"Kau tidak tahu, yah? Zitao itu, mantan pacarku."

Tepat saat mendengar Sehun menyelesaikan kalimatnya, rahang Kris mengeras dan spontan tangannya terkepal. Dia menatap tajam Sehun sehingga aura bermusuhan di antara mereka semakin terasa. Di sela-sela ketegangan itu, sang objek pembicaraan masuk tanpa permisi dengan dua cangkir teh di atas nampan.

"Oh, Zitao," Sehun memberikan senyum yang sangat manis. Membuat Kris ingin muntah. Terlebih lagi saat Zitao membalas senyumnya dengan senyum malu-malu. Rasa mualnya semakin menjadi-jadi saja.

"Ini teh untuk kalian berdua." Zitao meletakan cangkir teh di depan masing-masing pemuda tampan. "Untuk kau Sehunnie dua balok gula seperti biasanya, kan? Dan untuk kau Kris… kau ingin berapa balok?"

Kris memicing ke arahnya. "Kau tadi… memanggil Sehun apa?"

"Sehunnie…" mendadak Zitao menutup mulutnya dan matanya membola lucu. Dia menggelengkan kepalanya cepat lalu memukul-mukul mulutnya sendiri. Membuat Sehun terkekeh kecil disela-sela menikmati teh buatan 'sang mantan'.

"Itu panggilan kesayangannya saat kami berpacaran. Iyakan, Taozi?" Sehun masih mempertahankan senyum tampannya.

"Bu…bukan. Kami…"

"Sudahlah," Kris memasukan satu balok gula ke dalam tehnya. "Jika kalian butuh waktu untuk bernostalgia berdua, aku akan keluar."

Sehun terkekeh. "Tidak, tidak. Aku hanya ada urusan denganmu dan itu sudah selesai." Sehun berdiri lalu mendesah. "Pulang kerja kau ada waktu, kan? Aku akan—"

"Aku pulang bersamanya," potong Kris cepat.

Jawaban pemuda pirang itu membuat mata Zitao membola kesal.

"Arraseo, kalau begitu besok jam makan si—"

"Dia dikhususkan untuk makan bersamaku." Lagi-lagi Kris menyela.

Sehun menaikan sebelah alisnya. Merasa sifat sang sepupu sangatlah aneh. "Baiklah kalau begitu. Mulai aku bekerja minggu depan, kita akan mulai makan dan pulang bertiga. Okay."

.

.

.

.

Setelah mengantar Sehun sampai ke lobi dan memastikan kalau pemuda albino itu masuk ke dalam mobilnya dengan aman, Zitao akhirnya kembali lagi menuju tempat kerjanya; di depan ruangan Kris sebagai sekretaris pribadinya.

Menghela nafas ketika bokongnya akhirnya mendarat di kursi empuknya. Zitao mengambil sebuah map teratas dari tumpukan map yang ada. Sebuah laporan keuangan yang mengalami kenaikan. Oke, tidak ada masalah. Setidaknya pekerjaannya tidak akan bertambah berat.

Pintu ruangan Kris terbuka. Zitao menoleh dengan alis terangkat saat bosnya itu menghampiri meja kerjanya.

"Ada apa, Bos?"

"Aku minta jadwal kerjaku untuk besok sampai dua minggu ke depan."

"Untuk?"

Kris mendecak sebal. Dia paling tidak suka orang yang banyak pertanyaan. "Cepat berikan."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Zitao memberikan buku agenda kerja Kris. Pria berdarah campuran dua benua itu membukanya dan membaca setiap jadwal yang tertulis tangan rapih oleh sang sekretaris. Ia membacanya sambil mengangguk-angguk kecil lalu setelah lima menit berselang…

Sret…

Zitao menahan nafasnya selama beberapa milisekon dengan apa yang Kris lakukan. Merobek sepuluh lembar agenda kerjanya untuk dua minggu ke depan yang sudah susah payah Zitao buat.

Merobek.

Me-ro-bek.

MEROBEK.

"YA! APA YANG KAU LAKUKAN?" beruntunglah pada peredam suara yang dipasang di lorong menuju ruangan Kris sehingga suara nyaring Zitao tidak terdengar sampai kemana-mana.

Kris memberikan kembali agenda itu kepada sang sekretaris setelah menyelipkan robekan kertasnya di antara buku agenda itu.

"Merobeknya," jawabnya enteng. "Batalkan semua kegiatan kerja itu kecuali dari Tuan Raffe. Besok kita akan berangkat ke Canada untuk dua minggu."

Zitao menggebrak meja karena kesal. "KAU ITU BODOH! Bagaimana bisa semudah itu membatalkan lima belas pertemuan begitu saja?!"

Kris bergedik cuek. "Mudah. Hanya bilang pada mereka kalau aku akan ke Canada untuk urusan pekerjaan yang sangat penting untuk dua minggu ke depan."

"Tapi tuan Park Jung Soo sudah dua minggu masuk ke dalam waiting list pertemuan." Kali ini suara Zitao memelan. Dia sudah tidak ada gairah untuk berkoar-koar di depan sang bos.

"Tenang saja," Kris mengibaskan tangannya. "Proyek kerjasama sebelumnya bahkan dia rela menunggu selama dua bulan. Itu karea kerjasama bersama kita terlalu menguntungkan. Haha… selama apapun, mereka akan menunggu."

Zitao menggeleng. "Aku tidak mau."

Kris menghentikan tawanya dan dalam sekejap memasang wajah datar. "Kenapa? Aku ini bosmu dan seharusnya kau menuruti perintahku."

"Iya. Kau itu bosku! Tapi aku lebih mirip budak kasar daripada sekretaris yang terhormat."

"Oh, jadi kau menolak perintahku?"

"Ya."

Kris menepuk tangannya satu kali. "Baiklah. Ku tunggu besok surat pengunduran dirimu. Ah… atau kau mau ku pecat tanpa penghormatan sedikitpun?"

Zitao melotot horror. Tapi beberapa detik kemudian kembali biasa. Ia tersenyum sinis. "Kau berani memecatku?"

"Ya, aku berani. Memangnya ada alasan apa aku tidak berani?" Kris meraih telpon di meja Zitao lalu menekan angka dua. Setelah empat kali nada, akhirnya seorang wanita menjawab di seberang sana.

Zitao tahu sekali angka dua pada panggilan cepat di kantor ini menuju kemana. Sebelum Kris menyelesaikan kalimatnya berbicara pada Park Jimin, ia buru-buru meraih gagang telpon dan memutuskan sambungan secara sepihak. Kris memperhatikannya dengan alis mengangkat sementara Zitao memincing tajam.

"Okay!" Zitao mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Aku akan mengatur ulang seluruh agenda kerjamu, Bos."

Kris tersenyum kemenangan.

Lagipula, manatega ia memecat sekretaris kesayangannyaitu.

.

.

.

.

.

.

.

Kris menyilangkan kakinya sementara tangannya bersidekap sambil matanya memperhatikan setiap gerak-gerik Zitao yang bolak-balik dari kamar ke ruang tengah. Kris memperhatikannya dengan tenang dengan tatapan mengawasi.

"Bisakah kita hanya tiga hari disana?" Zitao berjongkok di hadapan kopernya. Wajahnya menunjukan kelelahan setelah setengah jam bolak-balik kamar—ruang tengah. "Lagipula kenapa kau justru disini? Sana pulang dan kepak pakaianmu!"

Kris terkekeh. "Untuk apa aku punya pembantu banyak, Zitao? Tinggal telfon dan voila! Koperku besok sudah ada di dalam mobil ketika menjemputku di sini besok."

"Besok?" Zitao memicing. Jangan-jangan… "kau akan menginap?"

"Ya, tentu saja. Kita akan terjaga selama semalam. Berbincang, makan snack, dan apapun!" Kris menunjuk empat kantung besar makanan yang entah sejak kapan sudah berada disana. Orang kaya memang tidak terduga!

Zitao menghela nafas. Kris itu orang yang keras kepala. Sekeras apapun kita memerintahkannya untuk pergi, kalau dia berkata tidak mau maka dia akan kekeuh pada pendiriannya. Tidak cocok sekali menjadi .

"Kenapa kau tidak pernah bilang padaku kalau kau pernah menjadi gay?" Kris memicing tajam pada Zitao yang saat ini mendudukan tubuhnya di atas karpet bulu bermotif pandanya. Zitao menoleh ke arah Kris yang duduk dengan angkuh di atas sofanya.

"Apa itu perlu aku laporkan padamu?" Zitao sinis. "Lagipula itu dulu! Kalaupun Sehun cerita yang macam-macam, pasti dia menambahkan 'pemanis' di ceritanya."

"Kenapa kau sekarang menjadi lurus?"

"Trauma pada laki-laki," kata Zitao cuek. Lalu helaan nafas terdengar. Ekspresi wajahnya tiba-tiba murung.

"Kenapa? Sehun selingkuh?"

Bingo! Perkataan Kris barusan berhasil menusuk tepat di jantungnya.

Zitao hanya tersenyum miris. Tentu saja hanya dari melihat tanggapan spontan Zitao, Kris bisa mengetahui jawabannya. Jadi, Zitao trauma menjadi belok karena Sehun selingkuh. Oh!

"Tapi sepertinya dia tertarik padamu lagi," Kris masih mengamati ekspresi wajah Zitao. "Kalau dia memintamu untuk kesempatan kedua bagaimana?"

Zitao menggigit bibir bawahnya. Wajahnya seketika memerah. "Eum… itu… aku belum memikirkannya."

"NAH!" Kris tiba-tiba menaikan nada suaranya satu oktaf. "Kau bisa menjadi gay lagi Zitao. Aku takut itu terjadi." Kris turun dari sofanya lalu ikut duduk lesehan di sebelah Zitao. "Maka dari itu, aku mengajak mu ke Canada selama dua minggu."

"Hah? Kenapa?"

"Dengarkan aku!" Kris mencengkram bahu Zitao memaksa pemuda yang beberapa tahun lebih muda darinya itu mau tidak mau menghadap ke arahnya. "Kau bisa jatuh cinta lagi dengan Sehun. Maka dari itu, aku harus mesahkanmu dulu sebelum Sehun memulai misi menggodaimu. Lalu imanmu goyah dan kau jadi gay untuk Sehun."

Zitao memandang Kris jijik. Dia melemparkan piyama tidurnya yang belum ia lipat tepat ke arah wajah tampan Kris.

"Sinting dasar! Kalau aku bilang aku ini bukan gay, tolong jangan paksa aku! Please~"

"Tidak!" Kris menangkup pipi gembil Zitao lalu menekannya membuat wajah Zitao menjadi menggemaskan. "Aku bisa membuatmu jadi gay lagi. Percayalah. Dalam waktu dua minggu itu. Setelah pulang dari Canada, ku pastikan kau dan aku akan berpacaran!"

Zitao menyingkirkan tangan Kris dari pipinya. "Sudahlah, jangan dibahas!"

Zitao kembali menata pakaiannya. Dia tidak sekaya Kris yang hanya menelpon dan besoknya barang-barangnya sudah siap.

Sementara Zitao melipat pakaiannya, Kris duduk di sampingnya dengan anteng. Tenang. Tak ada pergerakan sedikitpun. Zitao menoleh ke samping dan mendapati Kris sudah tertidur dengan wajah yang menghadap ke arahnya.

"Hem…" Zitao menopang dagunya di atas meja. Memperhatikan wajah Kris yang terlihat polos itu. "Kalau kau tenang seperti ini, kan aku jadi suka."

.

.

.

.

.

.

Tbc

#It's been a long day…oke satu/ dua chaps lagi ff ini tamat dengan pairing Zitao-Sehun. *dhor* MAAF BANGET YAH INI LAGI GAK ADA FEEL BUAT LANJUTIN. LAGI SIBUK BACA NOVEL AI SEKALIAN NGE-RP. HAHAHA…

oh iyak, btw ada yang mau ikut Hailang INA GATHERING? 10 April nanti di Kokas, sekalian project B'day Ztao. Kalau mau ikut nimbrung atau Tanya-tanya, line gue ajayah skalian dimasukin group. Yang baca ff ini kudu ikut. Fix! Hha. Meet up kita meet up sekalian *^_^*)/ yawes, toh… aku pergi dulu. Papay '-')/

Id LINE : sonmiaa

WO AI NIMEN :*