All for One, and One for All

Summary: Set after the Future Arc. Sementara Tsuna dan teman-temannya pulang ke masa lalu, versi masa depan mereka dalam semesta alternatif tersebut sedang disibukkan oleh sesuatu yang lain—karena, meski Byakuran kini telah tumbang, semuanya belum benar-benar berakhir.

Disclaimer: Katekyo Hitman Reborn! © Amano Akira. All rights reserved. The author does not gain any commercial profit from publishing this story.

Saya punya dua alasan penting kenapa saya masuk ke fandom ini: gantengnya TYL!Yamamoto dan TYL!Ryouhei (eh.), serta Future Arc. Itulah kenapa saya terobsesi dengan Future Arc, nggak peduli seberapa panjang dan serunya Shimon Arc, Curse of the Rainbow Arc, eccetera, eccetera.

Dan karena Chrome adalah sumber inspirasi saya (haha!), maka saya rasa sudah jelas bahwa cerita ini akan disorot dari sudut pandang Chrome.

Oh, and please, enjoy yourself.


Ketika Chrome menjejakkan kaki ke luar markas untuk yang pertama kalinya, tubuhnya menggigil karena sesuatu yang tak ada hubungannya dengan angin musim dingin yang menerpa wajahnya. Cuaca tidak pernah benar-benar terlihat bagus akhir-akhir ini, seakan siapapun yang berada di atas sana sedang mengalami suasana hati yang sama buruknya dengan dirinya sekarang. Angin berhembus cukup keras, tidak ada sinar matahari yang mampu bersinar menembus gulungan awan kelabu gelap yang menghalangi langit. Sepertinya akan terjadi badai.

Ia harus cepat.

"Terima kasih atas segalanya..."

Dan ia benar-benar memaksudkan hal itu. Chrome tidaklah dekat dengan satu orang pun dalam kelompok yang dulu menyebut dirinya sebagai keluarganya—kesetiaannya yang terletak kepada orang lain menghalanginya untuk mendekatkan diri kepada mereka. Meski demikian, mereka telah menerimanya dengan tangan terbuka serta menyediakan diri untuknya kapanpun ia membutuhkan mereka. Tidak ada kata-kata yang mampu menjelaskan betapa berterima kasih dirinya kepada mereka—tidak ada yang sekarang Chrome dapat temukan, paling tidak, dan ia memang sedang kehabisan waktu. Mukuro-sama bisa saja tengah sekarat di luar sana. Ia harus menyelamatkannya—Mukuro-sama membutuhkannya. Tetapi—

"Selama ini, selalu?"

Keheningan yang menyambut pertanyaan yang dilontarkan langsung, tepat sasaran, dan tanpa perasaan itu masih menimbulkan beban dalam hatinya hingga sekarang. Padahal, dua menit telah berlalu sejak itu.

Tidak. Tidak selalu Mukuro-sama. Chrome bisa saja menjawab demikian bila ia mau, tetapi kini ia punya hal yang lebih penting untuk dilakukan. Dan ia tidak suka terjebak dalam masa lalu terlalu lama. Ada alasan kenapa dulu, dulu sekali [Nagi] dapat dengan mudah mati dan [Chrome] lahir menggantikannya dengan sama mudahnya.

Karena yang paling penting bukanlah masa lalu maupun masa depan—melainkan masa kini.

Ia pun menarik napas, menghirup dalam-dalam udara beku masuk ke dalam paru-parunya, lalu mengambil langkah lain menjauh dari tempat yang selama ini dianggapnya rumah dan menenggelamkan diri di balik api Kabut-nya sendiri.


"Omong-omong—"

"Di mana Tsuna?"

Jeda sebelum seseorang membalas. "Oh, dia sudah kembali lebih awal daripada kalian. Dia pasti ada di atas."

Chrome Dokuro butuh dua menit penuh untuk mencerna kata-kata yang didengarnya. Beberapa bulan penuh terjebak di dalam mesin buatan Irie Shouichi bisa membuat cara pikirmu berjalan dengan sangat lambat, terutama bagi beberapa orang. Ditambah lagi, semua hal ini tidak ada yang masuk akal. Memori terakhirnya bersikeras memberitahunya bahwa dirinya sedang berada di Kokuyo ketika, mendadak, semua menjadi gelap.

Orang-orang di depan mereka sibuk membicarakan sesuatu dan Chrome belum dapat memahami satu kata pun. Kepalanya masih berdenging. Ia pun membetulkan posisinya. Entah kenapa mendadak rasanya tak nyaman, seperti ada seseorang yang mengawasimu dalam diam dan kau terlalu takut untuk mengetahui siapa dia. Sebagian dari dirinya mengasosiasikan rasa tersebut sebagai kegugupan karena kini dia dikelilingi oleh orang-orang yang tidak pernah dijumpainya lagi dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini... serta, tidak lain, dengan rasa bersalah yang terasa sangat tidak asing.

Ia mengkhianati mereka.

Ia pergi ketika mereka sangat membutuhkannya, meninggalkan mereka untuk menyelamatkan dunia sendirian selama dirinya berkhianat untuk sebuah perbuatan yang sia-sia. Memutuskan kontak dengan semua orang yang pernah, dulu, menjadi bagian besar dan berharga dalam kehidupannya. Ia tidak punya nyali untuk bahkan sekadar menatap teman-temannya, keluarganya, di mata. Tidak setelah semua hal buruk yang telah ia lakukan.

Ia bertanya-tanya apa dirinya mungkin bisa pergi sebelum semua orang menyadari keberadaannya, tetapi sebelum ia mampu menjejakkan satu langkah pun untuk menjauhi tempat itu, sebuah tangan yang besar dan kuat meraih bahu kanannya.

"Selamat datang kembali, Dokuro!" kata Sasagawa Ryouhei dengan suaranya yang keras. Hal yang paling tidak diinginkan oleh Chrome pun terwujud—perhatian semua orang teralihkan kepadanya. Bahkan Gokudera dan Yamamoto yang berdiri di depannya pun menoleh untuk memandangnya. "Senang melihatmu kembali! Sudah lama kau tidak mengirim kabar."

Chrome tergagap selama beberapa waktu, bingung atas reaksi Ryouhei yang bersahabat akan kedatangannya, dan malah makin bingung ketika I Pin menerjang untuk memeluknya.

"Chrome-san! Selamat datang kembali!"

Kalau bisa jujur, ada banyak hal yang ingin sekali Chrome utarakan kepada mereka—seperti betapa menyesalnya dirinya telah berani meninggalkan mereka dan betapa malunya dirinya karena telah bersikap seperti seorang pengecut dengan melarikan diri. Tetapi rantai pikirannya terhentikan saat harum tubuh perempuan yang jauh lebih muda darinya itu memenuhi paru-parunya, menghapus kata-kata apapun yang baru akan terbentuk dalam benaknya. Tanpa dapat ditahan, ia melebarkan tangannya dan mengeratkan pelukan balasannya. Betapa ia merindukan gadis yang sudah dianggap sebagai saudarinya sendiri itu. Tubuhnya berguncang hebat karena emosi.

Ia mendengar langkah-langkah kaki mendekat dan sama sekali tidak terkejut ketika ia melihat Kyouko dan Haru mendekatinya, tersenyum lebar.

"Selamat datang kembali, Chrome-chan," kata Kyouko lembut.

"Hahi! Chrome-chan sudah kembali!" kata Haru ceria, menghangatkan suasana. "Mungkin kita harus mengadakan pesta, tidakkah kaupikir demikian?"

"Pesta," potong Gokudera sebal sembari memutar bola matanya, "seperti Juudaime kurang kerjaan saja untuk melakukan hal seperti itu."

"Kenapa sih Gokudera-san tidak bisa melihat Haru senang?!"

"Oh, sudahlah." Yamamoto tersenyum. Ini merupakan reuni mereka setelah bertahun-tahun tidak bisa bertemu seperti ini lagi. Memang menyenangkan mendengar hubungan Gokudera dan Haru sama baiknya seperti dulu, tapi kini mereka punya sesuatu yang jauh lebih penting. Ia pun maju dan mengacak-acak rambut Chrome.

"Yang penting kita semua ada di sini, kan? Senang melihatmu baik-baik saja, Chrome."

Chrome memejamkan mata, menikmati kehangatan yang sudah lama tidak didapatnya selama tinggal sendirian, jauh dari orang-orang yang benar-benar peduli kepadanya. Dadanya disesaki kebahagiaan. Ia merasa bodoh karena telah meninggalkan mereka semua. Ia menarik napas dalam-dalam dan tersenyum, mempersiapkan diri untuk meminta maaf.

Namun sebelum ia sanggup mengutarakan isi pikirannya, dari belakangnya terdengar suara langkah kaki menjauh. Ia menoleh dan melihat kilasan sosok Hibari yang menghilang ke sudut ruangan. Tenggorokannya tercekat. Ryouhei mendengus keras.

"Sudah, lupakan saja dia." I Pin melepas pelukannya dan, melihat kesempatan, Ryouhei merangkul Chrome lagi, menjauhi pintu belakang. "Kita semua ada di sini. Kesabaran yang dimilikinya jauh lebih sedikit daripada yang bisa ditampung sendok teh, karena itu kau tidak perlu pedu—"

"Aku perlu minta maaf."

Itu merupakan kata-kata pertama Chrome yang didengar teman-temannya sejak mereka kembali dari mesin Irie.

Alis Gokudera naik mendengarnya. "Kepada... Hibari?" Ia tidak yakin ia mendengar kata-kata Chrome dengan benar. Pria itu tidak pernah bertingkah selain seperti seorang berengsek selama sepuluh tahun terakhir (sebagian dari ketidaksukaannya terhadap Hibari, Gokudera akui, merupakan wujud dari kekecewaannya karena Vongola Kesepuluh lebih memilih untuk mengikutsertakan pria tersebut daripada Gokudera sendiri dalam rencana untuk menjatuhkan Millefiore), dan Gokudera tidak tahu lagi apa yang bisa dipikirkan.

Tetapi Chrome menggeleng lembut, sedikit bergeser dari rangkulan Ryouhei.

"Bukan." Chrome mendongak menatap Gokudera, matanya yang hanya sebelah berkaca-kaca. "Kepada kalian semua."


Akan tetapi, nyatanya, mereka tidak punya waktu untuk duduk santai dan mengobrol.

Irie Shouichi memberi mereka informasi lain. Tsuna sudah kembali ke markas Vongola, dan kehadiran mereka diharapkan secepat mungkin. Rombongan mereka pun pergi dari base yang dulunya dimiliki Millefiore tersebut untuk menemui Tsuna.

Chrome berjalan di belakang Gokudera, Lambo, Yamamoto dan Ryouhei, menggenggam tangan Kyouko dan Haru sementara I Pin mengikuti. Rindunya akan sahabat-sahabatnya tersebut masih juga belum terpuaskan. Ia rindu berada di sini, mendengarkan pembicaraan menyenangkan dari teman-temannya sementara dunia baik-baik saja di luar sana.

Meski demikian, ia terpaksa melepaskan tangan teman-temannya ketika Gokudera, Lambo, Yamamoto dan Ryouhei sudah memasuki ruang pertemuan. Kyouko, Haru dan I Pin paham bahwa temannya harus berpisah dengan mereka, maka masing-masing memberi Chrome pelukan lain sebelum melepasnya pergi.

"Temui kami di ruang makan untuk makan malam, Chrome-chan." Kyouko menepuk-nepuk bahunya lembut. "Bersama Tsu-kun dan semua orang."

I Pin tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya memeluk Chrome dengan erat.

Haru mengangguk penuh semangat. "Ya! Bawa mereka, kita akan membuatkan sesuatu yang spektakuler untuk malam yang spesial ini. Aku yakin Bianchi-san punya sesuatu yang hebat di dapur."

Chrome tidak yakin apapun yang disimpan Bianchi secara khusus di dapur dapat dimakan oleh manusia biasa, tetapi ia hanya tersenyum dan membalas pelukan ketiga sahabat dekatnya lebih erat daripada yang pernah dilakukannya. Sementara sosok Kyouko, Haru dan I Pin sudah tak lagi terlihat dari sudut lorong, Chrome menarik napas dalam dan melangkah masuk.

Semua orang sudah duduk di tempatnya masing-masing. Pandangan Chrome terpaku pada pria yang berdiri di tengah, memimpin pertemuan—bosnya, pemimpinnya, sekaligus orang yang telah dikhianatinya selama lima tahun terakhir. Sawada Tsunayoshi berdiri, tampak sama segarnya seperti yang terakhir diingatnya meski lebih tua beberapa tahun, dalam jas hitam resmi yang terlihat seperti pakaian pemakaman. Chrome bertanya-tanya apa yang terjadi, jantungnya berdebar tidak karuan. Menunggu dengan tersiksa untuk mendengar satu patah kata pun dari Tsuna terasa seperti siksaan.

Oh, tolong, katakan sesuatu, Chrome berpikir, putus asa. Jangan diam begitu. Marahi aku, bentak aku, depak aku, tapi tolong—jangan diam saja.

Tampaknya Tuhan mendengar permohonan tak terkatakan Chrome, karena tepat setelah itu Tsuna pun angkat bicara. Tapi itu sama sekali tidak seperti yang diharapkan Chrome.

"... Apa yang kaulakukan di sana, Chrome?" tanyanya dengan nada ramah. "Duduk, duduklah; kita harus mulai secepatnya."

Untuk yang kedua kalinya dalam hidupnya, Chrome merasa disambar petir di siang bolong. Baik Sasagawa Ryouhei dan Sawada Tsunayoshi memiliki sesuatu dalam kepribadian mereka yang membuat mereka sulit untuk diduga. "... Maaf?"

"Duduklah. Kita akan segera mulai."

Chrome menatap Tsuna tidak percaya, tetapi toh mengikuti perintahnya. Ia mengambil tempat tepat di samping Ryouhei dan tidak bicara sepatah kata pun lagi. Ia mengamati bosnya. Tsuna terlihat baik-baik saja di sana. Tidak tampak dalam pandangan mata cokelatnya yang menenangkan sesuatu seperti rasa muak atau rasa marah. Tsuna yang di sana hanyalah Tsuna yang biasa, seperti yang diingatnya dari sang pemuda Sawada lima tahun yang lalu.

Meski Chrome telah duduk dan berusaha membuat dirinya nyaman, Tsuna masih juga berdiri sembari berkali-kali melirik jam tangannya. Beberapa menit berlalu, dan penantian itu pun usai ketika Hibari Kyouya akhirnya, akhirnya muncul dan berjalan tanpa suara untuk duduk di sebelah Lambo.

"Terima kasih karena telah menyempatkan diri untuk datang, semuanya," Tsuna pun akhirnya duduk dan berbicara kepada semua orang dengan senyum khasnya—malu-malu, agak salah tingkah, namun jujur apa adanya. "Kalian pasti sudah sangat kepengin bersantai setelah tahun-tahun yang berat, eh?"

"Mana mungkin," komentar Ryouhei tidak percaya.

"Kami semua ada di sini untuk Anda, Juudaime," tambah Gokudera tanpa ragu.

Dan sebenarnya Gokudera tidak perlu mengatakan itu, pikir Tsuna. Ia sudah tahu bahwa, hanya dengan panggilan singkatnya, maka semua Penjaga akan segera hadir di sisinya. Seperti itulah jenis loyalitas yang dimiliki mereka terhadapnya, dan Tsuna bersyukur akan hal itu.

"Menyingkirkan Byakuran adalah satu hal," lanjut Tsuna, tidak mengatakan apa-apa terhadap respon kakak dan pria tangan-kanannya, "tetapi Millefiore adalah hal lain. Meski bos mereka telah jatuh, kita masih perlu memastikan bahwa tidak akan ada usaha untuk menguasai dunia lagi dari famiglia itu. Atau bahkan, dari famiglia manapun." Kini Tsuna mengangguk kepada Giannini—dan pria tersebut pun mengetikkan beberapa password ke komputernya untuk menunjukkan sesuatu di layar.

Skema-skema, cetakan biru dari berbagai macam mesin pun tampil dari proyektor. Beberapa di antara mereka terlihat seperti modifikasi dari Mosca milik Spanner, dan sisanya adalah sesuatu yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Tsuna berdeham.

"Yang sedang kalian lihat ini adalah beberapa salinan rancangan proyek yang dikirimkan Shouichi-kun kepadaku. Sebagian dari proyek-proyek ini masih berstatus dikerjakan oleh Millefiore—di dalam beberapa bengkel kecil terpisah yang tersebar di Italia dan Jepang." Tsuna mengklik pengarahnya sekali lagi, dan foto-foto pabrik pun muncul dalam pandangan. "Seperti yang kalian ketahui, berbahaya untuk membiarkan pabrik-pabrik ini terus berjalan bahkan dengan ketiadaan Byakuran. Sepertinya berita atas kematiannya belum tersebar, karena itulah kita harus bekerja cepat. Jika proyek-proyek tersebut sampai jatuh ke tangan yang salah... kalian tahu apa yang akan terjadi."

Besar kemungkinan akan kedatangan penerus-penerus Byakuran setelahnya. Mereka paham—bencana yang sama tidak bisa dibiarkan terjadi dua kali.

"Karena itu, aku ingin kita sudah bisa mulai bekerja besok," kata Tsuna. "Gokudera-kun, Lambo, dan Yamamoto—kalian bisa mulai dengan bengkel-bengkel yang ada di Italia. Aku sudah mencoba meminta kerja sama Varia, dan dari cara bicara Squalo sepertinya Xanxus setuju untuk membiarkan kalian bergabung membersihkan sisa-sisa Millefiore di sana." Tsuna menatap ketiga Penjaga yang baru disebutkan namanya dengan penuh amanat. "Apa aku bisa menyerahkan itu semua kepada kalian?"

"Tentu saja," jawab Gokudera lagi. Yamamoto tersenyum. Lambo mengangguk singkat.

"Seperti yang sudah kubilang, Varia akan bekerja sama. Dalam hal ini, Xanxus, Squalo, Lussuria dan Levi akan membantu kalian jika diperlukan di sana." Tsuna berusaha mengabaikan firasatnya sendiri yang mengatakan bahwa Xanxus tidak akan terlibat sebanyak yang diinginkannya. "Belphegor, Fran, dan tentunya... Mammon yang telah berada di sini bersama para Arcobaleno akan membantu pembersihan sisa Millefiore yang ada di Namimori bersama Chrome, Onii-san, dan Hibari-san. Kuharap kalian semua bisa bekerja sama."

Chrome butuh waktu beberapa saat untuk mencoba mengenali nama Fran. Dalam waktu singkat pelatihannya dengan Mammon beserta sisa anggota Varia lainnya beberapa tahun yang lalu, ia tentu mengenali nama-nama yang lain, tetapi tidak pemuda itu. Segera setelah ia mencoba, ia pun berhasil mengingat bahwa Mukuro-sama memang telah menyebutkan nama Fran beberapa kali sebagai asisten baru yang sangat... menjanjikan. Jadi ia bekerja untuk Varia sekarang, pikir Chrome muram. Mukuro-sama punya caranya sendiri untuk meletakkan orang-orangnya di kelompok-kelompok yang menguntungkan—Fran di Varia, dan dirinya sendiri di Vongola, contohnya—untuk keperluan di masa yang akan datang, sementara dirinya sendiri berpergian bebas sesuka hati.

Tsuna melanjutkan kata-katanya untuk beberapa saat berikutnya, menjelaskan beberapa cetak biru proyek yang akan mereka kerjakan nanti dan sistem koordinasi mereka dengan markas Vongola nanti, tetapi Chrome hanya separo memerhatikan. Sejak usahanya yang gagal untuk membebaskan Mukuro-sama lima tahun yang lalu, dan kontak terakhir yang diterimanya dari Mukuro-sama hanya berisi panggilan ke Kokuyo Land, ia belum benar-benar bertemu dengan pria misterius itu lagi. Dan memang sulit untuk mengetahui apa yang Mukuro-sama inginkan—meski pria tersebut sempat berada, malah tinggal dalam pikirannya untuk waktu yang sangat, sangat lama, hingga sekarang Chrome masih tidak mampu memberitahu apa yang ia pikirkan. (Ada sebuah rongga kosong dalam pikirannya yang biasa diisi Mukuro-sama, dan meski ia telah tinggal terpisah dari pria tersebut dalam waktu yang lama, rongga itu tetap terbuka menganga memperlihatkan lubang gelapnya yang dalam, tidak nyaman.)

Ia berharap, paling tidak Mukuro-sama akan mengontaknya jika semua sudah aman.

Kemudian perhatiannya dialihkan dari Mukuro-sama ke kumpulan doussier yang berada di hadapannya. Ia harus fokus. Sekarang waktunya untuk bekerja, dan ia tidak mau mengecewakan bosnya untuk yang kedua kalinya.

"Jadi, untuk sekarang, itulah garis besar dari apa yang harus kita lakukan," Tsuna mengakhiri tepat di saat Chrome baru mengembalikan konsentrasinya. "Penerbangan kalian, Yamamoto, Gokudera-kun, dan Lambo, dijadwalkan besok. Kuharap kalian punya waktu untuk bersiap-siap."

Kemudian, seperti yang sudah diduga, nada formalitas Tsuna pun berhenti di sana. Pemuda tersebut juga berhenti bicara sejenak, menghabiskan beberapa detik hanya untuk menatap para Penjaga-nya satu-satu dengan tatapan bangga.

"Dan aku perlu berterima kasih kepada kalian semua atas pekerjaan yang telah kalian lakukan. Perjuangan kita memang belum selesai, tetapi kalian telah bekerja keras untuk waktu yang sangat lama. Maka, terima kasih atas kerja kerasnya."

Dan situasi kaku dalam ruang rapat itu pun hancur dalam seketika: Ryouhei melompat dari kursinya, merangkul kuat bahu Tsuna di satu sisi sementara Yamamoto menepuk sisi lainnya; Gokudera bangkit lalu berlutut di depan Tsuna saat Lambo berlari meninggalkan kursinya untuk menghampiri 'kakak'nya.

"Terima kasih juga atas kerja kerasmu, Sawada!"

"Selamat datang kembali juga kepadamu, Tsuna!"

Chrome tidak mampu menahan diri untuk tersenyum melihat Tsuna kewalahan menerima ucapan selamat datang dari anak-anak buahnya. Tsuna, yang terlihat salah tingkah dan berusaha keras untuk membuat Gokudera kembali berdiri alih-alih menghabiskan waktu yang sangat, sangat lama bersimpuh di lantai, akhirnya dapat juga melepaskan diri dan membiarkan mereka pergi mendahuluinya ke ruang makan.

"Ya," kata Tsuna, menjawab pertanyaan tak terungkap yang dilemparkan pandangan Lambo, "aku akan menyusul kalian. Aku hanya butuh beberapa waktu sebelum pergi."

Lambo melempar pandangan yang sama kepada Chrome, yang menggeleng lembut, dan Hibari, yang tidak bahkan sekadar membuka matanya untuk menanggapi, kemudian beranjak keluar untuk menyusul para seniornya. Tsuna menghela napas, tersenyum, lalu berjalan mendekati Hibari yang sudah bangkit dari tempat duduknya dan mengulurkan tangan kanannya.

"Terima kasih atas kerja kerasnya, Hibari-san. Itu pasti berat."

Hibari menatapnya turun (bahkan dalam sepuluh tahun pun, tinggi Tsuna tidak juga lebih daripada sebatas telinganya, Chrome mengamati) dengan tatapan menilai, lalu mendengus. Tangan Tsuna tidak pernah dijabatnya kembali, karena pria itu sudah berjalan keluar dari ruangan dalam dua detik penuh keheningan berikutnya.

Tsuna tidak bergerak hingga suara langkah Hibari meninggalkan jangkauan pendengaran, kemudian menghela napas lain sembari menurunkan tangannya.

"Beberapa orang memang tidak akan pernah berubah. Peraturannya masih jangan-sentuh dan jangan-bergerombol bagi Hibari-san, eh? Aku tidak berpikir aku bisa mengubahnya," komentarnya, tersenyum kepada Chrome sekarang. "Meski aku jelas senang ia melakukan apa yang telah kami setujui, betapapun menyebalkannya mungkin itu baginya. Jadi, apa ada sesuatu yang perlu kaukatakan kepadaku atau kau memang sedang tidak berselera makan makanan hangat?"

Selera humor tipis yang ditunjukkan Tsuna seharusnya mampu mengembalikan sedikit senyum ke wajah Chrome, tetapi wanita itu tidak juga menggerakkan satu otot pun untuk menanggapinya. Chrome hanya menatapnya dengan sebelah mata sewarna violetnya, ragu-ragu, dengan sesuatu dalam ekspresinya yang memberitahu Tsuna bahwa wanita tersebut memiliki berjuta hal berlangsung dalam pikirannya. Chrome menelan ludah.

"Bos, saya... saya ingin minta maaf."

Tsuna menaikkan sebelah alisnya. "Untuk apa?"

"Karena saya telah pergi," kata Chrome, jujur dan terus terang dan apa adanya. Akan lebih mudah baginya jika ia mempercepat prosesnya. "Saya tidak memberitahu Anda bahwa saya akan pergi. Saya telah menempatkan Vongola dalam posisi yang berbahaya." Chrome tidak perlu diberitahu bahwa situasi antara Millefiore dan Vongola memburuk beberapa saat setelah ia pergi, dan malah makin parah ketika Vongola berusaha menyatukan kekuatan tanpa dirinya sebagai pemegang-posisi sementara Penjaga Kabut, membuat Tsuna terpaksa mengambil tindakan terdesak dengan 'mengorbankan diri'. "Sejujurnya, saya... saya paham bahwa tindakan saya dapat dianggap sebagai pengkhianatan, dan saya... akan menerima konsekuensinya." Bahkan bila konsekuensi tersebut melibatkan penghakiman dalam tingkat... ekstrim. Chrome sudah terlalu familiar dengan 'sistem' yang berjalan di dunia mereka.

Tetapi, sekali lagi, Tsuna memang tidak dikenal sebagai seseorang yang berjalan mengikuti sistem.

"Begitukah?" tanya pria tersebut ringan, kendati tatapan yang ditujukan kepada wanita yang berdiri di hadapannya itu dalam dan teduh. "Oh, kurasa kau tidak perlu melakukan sampai sejauh itu, Chrome."

"... Maaf?"

Chrome menatap Tsuna dengan tatapan yang mengindikasikan kewaspadaannya akan kadar kewarasan Tsuna sehingga membuat sang Vongola Decimo terkekeh.

"Keluarga memaafkan satu sama lain, bukankah demikian? Maka kau tidak perlu memasang wajah seserius itu."

"Tapi—" Chrome masih tidak mampu menghilangkan ketidakpercayaan dari cara tatapannya. "Bos, saya kabur. Saya berkhianat. Orang-orang bisa mati karenanya."

"Ah, ya," Tsuna masih juga tersenyum, "mereka bisa, tetapi mereka tidak. Hibari-san telah melakukan semua yang ia bisa dan melindungi semua orang (sebenarnya hanya warga Namimori, dalam perjanjian mereka, tetapi Tsuna lebih suka berpikiran positif). Bahkan Yuni sudah mengembalikan mereka. Dan, untuk catatan, mengetahui kekuatannya, ia dan Gamma akan segera kembali dalam..." Tsuna melirik jam tangannya—yang ternyata masih berjalan, bahkan dari dalam peti mati— "... beberapa jam lagi. Semua berjalan sesuai rencana."

Meski dengan penjelasan panjang lebar tersebut, Chrome tetap saja mengalami kesulitan menghadapi sikap ringan Tsuna. Tsuna tidak bisa mengabaikan itu, karenanyalah ia berjalan mendekati wanita yang sudah lama dianggapnya saudarinya sendiri tersebut lalu memegang kedua bahunya, meremasnya lembut.

"Dengar." Tsuna memulai. "Aku tidak bisa menghukum seseorang, baik pria maupun wanita, yang melakukan sesuatu demi hal yang paling berharga baginya. Kau pergi untuk Mukuro, aku mengerti betapa buruk cara itu terdengar, tetapi aku juga mengerti bahwa Mukuro adalah seseorang yang sangat berharga bagimu. Dan... sejujurnya? Aku mau kau terus melakukannya.

"Kita jarang dapat menemukan... orang-orang yang bersedia melakukan apa saja untuk melindungi apa yang berharga bagi mereka, tetapi kau melakukan semua itu tanpa berpikir panjang. Dan tak peduli seberapa buruk itu terdengar juga, itu adalah sebuah kualitas yang kubutuhkan untuk Vongola. Untuk keluarga ini. Aku membutuhkanmu untuk melakukan hal yang sama, untuk menganggap Vongola sama berharganya untuk dilindungi seperti kau menganggap Mukuro seseorang yang sangat penting bagimu.

"Pertanyaannya adalah, apa kau mau melakukannya?"

Untuk mengatakan bahwa Chrome dibuat kehabisan kata-kata mendengar pertanyaan Tsuna disebut mengecil-ngecilkan fakta. Chrome terpana dibuatnya. Sebelah mata ungunya yang besar terpaku kepada bosnya, pupilnya melebar, dan ia kesulitan menentukan bagaimana seharusnya ia bereaksi. Akan tetapi, Tsuna merupakan pria yang selalu sabar. Ia menunggu sang wanita muda hingga ia mampu kembali berkata-kata, dan dapat dikatakan bahwa penantiannya berbuah sesuatu.

Chrome memejamkan mata, jantungnya berdegup begitu kencang sehingga ia perlu berusaha lebih keras untuk menstabilkannya. Ia pun menarik napas dalam. Ketika telah ditemukannya ketenangannya, ia berlutut di depan bosnya serta—mengabaikan pekikan protes Tsuna dalam prosesnya—menarik tangan kanan bosnya dan menciumnya.

Aneh, memang, cara beberapa hal bekerja. Di hari yang sama di mana ia berpikir ia tidak lagi memiliki tempat, bahwa satu-satunya tempat yang terpikir dalam kepalanya untuk kembali akan menolaknya mentah-mentah, mendorongnya jauh-jauh, ia malah disodorkan alasan yang sangat kuat bagi dirinya sendiri untuk kembali.

"Aku bersumpah demi nyawaku..."

Sementara Tsuna kembali terdiam mendengarkan sumpah setianya, Chrome diam-diam tersenyum kepada dirinya sendiri. Betapa hal-hal telah berubah. Dirinya yang dulu mungkin tidak akan mau melakukan hal ini, tetapi seperti hal-hal itu, dirinya sendiri telah berubah juga. Dan semua berkat pria yang berdiri di depannya ini.

"... bahwa aku akan melindungimu sepenuh hati."

Juga keluarganya.

Karena akhirnya, akhirnya, ia telah menemukan tempat baru untuk kembali.


Meski Markas Vongola masih dalam jarak pandang, tidak sekali pun Chrome menoleh lagi untuk melihat seberapa jauh ia telah pergi—karena ini, seharusnya, adalah sebuah perpisahan, dan semua perpisahan selalu terasa terlalu menyakitkan untuk dijalani berlama-lama. Dan khusus tentang hal ini, ia tidak didera keinginan untuk merasakan sakitnya dalam jangka waktu panjang.

Walau dengan semua keengganan itu, ia tidak dapat menahan diri untuk berharap bahwa suatu hari, bahkan mungkin di kehidupan lain, ia akan kembali kepada mereka. Tidak sebagai seorang pengkhianat, dan tentu tidak sebagai seorang musuh—tetapi sebagai seorang yang sama. Salah satu di antara mereka. Sebagai bagian dari sebuah keluarga.

Harapan itu terdengar mustahil, memang, dan ia telah lama menyerah padanya lama, lama sekali, sejak ia menghabiskan berhari-hari meringkuk di balik tempat persembunyiannya di sebuah dermaga di Eropa bagian Barat untuk bertahan hidup dengan hanya sedikit perbekalan. Tetapi kini, harapan itu kembali disertai dengan kenyataan.

Dan Chrome tidak bisa bersyukur lebih banyak lagi karenanya.


A/N:

Some random Boss!27 and 96 before getting to the very, very serious part, everyone?

Timelinenya, jelas, berbeda dengan fanfic saya yang Taken for Granted. Tidak ada Mukuro maupun orang lain yang bisa berbicara dengan Chrome untuk meluruskan pikirannya dan mencegahnya meninggalkan Vongola di sini, karena itulah ia butuh... err, lima tahun penuh dalam pelarian hingga akhirnya sadar bahwa Vongola memang keluarganya. Lagi pula, Taken for Granted mengambil tempat sepuluh tahun setelah Present!Vongola menyelesaikan masalah Arcobaleno sedangkan fanfic ini mengambil tempat semesta alternatif yang ditinggalkan Present!Vongola ketika Byakuran tewas di Future Arc.

... Membingungkan? X'D Saya benar-benar minta maaf. Kepala saya sedang penuh dengan hal-hal nggak penting dan saya perlu mengeluarkan itu semua dari sana sesegera mungkin.

(Dan saya yakin, pertanyaan pertama Anda pasti "Bagaimana dengan Mukuro, kalau begitu?", tetapi saya juga berjanji bahwa dengan mengikuti serial ini Anda akan mendapatkan semua jawabannya. Jika ternyata belum, please feel free to ask.)

Anyway. Thank you soooooo much for reading, and remember—comments bright my day!