"Eh, dengar-dengar mereka bakal beneran tampil hari ini ya?"
"Iya iya! Aku tak percaya kalau lima bersaudara itu benar-benar akan tampil di festival sekolah! Bayangin coba!"
"Memang sih, apalagi-"
Memutuskan untuk berhenti curi dengar pembicaraan gadis-gadis yang berkerumun di dekatnya, Yaya meneguk minuman jeruk dalam kemasan yang dibelinya sebelum ikut menanti pertunjukkan andalan sekolah.
Apalagi kalau bukan pertunjukan musik para Boboiboy bersaudara? Sampai-sampai sebuah panggung raksasa dibangun di tengah lapangan, lengkap dengan peralatan musik yang terbilang modern.
Seperti yang kita ketahui, Halilintar, Taufan dan Gempa merupakan kembar tiga, dengan kembar Api-Air sebagai sepupu mereka. Kedua pemuda berwajah identik itu tinggal bersama dengan trio lainnya di bawah satu atap, berujung mereka disebut-sebut sebagai lima bersaudara, alias kembar lima.
Yah, tidak ada yang keberatan sih.
Sekarang, di bangku SMA, kelima Boboiboy itu tak pernah luput dari pembicaraan dan majalah sekolah. Seringkali mereka dipanggil pangeran-pangeran sekolah. Apalagi mereka merupakan siswa-siswa yang tergolong berprestasi. Hal itu menyebabkan kepala sekolah meminta Taufan, sebagai salah satu peserta aktif festival sekolah, untuk membentuk sebuah pertunjukan utama. Tentu saja sang pemakai topi miring harus saja memilih permainan band, dan meminta (baca: memohon) saudara-saudaranya untuk membujuk Gempa agar ia mau ikut. Butuh waktu seharian sampai akhirnya anak ketiga tersebut setuju.
"Ei, Yaya! Sudah lama nunggunya?"
Berbalik, Yaya bertatap muka dengan Ying, sahabat chinese-nya yang memang sedang ia tunggu. "Nggak lama kok," tutur Yaya dengan sebuah senyuman.
"Oh. Eh, omong-omong, lu udah tau belum siapa yang akan jadi vokalis band ini?"
"Hmm? Belum tuh. Palingan Gempa,"
Ying tertawa, "Kudengar Taufan dan Api harus membujuknya berkali-kali untuk ikut tampil."
"Bahkan Halilintar dan Air juga ikut mencoba."
"Mungkin mereka sangat ingin menampilkan diri," sambung Ying.
"Masuk akal," tawa si gadis berkerudung, "Bayangkan saja Gempa yang gak pernah pisah dari kertas-kertas tugas dan kerjaan OSIS mendadak main instrumen band."
Perbincangan mereka terputus seiring lampu-lampu panggung di hadapan mereka menyala.
"Tes tes?" Seorang MC perempuan di atas panggung berdehem, mengetuk mic. "Yap, teman-teman dan guru-guru sekalian! Selamat siang!"
Sahutan bersemangat mengisi seluruh penjuru lingkungan sekolah, tak sabar menyaksikan pertunjukan band - yang sebenarnya dibentuk dadakan. MC terus berbicara dan memberitakan bahwa band sekolah mereka akan tampil dengan total tiga kali sepanjang festival hari ini, membuat seluruh siswi menjerit histeris.
"-tak perlu menunggu lama lagi, sambutlah band sekolah kita yang terkini, Faithless Hope Upon the Elements!"
Sorak sorai memekakkan telinga terdengar jelas sampai kedai Tok Aba kala kelima pemuda rupawan menaiki pentas. Atribut mereka cukup simpel namun berkesan, dengan kaos putih berlapis jaket hitam kulit, jeans sobek lutut yang stylish, dan wristband hitam di pergelangan kiri. Satu-satunya perbedaan hanyalah topi trademark mereka. Para Boboiboy tersenyum, sedikit gugup namun bangga, bahkan Halilintar menyeringai dengan kedua tangan dalam kantung jeans sobek-sobeknya.
Pertunjukkan kali ini akan menarik, batin Yaya.
Halilintar, saudara tertua, mengambil gitar listrik merah-hitam metallicnya, mengalungkannya ke leher, dan melambaikan lengan ke arah penonton. Ia mengetes gitarnya yang bersuara lantang dan kembali menyeringai.
Taufan, saudara kedua, mengambil posisi di keyboard elektrik dan menekan beberapa tuts keras sekaligus untuk mengetes suaranya, mata birunya berkilau-kilau seraya ia meniup sebuah ciuman ke arah penonton.
Gempa, sang anak ketiga yang selalu berkesan kalem dan sopan, terlihat... berbeda hari ini. Di luar dugaan, Gempa duduk di balik... drum set? Ia tersenyum lebar ke arah kerumunan, melambaikan sebelah sticknya sebagai tanda salam, lalu memutarnya dengan ahli di jemari tangan. Ia nampak menarik banyak perhatian semenjak drum set bertuliskan QUAKE terletak di tengah panggung.
Api, kakak kembar dari Air, meluncur melintasi panggung dan menyambar stand microphone yang berdiri manis di tengah pentas. Dengan cengiran lebar khas yang mirip Taufan, ia berteriak ke dalam microphone, "EVERYBODY, ARE YOU READY?"
Air, kembaran Api, berlari -Air yang selalu malas berlari- dan mengambil posisi di balik microphone kedua, setelah melakukan high-five dengan Api sambil berlalu, tentunya. Ia berteriak riang, berbeda sekali dengan dirinya yang biasanya berkesan tenang, "READY, BROTHERS?!"
Segera setelah pembukaan tersebut dari seluruh personil band, sekolah diricuhkan oleh teriakan murid-murid.
Gempa tertawa, membetulkan mic kecil yang bertengger di depan bibirnya lalu memukulkan kedua stick drum bersamaan. "Okay, three, two, one, GO!"
Dengan lancar, bagai ia sudah menabuh drum sepanjang hidupnya, Gempa membuat opening yang menakjubkan untuk lagu "Monster", berawal dengan 'ledakan' lalu mengikuti ritme, dimana Halilintar masuk untuk bermain gitar elektriknya dengan terampil. Keyboard in, dengan sebersit gerakan jemari yang menari lincah di atas tuts, Taufan menyeringai puas sembari sesekali ikut menyanyikan chorus. Api menyanyikan vokal utama dengan semangat membara, diperkeras Air -yang sebenarnya merupakan vokal untuk suara dua- di bagian-bagian tertentu. Penonton yang mengetahui lirik pun ikut meneriakkan lagu tersebut.
"I hate what I've become, the nightmare's just begun, I must confess that I feel like a monster! / I feel it deep within, it's just beneath the skin,"
Masuk ke pertengahan, dan ketiga saudara pemain instrumen pun ikut bernyanyi. Anehnya, suara mereka semua berpadu menjadi satu, menghasilkan ending yang memuaskan. Bunga-bunga kertas berjatuhan dari atas, dan Halilintar nampak mendecih kurang suka. Saudaranya hanya tertawa ringan melihat itu.
Jeda setengah jam - yang diisi dengan pertunjukan lain, dan waktu tersebut digunakan para siswa yang tidak tertarik untuk membeli camilan atau minuman, dan melihat-lihat sesaat sebelum berkerumun kembali di depan panggung.
Lagu kedua dimulai, dan bisa dilihat bahwa pakaian para personil sudah diganti dengam tank top hitam berlapis cardigan putih dan celana gelap panjang, lengkap dengan sneakers biru tua. Tak lupa pula dengan topi trademark mereka. Lagu yang dinyanyikan adalah "Angel With a Shotgun", dimana mereka semua bergilir untuk mengisi vokal, sesekali serentak secara bersamaan.
"I'm an angel with a shotgun, fighting 'til the wars' won, / I don't care if heaven won't take me back / I'll throw away my faith, babe, just to keep you safe / Don't you know you're everything I have?"
Beberapa bagian lagu ada yang diimprovisasi, tanpa mengubah struktur lagu asli tentunya. Efek yang ditimbulkan terbukti memuaskan, senada dengan gitar listrik yang menguasai lagu, dibacking bersama drumming dan keyboard. Saat lagu berakhir dan lapangan diricuhkan sorak sorai, layar di belakang panggung menampilkan hologram sepasang sayap putih raksasa, yang perlahan membuka seiring kabut putih mengisi panggung, menutup turunnya lima anggota band dari pentas.
Jeda lagi selama setengah jam, sebelum lagu ketiga dan terakhir, "DJ Got Us Fallin' in Love Again", meledakkan seantero sekolah. Satu lapangan, yang entah bagaimana juga bercampur dengan orang-orang dari luar sekolah, ikut menyanyikan chorus.
"Cause' baby, tonight / The DJ got us fallin' in love again / So dance, dance, like it's the last, last, night of your lives, lives / God get you right"
Sekilas, reporter TV Pulau Rintis yang terkenal nyentrik dengan rambut birunya muncul di kejauhan, kamera TV berusaha memperbesar gambaran pertunjukkan yang mendebarkan tersebut.
Bercucur keringat, kelima saudara tertawa seperti anak kecil yang mendapat mainan baru bersama-sama, menyelesaikan lagu, mengucapkan terima kasih, dan turun dari panggung yang bertabur confetti dan gelembung-gelembung sabun.
Fans pun menggila.
"GILAAA! SUMPAH GEMPA DRUMMINGNYA KEREN BANGET TADI!"
"IYA SIAPA SANGKA DIA BISA MAIN DRUMSET? PLUS VOKAL MEREKA ITU ADUUUH BANGET DEH!"
"HALILINTAR JUGA, GITAR LISTRIK OH MY GOD!"
"KEYBOARD DONG! TAUFAN TADI BLOW-KISS KE AKU, PASTI!"
"GA MUNGKIN!"
"API - AIR SO CUTE BANGET TADI TOSSNYA! AKU ADA REKAM LOH!"
"AKU JUGA! BAKALAN AKU PUTAR TERUS LAGU MEREKA SAMPAI PUAS!"
Esoknya, fanclub Faithless Hope Upon the Elements terbentuk dengan member melampaui lebih dari setengah jumlah penduduk Pulau Rintis.
.
.
.
A/N:
Oke, kenapa nama band-nya Faithless Hope Upon the Elements? Faithless Hope artinya "harapan tanpa kesetiaan", karena ceritanya kan penduduk membenci Boboiboy karena udah ada Boboibot yang 'aman dan tidak akan membakar apapun'. Seribu kebaikan dilupakan, satu kesalahan terus diingat. Tanpa kesetiaan, kan? Yah walau penduduk minta berbaikan setelah Air muncul... *oke abaikan saya curcol gaje*
Monster - SKILLET
Angel With a Shotgun - The Cabs
The DJ Got Us Fallin' In Love Again - Usher
Eh, just in case if you guys wanna hear them. They're great songs. Btw maaf kalo Ice lama update ._. Ice nulis fanfic di hp soalny, jadinya repot buat publish 'u';
Drop me a review, guys! ^^
