Naruto (c) Masashi Kishimoto

.

Sakura menghitung, sepuluh hari sudah dia terdampar di masa lalu dan tinggal di kediaman Senju. Dua putra Butsuma Senju bisa menjadi teman yang menyenangkan (terutama Hashirama yang kocak) kalau saja Sakura memang berasal dari zaman ini. Tobirama dan Hashirama sudah berkali-kali mencari solusi dan membuat penelitian jutsu untuk mengembalikan Sakura ke masa depan, namun itu masih belum berhasil. Tobirama—yang dijuluki sebagai yang paling cepat diantara klan Senju, beberapa kali melakukan jikkukan ninjisu sebagai percobaan, namun tetap tidak berhasil. Tobirama dan Sakura kecewa, namun Hashirama tetap optimis bahwa mereka akan bisa membuat Sakura kembali ke masa depan, "Jadi santai saja," bagitu katanya.

Pada Butsuma dan tetua klan Senju yang lain, kedua pemuda tampan itu berbohong mengenai keberadaan dan asal-usul Sakura, dengan mengatakan bahwa dia adalah saudari perempuan dari Ishagi, salah satu pelayan mereka yang tinggal di desa jauh, dia akan tinggal di kediaman klan Senju selama beberapa waktu. Kebohongan kedua anaknya, yang didukung oleh pernyataan Ishagi membuat Sakura diterima di tempat itu sebagai … pelayan.

Malam ini seperti malam-malam biasanya—sejak terdampar di masa lalu, Sakura jadi jarang bisa tidur di malam hari. Dia terus berpikir tentang putri tunggalnya dan masalah yang terjadi diantara mereka sebelum berandal akatsuki jahanam itu menyeretnya ke masa lalu. Sarada meragukan dia sebagai ibu, karena menurut Sarada dia sama sekali tidak mirip dengan Sakura, dia justru merasa mirip dengan … KARIIINNN! Demi Kami-sama, Sakura ingin sekali menonjok kepala gadis kecilnya itu agar segera sadar bahwa Sakura memang ibu kandungnya, sementara Karin cuma mantan teman satu tim Sasuke yang membantu persalinan Sakura saat melahirkan Sarada. Lagipula sejak kapan orang yang membantu persalinan bisa mirip dengan anak perempuan lain yang dibantu persalinannya? Itu konyol! Sakura menyusul Sarada ke menara waktu itu, karena dia ingin memberitahu anaknya mengenai kenyataan tersebut. Dan lagi bukan salahnya kalau Sarada tidak mirip dengan dia, salahkan Papanya yang terlalu bernafsu pada saat membuat si anak jadi cetaknya seperti itu. Mirip si Papa dan tidak mirip si Mama.

Mengehela napas, Sakura baru saja akan terlelap untuk memimpikan suami dan anaknya, ketika dia mendengar suara bentakan keras dari luar.

"DASAR BODOH KAU MAU KEMANA?!"

Itu suara Tobirama kan?

"Sssttss. Bisa pelan-pelan tidak? Kalau Ayah mendengar aku bisa dibunuh."

Hashirama?

"Kau memang pantas dibunuh," balas Tobirama judes.

Mendengus, Sakura bangkit dari perbaringan lalu beranjak keluar kamar. Sepertinya pertengkaran dua saudara ini terjadi di ruangan sebelah kamar Sakura, yang Sakura tahu ruangan itu dipakai sebagai gudang penyimpanan bahan makanan. Apa yang diributkan oleh Senju bersaudara larut malam begini?

"Tega sekali. Aku ini kakakmu, Tobi."

"Hhhh."

"Tolonglah Adik, ijinkan aku pergi. Sekali ini saja. Tanganku sudah gatal ingin memasang taruhan," Sakura yang berdiri di depan pintu langsung melongo mendengar rajukan hokage pertama itu. Dia agak shock saat mengetahui bahwa dewa shinobi pembentuk desa Konoha ternyata … suka berjudi. Sekarang aku tahu darimana Nenek Tsunade mendapatkan kebiasaan berjudinya. Kalau cucunya saja dijuluki Legenda Kalah Judi, lalu kakeknya … errr… mudah-mudahan dia tidak sepayah Nenek Tsunade saat memasang taruhan di meja judi.

"Tidak."

Sakura menggeser pintu agar terbuka. Dia menatap Tobirama dan Hashirama yang tampak bersitegang. Tobirama dengan topeng judesnya yang terpasang rapi, sementara Hashirama dengan tampang memelas nan nelangsa lengkap dengan air mata yang mengalir dari kedua mata gelap besarnya yang lucu. Sakura cengo. Dewa shinobi pembentuk Konoha, tidak punya wibawa. Apa Naruto adalah reinkarsi Hashirama di masa depan? Mereka berdua sama konyolnya. Dia meringis kaku.

"A-ada apa ini?" tanyanya kikuk.

"Sakura." Hashirama menoleh sekilas, menghapus air mata, lalu kembali memandang sang adik dengan tatapan memohon.

Tobirama mendesah. "Dia ingin keluar untuk berjudi. Kalau Ayah tahu dia bisa dicincang dengan pedangnya."

Hashirama cemberut. "Kalau begitu jangan beritahu," katanya.

"Bagaimana mungkin aku tidak memberitahu kalau tiap minggu kau selalu menghabiskan uangmu di meja judi!"

"Aku tidak akan kalah minggu ini." Hashirama berkeras.

Jadi dia sama payahnya dengan Nenek Tsunade?

"…"

"Ayolah kumohon."

Tobirama mendesah pasrah. Dia terlihat mengalah pada rajukan sang kakak, dia tahu bahwa Hashirama adalah tipe orang yang kepala batu. Tidak akan berhenti sebelum keinginannya tercapai. "Hn. Baiklah, kau boleh pergi. Tapi aku juga akan ikut untuk mengawasimu."

Senyum lebar terpatri di wajah tampan Hashirama begitu mendengar jawaban adiknya. "Oooke." Dia mengangkat satu jempolnya.

"Boleh aku ikut?" pertanyaan tiba-tiba Sakura membuat Senju bersaudara menoleh ke arahnya, "aku tidak bisa tidur dan bosan. Jadi boleh aku ikut dengan kalian?" Sakura buru-buru menambahkan saat melihat ekspresi wajah Tobirama yang seakan hendak mengatakan bahwa dia akan menjadi beban, "Kalian tidak perlu khawatir. Aku bisa jaga diri." Dia tersenyum manis.

Mereka berdua saling berpandangan. Kemudian Hashirama mengangguk antusias dengan senyuman cerianya yang biasa. "Tentu saja Sakura."

Tobirama kembali mendesah, dia hanya ber'Hn' ria sebagai jawaban. Dalam hati Hashirama merasa senang. Dia yakin temannya yang mengerti tentang jikkukan ninjisu dan memiliki mata yang sangat bagus untuk membuka dimensi lain, akan berada di warung minuman tempat dia sering melakukan perjudian dengan banyak orang. Dia akan bertanya padanya tentang jurus ruang dan waktu yang bisa mengembalikan Sakura ke masa depan. Tapi bagaimana cara dia bertanya pada temannya, kalau Tobirama juga ikut? Tobirama pasti akan memberitahu Butsuma Senju mengenai pertemuannya dengan sang teman lama.

.

.

Hatake Kakashi menatap Sasuke ragu. Dia tidak mengerti kenapa malam-malam begini sang murid tiba-tiba mendatanginya di kediaman pribadi, di kompleks rumah dinas pinggir desa, yang diperuntukan bagi para Hokage terdahulu—yang masih hidup—untuk menikmati masa pensiun.

"Aku datang kemari untuk meminta bantuanmu," kata Sasuke tanpa basa-basi. Dia berdiri di depan pintu, dan tidak menunggu Kakashi mempersilahkan dia masuk.

"Hn?" terlihat jelas ekspresi bingung dari wajah Kakashi yang tertutupi masker.

"Sakura diculik."

Sepasang mata beda warna milik Kakashi melebar. Naruto belum berkunjung ke kediamannya, seminggu sekali Nanadaime Hokage biasanya mengunjungi rumah Rokudaime Hokage, untuk membahas mengenai masalah politik dan kecurangan yang terjadi di Konoha, jadi dia belum mendengar berita tentang penculikan salah satu mantan anak didiknya.

"Seseorang dari Akatsuki membawanya pergi dengan jikkukan ninjisu, sudah seminggu dia menghilang. Kami sudah coba melacaknya, tapi tidak mendapatkan hasil. Naruto dan yang lain bilang, kalau Sakura pasti sudah dibunuh, mengingat dia menghilang minggu lalu. Aku tidak mempercayai itu. Aku pikir dia dibawa ke dimensi lain. Dia masih hidup, tapi tidak berada di dunia ini." Kakashi mengernyit mendengar pernyataan Sasuke. Dia juga sedikit takjub mendengar Sasuke yang bisa berbicara panjang lebar. Pikiran konyolnya mengatakan bahwa ada baiknya jika Sakura sering-sering menghilang, karena dengan itu Sasuke tidak irit bicara lagi.

Menghela napas, kemudian menggelengkan kepala untuk menghapus pikiran konyol dari kepalanya. Kakashi lalu memandang Sasuke.

"Lalu apa yang bisa kubantu Sasuke?"

"Sensei memiliki mata Obito, bisa melakukan kamui. Aku ingin Sensei mencoba melacak keberadaan Sakura, dan melakukan jikkukan ninjisu untuk mengembalikannya. Jika memang dia terdampar di dimensi lain."

Kakashi terdiam. Sejujurnya dia belum pernah melakukan jutsu teleport lain, selain kamui. Tapi dia pikir dia akan mencobanya. Biar bagaimanapun Sakura adalah mantan anak didiknya.

"Baiklah. Aku akan mencoba."

"Hn. Terimakasih."

"Tapi … kalau aku boleh tahu, kenapa kau jadi begitu peduli pada Sakura?"

Pertanyaan Kakashi membuat Sasuke memutar mata. "Sakura istriku, Sensei."

"Oh. Maaf. Aku lupa kalau kalian sudah menikah, dan bahkan sudah punya anak ya? Hahaha. Maaf. Maaf."

Sasuke mendengus.

.

.

Sakura merasa dirinya tersesat dan salah tempat. Berada di sebuah warung tempat minum di tengah desa, larut malam begini Sakura harus berada diantara para laki-laki pemabuk yang tengah sibuk memasang taruhan judi. Diantara semua orang yang ada disana, mungkin yang terlihat waras dan tidak mabuk hanya Tobirama, Sakura, dan para pelayan. Sisanya kacau.

Lihatlah Hashirama sekarang, dia sudah mabuk berat. Berkali-kali meracau tak jelas karena kalah, kemudian celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang.

"Sepertinya kita harus pulang," kata Tobirama sembari menghampiri sang kakak, lalu mengamit lengannya, membantu Hashirama berdiri.

"Aku tidak bisa pulang. Uangku belum habis hik." Dan dia juga belum datang.

Tobirama mendengus. "Sebaiknya pulang saja. Untuk urusan uang, aku bisa menghajarmu di perjalanan agar uangmu bisa habis digunakan untuk pengobatan," ucapnya sinis. Dia menoleh ke arah Sakura yang tampak tak nyaman dikelilingi lelaki pemabuk berbau minuman keras. "Ayo Sakura, kita pulang."

"I-iya."

"Payah seperti biasa, eh?" suara berat nan dalam yang menegur mereka membuat tubuh Hashirama menegang. Ketiganya menoleh ke arah sumber suara, dan terkejut mendapati beberapa laki-laki klan Uchiha juga ada disana!

Para tamu menelan ludah takut melihat hal itu. Pertarungan selalu tak terelakan jika Uchiha dan Senju bertemu.

"Hmmm. Madara? Hik."

"Membawa kakakmu yang payah Tobirama?"

"Izuna," Tobirama mendecih sebal melihat muka songong adik kesayangan Madara.

Kyaaa! Mirip Sasuke-kun semasa remaja, melihat dia benar-benar mengobati kerinduan pada suami tercinta! Sakura terpaksa harus menampar keras inner-nya karena sudah memikirkan hal bodoh itu. Tapi Izuna itu memang Sasuke versi muda kan?

.

.

Bersambung