Hari itu hari yang normal. Cuaca tidak terlalu panas namun juga tidak terlalu dingin. Musim semi—burung-burung berkicau, bunga-bunga bermekaran dan cicak-cicak merayap di dinding.

Kise Ryouta telah memutuskan untuk pindah apartemen. Kampusnya yang baru jauh sekali dari apartemen tempat dia tinggal dengan kedua kakaknya (yang juga alay bin gila, sepertinya itu faktor keturunan). Alasan kedua, untuk menghindari masakan maut kakak pertamanya yang selalu menunggu di meja makan setiap dia pulang.

Nama apartemennya—ironis memang—Apartemen Pelangi.

Apartemen ini berlokasi strategis—dekat dengan kampus, konbini, rumah sakit dan Taman Pemakaman Umum. Dan juga ada pos rondanya jadi dijamin aman. Tak ada layanan antar jemput, dan semua tipe kamarnya sama. Bonusnya, ada lapangan basket tepat disebelah bangunan apartemen.

"Ini kunci kamar anda. Semoga anda menikmati tinggal disini."

Kise tersenyum menawan. Resepsionis di belakang meja hampir tewas karena anemia. Membalikkan badan, dia melihat tag di kuncinya—nomor 130. Kebetulan, kamar di lantai teratas yang muat untuk banyak orang. Dan juga satu-satunya kamar yang berbeda.

Seandainya dia sendirian di ruang itu, hidupnya dijamin lancar.

.

.

Ini Apartemen, Bukan Balai Reuni! by Pink Crystalline Roses

Kuroko no Basket belongs to Fujimaki Tadatoshi-sensei

Warning: Humor gagal, garing, bahasa, potensi timbulnya OOC, geje. Author tidak bertanggung jawab atas penyakit mata apapun atau serangan jantung setelah membaca fic ini.

(Segala merek saya sensor-ssu!)

.

.

Hari itu hari yang normal. Hari dimana Kise Ryouta pindah apartemen. Sebenarnya, hal semacam ini untuk terjadi kemungkinannya kecil sekali. Tapi ini memang terjadi dan Kise terpaksa menerima kenyataan melihat mereka yang berdiri di depan pintu kamar, dengan berbagai ekspresi wajah.

.

(Orang pertama.)

"Ternyata kau juga disini-nodayo. Bukannya aku suka sekamar denganmu, tapi mohon bantuannya." Seorang megane lumutan dengan cool(tsundere)nya menaikkan kacamatanya yang tidak melorot satu milimeter pun. Terakhir kali, dia minus tujuh. Sebuah celengan babi bertengger di tangan berbalut perban.

.

(Orang kedua.)

Seorang pemuda dim yang sering jadi korban rasis semasa SMP menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Diduga, dia sering dituduh berdosa karena hitam, dakian, mesum dan hidup. "Ini kebetulan kan? Mau gimana lagi." Ujarnya santai.

.

(Orang ketiga.)

"Haai kalian, kita bertemu lagi~ Mau maiubou rasa baru?" seorang titan ungu pemalas yang hobi makan menawarkan sekotak cemilan berbentuk mirip Mumugi. Rasa cumi rebus bumbu rujak, langka karena bumbunya impor dari suatu tempat.

.

(Orang keempat.)

"Doumo, minna. Lama tidak bertemu." Yang satu ini membungkuk sopan. Dulunya, sering dikenal dengan kepolosan tingkat dewa, wajah sedatar papan setrika dan hawa keberadaan yang hantu kalah dibuatnya. Oh, juga uke favorit semua orang dan bahan rebutan lima makhluk pelangi.

.

Kise sendiri hanya bisa pasrah. Dengan dramatisnya dia berlutut, mendongak ke langit dan mengangkat tangan (yang dianggap oh-alay-sekali oleh semua orang yang melihat—dan sejak kapan ada sakura gugur disitu?). "Apakah ini takdir, tuhan?! KENAPA KITA BISA KETEMU LAGI-SSU?!"

Botol air mineral terdekat melayang.

.

.

Ini sih, serasa plang besi di pagar depan gedung itu salah tulis. Sepertinya yang membuat sedang ngelantur, jadi yang ditulis 'Apartemen Pelangi', bukan 'Balai Reuni Pelangi'.

.

.

Setelah sekian lama lima pemuda warna-warni itu merenungi nasib, "Sepertinya ada yang kurang disini." Celetuk Kuroko.

Suhu ruangan menurun drastis (bukan karena ada makhluk halus numpang lewat). Tidak. Tidak. Satu sekolah dengan orang itu saja sudah menderita, apalagi tinggal bersama orang itu. Mana sekamar pula—rasanya neraka akan datang.

Kuroko hanya menatap datar makhluk pelangi lainnya yang meratapi nasib. Aomine pundung di pojokan, Kise menangis sesenggukan dan Midorima memanjatkan doa yang (katanya) bisa mengusir segala jenis setan yang hendak mengganggu. Sementara itu, Murasakibara dengan cueknya melanjutkan misi membabat habis sisa snacknya setelah maiubou.

"Semoga dia gak ikutan minggat kesini-ssu... Huweeeeee..." ada anak ayam mewek.

"Secara, dia kan kaya. Gak mungkin minggat ke tempat kayak gini—" si daki terinterupsi.

"Hoo? Ada masalah, Daiki?"

Orang yang paling tidak diharapkan mereka—minus Kuroko dan titan kita tercinta—datang dengan santainya, tangan masih menggenggam handle koper merah yang dibawanya. Kise memucat, Aomine hanya bisa mundung dan mundung, dan kacamata Midorima retak.

"Mampus dah."

.

"Akashi-kun. Lama tidak bertemu." Kuroko membungkuk sopan. Yang bersangkutan hanya mengangguk tanda pengertian, ditemani gumaman 'Tetsuya' yang pelan. "Kalian juga disini, ternyata. Kenapa?"

"Itu... apartemenku yang dulu kejauhan, jadi minggat kesini biar gak jauh-jauh dari kampus-ssu."

Aomine merinding. "Plis, jangan bilang itu kampus yang dari rumah sakit belok kiri, terus pas sampe toko pojok jaya belok kiri lagi."

"Iya. Kenapa-ssu?"

"TIDAAAAKK—" Aomine teriak pasrah. "Sekamar, sekampus pula! Siapa juga yang mau ketemu sama anak ayam kejepit lagi?!" hal ini pun menuai protes dari Kise ("Tapi kau memang kuning, Kise-kun." "Kurokocchi hidoi-ssu!). Midorima hanya bisa mendesah pasrah. "Kebetulan, aku juga disana. Fakultas kedokteran disana bagus."

Dan disambung dengan dua variasi 'aku juga' dari Kuroko dan Murasakibara. "Akashi-kun sendiri, kenapa disini?" Kuroko bertanya. Akashi mendesah kesal, "Minggat. Aku sudah bosan diatur ini-itu sampai jungkir balik. Lulus kuliah aku kembali ke Kyoto."

Yang lainnya memandang kagum seolah mengisyaratkan 'Wah, super sekali'.

"Aka-chin ambil jurusan apa~?" imbuh Murasakibara. Mulutnya masih saja mengunyah sejak tadi. "Tidak ada yang spesial. Bisnis." Jawab si mantan kapten.

"Bohong nodayo. Bilang saja kau ada niat mengambil semua jurusan."

.

Akashi menepuk-nepuk tangan meminta perhatian. "Baiklah. Karena kebetulan kita semua—ahem, sekamar dan sekampus, sepertinya kita butuh aturan untuk hari-hari kedepan."

Yang lainnya memucat. Sepertinya neraka ingin mampir.

"Kita akan bahas ini setelah kita selesai beres-beres."

Dan mereka pun berlanjut beres-beres. Ternyata, tidak selancar dugaan Akashi.

"Hoi Kiseee! Bajumu menuh-menuhin lemari!" Aomine protes ketika membuka salah satu lemari yang ternyata dimonopoli baju si model. "Hee? Aku emang bawa baju segitu!" Kise balas protes, hingga pada akhirnya mereka guling-guling di lantai sambil cakar-cakaran.

"Ryouta, ini berlebihan. Keluarkan beberapa." Titah Akashi. "Tapi Akashicchi—"

CKRISS.

"Keluarkan," Akashi menyodorkan gunting sakti kesayangannya. "Sebelum kugunting."

.

"Ah, Daiki. Jangan simpan majalah nistamu itu disini."

.

"Mido-chin, kenapa~?" Murasakibara berhenti makan sejenak ketika melihat Midorima yang kebingungan. "Tidak apa-apa nodayo. Hanya saja aku bingung dimana aku harus menaruh lucky item-ku yang sudah tidak terpakai nanti." Si megane membalas.

"Aku punya kardus besar. Mido-chin mau~?"

"Tidak mau. Aku tidak akan mengandalkan orang lain untuk hal-hal sepele."

"Sudahlah terima saja, Shintarou."

Midorima menghela napas. Sepertinya Akashi sedang resek hari ini. "Baiklah. Bukan berarti aku senang nanodayo! Ini hanya untuk menghargaimu nodayo."

"Wah, Mido-chin masih tsundere~"

"Aku bukan tsundere nanodayo!" buku terdekat melayang.

"Midorima-kun memang tsundere kok." Kuroko tiba-tiba nongol disebelah duo ijo-ungu (untungnya, tidak ada insiden 'sejak kapan kau disana?!' seperti yang biasa). Midorima terdiam. Kalau Kuroko sih, tidak bisa dibantah ("A-Aku masih setia sama Takao kok. B-Bukan begitu nodayo!").

.

Setelah semuanya terurus, acara beres-beres selesai. Dan mereka pun bermusyarah hingga mencapai mufakat (sebagai anak cinta negara yang baik, dan ini sudah dibahas dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan). Berikut adalah beberapa hal yang diatur—sebenarnya hanya lima hal, namun ada yang jiwanya terguncang karenanya.

Pertama. Bangun dilarang melebihi jam 6. Khusus Kise, jam 5:30 (karena mandinya lama tingkat dewa). Kedua. Mandi giliran—jika durasi mepet, terpaksa mandi bareng dengan catatan dilarang maho-mahoan di kamar mandi apalagi bila ada Kuroko. Terutama uhukAkashiuhuk.

Ketiga. Belanja makanan giliran berpasangan (dan patungan) di toko pojok jaya. Yang boleh melangkahi wilayah kekuasaan dapur hanya Akashi dan Kuroko. Karena jika Midorima, dapurnya pasti hangus dan duo kopi susu kemampuan memasaknya diragukan. ("Are~? Aku nggak boleh~?" "Tidak, Atsushi. Nanti makanannya pada hilang semua entah kemana.")

Keempat. Jam malam jam 1 pagi kecuali tugas menghadang. Malam minggu tidak dibatasi. ("Ini terlalu malam nanodayo." Dan Midorima tidak dihiraukan). Kelima. Untuk menghindari tawuran lokal, yang tidur di sebelah Kuroko Tetsuya bergiliran ("Yee Kurokocchi milik bersama!" "Bagus deh, kalo gini Tetsu gak bakal dimonopoli kapten usek itu." "Kenapa aku yang dipermasalahkan disini?")

.

Malam harinya.

Pada umumnya, jika ada sekumpulan remaja yang tidur bersama di satu ruang, banyak hal dapat terjadi. Para cewek kemungkinan ngobrol non-stop, bisa-bisa sampai bablas tengah malam. Pembicaraan tentang cowok, nonton drama atau anime dan lain-lain. Yang cowok, pasti banyak tingkah, (terkadang) mengganggu ketentraman umum, bahkan maho-mahoan (baik sengaja maupun tidak).

"Kise-kun bohong."

"Hidoi-ssu! Dari tadi Kurokocchi tau terus!"

Untuk saat ini, acara maho-mahoan ditunda. Keenam remaja berkepala abnormal sedang duduk melingkar di tengah ruangan, bermain kartu remi yang dibawa Midorima (ngakunya sih, itu lucky item hari ini padahal jelas bohong).

"Kise-kun lupa ya? Pengamatan adalah keahlianku." Kuroko membalas datar, walaupun dalam hati terlalu bahagia berhasil mengalahkan Kise sampai mengeluarkan aura bling-bling (yang menyilaukan mata dan melelehkan kokoro). "Ace waru."

Jika poker face yang menentukan segalanya, kemungkinan besar—jangan lupakan Akashi—Kuroko akan menang. Ekspresi normalnya yang sedatar triplek sekarang lebih mirip triplek yang terkena mesin pres. Intinya, lebih datar dari kata 'datar' itu sendiri.

"Dua hati." Aomine meletakkan kartu. "Kisee, bohongmu kelihatan banget tuh."

Midorima meletakkan kartu dengan santai sambil bergumam 'tiga wajik'. "Hmph. Kalau begini caranya kau bahkan tidak akan bisa mengalahkan Murasakibara, Kise." (dan si titan ungu tidak mendengarkan satu kata pun. Di background, Kise nangis gelundungan).

"Hee~ Taruhan semua permen yang aku punya, Kise-chin kalah~" Murasakibara meletakkan kartu. "Empat waru~"

"Murasakibara-kun bohong." Celetuk Kuroko datar. Murasakibara memandang kecewa ke arah tumpukan kartu di meja sebelum mengambil semuanya. "Kuro-chin gak adil~"

"Gimana sih, Kurokocchi?! Semua tebakanmu bener lho! Kalo gini Akashicchi—" Kise berhenti ketika sang emperor memasang ekspresi siap merajamnya dengan gunting, "N-Nanti gak ada yang bisa bohong!"

"Ryouta benar," Akashi meletakkan kartu. "Kalau begini, Emperor Eye-ku bukan termasuk pelanggaran. Lima hati." Yang lainnya terdiam seketika, sudah menyangka duel (tawuran?) akan terjadi diantara pasangan uke-seme—ahem.

Permainan berlanjut dalam diam, tak ada yang berani menuding siapa yang bohong termasuk Kuroko sampai gunungan kartu terlihat diatas meja. Oke, ini taruhan. Kuroko tetap memasang poker face permanennya (yang sekarang malah lebih datar dari triplek terkena mesin pres. Oke). "Ace wajik—"

"Ah, Tetsuya bohong."

Wajah Kuroko berubah 180 derajat dan aura suram mulai menguar di sekitarnya. Tidak mungkin, ini pasti Akashi yang menggunakan Emperor Eye.

.

"Akashi-kun curang." Kuroko merengut, memasang wajah yang menurut generasi penuh mukjizat itu kyun-kyun moe. Terpaksa mengambil gunungan kartu di tengah-tengan meja.

"Untung saja aku tidak menetapkan batsu game (1) disini, Tetsuya."

.

TBC

(Mau lanjut?)

.

(1) Batsu game: Punishment game.

Oke, Author tau ini humor gagal. Gapapa deh. Tenang aja, nanti makhluk nista lainnya ikutan muncul kok.

(Bentuk pelampiasan gegara tugas yang menggunung. Tau deh, Author emang plin-plan. Penpik lainnya belom selesai udah buat penpik lagi.)

Yang main remi itu, pengalaman Author class trip. /terus apa hubungannya hah?

Kotak review terbuka dengan lebar kok, pokoknya gak ngeflame gapapa *jreng jreng

.

(Cuplikan bab berikutnya.)

"WOI BANGUN-SSU! SAHUR SAHUUUR!"

.

"Operasi nyolong roti berjamaah dimulai! Maraton ya ke kampusnya!"

"OKEEE!"

.

"GUE KOK GAK DIBANGUNIN SIH!"

"Salah sendiri, Daiki. Siapa suruh nonton bokep sampai jam 1."

"Ooh, jadi Akashi-kun ikutan nonton ya? Bisa tau gitu."

"T-Tetsuya..."

.

(Prologue END.)