Disclaimer

Vocaloid bukan punya saya
Tapi ceritanya punya saya

WARNING : Typo(mungkin), aneh, abal, gaje, alurnya gak tentu(yang ini memang ada), dan lain-lain yang berlabel WARNING

Rated : T untuk beberapa chapter awal-awal, T+ untuk chapter kedepan

Genre : Family, Romance, sedikit Humor

Happy Reading Minna~


Chapter 11

Sorry and... The Truth?


"Aku... menyukaimu..."

WHAT THE―

Len menggebrak meja. SIAPA YANG NGEBOLEHIN YUUMA NEMBAK RIN TANPA SEIZINNYA? Tapi Yuuma dan Rin tidak menyadari Len yang menggebrak meja di 3 meja dibelakang mereka.

"Yu-Yuuma?"

"Aku suka kamu, Rin..." ulang Yuuma. Pipi Rin memerah.

"Kau menyatakan perasaanmu? Padaku?"

Yuuma mengangguk. "Iya, aku menyatakannya padamu, Rin.."

Rin diam. "Jadi?"

"Mau kan, kamu jadi pacarku?" tanya Yuuma.

Rin bingung. Dia kan sahabat Yuuma. Ada perasaan yang ganjil dihatinya. Selama ini ia memang berusaha menyukai Yuuma dan berusaha untuk melupakan perasaannya pada orang itu. Karena orang itu bukan yang seharusnya untuk dia..

"Tapi Yuuma, Mamamu―"

"Aku sudah bercerita padanya. Dan dia menyetujuinya."

Rin makin bingung. Ia berharap Papanya muncul dan mengalihkan pembicaraan. Ia memakan mochinya.

"Aku... tidak tau..." jawab Rin asal.

"Aku memang suka Yuuma, tapi aku juga suka Mikuo-senpai.. Luki-senpai.. dan Papa... Aku juga suka Kaito-kun dan teman-teman yang lain, kalau ditanya siapa cowok yang kusukai, aku tidak tau..."

Yuuma diam. "Apa kau menolakku?"

Rin menggeleng.

"Tidak. Sebenarnya aku ingin jadi pacarnya Yuuma. Tapi, aku terlalu takut untuk berpacaran. Aku takut nanti persahabatan kita terputus..."

Yuuma menunduk. Kelihatan kecewa. Hanya saja, senyuman hangatnya menyambut Rin kembali dari wajah tampannya.

"Tidak apa. Aku bisa mengerti." Yuuma tersenyum lebar.

Rin ikut tersenyum. Lega karena Yuuma tidak apa-apa. Oh, ayolah Rin, tidak ada orang yang tidak apa-apa setelah mendapat penolakkan dari orang yang disukainya.

"Kalau kita sudah lebih dewasa sedikit, aku akan kembali memintamu jadi pacarku." Yuuma berucap pantang menyerah. Ia tidak ingin kehilangan orang yang disukainya itu.

Rin meraih tangan kanan Yuuma yang ada diatas meja. Yuuma penasaran apa yang akan dilakukan Rin. Rin menggenggamnya erat dan mengusapkan tangan kanan Yuuma kepipi kirinya.

"Terima kasih ya, Yuuma..."

Kelas 12 selesai ujian kelulusan. Meski belum berbaikkan dengan Rin, Len masih sedikit lega mengetahui kalau Rin tidak membencinya. Nilainya berada diurutan paling atas dengan rata-rata 90. Kali ini Len memberanikan diri mengajak Rin bicara.

"Rin." Len memanggil Rin yang sedang menonton tv sambil makan jeruk.

"Ya, Pa?" sahut Rin.

"Besok ada upacara kelulusan. Kau datang, ya?"

Rin mengangguk.

"Kau boleh ajak Yuuma kalau kau mau."

Rin menggeleng.

"Aku gak mau ajak Yuuma."

Len mengerjapkan matanya sekali. Apa dia gak salah dengar?

"Aku mau ngeliat Papa lulus sekolah. Berdua aja. Sama Papa. Gak mau ada Yuuma."

Apa Rin sudah memaafkannya seiring waktu? Len bersorak girang dan menari-nari―dalam hati. Dia menahan seluruh perasaannya. Dia duduk disofa disamping Rin. Rin bergeser sedikit kekiri―membiarkan Papanya duduk disampingnya.

Rin terlihat cuek. Len memutuskan untuk diam saja. Dari pada membuat runyam suasana, lebih baik dia diam. Biasanya Rin sangat cerewet dan bertanya macam-macam. Mulai dari kepo, sampai yang bener-bener dia gak tau. Kalau Rin diam, ya udah, paling Rin cuma jawab sekenanya kalau ditanya macam-macam. Sekarang bukan waktu yang tepat buat minta maaf...

Len mengambil toples cemilan kue kering yang terhidang dimeja depan sofa. Ia membukanya dan memasukkannya satu-satu kemulutnya dan mengunyahnya lalu ditelan. Begitu terus hingga Rin bangkit dari sofa.

"Mau kemana?" mulut Len terbuka sendiri.

"Mau kekamar mandi." Rin berjalan tanpa melihat kewajah Papanya.

"Nanti balik lagi kan?"

Samar-samar terdengar Rin berteriak. "Iya!"

Makin hari Len merasa kalau Rin makin cantik. Bentuk tubuhnya mulai terben―oke, coret yang itu. Wajahnya manis dan pipinya yang sedikit tembem. Jari tangannya melentik. Kulitnya masih putih susu seperti dulu. Bibirnya mungil merah muda. Kakinya jenjang. Rin lulus dari SMP dan akan melanjutkan keSMA. Upacara kelulusan Rin adalah sehari setelah kelulusan Len. Intinya, besok lusa adalah hari kelulusan Rin.

"Padahal dulu... dia gadis kecilku yang polos..." gumam Len saat menyadari kalau Rin akan segera masuk SMA.


Upacara kelulusan dan pelepasan siswa murid..

"Kagamine Len." Nama Len dipanggil. Semua anak kelas 10, 11, dan 12 bertepuk tangan. Len naik keatas panggung, menerima ijazah dari kepala sekolah, membungkukkan badannya dan berbaris disamping Mikuo yang sudah dipanggil sebelum nama Len disebut.

"Hei, kita lulus." Mikuo berbisik.

Len hanya tersenyum getir. Tentu saja ia sedih. Ia akan berpisah dengan Mikuo dan Luki.

"Jangan nangis." Len mengejek. Mikuo terkekeh.

"Siapa juga?" Mata Mikuo berkaca-kaca.

"Rin ngeliatin kita lho."

Mikuo segera mengerjap-ngerjapkan matanya―menahan agar air matanya tidak tumpah. Rin duduk dikursi paling belakang. Ya, itu untuk orang-orang yang bukan bagian dari murid SMA. Misalnya untuk keluarga-keluarga, kerabat, atau sahabat siswa yang menjalani kelulusan.

"Kau sudah baikkan dengannya?" tanya Mikuo.

"Belum. Biar begitu, hubunganku sedikit mengerat kembali..." jawab Len.

Mikuo menggguk-angguk mengerti. Lalu menepuk bahu sahabatnya.

"Semoga berhasil yo, Len."

Len tersenyum dan mengangguk.

Setelah acara bubar, kembali pada Len dan Rin.

"Rin..." Len mendekap Rin. Rin menatap Papanya.

"Papa... Minta maaf.." kata Len dengan wajah yang merah. Rin mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Untuk apa?"

"Waktu valentine lalu, kau pasti marah kan pada Papa..."

Rin menggeleng. "Aku yang harus minta maaf... Lagian aku gak marah kok sama Papa."

Len memiringkan kepalanya. "Terus kenapa?"

"Yah, aku emang sempat marah sama Papa. Aku gak suka kalo Papa pacaran sama Miku. Lagian gak tau kenapa, Miku keliatannya benci sama aku. Aku gak suka tangan Papa dipegang-pegang apalagi digenggam sama Miku..."

Len diam. Anaknya... cemburu..?

"Maaf. Miku memaksa Papa, dia mengunci Papa, dan dia―"

"Iya, cukup. Aku tau." Rin memotong. Apa?

"Aku tau, ini semua salah Miku... Maaf, aku menjauh dari Papa karena aku gak mau Miku ngedeketin Papa dan menggoda Papa lagi." Rin menjelaskan semuanya pada Len.

"Kau tau dari mana?"

"Luki-senpai." Rin tersenyum tertahan.

"Luki? Luki ngapain?"

.

Flashback ON

15 Februari, istirahat. Luki masuk kekelas Rin dan menghampiri mejanya. Rin duduk berdua bersama Yuuma, memakan bento sambil menangis.

"Rin." Luki memanggil.

Rin buru-buru mengusap air matanya dengan cepat. "Oh! Luki-senpai!"

Luki menghela nafas.

"Ada urusan apa, ya?" tanya Rin dengan mata yang sembab. Mata dan pipinya memerah.

"Ikut aku." kata Luki menarik tangan Rin.

"Eh, tapi Yuuma―"

"Yuuma, kau tunggu disini, ya." Luki menatap Yuuma dan tersenyum.

Yuuma yang masih tidak mengerti situasi hanya melongo sambil memegang sumpit. Yang ia tau pasti, saat dia sedang makan bento, tiba-tiba Luki datang, memanggil nama Rin lalu menarik tangan Rin dan tersenyum padanya. Yuuma hanya mengangguk-angguk dengan tatapan kosong.

Luki mengajak Rin kekantin. Mereka duduk dimeja couple.

"Mau jajan?" tanya Luki. Rin menggeleng.

"Senpai lupa tentang kejadian waktu itu?" Rin balik bertanya.

Luki terkekeh.

"Lagian, aku punya bento." Rin kembali menyumpitkan bekal yang dia bawa masuk kemulutnya.

Luki menaruh sebuah amplop cokelat diatas meja bundar. Rin menatap amplop itu.

"Apa ini?" tanya Rin.

"Kebenaran 14 Februari kemarin."

Rin menatap senpai yang ada dihadapannya. Apa maksudnya? Kebenaran 14 Februari kemarin? Rin mulai membuka amplop cokelat itu. Ia menemukan beberapa lembar foto Papanya bersama Miku dalam ruangan sekolah utama yang terkunci―tepatnya tempat loker. Banyak foto yang ia lihat. Fotonya saat Miku mengunci ruangan, fotonya saat Miku menyerahkan cokelat pada Papanya, fotonya saat Len marah pada Miku, foto saat Miku tersenyum jahat, dan masih banyak lagi.

"Ini.." Rin memegang foto-foto itu dengan tidak percaya. "...Papa?"

Luki mengangguk. "Ya. Kejadian yang sebenarnya bukan seperti yang Miku ceritakan kemarin. Len sedang mengikat sepatunya, lalu Miku datang memberinya coklat. Len menolak, Miku memaksanya. Len tetap bersikeras menolak coklat Miku lalu Miku mengancam Len dan mengunci pintunya. Ini yang Miku katakan―" Setelah itu, Luki merogoh sesuatu dari saku celananya. Sebuah recorder mini.

Luki menekan tombol Play previous audio atau tombol biru yang ada di recorder mini itu.

"Kau menerima banyak hadiah yang berat tapi menolak cokelatku yang kecil ini?"

"Jika aku menerima cokelatmu berarti aku cuma memperberat bawaanku, kan?"

"Kalau menolak, senpai tidak akan bisa pergi ke Melody Resto bersama Rin."

Terdengar suara langkah kaki lalu bunyi 'cklek' seperti sesuatu yang terkunci. Lalu suara langkah kaki yang berlari dan bunyi pintu yang digedor-gedor dengan keras.

"Apa yang kau lakukan? CEPAT BUKA PINTUNYA! AKU HARUS MENEMUI RIN!"

"Kalau begitu, aku akan menemani senpai ke Melody Resto!"

"Apa maksudmu?"

"Karena senpai menolak cokelatku, kenapa senpai tidak menerima tawaran itu sebagai gantinya? Aku akan menemani senpai menuju Melody Resto dengan syarat senpai harus diam saja terhadap apa yang aku lakukan pada senpai!"

Hening.

"Atau senpai lebih memilih untuk terkunci disini dan berkhianat pada janji Rin?"

Keheningan kembali terjadi selama beberapa saat.

"Terserah kau saja.."

Dan yang terakhir, Rin mendengar suara Papanya pasrah. Rin membulatkan matanya.

"Jadi... Papa berusaha menghadapi banyak masalah untuk datang kepesta valentine bersamaku?" tanya Rin menyesal.

Luki mengangguk. "Ya, benar. Tapi ini juga salahnya. Kenapa dia gak langsung pulang dan segera menemuimu? Dia malah main-main dulu dikelas sampai waktunya tiba. Dia juga yang terakhir keluar dari sekolah setelah teman-temannya pulang. Siapa yang menyangka Miku masih disana menunggunya?"

"Kenapa, senpai tidak membantu Papa?"

Luki tersenyum simpul. "Biarlah dia jadi dewasa sedikit. Lagian, setidaknya Miku bisa mengungkapkan perasaannya pada Len."

"Senpai sangat menyayangi Miku, ya?"

Luki menggaruk lehernya. "Tidak juga. Pasalnya, aku tidak menyukai anak itu. Kiyoteru, kakak Mamaku dan adik Papanya Mikuo mengadopsinya dan sikap Miku jadi sangat menyebalkan. Tapi, Mikuo kelihatannya sangat menyayanginya jadi, aku juga berusaha untuk menyayanginya. Tapi kurasa itu sulit.."

"Kalau begitu, aku akan minta maaf pada Papa sekarang!" Rin bangkit dari kursinya dan bergegas berlari. Luki menarik tangan Rin.

"Papamu itu keras kepala. Kau anaknya juga pasti mengetahui hal itu." cegah Luki. "Biar dia yang minta maaf. Tetap tunggu dia minta maaf padamu meski sampai kiamat nanti."

"Kenapa?"

"Papamu juga harus bertindak sedikit lebih bijak."

Flashback OFF

.

Len terdiam.

"Rin, Papa sayang Rin..." Len memeluk Rin. "...sebagai anak Papa satu-satunya.."

Rin membalas pelukkan Len tanpa menjawab sepatah katapun.

Mikuo dan Luki memerhatikan dari jauh.

"Syukurlah, mereka sudah baikkan..." kata Mikuo lega. "Aku berharap sekarang aku ada diposisi Len.."

"Dasar, akhirnya dia bisa berlaku dewasa, ya, Mikuo..." gumam Luki diikuti anggukan dari Mikuo.

"Pa, mungkin gak, kalo kita terus hidup bersama?" tanya Rin. "Meskipun nanti Papa bakal menikah dengan orang lain, apa aku bisa terus bersama Papa?"

Len mengangguk.

"Meski nanti Papa bakal menikah, Rin bakal tetap jadi anak Papa yang paling Papa sayang..."


JADI GINI, SAYA UDAH BALIK

GAK TAU GIMANA TAPI TIBA TIBA SAYA TERHARU/?

UNTUK GUEST DENGAN NAMA GAKKASUKI TERIMA KASIH DENGAN KATA-KATAMU YANG MENURUT SAYA SANGAT INDAH ITU TELAH MEMBUKA MATA HATI SAYA UNTUK MELANJUTKAN FANFIC INI/?

Tiba tiba kangen ffn dan pas buka juga saya menemukan kejutan
Maaf banget baru update setelah hampir dua tahun, yaallah jadi gak enak
Saya juga gak tau kalo masih ada readers yang nunggu ff ini, bahkan saya gak yakin bakal ada yang inget, tapi saya bakal tetep bakal update mulai dari sekarang

MOHON MAAF SEKALI

MAAF JUGA KALO FF AKU PAPANYA MASIH PAKE BAHASA YANG AGAK GIMANA GITU INI FANFIK DARI DUA TAHUN YANG LALU
JUJUR AJA FF INI UDAH SAMPE CHAP 18, DAN BELUM DILANJUT AMPE SEKARANG

Jangan kaget kalo beberapa bahasa atau penggunaan kata-katanya rada berubah di chap 18+

Terima kasih juga untuk readers yang lain, saya gak tau harus gimana ngungkapinnya, pokoknya saya bahagia~~~~ *tebar kembang*

Berhubung musim ujian juga udah kelar, saya akan aktif lagi

SAYA JUGA AKTIF DI WATTPAD


Next Chapter : Chapter 12. Lets Get Married