World of Our Own: Prologue
Sinar mentari mulai mendesak masuk melalui jendala kaca perempuan bersurai coklat, pagi itu. Erangan kecil terdengar dari bibirnya yang mungil itu.
"Hn. Sudah pagi rupanya. Tidur selama 3 jam itu belum cukup. Apalagi aku yang masih mengalami jet lag." Batinnya sambil mengusap usap kepala bagian belakangnya yang terasa pening.
Perempuan itu menguap selebar-lebarnya dan mendudukkan dirinya diatas tempat tidur yang selama 6 bulan belakangan ini dia tinggalkan dengan rapi.
Dengan malas, dia menggapai ponselnya yang dia geletakkan begitu saja dini hari tadi di sebelah bantalnya yang empuk.
Setelah mendapatkan ponsel digenggamannya, membuka layar posnselnya dan mendapati dirinya mendapatkan sebuah email masuk.
Apa sudah sampai di Jepang? Aku akan merindukanmu. Mungkin 2 bulan lagi aku akan berkunjung kesana. Atau mungkin aku akan mengunjungimu sebelum 2 bulan jika kamu yang memintanya.
Kira-kira seperti itulah email yang diterima gadis yang iris matanya senada dengan surainya itu. Setelah membaca email itu sekali lagi, gadis itu menyeringai kecil sambil mendesah pelan, seakan mendengar suara sang pengirim di dalam pikirannya.
Dia memutuskan untuk tidak menjawabnya langsung pada saat itu juga. Gadis itu lebih memilih untuk menyegarkan tubuhnya yang masih terasa pegal, memanjakan tubuhnya dengan air hangat.
"Pasti akan banyak pekerjaan yang akan menungguku disana. Aku harus bergegas." Gumamnya pelan.
Perempuan itu menyiapkan menyiapkan seragam sekolahnya terlebih dahulu. Meletakkannya dengan rapi di atas ranjangnya tak lupa beserta tas sekolah yang telah berisi buku-buku pelajaran hari itu.
Setelah memastikan kembali tak ada yang terlupakan, gadis bersurai hitam itu membawa langkah kakinya menuju kamar mandi yang letaknya tak jauh dari kamar tidurnya sambil bersenandung kecil.
Sementara itu di lain tempat tetapi di waktu yang sama, laki-laki bersurai hijau itu masih berkutat dengan kewajibannya sebagai wakil ketua OSIS di pagi hari yang buta ini.
Desahan kecil keluar dari hidung laki-laki yang masih terduduk di meja belajar yang terletak bersebelahan dengan tempat tidur yang sedaritadi telah ia tinggalkan itu.
"Are. Menyusahkan saja. Kenapa ketua OSIS itu malah jatuh sakit? Merepotkan saja, nanodayo." Gerutunya dalam hati sambil memetak-metakkan sesuatu dengan penggaris di atas buku yang terbuka lebar dihadapannya.
Sesekali ia melirik jam dinding. Dan setelah yang kesekian kalinya ia melirik kearah jam dinding, laki-laki bersurai hijau itu memutuskan untuk berhenti dari aktivitasnya dan menutup buku yang tadi terbuka dihadapannya. Meregangkan otot lehernya yang nyaris kaku karena terlalu lama menunduk, memperhatikan kerapian petakan yang sedaritadi ia buat.
Laki-laki bersurai hijau lumut itu sekarang telah berdiri menghadap lemari pakaiannya dan mengambil seragam sekolahnya. Jaket hitam, kemeja putih, serta celana panjang yang senada dengan jaketnya. Dan meletakkan tas sekolah disampingnya yang tadi malam telah ia persiapkan kelengkapan pelajaran untuk esok hari. Tak lupa membawa pekerjaan yang sedaritadi ia kerjakan dengan serius.
"Sepertinya aku harus bergegas, kepala sekolah mengatakan bahwa akan ada salah satu anggota OSIS yang baru saja kembali dari study nya." Gumamnya dalam hati sambil menyampirkan handuk di bahunya.
Derap langkah kaki perempuan itu menggema di koridor lantai kelas satu SMAnya.
SMA yang belum lama ini ia singgahi.
SMA Shutoku namanya.
Otaknya memerintahkannya untuk membawa langkahnya menuju kelas yang enam bulan yang lalu ia singgahi.
"Aku merindukan kelas ini." batinnya ketika menginjakkan kakinya didalam kelas itu dan segera mendudukkan dirinya di bangku urutan nomor dua dari depan, pojok kiri dekat dengan jendela. Tempat yang biasanya ia duduki enam bulan yang lalu.
Setelah meletakkan barang-barangnya, dia mendapatkan pesan dari kepala sekolah untuk menemuinya di ruang rapat OSIS SMA Shuutoku bersama dengan anggota OSIS yang lainnya hanya untuk penyambutan selamat datang untuknya yang baru saja menjalani program tukar pelajar di Amerika
Dengan segera, dia membawa langkah kakinya menuju ruang rapat OSIS yang sekaligus menjadi tempat untuk seluruh anggota berkumpul mendiskusikan acara mendatang. Atau sesekali berkumpul, bercengkrama hanya sekedar untuk bertukar informasi random.
Pria bersurai hijau lumut itu kini tengah berjalan ke arah rapat ruang OSIS tanpa meletakkan tas sekolahnya terlebih dahulu di dalam kelasnya.
Sesampainya di depan pintu, laki-laki beriris hijau senada dengan surainya itu menoleh saat mendengar derap langkah kaki yang sedang terburu-buru.
"Biasanya, jarang sekali ada anggota OSIS yang datang sepagi ini." batinnya sambil menunggu sosok yang menyebabkan suara derap kaki itu muncul.
Dan akhirnya muncul, seorang gadis yang mimiliki surai berwarna hitam sebahu yang dibiarkannya tergerai sambil membawa ponsel di genggamannya sambil tergopoh-gopoh.
"Ha! Aku kira aku yang paling terakhir." Pekiknya frustasi sambil membuka layar ponselnya.
"Are?" katanya terkejut melihat sosok yang tengah berdiri di depan pintu rapat ruang OSIS yang menatapnya dengan tatapan terkejut dan menerka-nerka.
Yang dilihatnya hanya diam seribu bahasa dan kali ini mengalihkan wajahnya sambil menaikkan kacamatanya yang sama sekali tidak melorot itu.
Perempuan itu kali ini mendengus kecil karena perbuatan laki-laki itu.
"Apa-apaan itu. Seharusnya dia menyapaku. Siapa sih dia? Berani sekali dengan sekertaris OSIS seperti aku." Batinnya dalam hati.
"Cih." Umpatnya pelan sambil menatap laki-laki itu sinis dan segera membuka pintu rapat ruang OSIS dan meninggalkan pria bersurai hijau itu dalam diam dan masih berdiri di ambang pintu yang semula ia kira masih terkunci.
Satu persatu anggota OSIS mulai memasuki ruang rapat. Kursi-kursi tertata rapi melingkari meja persegi panjang tersebut. Terdapat satu kursi yang letaknya di depan sendiri, tepat di depan papan tulis. Kursi itu biasa diduduki kepala sekolah maupun wakil kepala sekolah apabil kepala sekolah berhalangan hadir.
Perempuan bermanik hitam itu sedang terduduk dengan perasaan yang telah kembali seperti sediakala yang awalnya telah dibuat kacau oleh laki-laki berkacamata tadi yang sekarang tengah duduk di tempat yang berseberangan dengannya.
Derap langkah kaki sepatu pantofel khas kantor terdengar saat sosok bertubuh jakung itu memasuki ruangan, kepala sekolah SMA Shuutoku.
"Selamat pagi semuanya." Ucapnya lantang dan langsung dibalas dengan serentak oleh anggota OSIS yang lain.
Kepala sekolah berdehem dan memulai rapat yang ia selenggarakan.
"Jadi, salah satu anggota OSIS kebanggan kita telah kembali dari program pertukaran pelajar di Amerika. Maasaki Suzuka. Sekertaris OSIS SMA Shuutoku telah kembali dan diharapkan untuk segera menyesuaikan dengan tugasnya yang telah mengalami keterlambatan..." katanya sambil menatap gadis berambut hitam yang tengah tersenyum sumringah hingga membuat matanya menyipit.
Mata pria bersurai hijau itu terbelalak kaget mendengar ucapan kepala sekolahnya barusan.
"Dan berterima kasihlah kepada Wakil Ketua OSIS SMA Shuutoku, Midorima Shintarou."
Kali ini, mata gadis bersurai hitam itu yang terbelalak mendengar ucapan kepala sekolahnya beberapa detik yang lalu.
"APA?!" keduanya menjerit dalam hati.
"Kenapa aku tidak pernah mengenalnya? Yang benar saja? Cih. Bahkan posisnya lebih tinggi daripada posisiku." Kali ini Masaki menatap Midorima dengan tatapan menganalisa.
Yang dibicarakan dalam hati, Midorima, hanya mentapnya dengan tatapan kosong sambil membenarkan posisi kacamatanya.
Entah kenapa perasaan benci itu tiba-tiba menghilang begitu saja dari hati Maasaki.
Singkat cerita, Masaki dan Midorima ternyata berada di satu kelas yang sama. Dan semenjak keluar dari ruang rapat OSIS tadi, Midorima mengeluarkan kipas idol berwarna putih.
Masaki sempat ingin tertawa terbahak-bahak jika ia tidak menggigit lidahnya keras-keras.
Pria berpostur tubuh dengan tinggi 190cm lebih itu terlihat aneh dengan membawa kipas idol tersebut, apalagi dengan jemarinya yang dibalut dengan kain kasa.
Midorima sedaritadi mengetahui bahwa Maasaki tengah mengamat-amatinya hanya diam seribu bahasa. Membuat sahabatnya, Takao Kazunari bertanya-tanya.
"Oi, Shin-Chan. Kau kenapa? Kali ini tingkahmu lebih aneh dari biasanya." Tanyanya sambil menoleh kebelakang saat guru biologi mulai menjelaskan materinya.
"Urusai, nanodayo, Takao." Balasnya masih melirik ke arah Masaki.
"Hee~" goda Takao dengan seringai khasnya sambil ikut melihat ke bangku Maasaki.
"Jadi, sekarang kau menaruh perhatian pada Maasaki Shuzuka?" yang digoda hanya diam sambil mendengus kesal.
Midorima sempat terkejut karena Takao berbicara seakan Maasaki dan dirinya sudah saling kenal. Memang, sikap Midorima sendiri yang kurang peduli terhadap sekitarnya itu terkadang membuatnya ketinggalan informasi terbaru.
"Kazunari! Perhatikan pelajaran!" tiba-tiba saja suara sang guru biologi terdengar, membuat pandangan Takao kembali sepenuhnya kearah guru biologinya tersebut.
Jam pulang sekolah telah berdentang, membuat Takao menguap lebar. Sementara itu, orang yang tengah duduk di bangku belakangnya masih sibuk mencatat apa yang menurutnya penting pada jam pelajaran akhir tadi.
"Oi, Shin-Chan hari ini au berlatih tidak?" tanya Takao sambil memasukkan buku yang berserakan di atas mejanya kedalam tas sekolahnya yang berwarna hitam.
"Tentu saja, jangan bertanya hal yang sudah pasti, nanodayo, baka." Tandas Midorima ketus.
"siapa yang kau panggil 'baka' itu?" tanya Takao kesal.
Tanpa menjawabnya, Midorima kembali melirik Maasaki yang masih berkutat dengan ponsel flipnya itu dan melihatnya mendengus disusul dengannya yang berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan keluar kelas.
Midorima ikut berjalan keluar kelas yang sepi telah ditinggalkan oleh penduduknya.
"Oi, Shin-Chan! T—Tunggu! Oi!" panggil Takao yang tidak digubris oleh Midorima sambil tergopoh-gopoh menenteng tas sekolahnya.
"Tch! Sialan! Oi!"
Midorima terus saja berjalan menuju kearah gedung olahraga basket.
Yang membuatnya terkejut, tiba-tiba saja, Maasaki yang sedartadi masih terlihat di jarak pandangnya kali ini menghilang tak meninggalkan jejak.
"Kemana dia?" batin Midorima sambil terus menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri seperti orang linglung.
"Oi! Shin-Chan! Oii!" kali ini Midorima menanggapi panggilan Takao dan segera menoleh menghadapnya.
"Berisiklah! Lagipula kau lambat sekali, nanodayo!" Kata Midorima kesal. Sebenarnya bukan karena Takao yang terus-menerus memanggil namanya bak majikan memanggil hewan peliharaannya yang tidak menurut. Tetapi karena Midorima kehilangan jejak perempuan yang sedaritadi diikutinya dan kebetulan saja Takao ada disana, jadilah Takao sasaran amukannya.
"A—Apa?! Aku sedaritadi memintamu berhenti, bodoh! Kau saja yang jalannya tiba-tiba cepat." Midorima sekali lagi memutuskan untuk tidak merespon perkataan sahabatnya, sekaligus rekan satu tim basketnya.
Suara decitan sepatu yang bergesekan dengan lantai gedung olahraga basket itu terdengar menyapa telinga yang tengah membawa kipas idol yang katanya lucky item untuk zodiaknya, Cancer hari itu.
Tanpa berlama-lama, Midorima mengeluarkan kaos lengan pendek berwarna hijau dengan celana selutut berwarna hitam pekat dan segera menuju ke arah ruang ganti.
Setelah kembali, Midorima melepaskan balutan kain kasanya yang melilit jemari-jemarinya dan meregangkan telapak tangan kirinya dengan cara mengepal-ngepalkannya.
Seusainya, terdengar suara kapten tim basket Shuutoku menggema di ruang latihan basket untuk pemain reguler, kaptennya tak lain dan tak bukan adalah Otsubo Taisuke.
"Bagus sekali kalian tidak terlambat, Midorima, Takao." kata Otsubo, sang kapten tim basket Shuutoku yang sekaligus menjadi center sambil berjalan diikuti oleh kedua pemain starter lain.
"Awas saja kalau sampai terlambat. Aku akan melempar durian ke kepala siapapun yang datangnya terlambat." Kata Miyaji yang penuh dengan ancaman dan menatap Midorima dengan tatapan menusuk.
Midorima sempat takut dibuat sifat Miyaji yang pemarah dan sangat menjunjung tinggi nilai kedisiplinan dan berlatih keras. Miyaji memiliki posisi small forward di tim basket Shuutoku.
Sementara itu, sang wakil kapten, Kimura memilih untuk diam dan memperhatikan.
"Yosh. Baiklah, semua pemain starter sudah berkumpul. Hari ini aku mendapatkan instruksi dari pelatih untuk menungunya di sini dan akan memberitahukan se—" belum sempat Otsubo menyelesaikan perkataannya, yang dibicarakan sudah memasuki gedung olahraga basket.
Semua berhenti dari aktivitasnya dan menyapa sang pelatih, "Selamat datang, pelatih!", yang disapa hanya membalasnya dengan anggukan mantap. Dengan itu, semuanya telah kembali dengan kesibukan mereka tadi kecuali para pemain starter yang sekarang mengerumuni pelatihnya.
"Baiklah, seperti apa yang aku katakan, aku akan mengangkat maneger tim basket Shuutoku, mengingat kita tidak memiliki seorang manager. Dia akan menggantikanku sebagai pelatih jika aku berhalangan datang." Ucapan pelatih Shutoku itu membuat suasana di antara mereka berlima hening.
"Menggantikan posisi pelatih?" tanya mereka dalam hati.
"Maasaki Shuzuka, anakku, apa yang kamu tunggu diluar? Cepat masuk!" perintah pelatih Shutoku, Maasaki Nakatani.
Seluruh anggota tim starter kini matanya tengah terbulat sempurna karena terkejut. Termasuk Takao yang semulanya Midorima mengira bahwa Takao mengenal gadis itu.
"Halo. Aku Maasaki Shuzuka. Panggil aku Shuzuka saja. Mohon kerja samanya!" katanya sambil membunggkukkan badannya 90° di hadapan seluruh anggota reguler dan starter tim basket Shuutoku.
Midorima masih membelalakkan matanya lebar-lebar.
"APA?! Dia akan menjadi pelatih pengganti?!" batin seluruh pemain starter dan reguler tim basket Shuutoku.
Manik hitam Shuuzuka bertemu pandang dengan manik hijau lumut Midorima.
Keduanya menelan ludahnya kesusahan.
"Apa yang dia lakukan disini?" batin Shuzuka.
"Tidak mungkin, nanodayo!" Midorima berteriak tak percaya dalam hatinya.
TBC-
Mind to RnR?
