Biar dikata raksasa, biar dikata mirip titan-titan dari anime sebelah, lelaki ungu bongsor itu mengabaikan anggapan yang dilontarkan padanya. Dia memaklumi pandangan orang awam yang demikian. Toh, dia memang besar dan tinggi menjulang macam gundam.

Namun meski si Rambut terong itu tak masalah—dan dia selalu mengatakan dia ok ok saja—mantan kaptennya tak suka jika dirinya dikata monster atau dipadankan manusia merah penuh otot yang hobi telanjang plus makan orang a.k.a titan dari anime sebelah. Bahkan sang pemilik nama Akashi Seijuurou itu agak sensi-sensi gimana jika nama anime sebelah disebut.

Murasakibara jelas bertanya-tanya apa gerangan alasan si merah itu berbuat demikian? Namun sejauh otaknya mampu meruntut benang-benang merah akan tanda-tanda yang ada, dia masih belum paham. Hm, terkadang lelaki mungil mirip strawberry kematengan itu enigma gimana gitu.

Satu-satunya ide yang dapat Murasakibara pikirkan hanyalah: Mungkinkah sang pemilik gelar Emperor itu inginkan sebutan itu namun tak kuasa meraihnya? Secara si kecil itu sangat ingin tinggi—meski Murasakibara tak menginginkan pemandangan imut nan mencuci matanya itu tumbuh—dan sangat keki pada makhluk-makhluk menjulang.

Hm...

.

.

Titan Mesum© deelaNErth 2016

Warning + disclaimer : biasa lah~

Rate : T dan T+ di omake

Pair : MuraAka

Dedicated : pada siapa saja yang request MuraAka.

Sum : Murasakibara Atsushi sering kali dipadankan dengan Titan porno yang tak berbaju di anime sebelah. Akashi tak suka akan hal itu. Dia juga agak sensi-sensi gimana gitu tiap kali AoT di sebut. Dan akhirnya Murasakibara mengetahui mengapa.

.

.

"Murasakibara, matikan itu," suara perintah pelan namun kuat dan diselimuti aura otorisasi itu mengalun dari dapur ketika Murasakibara mengenyot permen sambil nonton anime. Tapi sayang, kerasnya suara bunyi-bunyian tv membuat sang ungu tak mampu mendengar, tegangnya adegan yang tengah di sajikan membuat dia abaikan suara lain yang ingin rebut konsentrasinya.

Meski usia sudah 17 tahun, pemain Yosen ini tak malu menonton anime yang sedang in: Attack on Titan. Apalagi kalau kapten pendek Ackerman lagi beraksi, walau di sekolah pun dia tak malu untuk ber-ooooh kagum. Himuro Tatsuya pernah menegurnya untuk hentikan nonton anime demi kewarasan pribadi. Dan kala itulah Murasakibara untuk pertama kalinya marah pada sang partner. Marah lima menit, lebih tepatnya. Karena begitu Himuro membawakan dirinya sup kacang merah satu plastik, sang Center pun langsung mengajaknya bicara seperti tiada masalah sama sekali.

"Murasakibara." Si Ungu tak acuhkan kedatangan lelaki ramping bersurai tomat dari dapur. Suara penuh penekanan itu bagai memantul di liang telinganya dan kembali keluar sebelum mencapai gendang. Dia tak mendengar panggilan namanya sama sekali. Dan itu membuat lelaki pemilik apartemen mendengus kesal.

Akashi Seijuurou yang telah membawa dua piring penuh tumis sehat nan bergizi kelas atas buah karya tangannya sendiri, hanya mampu berjalan ke meja makan tanpa kawan sejawatnya yang katanya bertandang jauh-jauh ke Kyoto untuk cari makan. Dia menata dua piring yang dia bawa di sana. Kemudian kembali ke dapur dan menyibukkan diri dengan membuat jus. Dia sengaja membuat jus yang nikmat dengan campuran warna-warni mutiara untuk temannya. Dia tahu kegiatannya akan menyita waktu, tapi memang itu tujuannya. Dia berharap dengan waktu yang tersita itu, saat dia kembali mantan teman setimnya telah mampu lepas perhatiannya dari layar kaca.

Namun ternyata belum.

Berkacak pinggang di balik sofa merah, manik serupa darah Akashi menatap punggung Murasakibara Atsushi. Kini dengan bibir dipenuhi jamur crispy, ace Yosen memperhatikan tayangan di depannya sungguh-sungguh.

Dan itulah yang membuat Akashi geram.

Melangkahkan kaki mendekati Murasakibara, ruby bergerak ke layar tv besar yang tertanam dalam dinding dan di kelilingi home theater import. Dia tak dapat melihat dengan jelas layar tvnya sendiri, sayang sekali. Punggung kawannya terlalu lebar. Juga tinggi. Persis tembok menjulang di China sana.

Tapi dari tempatnya, Akashi mampu mengidentifikasi suara derum peperangan. Sepertinya kini tengah adegan genting para titan-slayer—atau apa pun itu namanya—mengeksekusi musuh bebuyutannya yang porno dan hobi telanjang. Oh. Meski sang Tuan muda tak mengikuti anime yang tengah main itu, jika dia sering dicekoki hal yang sama seminggu sekali, dia akan hapal dengan sendirinya kapan perang, kapan rapat atau detail lainnya hanya dari musik yang mengiringi. Salahkan saja tangkapnya yang cepat untuk hal itu. Dan kini saat dia dengan jelas dapat melihat apa yang tengah disajikan stasiun tv pada Murasakibara, terbukti benar dugaannya.

Akashi mendengus. Okay. Dia tahu sih Murasakibara hanya alasan ketika ingin menumpang makan, tujuan utama kawan yang pernah nyaris meremukkannya dan jerumuskan dirinya hingga kepribadian gandanya mencuat itu tak lain dan tak bukan adalah menonton tv di ukuran big size dengan gratis. Sekalian nonton, sekalian makan cemilan. Karena yah, tak pernah sekali pun seumur hidup, di rumah yang didiami Akashi kehabisan makanan. Akashi tak masalah dengan hal itu sih.

Menggerakkan matanya, Akashi mencari dimana remote control televisinya. Diam beberapa detik, membuat putra konglomerat terkaya Jepang itu mendapatkan lokasi tersembunyi remote tv. Di bawah bantal, di atas nakas kecil di samping sofa. Kebiasaan Murasakibara adalah menyembunyikan remote tv agar tak ada yang mengganggu. Tapi dengan satu dua kali mengamati, Akashi tahu dimana titik-titik krusial si ungu itu meletakkan remote. Well, temannya tak pernah benar-benar perfect saat menutupi sesuatu dengan sesuatu.

Begitu remote telah di tangan, Akashi tersenyum simpul. Ketika suara khas kapten Rivaille atau siapa itulah meneriakkan "Eren!", Akashi segera menekan tombol power. Dia tak menghadap ke televisinya, dia justru memunggungi. Namun kecanggihan barang elektroniknya mampu menerima perintah off kendati sumber perintah tak pancarkan infrarednya secara lurus pada si penerima. Detik berikutnya, kira-kira pada line kusso!, mati sudah barang elektronik itu. Akashi tersenyum penuh kemenangan.

"Akachin, nyalakan lagi," adalah respon yang diutarakan Murasakibara begitu dapati tv mati. Tak ada orang lain di apartemen si kecil mantan kaptennya itu melainkan dia dan dirinya. Dia tak ingat pernah memberikan timer off, so, yang mematikan pastilah sang pemilik nomor 4 Rakuzan.

"Makan dulu Murasakibara. Aku sudah memasakkanmu," kata Akashi setelah menghela napas sejenak. Dia putar tubuhnya untuk menatap langsung pada sang lawan bicara. Namun yang dia temukan justru sosok kawannya yang tengah menggigit bibir bawahnya dengan gigi atas dan pasang tampang memelas ala anak kecil meminta permen. Air mata pun menggenangi pelupuknya. Seketika panah runcing menghujam jantung Akashi. Wajahnya memerah. Dia berusaha menyembunyikan semburat itu dengan cara berjalan cepat dan sok tak peduli. Tapi degup jantungnya tak bisa dibohongi.

Baru saja dia menganggap Murasakibara… imut sekali.

"Makan dulu," gumamnya rendah saraya menunduk dan mencepatkan langkah menuju meja makan.

Murasakibara hanya bisa mengerjapkan matanya heran. Dia bisa melihat pipi mantan kaptennya memerah. Tapi dia sangat tak mengerti apa alasannya. "Are? Akachin demam?" gumamnya sembari mengangkat tubuh dan mengekor pemilik rumah.

Begitu sampai di depan meja, manik sewarna lembayung Murasakibara membola. Air liur kontan menetes dan ekor imaginer mengibas di balik pantatnya mirip anjing kelaparan. Dia segera mengalungkan tangannya yang besar di leher lelaki kecil di depan ceruk nasi. Dia merasakan lelaki yang dia peluk sedikit menegang, namun dia tak peduli. Dia segera menempelkan pipinya di merah lembut dan mengusap-usapkannya di sana. "Terimakasih Akachin~" ujarnya senang.

Mungkin temannya tak tahu, mungkin temannya tak bisa melihat. Namun jelas, akibat dari ucapan dan perbuatan Murasakibara, Akashi menyunggingkan senyuman kecil tulus dari hati. Matanya menghangat dan suratkan 'apa-pun untukmu' tak kasat mata.

Jujur pula…

Akashi menginginkan momen ini berlangsung lama—selamanya. Hei. Entah sejak kapan, perilaku lelaki bergolongan darah 0 itu senantiasa membuat dirinya tak kuasa mengendalikan poker-face yang selama ini dia kenakan.

"Duduk Murasakibara, aku ambilkan makanannya dan kau bisa lihat tv lagi," bisiknya ingin menghargai. Dia tak suka pada anjing yang tak patuh, tapi dia akan memberikan reward pada mereka yang mengikuti perintahnya.

Namun siapa sangka Akashi Seijuurou melakukan kesalahan dengan menyebutkan kata-kata tv.

Murasakibara segera duduk, menerima nasi yang dia ambilkan, menyendok sayur-mayur yang ada, mengambil lauk dan jus yang tersaji. Kemudian dia kembali beranjak dan berlari ke depan tv. Akashi mengerutkan keningnya. Huh?

Detik berikutnya, secepat yang dia bisa, Murasakibara menempatkan diri di depan sang Kapten Rakuzan. Tangannya terjulur dan dia mengatakan, "Akachin remotenya tolong. Habis ini selesai kok movienya."

Tapi Akashi tak bisa terima.

Apa maksudnya ini? Apa yang ingin disampaikan Murasakibara? Dia ingin makan di depan televisi? Hei! Ajaran mana itu! Dimana sopan santunya?

Dengan nada meninggi, Akashi menolak. "Tidak. Kita makan di meja makan."

"Ayolah Akachin. Setelah ini adegan klimaksnya," sudah hafal permenit acara yang diputar, Murasakibara bersikukuh meminta.

"Tidak. Murasakibara, jaga tatakrama! Makan itu di meja makan."

"Akachin! Ini saat penting! Kemarikan remotenya!" Tahu jika kawannya tak bisa diajak kompromi, Murasakibara mengincar kantung celana Akashi. Belajar dari pengalaman, Murasakibara tahu kawannya ini kerap menyimpan barang sitaan di sana.

Akashi berusaha berkelit tentu saja. Dia memutar tubuhnya dan mulai menerapkan kemampuannya dalam bela diri. Dia lakukan mode defensive. Dia tak menyerang, hanya bertahan. Namun lagi, karena dia hanyalah manusia dan tubuh seorang Murasakibara Atsushi besar juga berat, dia melakukan kesalahan. Kala dia berkelit, tapakan kakinya tak kuat sementara si ungu menyerangnya dengan kekuatan penuh. Renggutan di pinggang Akashi dan rebutan kuat yang dilakukan Murasakibara membuat tubuh Akashi yang lebih kecil tersentak. Sebagai impact, kala remote yang diinginkan pemain Yosen itu di tangan, seorang Akashi Seijuurou melayang. Kemudian dengan keras dia terpelanting di lantai dan berhenti setelah kepalanya membentur kaki kursi cukup keras.

Spontan, rintih sakit meluncur dari bibir Akashi.

Dan Murasakibara mematung seketika.

Dia penggemar AoT, dia membayangkan satu momen di dalam anime itu. Momen kala titan, membuat kapten kecil nan kuat Rivaille Ackerman terkapar. Dan entah kenapa, tiba-tiba wajah sang kapten di sana berubah menjadi wajah kapten kecilnya, kemudian wajah titan itu, menjadi wajahnya.

"Akachin! Akachin! Akachin!" buru-buru dia berlutut di depan Akashi. Dia membantu Akashi duduk. Keinginan menontonnya terlupa seketika. Dia lebih mementingkan Akashi kini ketimbang movie yang sudah dihapalnya.

"Aku tak apa Murasakibara. Tenanglah," gumam kapten Rakuzan meminta kawannya untuk tak terbawa emosi. Temannya itu terus memanggil namanya, bilah tergenang air pula; oh Akashi sedang pusing dan tak ingin menenangkan bayi besar menangis.

Hanya saja, di luar perkiraan Akashi, si bayi besar itu justru membopong dirinya. "H-hei!" dia memprotes tentu saja. Acuh adalah yang didapatnya.

Langkah seribu Murasakibara lakukan. Dia membawa tubuh mungil kaptennya ke kamar dan segera menidurkan dia di sana. Dia berulang kali menggumamkan maaf. Dia sudah keterlaluan. Dia ingin mengunjungi si merah dengan dalih minta makan atau menonton tv. Sejujurnya dia cuma ingin melihat sang kapten baik-baik saja. Dan kini dia lah yang membuat kaptennya terluka. Apa-apaan dia! Murasakibara meneteskan air mata dalam permintaan maafnya.

"Sudah tak apa. Kembalilah menononton. Aku tak apa," kata Akashi liris sembari memijat kepalanya yang terbentur. Dia memejamkan matanya menahan pusing yang menyerang. Dia beranggapan Murasakibara akan segera keluar dan dengan suka cita kembali nongkrong di depan tv. Namun kala tak dia dapati langkah kaki keluar ruangan, dia membuka mata.

"H-hei. Murasakibara?" Akashi menjulurkan tangannya, menyentuh pipi kawannya. Air mata membasahi pipi besar itu. Dan Akashi tak suka.

"Maaf. Maaf. Aku—"

"Aku sudah mengatakan aku tak apa-apa kan?"

"Tapi Akachin—"

"Hush! Aku baik-baik saja!"

"Tidak, Akachin kesakitan! Aku membuat Akachin—"

"Aku yang salah, Murasakibara. Aku cemburu kau lebih memperhatikan anime itu daripadaku. Kudengar dari Himuro kau tergila-gila pada Rivaille. Dan nah. Konyol kan? Mungkin ini teguran agar aku tak melakukan hal konyol lagi seperti cemburu pada tayangan tv."

Mendengar hal ini, Murasakibara menatap bilah merah di hadapannya sungguh-sungguh. Air matanya berhenti mengalir. "Eh?"

"Konyol, kan?" menarik turun tangannya, Akashi menyibak rambutnya sembari layangkan pandang ke titik lain. Ceritanya dia enggan bertemu pandang dengan kawannya itu.

Murasakibara terdiam. Dia mencerna kalimat sosok yang kini sedang berbaring di atas kasur king size berselimut sutra.

"Heichou mengingatkanku akan Akachin," katanya setelah 10 menit keheningan meraja di ruangan itu dan tak ada satu pun yang bergerak. "Rivaille Heichou kecil tapi kuat seperti Akachin. Dia menerima Titan—Eren, seperti Akachin menerimaku."

"Huh?" Akashi menatap Murasakibara kini. Di sebutnya kata-kata Titan dan dibandingkannya titan dengan Murasakibara sendiri membuat Akashi mengerutkan kening dan menatap tajam mantan rekan setimnya itu.

"Murasakibara, kau bukan titan."

"Orang-orang mengatakan aku—"

"Aku tak suka di bantah dan sekali lagi kukatakan, kau bukan titan."

Murasakibara terdiam. Merah terkunci dengan ungu. Pandangan mereka bersatu padu melebur bersama detik waktu. Tanya benarkah-kenapa-apa maksudnya berkecamuk serta berenang-renang di dua netra sang Center. Akashi menggigit bibir dalamnya mengerti akan tuntutan Murasakibara untuk dirinya menjawab.

Tangan Akashi terangkat. Telunjuknya menggesturkan gerak agar Murasakibara mendekat. Patuh, mantan penyandang nomor 5 itu mendekat. Dia menyondongkan punggung.

Menelan ludahnya, Akashi memejamkan mata. Kala kelopaknya terangkat dan merah kembali memandang, kehangatan terpancar dari sana. Senyum penuh kasih pun merekah. Lalu Akashi berkata, "Aku tak mungkin jatuh cinta pada Titan, kan, Atsushi?"]]

.

.

.

a/n.

Terimakasih untuk segala review. Terimakasih~

Yang ini sepertinya geje. Maafkeun. Lagi kena sindrom Ereri. Jadinya begini dah :"v

Ah! Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan dan jika berpuasa, tolong omakenya jangan dibaca. Menjurus.

.

.

.

Omake

"At-Atshushi…" Akashi Seijuurou berusaha mendorong tubuh besar kawan setimnya sedari tadi. Semenjak pengakuan cintanya, kawannya ini sedikit beringas. Pemain Yosen itu kegirangan bukan main. Dia segera menghujani Akashi dengan juta ciuman sambil berbisik, "aku juga mencintaimu," tanpa henti.

Namun ciuman yang mula-mula hanya kecup berubah jadi panas.

Ciuman itu menjadi ciuman orang-orang dewasa.

Murasakibara memainkan lidahnya. Setelah sukses memaksa Akashi membuka mulut, dia langsung mengajak daging tak bertulang Akashi bertarung. Akashi kalah tentu saja. Dia melenguh.

Lalu bagai lenguhan itu menekan tombol on, tiba-tiba Murasakibara yang setengah duduk dengan kaki menempel pada lantai menendang slipper-nya lalu menindih Akashi. Kemudian dia mulai menjamah. Napasnya pun memburu.

Selagi menjilat-jilat leher-bahu Akashi layaknya dia menjilat eskrim, dua tangannya yang bebas bergerak-gerak nakal ke seluruh penjuru. Satu mengeluntung kaos Akashi, mengangkatnya hingga punting merah tertampilkan, sementara yang lain menyusup dan meremat dua gunung di bawah sana.

"Ah! Atsushi, jangan. Unnh. Atsu—mmhhh. Mmm…"

Sejak penyerangan ini. Sejak dia ditindih dengan bobot yang amat sangat wow dan tak bisa mengelak, Akashi memberi catatan kecil pada mentalnya.

Murasakibara Atsushi memang Titan.

Titan mesum.