras dan bentakan demi bentakan. Ketika Hinata tidak mampu memenuhi ekspektasi ayahnya, ayahnya terpaksa memalingkan wajahnya dari Hinata demi memenuhi tuntutan klan untuk menghasilkan pewaris yang kuat bagi klan Hyuuga.

"H-Hinata… kau…" Hiashi tertegun mendengar penuturan putrinya. Hiashi sempat mengira, bahwa ia tidak akan bisa memperbaiki hubungannya dengan putri sulungnya ini. Namun ia sadar, Hinata memiliki hati yang sangat lapang. Dan Hiashi tahu benar siapa pria yang berhasil membuat putrinya bangkit kembali dari keterpurukan yang diakibatkan dirinya.

"Naruto, kau adalah pria yang telah mengubah Hinata, tidak, mengubah seluruh klan Hyuuga. Kau telah memperbaiki hubunganku dengan Neji, satu-satunya peninggalan adikku, kau juga telah membuat putri sulungku menjadi kunoichi yang hebat dan tetap berprinsip. Uzumaki Naruto, aku menyetujui hubunganmu dengan putri sulungku." Hiashi mengakhiri kata-katanya dengan seulas senyum tipis yang amat jarang diperlihatkannya.

"Yes! Hinata-chan, ayahmu telah menerimaku-ttebayo! Arigatou gozaimasu, Hiashi-sama" Naruto langsung menunduk hormat pada Hiashi. Hinata juga senang mendengar ayahnya telah memberi izin ia tetap menjalin hubungan dengan Naruto.

"Hiashi-sama, masih ada 1 hal lagi yang ingin aku sampaikan" ucap Naruto dengan serius.

"Apa itu, Uzumaki?" tanya Hiashi dengan penasaran.

"Aku ingin meminta izin padamu untuk menikahi putrimu, Hyuuga Hinata bulan depan, Hiashi-sama." Naruto berkata dengan penuh hormat kepada Hiashi.

"Mengapa harus secepat itu? Bukankah kalian baru saja menjalin hubungan? Sebaiknya pernikahan kalian tidak buru-buru. Jalanilah masa pacaran ini dengan baik dan kenalilah diri pasangan kalian, Naruto, Hinata. Bukannya aku tidak menyetujui lamaranmu, Uzumaki. Hanya saja aku merasa ini terlalu cepat"

"O-Otou-sama, menjadi istri dari Naruto-kun adalah keinginanku sejak lama. A-aku akan sangat bahagia jika bisa menikah dengan Naruto-kun, Otou-sama.." balas Hinata pelan.

"I-itu benar, Hiashi-sama. Aku mohon, izinkanlah aku menikahi Hinata bulan depan, Hiashi-sama!" ujar Naruto tanpa mengurangi rasa hormat kepada Hiashi.

Hiashi kini merasa curiga. Mengapa kedua insan ini begitu kukuh dengan pendirian untuk menikah bulan depan? Dilihat dari sisi manapun, terlalu cepat jika ingin menikah satu bulan tepat setelah lamaran. Belum lagi, pernikahan calon Hokage dengan putri klan Hyuuga pasti membutuhkan persiapan yang tidak mudah.

"Aku tetap tidak setuju jika kalian ingin menikah bulan depan. Harus ada banyak persiapan untuk pernikahan calon Hokage dan putriku. Setidaknya pikirkanlah rencana ini matang-matang dulu."

"Hiashi-sama, aku mohon, setujuilah permohonanku ini…" ucap Naruto.

Hiashi kini mencurigai bahwa Naruto dan Hinata sedang menyembunyikan sesuatu. Mengapa mereka harus menikah secepat itu? Apa yang mereka sembunyikan?

"Hinata, Naruto, apa yang sebenarnya kalian sembunyikan dariku?" tanya Hiashi sambil memicingkan matanya kepada dua orang yang duduk di hadapannya ini.

Baik Naruto maupun Hinata meneguk ludah menyadari tatapan tajam Hiashi yang ditujukan kepada mereka. Mereka sadar, Hiashi kini sudah curiga dan tidak ada jalan lain selain member tahu yang sebenarnya kepada Hiashi.

"O-Otou-sama, sebenarnya…" ucap Hinata, namun tiba-tiba disela Naruto.

"Biar aku saja, Hinata-chan" kata Naruto sambil memberikan cengiran rubahnya kepada Hinata.

"Hiashi-sama, sebenarnya.. sebenarnya… " nyali Naruto tiba-tiba menciut saat ingin mengatakan kejujuran kepada Hiashi. "Aku harus bisa mengatakannya…"

"Sebenarnya, Hiashi-sama, saat ini Hinata tengah mengandung anakku.."

Bagaikan disambar petir, Hiashi begitu shock mendengar kata-kata yang terucap dari mulut Naruto. Untuk beberapa saat, hanya ada keheningan yang menyelimuti ruangan itu. Tidak ada yang berani membuka suara. Sementara itu, baik Hinata dan Naruto sedang menatap lantai dengan gugup.

Tiba-tiba terdengar derap langkah kaki mendekati mereka berdua. Hinata langsung memandang ke atas dan betapa terkejutnya ia saat mendapati ayahnya sedang mencengkeram kimono Naruto.

"Uzumaki…." Geram Hiashi. "Apa yang sudah kau lakukan pada putriku, HAH?" bentak Hiashi dengan sebelah tangannya yang sudah mengaktifkan jurus Jyuuken kebangaan klan Hyuuga. Melihat ayahnya yang akan segera menghajar Naruto, Hinata segera berdiri dan menangkap sebelah tangan ayahnya.

"Otou-sama, k-kumohon, jangan sakiti Naruto-kun. I-ini bukan hanya kesalahan Naruto-kun saja. Ini juga salahku.." ucap Hinata dengan wajah memelas. Hinata sadar bahwa kondisinya saat ini adalah akibat kesalahan dua orang, bukan akibat kesalahan Naruto seorang diri.

"J-Jika Otou-sama ingin menghukum Naruto-kun, hukumlah aku juga."

"Mana mungkin aku menghukummu Hinata! Kau sedang hamil!" teriak Hiashi kepada putrinya.

"T-tapi ini tidak adil! I-ini kesalahanku juga, Otou-sama!" balas Hinata setengah berteriak kepada ayahnya.

Hiashi melunak melihat kekeraskepalaan putrinya. Ia lalu melepaskan cengkeramannya pada kimono Naruto dan berbalik meninggalkan mereka berdua.

"Hinata, Naruto, jika sudah begini keadaannya, aku akan menyetujui lamaranmu. Tapi, Naruto, kau tetap harus mendapat persetujuan tetua. Tanpa persetujuan tetua, bahkan ketua klan pun tidak akan bisa berkutik. Datanglah besok malam pukul 7. Kenakan pakaian formal. Kau akan melamar Hinata di hadapan tetua Hyuuga. Dan ingat, jangan katakan apapaun tentang kondisi Hinata pada tetua Hyuuga." Hiashi langsung keluar dan meninggalkan sepasang kekasih ini di ruang bacanya.

"Hinata-chan, apa kau dengar itu? Ayahmu menerima lamaranku-ttebayo!" pekik Naruto girang. Namun kebahagiaan Naruto sirna saat melihat Hinata yang tengah tertunduk sambil meneteskan air mata dalam diam.

"Hinata-chan, mengapa kau menangis?" tanya Naruto pelan sambil mengusap puncak kepala Hinata.

"M-maafkan a-aku, Naruto-kun.. Gara-gara aku, O-Otou-sama hampir menghajarmu…" ucap Hinata pelan dengan sedikit sesenggukan. Ia benar-benar merasa bersalah sekaligus malu atas kejadian tadi. Ayahnya hampir saja melukai Naruto karena kehamilannya ini.

"Hei, hei, Hinata-chan, jika ada yang harus dianggap bersalah, yang seharusnya bersalah adalah aku karena memang aku yang pertama-tama 'gelap mata', Hinata-chan.." ujar Naruto pelan sambil mengelus rambut wanitanya.

"Daripada kau menangis, Hinata-chan, sebaiknya kau membantuku melakukan persiapan untuk bertemu tetua besok, agar kita bisa segera menikah-ttebayo!" Naruto berkata dengan optimisnya. Dan tampaknya keoptimisan Naruto memang menular, karena tak lama kemudian Hinata sudah berhenti menangis dan memberikan senyumannya pula pada Naruto.

"Y-ya, Naruto-kun. Kita akan menghadapi ini bersama."

TBC


Yaa, minna-san, demikianlah chapter 1 dari "Meeting the Clan". Selanjutnya, chapter 2 akan berisi lamaran Naruto pada tetua klan Hyuuga.

Pada cerita ini, saya ingin sedikit menekankan hubungan antara Hinata dan ayahnya. Karena menurut saya, sebenarnya Hiashi menyayangi kedua putrinya. Hanya saja ia adalah pria yang terlalu kaku dan tidak pandai mengungkapkan perasaannya dengan kata-katanya. Sehingga terjadilah hubungan ayah-anak yang aneh antara Hinata-Hiashi.

Nah, untuk chapter 2, saya sangat membutuhkan review dari kalian semua agar saya semakin bersemangat dalam menulisnya! Jadi… tolong Reviewnya yaaa minna-san ^^

Arigatoo