Salam kenal, saya author baru di fandom ini.

Ini fic BoboiBoy pertama, jadi maaf kalo charanya rada OOC dan hasilnya mengecewakan!

Dan sekedar info, fic ini mengandung unsure lemon! /plak/ Yah, meski dimunculinnya chapter depan, jadi sah-sah aja ngebaca chapter ini di jam segini! X3

So, check it out!

.

.

BoboyBoy © Animonsta

BE MINE! © Penjual Senjata Haram Pa Gogo

Genre : Romance, & Drama

Rated : M

Warning(s) : AR, yaoi, rated M for lemon scene, OOC, OC, BoboiBoyXFang, 6 years skiptime, highschool life, Indonesian

.

Don't like, don't read!

.

.

.

Chapter 1 : Second Kiss

"Oi Fang!" seruan Gopal menyadarkan lamunannya.

"Hah?"

"Mau tidak?"

"Mau apa?"

Pemuda gempal itu nampak memutar bola matanya. Memang sulit memiliki seorang teman yang tidak tahu cara untuk menghargai orang lain. "Kau ini. Aku dan BoboiBoy mau main game sepulang sekolah nanti! Kau ikut kah?" jelasnya dengan pandangan malas. BoboiBoy yang ada di sampingnya juga memasang ekspresi yang sama.

Fang membentuk bibirnya menyerupai huruf 'o', lalu ia kembali fokus ke makanannya. "Aku mau latihan basket," ujarnya cuek.

"Setiap hari latihan basket. Kau ini tak bosan yah?" kali ini BoboiBoy yang berbicara.

Fang mengerutkan alisnya tidak senang. Sebenarnya ia ingin menghujat pemuda bertopi polkadot itu, namun ia menelan amarahnya. Tidak baik, marah-marah di depan makanan. Ia pun menghela nafas pendek. "Sebentar lagi aku ada pertandingan,"

"Alah, bilang saja kau naksir seseorang di sana! Jadi rajin amat perginya!"

Pernyataan pemuda gempal itu sukses mengejutkan dua pemuda lainnya. BoboiBoy nyaris tersedak dengan makanannya, sementara Fang hanya membelalakkan matanya, sebelum menoleh aneh pada BoboiBoy yang bereaksi berlebihan itu.

Tidak hanya dua pemuda. Dua gadis lain yang sedari tadi hanya sibuk berdiskusi soal pelajaran kini tertarik perhatiannya.

"Hah? Benarkah Fang? Kau naksir seseorang dari klub basket?" Yaya bertanya dengan nada tidak percaya.

"Haiyyaa… Siapa tuh? Anggota basket putri? Manager?" Ying menggaruk-garuk dagunya. "Haaa… atau anggota cheerleader yah!?" tebaknya asal.

"Hoi! Hoi! Diam kalian!" Fang setengah membentak. "Aku rajin karena aku suka basket, bukan orang!" ujarnya sinis. Kini tatapan tajamnya tertuju pada Gopal, biang kerok dari keributan ini.

"Benarkah…?" nada tak percaya terdengar dari BoboiBoy yang duduk di depan Fang. Entah hanya perasaannya, atau ia bisa mendengar sirat kekesalan dari suara itu.

Fang memutar bola matanya. Ia terlalu malas untuk meladeni keempat temannya itu, sehingga ia memutuskan untuk mengabaikan mereka dan melanjutkan makan.

Tak mendapat respon yang diharapkan dari yang bersangkutan, teman-temannya pun melanjutkan kegiatan mereka yang sempat tertunda, terkecuali BoboiBoy yang masih menatap Fang beberapa detik dengan mata menyipit, sebelum teguran Gopal menyadarkannya.

.

~(^w^~) (~^o^)~

.

"Ahhh…" Fang menghela nafas berat sambil mendongkak, setelah ia merebahkan tubuhnya di atas tanah, pinggir lapangan basket terbuka itu. Latihan hari ini sungguh membuatnya kelelahan.

Salahkan kakak kelasnya, yang begitu terobsesi dengan turnamen yang akan datang. Semuanya tidak akan menjadi sesulit ini, jika saja lawan pertama mereka bukanlah sekolah yang Fang dengar sebagai salah satu tim terbaik nasional. Ditambah, Fang satu-satunya anak kelas dua yang diikut sertakan dalam turnamen ini sebagai tim inti. Ia tak begitu mengerti mengapa ia bisa terpilih begitu. Padahal masih banyak kelas tiga yang lebih berhak, karena inilah pertandingan mereka sebelum fokus untuk ujian.

Salahkan kemampuannya yang luar biasa itu. —Fang dan kepercayaan dirinya.

"Woy Fang," panggilan seseorang menyadarkan lamunannya. Mata karamelnya menangkap sosok pemuda jakung berpakaian basket, dengan handuk yang melingkar di lehernya.

"Ya, kak Azroy," sahut Fang.

Pemuda yang Fang kenal sebagai kakak kelas, sekaligus kapten tim basketnya itu menyerahkan sebotol air, dan Fang menerimanya. Pemuda itu lalu mengambil tempat duduk di sampingnya. Fang agak risih saat pemuda itu duduk nyaris menempel padanya, namun ia mengabaikan hal itu dan meneguk minumannya.

Mungkin saking lelahnya setelah latihan, Fang terlalu terburu-buru meneguk cairan bening itu, menyebabkannya keluar dari sudut bibirnya, mengalir dan menetes sedikit demi sedikit.

Glek

"Hhh…" Fang menghembuskan nafasnya, merasa lega saat kerongkongannya yang kering itu basah kembali.

Baru saja ia hendak menghapus cairan yang mengusik dagunya—

"Eh?"

—Azroy mendahulinya.

Butuh beberapa detik untuk Fang mencerna kejadian itu, saat Azroy mengusap dagunya dengan jempol, dan—mungkin—tanpa sengaja menyentuh bibirnya yang menganga bingung, sebelum pemuda itu melepaskan pegangannya.

Fang mengerjap-kerjapkan matanya.

"Ayo pulang,"

"A─iya…" Fang hanya mengangguk kikuk, mengutuk dirinya yang salah tingkah.

Ia tak menyadari sepasang iris hazel mengawasinya dari kejauhan.

.

~(^w^~) (~^o^)~

.

"Fang, kau nanti latihan basket 'kan? Aku ada kelas tambahan matematika! Nanti kita pulang bareng yah?"

Fang menatap lawan bicaranya yang 7 cm lebih pendek darinya itu. Ia lalu kembali menyusun buku-buku di depannya tanpa mengeluarkan suara. "Terserah sih,"

"Ingat yah! Jangan tinggalkan aku!"

Fang memutar bola matanya. Ia merasa ada yang aneh dengan BoboiBoy hari ini. Pemuda itu selalu saja mengikutinya seharian ini, terus saja menempel padanya. Saat pagi tadi saja begitu Fang masuk kelas, pemuda itu langsung mengambil tempat duduk di sampingnya, mengajaknya ngobrol hingga bel masuk berbunyi.

Juga saat istirahat. Jika biasanya BoboiBoy memilih untuk duduk di samping Gopal, kali ini pemuda itu mengambil tempat di sampingnya. Sebenarnya hal itu tak terlalu penting, sehingga ketiga temannya tidak menyadari hal itu. Namun bagi Fang, ini hal yang tidak biasa.

Seperti saat ini. Fang ditugaskan untuk merapikan buku-buku di perpustakaan. Sebenarnya ia ingin sekali menolak, namun mengingat guru yang memintanya adalah salah satu pengajar paling kejam dan tak tahu toleransi di sekolah ini, ia memilih untuk menurut saja. Meski harus melewatkan setengah jam istirahatnya yang berharga, mengurusi buku-buku yang tidak sedikit itu.

Dan entah dirasuki roh macam apa, BoboiBoy dengan senang hati menawarkan bantuan. Fang tahu, pemuda itu memang berjiwa pahlawan dan senang menolong sesama. Namun jika dalam hal ini menyangkut tentang dirinya, Fang rasa itu merupakan suatu keanehan. BoboiBoy biasanya sangat bahagia bersama Gopal jika melihat dirinya menderita. Bahkan pemuda itu sampai tega menertawai dan mengejeknya, meski pada akhirnya meminta maaf juga sih.

"Hoi Fang,"

Panggilan BoboiBoy membuatnya menoleh kesal. "Apa sih? Kau tahu 'kan, tidak boleh mengobrol di perpus!"

"Benar gak sih, kamu naksir seseorang?"

Fang terdiam sejenak, sebelum mengangkat alisnya tidak mengerti. Apa BoboiBoy masih kepikiran hal itu sampai sekarang. Pertanyaan yang terlontar dari pahlawan Pulau Rintis itu membuatnya berpikir bahwa BoboiBoy benar-benar aneh hari ini.

"Hah, kau masih memikirkannya? Gak penting amat!"

"Aku penasaran tahu!"

"Aku suka seseorang itu memangnya apa hubungannya dengamu?" Fang kembali menaruh perhatiannya pada deretan buku yang sudah setengah rapih itu. Perlu diketahui, masih ada beberapa rak yang harus berurusan dengannya setelah ini.

"Aku 'kan sudah bilang, aku penasaran. Cuma pingin tau siapa orang paling sial di sekolah ini disukai oleh orang seperti kau,"

Perempatan imajiner muncul di kepala pemuda oriental yang memang dasarnya emosian itu. "Apa kau bilang—"

"Stttt!"

Kedua pemuda itu menoleh, mendapati penjaga perpustakaan yang sudah berusia setengah baya itu menatap mereka dengan tatapan mengantimidasi, dengan jari telunjuk yang menyentuh bibirnya.

Setelah saling menatap dengan gigi yang mengerutuk kesal, kedua pemuda tampan itu pun memutuskan untuk mengakhir pertengkaran mereka.

.

~(^w^~) (~^o^)~

.

Saking terburu-burunya, BoboiBoy sampai lupa menggunakan gerakan kilatnya untuk berlari. Pemuda itu melangkahkan kakinya secepat yang ia bisa, melewati koridor yang sudah sepi itu. Sekali lagi ia melirik jam tangannya, meringis saat sumber kekuatan itu menunjukkan pukul lima petang.

Seharusnya setengah jam lalu ia sudah pulang. Namun salahkan guru matematikanya, yang meminta tolong untuk membereskan beberapa peralatan. Sebenarnya BoboiBoy ingin menolaknya, tapi ia tidak enak juga. Toh, yang meminta tolong adalah gurunya sendiri. ditambah Dengan dirinya yang memang pada dasarnya tidak bisa menolak permintaan orang lain.

Entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat saat melihat lapangan basket yang sudah sepi itu. Ia merasa bersalah telah membuat Fang menunggu begitu lama. Ia berharap pemuda itu sudah pulang duluan, sehingga dirinya akan terbebas dari omelan Fang (yang mungkin akan diterimanya besok pagi). Namun di sisi lain ia berharap Fang masih menungguinya. Terserah makian macam apa yang akan dilontarkan pemuda mandarin itu. Bahkan BoboiBoy rela dirinya dicabik-cabik oleh harimau bayang Fang.

Saat tiba di tempat tujuan, ia akhirnya melihat pemuda dengan rambut berwarna biru tua di sisi lapangan.

"Fang, maaf sudah membuatmu men—"

Iris hazelnya membelalak.

Pemuda itu tidak sendirian. Ada seorang pemuda jakung yang lebih tinggi darinya, memeluk pinggangnya.

BoboiBoy masih dalam keadaan mematung. Menyadari kehadirannya, kedua pemuda tadi pun memisahkan diri, memisahkan kedua bibir yang tadinya saling terpagut itu.

.

~(^w^~) (~^o^)~

.

Rasanya Fang ingin sekali membanting ponsel berwarna senada dengan jaketnya itu, saat ia mencoba untuk menghubungi BoboiBoy namun tidak aktif.

Sudah hampir setengah jam ia menunggu pemuda itu, namun belum juga menampakkan batang hidungnya. Padahal BoboiBoy sendirilah yang tadi mengajaknya untuk pulang bersama! Fang menggeram.

Dengan emosi, diambilnya barang-barangnya, dan mulai melangkah pergi. Lihat saja besok! Akan dihajarnya bocah pendek itu hingga babak belur!

"Fang!"

Sebuah suara yang dikenalnya menghentikan langkahnya. Fang menghela nafas pendek. Saat ini moodnya sedang tidak bagus, membuatnya malas untuk mengobrol dengan orang lain (ia sudah memastikan pemilik suara tadi bukan milik BoboiBoy). Dengan malas, ia menoleh, mendapati ketua klub basketnya berlari ke arahnya. Lelaki itu nampak masih mengenakan seragam basket, sama sepertinya.

"Ya?" sahutnya singkat, saat Azroy—si pemilik suara sudah sampai di depannya dengan nafas terengah-engah.

"Kenapa belum pulang?" Azroy bertanya saat dirasanya nafasnya sudah kembali normal. Ia menegakkan tubuhnya, lalu menunduk untuk menatap pemuda yang 10 cm lebih rendah darinya itu.

"Menuggu seseorang," yang ditanya hanya menjawab, dengan nada kesal. Tangannya terkepal erat. "Tapi dia nggak datang-datang… Sialan anak itu,"

"Hahahahaa… Memangnya siapa yang kau tunggu?"

"Hanya anak bodoh tak berguna," Fang kembali menjawab sinis. Rasa dendamnya terhadap BoboiBoy yang telah membuatnya menunggu lama itu sungguh membuatnya bernafsu untuk membantai pemuda itu segera.

Fang melirik ke atas, saat tak mendapatkan respon dari anak kelas tiga di depannya. Dilihatnya pemuda itu terdiam, menatapnya seolah tengah memikirkan sesuatu.

Keheningan berkuasa di tempat luas itu.

"Kalau begitu—"

"Fang," ucapan Fang yang hendak pamit untuk pulang dipotong begitu saja. Pemuda itu menatap kakak kelasnya dengan sebelah alis terangkat.

"Ya…?"

Hanya perasaannya, atau sebuah semburat merah terlihat di keduabelah pipi Azroy.

"Anu… aku mau bilang sesuatu, ke kamu,"

"Mau bilang apa?"

Azroy nampak menimbang-nimbang apa yang akan dikatakannya. Ia menggaruk belakang kepalanya yang sepertinya tidak gatal itu. Pergerakannya benar-benar mencerminkan sebuah kegugupan yang besar, namun Fang berusaha untuk tidak memikirkannya.

'Seperti orang mau nembak aja.'

"Aku suka kamu!"

'Eh?'

Butuh beberapa detik hingga iris yang sewarna dengan caramel itu membulat. Membulat sempurna seolah akan lepas dari kantungnya.

"A─aku… aku tidak tahu kenapa, tapi sejak pertama kali ketemu, aku sudah tertarik denganmu!"

Fang masih terdiam, mematung saking terkejutnya dengan pernyataan itu. Seolah kepalanya baru saja dipukul keras dengan wajan. Pemuda itu memasang tampang cengo, membuatnya terlihat bodoh.

"Fang,"

"T─tunggu…" ia berusaha membalikkan kesadarannya yang sempat blank. Ini sungguh mengejutkannya. Jika saja yang menyatakan perasaan padanya itu perempuan, Fang bisa dengan mudah menolak dengan segala kejutekannya. Lagipula ia sudah terbiasa dengan itu.

Tapi kali ini yang ada di depannya… orang yang memasang ekspresi malu-malu—yang menjijikkan—adalah kaum adam, sama sepertinya! Pertama kalinya dia ditembak oleh lelaki, membuat otaknya seolah bekerja jauh lebih lambat dari semestinya.

"K─kakak yakin?" tanyanya canggung. Fang berusaha semaksimal mungkin untuk berekspresi seperti biasa. Namun emosinya berusaha mendesak logikanya, membuatnya tak sabar untuk memukul wajah pemuda di depannya ini, berlari sekencang-kecangnya untuk pulang dan muntah.

"Tentu saja!"

Fang makin terkejut saat tanpa aba-aba Azroy langsung meraih tangannya, mendekap jemari yang terbungkus sarung tangan itu di dadanya yang berdebar. Tentu saja hal ini membuat Fang merinding setengah mati.

"Aku menyukaimu Fang… ah, aku mencintaimu! Sangat mencintaimu!" mata Fang seolah berputar-putar. Dirinya yang tampan dan jantan ini diperlakukan seperti perempuan oleh sejenisnya.

"Tapi—hwaaahh!" Fang makin dikejutkan saat merasakan pinggangnya tertarik, ke dalam dekapan sang senior.

!?

Dan cepat, Azroy mendekatkan wajahnya, memutus jarak antara bibir mereka.

Otak Fang masih sibuk mencerna kejadian ini, membuatnya hanya diam dengan mata terbelalak.

"Fang, maaf sudah membuatmu men—"

Seolah jantungnya akan lepas dari tempatnya saat Fang mendengar suara BoboiBoy di sana. Ia sangat berharap suara yang baru saja mengalami perubahan akibat pubertas itu hanyalah imajinasinya belaka. Namun ia tak bisa memungkiri ketika ia merasakan kehadiran seseorang agak jauh di belakangnya.

Dengan mengumpulkan segala tenaganya, Fang mendorong tubuh Azroy hingga menjauh darinya. Ciuman tadi cukup singkat, namun tetap saja itu adalah ciuman pertamanya!

Dengan kasar ia mengusap bibirnya, tak bisa menahan diri untuk tidak menatap kakak kelasnya itu dengan pandangan jijik.

Fang lalu menoleh ke belakang, mendapati BoboiBoy yang masih mematung di sana. Diam tanpa kata.

Fang memukul dahinya frustasi. Bagus, besok berita ini pasti akan tersebar di seluruh sekolah!

"Ngg… aku pulang dulu Fang," suara Azroy menyentakkannya. Fang hanya menatap pemuda itu dengan kejengkelan yang tidak bisa ditahan. "Aku menunggu jawabanmu,"

Yang bersangkutan hanya menghela nafas pendek, menatap punggung kakak kelasnya yang makin menjauh hingga benar-benar menghilang. Meninggalkannya berdua dengan BoboiBoy. Pemuda itu lalu menoleh kapada rivalnya itu, yang kini menatapnya dengan tatapan tak percaya.

Fang memutar bola matanya. "Kau darimana saja," tanyanya kesal, bertingkah seolah kejadian tadi tidak pernah ada.

BoboiBoy perlahan melangkah mendekatinya, hingga jarak mereka satu meter. Fang makin jengkel melihat ekspresi BoboiBoy yang seolah melihat Adudu datang dengan kepala bulatnya.

"Kau membuatku menunggu begitu lam—eehh!?" Fang terkejut saat tiba-tiba lengannya ditarik oleh BoboiBoy, membuatnya nyaris jatuh terseret.

"Kau pacaran dengan cowok tadi yah?" Fang tidak melihat ekpresi BoboiBoy yang membelakanginya.

Fang berusaha menarik tangannya kembali, namun kekuatan BoboiBoy lebih darinya. "Mana mungkin, bodoh!" Fang terdiam sejenak. Ia harus mencari cara untuk membela dirinya, agar berita ini tak tersebar oleh BoboiBoy. "Dia hanya menyatakan perasaannya padaku,"

BoboiBoy berhenti saat mereka tiba di belakang ruangan tempat menyimpan peralatan olahraga. Pemuda itu menoleh, membuat Fang terkejut saat melihat wajah yang biasanya terlihat ramah itu kini nampak dingin menusuk.

"Lalu kenapa kalian ciuman?" Fang baru tersadar bahwa bukan hanya wajahnya, namun suara BoboiBoy juga ikut berubah.

"Dia yang menciumku!" suara Fang meninggi. "Aku mana mau dicium olehnya!"

BoboiBoy pun berbalik, dan melangkah ke arahnya. Tentu saja hal itu membuat Fang merasakan sesuatu yang tidak beres terhadap anak ini. Pemuda itu tanpa sadar mundur selangkah demi selangkah, memperlebar jaraknya dengan BoboiBoy.

"Terus kenapa kau santai-santai saja sudah dicium begitu?"

Fang menggigit bibir bawahnya. Kata siapa dia santai-santai saja!? Itu ciuman pertamanya! Namun bukan berarti ia harus meratapinya. Toh, kejadian itu sudah berlalu. Disesali juga tidak ada gunanya.

"Itu hanya ciuman," kini suara Fang lebih datar dari yang tadi. Ia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran BoboiBoy yang 'terlihat' marah hanya karena masalah seperti ini. Padahal ia pikir pemuda itu akan terbahak-bahak menertawainya hingga terjatuh di tanah, lalu menyebarkan gosip heboh ini esoknya.

Fang tidak mengira perkataannya barusan lebih memancing BoboiBoy. Pemuda itu dapat menangkap iris hazel yang membulat sejenak, sebelum menjadi menyipit, menunjukkan amarah yang tak bisa diukurnya.

BoboiBoy melangkah dengan kaki yang sedikit terhentak, membuat alarm yang ada di kepala Fang berbunyi keras. Baru saja ia hendak berbalik untuk lari, sebuah tembok menghalangi jalannya. Ia lupa bahwa saat ini mereka tengah berada di belakang ruangan penyimpanan peralatan olahraga.

Saat pemuda itu kembali menoleh—

"Akh!"

—BoboiBoy sudah berada tepat di depannya.

BoboiBo y mengunci kedua lengan pemuda kurus itu pada tembok, mendekatkan wajahnya yang kini nampak tidak bersahabat. Si korban di sini hanya meringis, merasakan pergelangan tangannya tercengkram begitu kuat.

"Hanya ciuman katamu? Apa kau sebegitu senangnya, dicium olehnya? Murahan sekali," suara pemuda beriris hazel yang biasanya terdengar ramah itu kini sedingin es, membuat bulu kuduk Fang berdiri.

Sejujurnya ia ketakutan. Melihat BoboiBoy kehilangan karakter aslinya membuatnya ketakutan. Namun Fang memberanikan diri, menatap mata itu, menantang lelaki pengendali lima elemen tersebut.

"Memangnya apa hubungannya denganmu, bodoh! Lepaskan aku!" Fang mencoba untuk memberontak, namun cengkraman BoboiBoy pada pergelangan tangannya makin mengerat, membuat pemuda itu meringis. Kakinya tak tinggal diam, menendang-nendang berharap bisa tepat sasaran.

Harusnya kaki yang terbalut sepatu ungu itu mengenai sasarannya, jika saja BoboiBoy tak menginjak kedua kakinya dengan satu kaki, membuat Fang benar-benar terkunci. Ia tidak mengerti. Darimana BoboiBoy bisa mendapat kekuatan sebesar ini.

Memang sih, BoboiBoy type petarung jarak dekat, membuatnya memiliki kelebihan di bagian fisik. Selain itu tubuhnya yang telah melalui masa pubertas itu lebih kokoh, dibanding tubuh Fang yang lebih kurus.

Fang masih berusaha memberontak, sampai ia merasakan hembusan hangat mengenai wajahnya.

"Fang…"

Cup!

Dan BoboiBoy pung menghapus jarak antara kedua bibir mereka.

Mata karamel Fang membelalak sempurna. Pertama oleh kakak kelasnya, lalu ciuman keduanya direnggut oleh teman sekelasnya yang telah ia kenal selama 6 tahun terakhir ini. Bibir BoboiBoy terasa lebih tipis dari milik Azroy, dan juga… lebih manis.

BoboiBoy harus agak berjinjit untuk menyamai tinggi Fang sehingga ia bisa mencicipi bibir merah muda pucat yang menggoda itu. Perlahan namun pasti, ia mulai membebaskan kaki Fang, tak memperoleh perlawanan apapun dari pemain basket itu. BoboiBoy tersenyum di sela ciumannya, utamanya saat tangan Fang ikut diam. Entah pemuda itu menikmati ciuman ini, atau terlalu shock untuk membuat sendinya bekerja sebagaimana mestinya.

Sepertinya pernyataan kedualah yang benar. Fang masih terdiam, mencerna apa yang sedang terjadi. Bibirnya. Bibir BoboiBoy. Bersentuhan.

"Mphh…" harusnya ia memberontak, namun saat BoboiBoy memiringkan kepalanya, memperdalam ciuman mereka, Fang seolah berada di dimensi lain. Suatu hal yang fana membuat tubuhnya kaku dan—ia tak sanggup mengakuinya—seolah mengikuti pergerakan tubuh pemuda yang 7 cm lebih rendah darinya itu.

Merasa Fang sudah agak tenang, BoboiBoy mulai bergerak lebih jauh. Ia mulai menjilat belahan bibir pemuda di depannya, seolah menghapus jejak ciuman bekas seniornya tadi sekaligus meminta izin untuk masuk ke dalam.

Kesadaran Fang sepertinya masih belum pulih sepenuhnya, membuatnya hanya diam, menikmati ciuman manis itu. Meski tak membalas ciuman BoboiBoy, lelaki itu tak lagi memberontak, membuat si pemuda bertopi leluasa menikmati belahan merah mudanya.

BoboiBoy mengemut bibir tipis Fang dengan penuh gairah, seolah ia sedang menikmati es krim coklat. Suara ecapan terdengar begitu jelas di tempat yang sepi itu, diiringi suara nafas Fang yang tidak beraturan.

"Fangh…" BoboiBoy menjeda ciumannya sejenak untuk menggumamkan nama itu, sebelum ia kembali mengemut bibir Fang dengan lembut.

Namun kau tak akan bisa menebak apa yang dipikirkan remaja yang sedang dalam pengaruh hormon.

Ciuman yang awalnya lembut nan manis itu kian memanas, utamanya saat lidah BoboiBoy mendesak masuk. Awalnya Fang menolak, namun saat BoboiBoy menggigit bibir bawahnya—membuatnya memekik tertahan—organ tak bertulang itu pun lolos, dan mulai menjelajahi tempat yang baru untuknya itu.

Perlakukan BoboiBoy yang tiba-tiba membuat Fang—setelah sekian lama—kembali ke alam nyata. Mata sipitnya membelalak kaget, dan refleks, ia mendorong tubuh yang tengah lengah itu, terbalut dalam kenikmatan.

Dorongan Fang cukup keras, sukses membuat BoboiBoy tersungkur ke tanah. Si pemuda berkacamata seharusnya memanfaatkan kesempatan ini, melesatkan kakinya kabur dari tempat itu, namun pasokan oksigen yang kurang dalam paru-parunya sepertinya tak memungkinkan. Ia segera meraup oksigen sebanyak-banyaknya, dengan kedua tangan yang tertumpu pada lututnya.

"Hhh… hahh… hahhh…" Fang terengah-engah, menatap BoboiBoy yang kini mencoba untuk bangun dengan tatapan tajam. Tangannya yang terbalut sarung tangan itu mengusap kasar bibir dan sekitarnya, menghapus cairan salivanya—yang bercampur dengan milik BoboiBoy—yang sempat meloloskan diri melalui sudut bibirnya.

Setelah pasokan oksigennya cukup, Fang menegakkan tubuhnya, bersamaan dengan BoboiBoy. Ia mengurungkan niatnya untuk kabur dari tempat itu. Aura hitam—bayangannya—kini mulai menguar di sekitarnya, membuat BoboiBoy mengambil posisi siaga.

Anak ini harus diberi pelajaran!

"Harimau bayang!" dan terbentuklah sesosok bayangan yang menyerupai harimau bermata merah. "Seraaang!"

Mata BoboiBoy memicing saat bayangan itu melesat ke arahnya. Harimau bayang Fang memang cepat, namun ia lebih cepat dengan gerakan kilatnnya.

"BoboiBoy Gempa!" Fang tidak terkejut saat pemuda yang awalnya mengenakan seragam sekolah ditambah dengan rompi merah dan topi orange itu berubah menjadi sesosok pemuda dengan pakaian yang didominasi warna hitam dan kuning keemasan. "Ombak tanah!" dan keluarlah tanah yang meyerupai ombak besar, menerjang harimau bayang Fang yang tak sempat menghindar.

Fang masih terkejut dengan nasib naas harimau bayangnya,hingga ia tak menyadari seorang pemuda berpakaian merah-hitam tiba-tiba muncul di belakangnya menguncinya dari belakang. Mata karamelnya membelalak.

'S─sejak kapan!?' ia langsung menoleh ke arah ombak tanah yang mulai menyurut itu, dan mendapati BoboiBoy gempa masih berada di sana. 'Sejak kapan dia mengeluarkan kuasa tiganya?'

Namun mencoba mengembalikan akal sehatnya, Fang kembali memberontak dengan kekuatan fisiknya sendiri. Beruntunglah ia masuk klub basket, membuatnya mempunyai kekuatan yang cukup. Cukup kuat untuk meloloskan diri dari pemuda halilintar yang tegah menguncinya ini.

Fang menyikut kepala BoboiBoy Halilintar sekuat tenaga, membuat pemuda yang didominasi oleh warna merah itu pening untuk beberapa saat. Saat itulah Fang memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur.

Namun sepertinya nasib sial tengah berpihak padanya hari ini. BoboiBoy Taufan tanpa di sangka-sangka muncul di hadapannya, tanpa sempat Fang antimidasi.

Brakk!

Kepala pemuda kurus itu menubruk skateboard milik Taufan, membuatnya harus tersungkur di tanah. Harusnya hal ini tidak lebih buruk lagi, jika saja ia tak melihat retakan pada dua lensa kacamata ungunya.

Oh, sungguh sial.

Fang mengeluh kesakitan sambil mengusap pangkal hidungnya yang telah berciuman dengan sisi skateboard biru yang sepertinya keras itu. Ia melepas kacamatanya, dan seketika pandangannya langsung saja buram.

Baru saja hendak berusaha untuk bangun, tiba-tiba ia merasakan tangannya langsung dikepung oleh sesuatu yang kasar, memaksa punggungnya bersentuhan dengan tanah kembali.

"Kurungan tanah,"

Keputus asaan pun mulai Fang rasakan. Ia tak menyangka bahwa ia akan kalah dalam pertarungannya dengan BoboiBoy.

Ah, lupakan itu! Saat ini yang lebih penting ialah apa yang akan terjadi selanjutnya!? Fang tak melihat jelas ekspresi pahlawan Pulau Rintis itu dengan jelas, namun ia tahu bahwa kini BoboiBoy telah bersatu kembali.

Dalam pandagan buram, ia melihat BoboiBoy berjalan mendekatinya. Pemuda itu lalu menyatukan kedua tangan Fang dengan kekuatan tanahnya, membuat Fang saat ini terborgol oleh tanah keras. Fang seharusnya bisa memberontak, namun rasa pening habis terbentur tadi membuatnya tak bisa apa-apa.

Ia hanya bisa diam, mengumpulkan tenaga, bahkan saat BoboiBoy mengangkatnya di bahunya, membawanya masuk ke ruangan terdekat.

Masih sibuk mengeluh dengan kapalanya yang terbalik dan kesakitan sehabis terbentur itu, Fang mendengar suara pintu berdecit, yang ditutup perlahan, sebelum semuanya menjadi benar-benar gelap.

.

Tbc

A/N :

Sebenarnya fic ini sudah lama saya ketik sampai 4 chapter, tapi baru bisa dipublish sekarang. Niatnya sih mau update sekali seminggu. Doakan biar lancar yah~ ^^
Tinggal di edit aja sih. Juga dikasih beberapa tambahan, dan hilangin scene yang dirasa ga perlu! Jadi pendapat para pembaca sangat dibutuhkan di sini!

Ohya, di sini saya menggunakan Azroy sebagai OC. Itutuuuh! Tokoh utama dari telenovela yang dinonton BoboiBoy dkk di season 1, yang punya kucing namanya Sasha ituu! xD /plak

Yosh! Kalo gitu mohon kritik dan sarannya…

Review pleaseee!