Pernahkah kau memimpikan sebuah surga? Menurutku, surga itu ada. Dunia inilah yang ku sebut surga. Surga bagi para manusia Jahannam yang kaya. Mereka mendapatkan semua yang mereka mau. Ya, dunia ini adalah surga bagi mereka yang mempunyai triliunan kertas yang di sebut uang. Dan kurasa, uang-lah tuhan di dunia, yang dapat mengatur segalanya. Ini memang surga jika di lihat sekilas. Surga yang di kotori tangan-tangan tak bertanggung jawab.

Paradise © LavenMick Amanda

Naruto © Masashi Kishimoto

Death Note © Tsugumi Ohba & Takeshi Obata

.

Warning!

Gaje, Abal, Typo(s)—Maybe?,OOC maybe, AU, InoL slight SasuIno.

.

Hanya sebuah fiksi untuk menghibur para pembaca.

.

N'Joy!

.

Mata tanpa emosi itu menyembul pelan dari balik epidermis yang masih di lapisi oleh warna warni eyeshadow. Rambut pirangnya berterbangan, di mainkan oleh kesejukan malam yang terkadang juga menusuk ke dalam jaringan kulit dan membuatmu menggigil. Tubuhnya dalam posisi berjongkok, sambil kedua tangannya yang memegang dua buah pistol yang tersemat pada sebuah tas khusus pistol buatan di kanan kiri pahanya. Celananya yang pendek memamerkan kaki jenjang yang mulus, berbanding jauh dengan pekerjaannya saat ini. Tubuhnya terbalut oleh sebuah kaos yang terlapisi jaket kulit yang menyimpan banyak kantung di dalamnya. Entah apa isi-isi dari kantung tersebut. Granat tangan, pisau kecil...

Tak dapat kau bayangkan bukan?

Sebuah tali dari senapan yang panjang dan berat tergantung manis pada bahunya. Sepatunya yang berhak tinggi juga menyembunyikan rahasia di sana. Sebuah pisau yang menyembul jika ia menekan sebuah tombol pada ibu jari kaki kanannya, dan hak sepatu kirinya menyimpan peluru cadangan dari pistol kesayangannya. Wajahnya yang datar dengan sabar menunggu.

Yamanaka Ino—Seorang gadis cantik yang setengah wajahnya tertutupi oleh masker hitam, menjadi tim khusus pembunuhan dan penyelidikan dari anggota organisasi rahasia di Jepang, Akatsuki. Talentanya yang mengerikan—tentang membunuh dan menyelidiki sesuatu sudah sampai ke seluruh pelosok dunia. Ia dapat menemukanmu walau kau bersembunyi di lubang tikus. Dia benar-benar orang terpercaya di Akatsuki. Berikan ia tiga petunjuk, dan ia akan segera menemukan dan membunuhmu. Itulah yang sering dikatakan orang-orang awam tentangnya.

Akatsuki sendiri, adalah sebuah organisasi bayaran yang sudah sangat terkenal di dunia. Akatsuki itu mempunyai banyak manusia dingin yang dapat membunuhmu dengan hanya menjetikkan jari. Terkadang beberapa perusahaan atau orang-orang penting di dunia membayar organisasi ini dengan harga selangit untuk menggali suatu informasi. Setiap anggota di organisasi ini mempunyai berjuta-juta nama samaran. Namun hanya satu nama yang di gunakan dalam organisasi Akatsuki. Dan hanya diri merekalah yang mengetahui nama asli mereka.

Cukup perkenalannya.

"Bagaimana, Clove? Apa kau yang kau dapatkan?" tanya seseorang lewat earphone kecil di telinganya. Earphone itu tak menggunakan kabel, melainkan menggunakan sinyal. Dengan kata lain, earphone itu adalah Handphone super mini yang hanya di tempelkan di telinga. Untuk menjawab panggilan, ada sebuah tombol kecil pada earphone itu.

"Mereka mulai bertransaksi seperti kata anda. Namun Yoshino membawa banyak anak buah." Ucap Ino tenang. Ia berada di sebuah dermaga kotor, di mana di depan persembunyiannya terdapat dua kelompok manusia tengah bertransaksi narkoba. Yah, asal kau tahu, di sini Ino di rekrut untuk jadi seorang guide rahasia dari pihak pelanggan Yoshino, Arui. Seorang pria yang menyembunyikan matanya di balik kacamata hitamnya. Ia seorang CEO dari perusahaan ternama. Lalu kenapa Ino di sini? Tak bersama Arui dan lima buah penjaganya? Akatsuki itu organisasi rahasia. Tak ada yang tahu di mana markasnya, siapa anggotanya atau sederet pertanyaan lain. Bukan hanya tidak tahu, tapi juga tidak boleh tahu.

"Jadi bagaimana, Yoshino? Aku adalah langgananmu, setidaknya beri aku potongan harga" ucap Arui. Orang di depannya yang didampingi berpuluh-puluh guide pun berwajah malas. Ino yang juga di persembunyiannya juga menatap malas percakapan di depan persembunyiannya. Sampai kapan ia harus sembunyi di sini?

"Tentu saja tidak. Yang kau pinta ini Ganja murni yang tak di campur oleh dedaunan lain. Mengertilah, Arui" ucap seorang bertubuh kecil dengan rambut keriting dan badang yang sangat, sangat kurus. Membuatnya tampak seperti tengkorak hidup. Tentang Ganja? Oh, sadarilah tahun berapa kau hidup. Bisa saja penipuan terjadi, membohongi pelanggan dengan harga ganja yang lebih murah, tentu dengan mencampurnya dengan beberapa daun kering lain. Oh, Kau juga harus sadar, bahwa hanya oksigen-lah yang gratis di dunia ini.

"Sepertinya tak ada hal lain yang dapat kita lakukan, yah?" ucap Arui membenarkan jasnya dan merapikan rambutnya yang ia tata dengan rapi ke kanan. Tiba-tiba anak buah Arui merampas koper yang berisi ganja tersebut dan lari kedalam mobil. Ino rasa, ini lah saatnya.

"LENS!" panggil Arui. Oh tentu saja, itu nama yang Ino perkenalkan untuk Arui. Ino langsung muncul di balik drum-drum rusak dengan dua pistol di tangannya. Dengan sigap, ia menghindari peluru-peluru anak buah Yoshino yang meluncur kearahnya. Tak jarang Ino juga menembak peluru-peluru yang tak bisa di hindarinya. Tugasnya adalah melindungi Arui dan mengawalnya sampai mobil. Saat Arui dan anak buahnya sudah sampai mobil sedannya, Ino segera melempar granat tangan yang tentu saja meledak setelah beberapa detik Ino melemparnya. Ino pun melompat ke atap mobil sedan Arui dan berjongkok di atasnya.

Matanya memandang dingin tempat yang dalam beberapa detik itu di penuhi oleh api, dan beberapa anak buah Yoshino yang mati terbakar. Yoshino? Siapa peduli? Misinya kali ini bukanlah untuk membunuh orang, melainkan membantu Arui mendapatkan ganja secara 'gratis'. Matanya juga lalu menatap paha di bawahnya. Mulus, tanpa luka.

.

"Ini bayaranmu, Clove." Ucap seseorang berambut oranye. Hidung dan telinganya penuh dengan tindik. Matanya yang berwarna coklat itu menatap lurus wanita di depannya yang balik menatapnya dingin. Setengah wajahnya masih tertutupi oleh masker hitam. Tangannya yang putih mulus mengambil sebuah amplop yang berisi tumpukan uang. Di balik maskernya, Ino tersenyum puas. Sembilan ratus lima puluh dollar ia dapatkan dengan misi mudah, menurutnya.

"Selanjutnya, ada misi lagi untukmu, Clove." ucap pria itu menatap Ino di sampingnya. Saat ini mereka sedang duduk di sebuah cafe. Manik biru lawan bicaranya memandangnya lurus, dan dingin. Tak ada sedikit kehangatan di sana. Nihil. Ino hanya diam, membiarkan sang ketua yang setahunya itu selalu bermain dengan wanita saat malam minggu.

"Kepolisian meminta bantuan kita untuk menuntaskan kasus Kira. Kau tahu dia, kan?" tanya pria di depan Ino. Ino mengangguk ringan. Membiarkan pria di sampingnya melanjutkan celotehannya, yang menurut Ino sangat tidak penting. Kira, manusia yang berperilaku seperti tuhan. Membunuh yang jahat. Memangnya dia kira tidak jahat membunuh seseorang? Huh, kalau saja Ino tidak pandai menguasai emosinya, mungkin ia sudah mencari siapa Kira itu dan membuatnya menelan bom rakitan Ino. Tapi sayangnya, Ino pandai menguasai emosinya.

"Berapa bayaran untuk saya?" tanya Ino membuka suara.

"Delapan puluh ribu dollar, bersihnya. Mereka semua menanggung kebutuhanmu..." ucap Yahiko—pria di sampingnya. Ino menarik garis bibirnya, mendengar jumlah satuan dollar yang akan ia dapatkan. Jackpot!

"Berapa lama saya akan menjalani misi ini?" tanya Ino.

"Tidak tahu. Mungkin sampai selesai." ucap Yahiko mengakhiri pertemuannya dengan Ino. Mereka tidak boleh terlalu lama di sini, atau mereka akan ketahuan. Sebagai anggota Akatsuki, tentunya.

.

Kaki jenjangnya melangkah mantap menuju sebuah ruangan pada lantai gedung bertingkat dua puluh. Kuku-kuku panjangnya, yang terlapisi oleh cat kuku berwarna merah dan hitam menekan pelan tombol di lift tersebut. Tubuhnya terbalut jaket hitam ketat yang ia pakai kemarin malam saat menjalankan misinya untuk mendapatkan ganja 'gratis'. Kaki jenjangnya terlapisi oleh celana jeans ketat berwarna hitam. Masih menggunakan masker, tidak ada yang berubah tempat dari tubuhnya. Senjatanya... terkecuali sebuah pedang yang terikat tegak lurus di punggungnya. Dan jangan lupakan ia menggunakan wedges merah beludru yang masih menyimpan peluru dan sebuah pisau yang akan menyembul jika tombol tersembunyi di tekan.

Tangannya yang terlapisi oleh sarung tangan (yang masih memamerkan jarinya) mendorong pelan pintu di depannya sesaat setelah ia mengetuk pintu dan mendapat jawaban masuk dari dalam ruangan itu. Manik birunya menatap dingin sebuah mata hitam bulat yang di hiasi oleh garis hitam di bawahnya. Mata itu juga menatap dingin wanita di hadapannya. Tampak dingin. Tapi mata ketika kau mengoreknya lebih dalam, kau akan mendapat kelembutan disana. Yah, itulah pikiran Ino.

"Rain desu ka." Ucap Ino memperkenalkan diri.

"Selamat datang di kasus Kira. Watashi wa L desu ka. Tapi panggil saya Ryuuzaki jika di sini," ucap pria bermata panda itu mengenalkan diri.

"Wah, persenjataan mu lengkap sekali. Tidak ada perang di sini, Rain-san," sindir seorang pria bermata coklat. Ino mengambil tempat duduk kosong di belakang Ryuuzaki.

"Terima Kasih atas pujian anda, tuan." balas Ino.

"Dia Yagami Raito." Ucap L memperkenalkan Light pada Ino.

"Tadi itu bukan pujian!" ucap Light gusar. Gadis ini cukup cerdik. Aku tak bisa meremehkannya.

"Kalau begitu saya anggap itu ucapan sindiran anda yang merasa kalah terhadap saya sebagai wanita yang lebih hebat menggunakan persenjataan dari anda, Raito-san." Balas Ino lagi. Tentu ucapan Ino tadi membuat Light semakin dongkol. 1-0, Yagami!

"Baiklah. Rekam adegan Ukita-san beberapa bulan yang lalu membuat saya menyimpulkan bahwa Kira dapat membunuh korbannya hanya dengan wajah. Bagaimana menurut Rain-san?" tanya L menatap Ino yang ada di belakangnya. Ia memutar video rekaman detik-detik kematian Ukita di depan stasiun Sakura TV. Seorang pria tua yang Ino yakini sebagai Watari, asisten L membawa secangkir kopi dan menaruhnya pada meja di depan L.

"Ini pertama kalinya saya menjalankan misi untuk kebaikan. Jadi jawaban saya adalah Kira bukan membunuh lewat wajah. Namun ada suatu media yang membuatnya dapat membunuh dengan mudah. Saya pikir Kira adalah anak remaja yang mempunyai hubungan dekat dengan kepolisian," ucap Ino tanpa beban. Light pun terkejut di dalam hatinya.

'Hebat, bahkan dia dapat menebak dengan tepat tentang Death Note' batin L

"Anilisismu sangat kuat, Rain-san. Bagaimana kau dapat menyimpulkan bahwa Kira dapat membunuh lewat suatu media, dan bagaimana anda dapat menyimpulkan bahwa Kira adalah seorang remaja yang mempunyai hubungan dekat dengan kepolisian?" tanya Light bertubi-tubi. Dalam hati ia sedikit takut. Gadis ini benar-benar ancaman untuk putra sulung Yagami itu.

"Saya tergabung dengan suatu organisasi yang harus menyelidiki secara diam-diam, sehingga harus menggunakan analisa yang kuat. Baiklah saya akan menjawab pertanyaan Raito-san satu persatu..." Ucap Ino mengambil jeda. Ia menatap sekeliling ruangan itu. Terdapat beberapa orang berjas, yang Ino yakini sebagai anggota kepolisian.

"Saya adalah orang yang sudah terbiasa membunuh lawan saya. Saya selalu menggunakan media untuk membunuh lawan saya. Senapan, bom, atau racun. Dan jika bukan menggunakan benda-benda lazim seperti yang saya sebutkan, kemungkinan, Kira membunuh dengan kekuatan mistis. Dan pasti ada yang menjalankan perintah Kira, seperti mahluk halus." Ucap Ino dengan tegas. Itu sedikit membuat perubahan pada ekpresi orang di sekitar Ino. Kecuali Light, L dan Ino, tentunya.

"Jawaban kedua adalah, saat Ryuuzaki menetapkan pendapat Ryuuzaki bahwa Kira adalah anak sekolah, Kira langsung mengubah jadwal membunuhnya. Artinya Kira sudah menyadap informasi kepolisian, bukan?"

"Terlebih lagi ketika Ryuuzaki menetapkan bahwa Kira itu kekanak-kanakan dan benci kekalahan. Tidak ada yang dapat menghukum manusia tanpa media selain tuhan. Jadi, apakah tuhan mempunyai jadwal untuk mengambil nyawa mahluknya? Kenapa mahluk-mahluk di kebun binatang tidak? Dalam hal ini saya mencurigai beberapa orang dalam kepolisian, termasuk Yagami Light" ucap Ino mengakhiri pembicaraan. Beberapa orang di sana tersentak akan pendapat Ino tadi, sedangkan L tengah asik menenggelamkan gula batunya kedalam tehnya.

"Pendapat yang hebat, Rain-san. Saya bahkan tidak berpikir sampai situ. Apakah logika saya dapat menerima mahluk mistik dalam kasus Kira?" ucap L menutup matanya sejenak. Analisis Rain benar-benar tepat.

"Apa maksudmu, Rain-san! Anakku bukanlah Kira!" ucap seorang pria berumur yang di hiasi oleh kumis di mulutnya.

"Saya hanya mencurigai, dan itu hak saya untuk mencurigai. Anda tidak bisa memaksa saya untuk mempercayai bahwa Raito-san bukanlah Kira." respon Ino dengan tenang. Tampak kilat kemarahan di mata pria berumur itu atas ucapan mereka barusan.

"Apakah anda sudah mendengar Kira kedua, Rain-san?" tanya L. Ino mengangguk.

"Saya juga sudah mendengar rekaman video dari Kira-kedua, Ryuuzaki. Saya tahu bahwa anda akan menanyakan pendapat saya lagi. Dari kesimpulan saya, Kira kedua itu gadis bodoh, yang tak punya pikiran panjang. Selain itu, Kira kedua mungkin adalah seorang yang berkerja di entertaiment." Ucap Ino. L menangguk.

'Tak kusangka Rain-san akan membaca pikiran saya secepat itu. Saya kira Rain adalah seseorang yang dapat di andalkan dalam kasus ini' batin L sambil menekan-nekan bibirnya, tanda ia sedang memikirkan sesuatu.

"Saya juga yakin akan ada yang menanyakan bagaimana saya menyimpulkannya. Pertama, saya akui kalau gadis itu bodoh dan berpikiran pendek lewat video yang di kirimnya. Bukankah polisi dapate dengan mudah melacaknya lewat wesel pos? Dan juga sidik jari yang tertempel disana?" ucap Ino mengambil jeda. "Kalau saja gadis itu adalah kekasih dari Kira pertama, saya harap Kira pertama dapat menularkan sedikit IQ-nya ke Kira kedua. Mungkin saja Kira kedua membayar beberapa orang untuk menjalankan misinya, lalu membunuh orang itu setelahnya." Ucap Ino.

"Su-Sugoi! Rain-san sangat hebat!" ucap seorang pria dengan wajah cerah.

"Tentang kelaminnya, saya mempelajarinya dari nada bicaranya pada video itu. Tentang entertaiment, adalah seseorang yang hebat bisa mengendalikan stasiun tv terbesar di Jepang hanya untuk kepentingan pribadinya" ucap Ino. Ada sedikit perubahan di wajah Light, yang tak di sadari siapapun.

'Tidak! Wanita ini sangat berbahaya. Aku harus membawa Misa menemuinya, lalu membunuhnya!' batin Light cemas.

'Lihat perubahan ekspresi di wajah anda, Raito-san. Tamatlah anda, Raito-san!' batin Ino penuh kemenangan.

"Bagaimana tentang Misa Amane yang di—"

"Saya tahu. Cara saya mengetahuinya? Ingatlah saya bekerja sebagai apa, Ryuuzaki." Potong Ino yang tersenyum penuh kemenangan di balik maskernya. L pun terlihat sedikit kesal akan sifat Ino, namun ia tak mengambil pusing tentang itu.

"Saya ingin melihat Death Note itu, Ryuuzaki" ucap Ino.

"Bagaimana saya percaya bahwa anda tak akan mengambil Death Note itu?" tanya L balik.

"Saya dapat membunuh seorang dengan semua senjata di sekujur tubuh saya tanpa butuh wajah. Jadi saya pikir Death Note itu sama sekali tak menguntungkan bagi saya" ucap Ino mantap. Lalu asisten L mengambilkan sebuah tas koper kecil dan menyerahkannya pada Ino. Ino menerima tas itu langsung membuka tas itu dan mengambil buku bersampul hitam di dalamnya.

"Mahluk apa itu?" tanya Ino menunjuk ke ujung ruangan.

"Itulah apa yang di sebut Shinigami. Namanya Rem." Ucap L mengenalkan Shinigami tersebut.

"Jadi dia senjata Kira?" tanya Ino memastikan.

"Tepat. Kami mendapatkan buku ini ketika kami menangkap Higuchi, Kira ketiga" ucap seorang laki-laki muda bermata coklat dan berambut hitam. Ino lalu membuka buku itu. Matanya mengernyit heran saat mendapati halaman terakhir buku itu sobek.

"Saya mengerti. Ini sudah cukup untuk jadi petunjuk saya" ucap Ino beranjak dari kursinya.

"Saya ingin bicara dengan Raito-san dan Ryuuzaki-san sebagai teman dan tertutup." Ucap Ino mengusap-usap kukunya yang berwarna itu.

"Baiklah..."

.

Matahari meluncur turun menuju barat. Semburat kemerah-merahan yang terpampang jelas di langit membuat kesan hangat bagi para pecinta sunset. Empat orang manusia tengah duduk di sebuah ruangan yang masing-masing tenggelam pada pikiran masing-masing. Dua di antara mereka terikat rantai yang panjangnya dua meter.

"Ryuuzaki, kenapa membawa gadis bermasker ini dalam kencanku?" tanya Misa menatap Ino dengan malas. Light satu kursi bersama L, sedangkan Ino satu kursi dengan Misa. Meja kaca yang di penuhi oleh kue itu lah yang menjadi pembatas.

'Sial, Misa-Misa tak bisa lihat wajahnya karena tertutup maskernya' batin Misa mengaktifkan mata Shinigami-nya.

"Setidaknya dia bisa jadi pelengkap. Ngomong-ngomong, apa Amane dan Rain-san tidak makan kuenya" tawar L.

"Saya akan memakannya nanti." Ucap Ino.

"Misa tidak makan kue itu, makanan manis bisa buat Misa gemuk!" ucap Misa sambil menumpu kepalanya di tangannya.

"Kalau Amane memakai otak Amane, Amane bisa memakannya tanpa khawatir gemuk," ucap L menunjuk kue Misa. Dalam hati Ino tertawa geli dengan ucapan L barusan. Untung saja maskernya bisa melindunginya dari garis tipis di bibirnya.

"Ah, L mengatakan Misa bodoh!" ucap Misa kesal.

"Nyatanya anda hanya gadis bodoh. Saya kira anda kekurangan gizi karena terlalu memerhatikan pola makan anda. Lihat, tubuh anda tidak menunjukan tanda-tanda pertumbuhan sama sekali." ledek Ino. Entah kenapa, tapi sepertinya mengolok-olok gadis yang memuja Light itu merupakan kebiasaan baru Ino yang seru. Setelahnya Ino melamun, memikirkan sifat L yang menurutnya sangat misterius. Suara percakapan manusia di sekitarnya sama sekali tak menganggu konsentrasi Ino.

'Saya kira Ryuuzaki adalah orang baik. Di lihat dari sinar matanya... dan juga caranya berkata. Namun dari cara duduknya, ada dua hal yang saya dapati. Yaitu L adalah orang yang kesepian, atau dia yang mengalami ketakutan berlebihan karena trauma akan sesuatu, jadi ia terus berpikir untuk membuatnya lupa akan traumanya...' Ino terus berpikir, hingga akhirnya sebuah suara dentuman membuatnya tersadar.

BUAAGGHHH!

"Mata untuk mata." Ino hanya memerhatikan Light dan L yang saling beradu tinju dan tendangan dengan malas. Mereka benar-benar kekanakan.

"Semuanya, saya mohon tidak ada perkelahian dalam ruangan ini." ucap Ino melerai L dan Light. Ia menjewer telinga L dan Light dan menariknya keatas, hingga tampak warna ke biru-biruan di organ tubuh yang tersusun oleh tulang rawan tersebut. Setelah beberapa menit kemudian, Ino melepas jewerannya. Kedua pria dengan IQ yang tinggi itu mengusap-usap telinga mereka pelan. Ino kembali duduk di kursinya.

"Kalau boleh tahu, kenapa kau menyembunyikan wajahmu di balik masker?" tanya Light pada Ino. Ino pun menyilangkan tangannya di dada.

"Saya bekerja secara rahasia selama ini. Lagipula, Kira juga tak akan menyerang saya karena wajah saya yang tertutupi." Ucap Ino tenang. Misa menatap Ino dengan tatapan 'Bukalah-maskermu!'.

"Dengar ya, Rain-san. Kau itu tak usah sok jaim. Bersikap biasalah!" ucap Misa. Ino pun melayangkan Deathglare-nya pada Misa, yang langsung membuat Misa ciut di tempatnya.

"Bisakah Misa keluar? Saya butuh berbicara dengan Raito dan Ryuuzaki..." ucap Ino. Misa yang tak ingin mendapat deathglare Ino pun keluar dengan hati yang dongkol. Tentu saja, harusnya ia bisa menikmati banyak waktu bersama Light. Manik biru Ino membuntuti Misa sampai keluar dari ruangan itu, dan matanya menutup bersamaan pintu ruangan yang tertutup itu. Otaknya berpikir keras bagaimana cara memancing Light berbicara.

"Baiklah Raito-san. Saya ingin menanyakan barang apa sajakah yang anda simpan di kamar anda? Sebutkan semua barang yang menurut anda sangat berbahaya untuk di ketahui. Katakan pada saya di mana anda menyimpannya..."

.

—To be continue.

.

Fyuh, akhirnya Laven dapat menulis crossover pertama Laven. :D

Nah, senpai, memang ada beberapa bagian yang Laven comot dari adegan Death Note, tapi waktunya Laven acak-acak :D #dibakar

Tentang sasunyam, emang Laven sengaja kok belum tampilin di chap ini, mungkin akan muncul pada chapter dua ato tiga :D

Hehe, maaf kalau ada beberapa kekurangan. Terima kasih yang udah baca. ^o^

.

Fiksi ini takkan berkesan tanpa kehadiranmu, jadi Read and Review, please?

.

Salam manis, semanis cemilannya Ryuuzaki,

LavenMick Amanda.