The Dark Side of The Truth
Pair:
Kim Taehyung (V) x Jeon Jungkook (Jungkook)
Kim Namjoon (Rap Monster) x Kim Seokjin (Jin)
Park Jimin (Jimin) x Min Yoongi (Suga)
Jung Hoseok (J-Hope) x Lee Jihoon (Woozi)
Rated: M (for dark theme)
Length: Chaptered
Summary:
Kebenaran akan menjelaskan segalanya, tapi kadang kebenaran itu sendiri akan membawa sebuah hal gelap lainnya. "Some words are better left unspoken." / VKook, NamJin, MinYoon and Hoseok fanfiction. BL. AU.
Warning:
Fiction, BL, AU. Inspired by I Need U MV and Dope MV.
.
.
.
Enjoy!
.
.
.
Chapter 8
_Tiga Tahun Kemudian_
Namjoon berdiri di balik pagar seraya menatap seseorang yang sedang berdiri di antara anak-anak sebuah TK. Namjoon tersenyum kecil saat melihat sosok itu tersenyum dengan begitu riangnya.
Tiga tahun sudah berlalu sejak Namjoon pergi mengasingkan dirinya, tapi dia tetap tidak bisa menyangkal kalau seluruh hati dan jiwanya akan terpaut pada satu orang, Kim Seokjin.
Namjoon menepati janjinya pada Dokter Choi untuk tidak menemui Seokjin lagi. Dia yakin Seokjin sudah melupakannya bersama dengan masa lalunya yang buruk berkat hipnoterapi yang dilakukan Dokter Choi. Dan sebenarnya selama pengasingan dirinya ini, Namjoon menunggu polisi memburunya karena masalah masa lalunya, tapi polisi tidak pernah datang untuk memburunya.
Tiga tahun lalu, Namjoon memberikan sebuah file rahasia berisi sebuah organisasi gelap bernama Diávolos, organisasi milik keluarganya sendiri, pada Taehyung. Dulu Namjoon adalah bagian dari organisasi itu dan tugas pertamanya adalah untuk melenyapkan keluarga Seokjin yang ayah dan ibunya adalah seorang hakim.
Sebenarnya tugas Namjoon sangat mudah, tapi saat dia melihat Seokjin sekarat, dia ketakutan. Nurani hati anak kecil seperti Namjoon terluka saat dia melihat Seokjin sekarat. Atas dasar itulah dia menghubungi polisi dan meminta mereka menolong Seokjin.
Sekitar satu bulan kemudian Namjoon mengetahui niat keluarganya untuk melenyapkan keluarga Jeon yang seorang Jenderal Kepolisian. Namjoon mencoba mencegah, tapi dia hanyalah anak-anak yang tidak berdaya melawan seluruh orang dewasa itu.
Organisasinya sangat suka membunuh dengan cara brutal dan sadis, makanya mereka melepaskan empat serigala buas untuk menghabisi seluruh keluarga Jeon pada satu malam. Namjoon tidak pernah bisa mencegah itu dan di malam setelah pembantaian yang dilakukan oleh organisasi milik keluarganya, Namjoon memutuskan untuk melarikan diri dan melaporkan keluarganya ke polisi.
Namjoon yang saat itu masih kecil dimasukkan ke dalam Lembaga Perlindungan Saksi dan seluruh identitas serta masa lalunya dirahasiakan. Tidak ada yang tahu bahwa Namjoon adalah anak kecil dari organisasi Diávolos. Tidak ada yang tahu kalau Namjoon adalah pewaris tunggal organisasi itu, identitasnya berhasil disembunyikan dengan sangat rapi. Namjoon berhasil terlahir kembali sebagai Kim Namjoon yang baru.
Di usianya yang ke-17, Namjoon memutuskan untuk mengikuti pendidikan militer hingga akhirnya dia berhasil masuk ke dunia kepolisian dan akhirnya bekerja sebagai Kepala Polisi di Kepolisian Pusat Seoul.
Namjoon merasa sangat yakin dia akan memulai hidup barunya dengan baik, kemudian dia tidak sengaja bertemu Taehyung dan melihat kalung milik organisasinya yang melingkar di leher Taehyung. Namjoon menanyakan soal kalung itu dan dia mengetahui soal trauma masa lalu Taehyung soal ruangan berdarah yang Taehyung takutkan.
Dari sanalah Namjoon tahu bahwa Taehyung melihat malam pembantaian keluarga Jeon. Taehyung memang mengatakan kalau dia tidak berhasil mengetahui siapa Diávolos itu. Dan itu wajar saja karena seluruh organisasi itu sudah dibasmi atas pengakuan Namjoon. Pembasmian organisasi itu juga tidak diberitakan karena organisasi itu sendiri adalah organisasi yang sangat misterius.
Namjoon tahu dia seharusnya mengatakan kebenarannya pada Taehyung, tapi dia tidak berani. Dia takut Taehyung akan melaporkannya pada polisi.
Kemudian Namjoon bertemu Seokjin, orang yang nyaris dia bunuh bertahun-tahun lalu. Waktu itu Namjoon mendekati Seokjin hanya sebagai penebusan rasa bersalahnya, tapi lambat laun Namjoon sadar bahwa dia memang jatuh cinta pada Seokjin dan dia sangat menyesal atas perbuatannya dulu.
Disaat Namjoon sudah merasa dia menemukan kehidupan barunya bersama Seokjin, anggota keluarga Jeon yang selamat muncul di hadapannya. Namjoon nyaris gila saat dia melihat Jeon Jungkook masuk ke kantornya sebagai salah satu CSI.
Rasa bersalah dan penyesalan menggerogoti setiap sel di dalam tubuh Namjoon hingga dia nyaris gila. Dan dia yakin karena itulah dia tidak sengaja mengigau soal rasa bersalahnya pada Seokjin dan meminta maaf pada Seokjin saat dia mengigau.
Namjoon tidak menyangka kesalahan kecilnya akan membawa banyak kesalahan beruntun lainnya yang berujung pada pengakuan dosanya dan dia yang harus kehilangan Seokjin.
Dua bulan lalu Namjoon akhirnya berhasil menemukan Seokjin. Pria itu kini menjabat sebagai dokter umum di sebuah klinik kecil dan sesekali Seokjin akan mengajar di sebuah TK. Namjoon sangat senang saat dia melihat Seokjin hidup dengan bahagia, berbeda dengannya yang selama tiga tahun ini merasakan kehampaan yang sangat karena kehilangan Seokjin.
Namjoon tidak tahu bagaimana kabar anggota kepolisian yang lain. Dia tidak pernah mencoba mencari tahu karena Namjoon rasa, dia tidak berhak muncul lagi di sana.
Namjoon memperhatikan Seokjin yang sedang mengajak anak-anak itu untuk kembali ke kelas. Namjoon tersenyum saat melihat Seokjin tertawa dengan manis. Dia menghembuskan nafas pelan dan berjalan meninggalkan TK itu. Dia sudah merasa cukup hanya dengan melihat senyuman Seokjin, baginya, selama Seokjin bahagia, itu sudah lebih dari cukup.
.
.
.
.
.
.
.
Jihoon membuka pintu sebuah restoran dengan perlahan, di tangannya dia membawa beberapa buku teks tebal yang membebani lengan mungilnya. Sejak kejadian tiga tahun lalu, Jihoon sudah menyelesaikan tesisnya dan sekarang dia menjabat sebagai seorang dosen.
Dan sejak tiga tahun lalu, Jihoon tidak pernah bertemu Hoseok lagi. Hoseok menghilang dan pergi meninggalkannya yang saat itu masih terbaring di rumah sakit. Jihoon sudah mencoba mencari tapi ternyata Hoseok berhenti bekerja dan pindah dari rumahnya.
Jihoon menghela nafas pelan dan duduk di salah satu meja yang kosong, dia memesan satu caramel machiatto dan memulai pekerjaannya membuat materi untuk bahan ajar di kelas berikutnya. Jihoon bekerja dalam diam dan tak lama kemudian pesanannya tiba, namun Jihoon melihat satu buah muffin cokelat yang tidak dia pesan ikut diletakkan di meja.
"Maaf, tapi aku tidak memesan ini." ujar Jihoon pada waiter yang mengantar pesanannya.
"Ah, itu diberikan oleh seorang pria. Dia bilang itu untuk anda." Waiter itu menyerahkan kertas kecil pada Jihoon, "Dia juga memberikan ini."
Jihoon menerima kertas itu dan membacanya, dia melihat tulisan tangan yang saat dikenalnya tertera di sana dan perlahan-lahan mata Jihoon memanas. Kertas itu hanya bertuliskan satu kalimat 'Jangan bekerja terlalu keras, Jihoonie..', tapi itu sanggup membuat dunia Jihoon runtuh seketika. Hanya ada satu orang di dunia ini yang memanggilnya 'Jihoonie'.
Jihoon berdiri dan menatap sekeliling restoran kemudian dia berlari keluar, dia menatap sekeliling dengan penuh harap, berharap dia bisa melihat seseorang yang sejak tiga tahun lalu selalu dirindukan olehnya.
Jihoon mencengkram kertas kecil itu erat-erat, "Hyungie.."
.
.
.
.
.
Hoseok berjalan masuk ke sebuah restoran untuk membeli kopi. Setelah keluar dari CSI tiga tahun lalu, Hoseok sekarang bekerja sebagai seorang pembalap. Butuh waktu cukup lama, namun Hoseok berhasil dikenal sebagai pembalap professional dengan nama samaran, J-Hope.
Dia sengaja bersikeras menggunakan nama samaran karena dia tidak ingin seseorang mengenalinya sebagai Jung Hoseok. Dia sudah berusaha keras untuk menyembunyikan masa lalunya dan juga melupakan Jihoon selama tiga tahun terakhir. Dan dia tidak berhasil, Hoseok tidak bisa melupakan Jihoon, mantan tunangannya.
Tiga tahun lalu, Hoseok meninggalkan Jihoon di rumah sakit dengan sebuah surat bertuliskan pengakuan dan permintaan maafnya pada Jihoon. Hoseok juga memasukkan cincin pertunangan mereka ke dalam surat itu. Hoseok sudah bertekad untuk meninggalkan Jihoon agar Jihoon menemukan seseorang yang jauh lebih baik darinya.
Hoseok berjalan menuju kasir restoran dan memesan kopi. Selagi pesanannya dibuat, Hoseok memutuskan untuk menatap seisi restoran dan menikmati desain interior restoran. Tapi matanya terhenti di salah satu meja. Meja itu terisi oleh seorang pria dengan kulit putih pucat. Pria itu terlihat serius bekerja di depan laptopnya, sesekali dia akan melirik buku teks tebal di sebelahnya dan kembali mengetik. Hoseok tersenyum saat melihat dahi pria itu mengerut lucu karena terlalu serius.
Seorang pelayan datang memberikan pesanan Hoseok, Hoseok menoleh ke arahnya. "Ah, aku menambah pesananku dengan satu muffin cokelat. Tolong berikan ke pria yang duduk di meja nomor 7." Hoseok meraih kertas dan pulpen yang ada di meja kasir, "Dan tolong berikan ini padanya." Hoseok berujar setelah dia menulis sesuatu di kertas itu. Pelayan itu mengangguk dan menerika kertas itu dari Hoseok.
Hoseok tersenyum, "Terima kasih."
Hoseok melirik Jihoon sekali lagi kemudian dia melangkah keluar dari restoran itu. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan Jihoon lagi setelah tiga tahun, dan dia merasa sangat bersyukur karena itu.
.
.
.
.
.
.
.
Taehyung berjalan sambil memperhatikan kertas-kertas berisi laporan forensik mengenai kasus yang sedang dia tangani. Sejak kejadian tiga tahun lalu, Taehyung memutuskan untuk tetap menjadi detektif. Dia juga memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah Namjoon dan keluarganya yang bisa dibilang menghancurkan separuh waktu hidupnya.
Taehyung memutuskan untuk melupakan masa lalu kelam itu dan memulai hidup barunya. Taehyung hanya memeriksa flashdisk yang diberikan Namjoon dan langsung memberikannya pada Jungkook yang waktu itu sudah mengundurkan diri dari Kepolisian Seoul karena tidak mau bertemu dengannya lagi.
Sejak hari itu Taehyung tidak pernah bertemu dengan Jungkook lagi. Dia tidak tahu bagaimana Jungkook menangani pengakuan Namjoon, tapi kelihatannya Jungkook juga memutuskan untuk melupakan masalah itu. Karena biar bagaimanapun, Namjoon sudah mengakui kalau dia sudah menutup organisasi keluarganya dengan usahanya sendiri. Dan Namjoon meminta permohonan maaf atas nama keluarganya.
"Detektif Kim, ada yang ingin menemui anda. Dia bilang dia mengetahui sesuatu soal korban anda."
Taehyung menghentikan langkahnya saat mendengar suara itu. Dia berbalik dan melihat seorang officer berdiri tak jauh darinya. "Dimana orang itu?"
"Saya memintanya untuk menunggu di meja depan, Detektif Kim. Dia menunggu anda."
Taehyung menghela nafas pelan, "Oke, aku segera ke sana."
Taehyung memutar langkahnya dan berjalan ke arah meja depan atau resepsionis dari kantor polisi itu. Taehyung berjalan menghampiri meja depan dan bertanya kepada seorang polwan yang sedang bertugas. "Siapa yang ingin bertemu denganku?"
Polwan itu menoleh ke arah Taehyung, "Ah, dia sedang berdiri di sana, Detektif Kim. Dia bilang dia adalah seorang detektif swasta, namanya Jeon Jungkook."
"Siapa?" ujar Taehyung kaget.
"Kau lupa padaku, Taehyung-ssi?"
Taehyung berbalik dan dia langsung berhadapan dengan Jungkook yang tidak banyak berubah sejak tiga tahun terakhir. Rambut hitamnya masih sama, senyum lucunya juga masih sama. "J-Jungkook.."
Jungkook tersenyum, "Hai, kurasa kita akan kembali mengerjakan satu kasus bersama-sama, hum?"
Taehyung tidak tahu harus bereaksi apa. Dia terdiam selama beberapa detik sebelum kemudian dia mengulurkan tangannya ke Jungkook. "Mohon bantuannya, Jungkook-ssi."
Jungkook tertawa kecil, "Tentu saja, Detektif Kim."
.
.
.
.
.
.
Yoongi membuka pintu apartemennya dengan perlahan, dia membuka sepatunya seraya mengatakan 'Aku pulang..' walaupun dia tahu tidak akan ada yang menyambutnya di rumah.
Tiga tahun lalu, Jimin menggagalkan percobaan bunuh diri Yoongi dan bergegas membawanya ke rumah sakit. Menurut dokter yang merawat Yoongi, Yoongi sempat koma selama satu minggu dan saat dia sadar, Jimin tidak ada di sisinya.
Tadinya Yoongi pikir Jimin hanya kebetulan sedang tidak menjenguknya, tapi hari berlalu dan Jimin tidak juga muncul. Hingga akhirnya Yoongi tahu kalau Jimin pergi meninggalkannya, apartemen yang mereka tinggali sudah kosong tanpa barang-barang Jimin disaat Yoongi datang dari rumah sakit.
Jimin hanya memberikan sebuah surat yang menjelaskan kalau dia sudah melenyapkan semua barang bukti yang membuktikan kalau dia adalah Suga. Jimin juga sudah mengatakan pada Daehyun untuk menyembunyikan segalanya.
Yoongi tidak tahu harus bereaksi apa. Kepergian Jimin terasa begitu tiba-tiba dan pria itu tidak pernah muncul lagi di sekitar Yoongi selama tiga tahun terakhir. Yoongi tidak bisa melakukan apapun selain tetap diam di apartemennya bersama Jimin yang Jimin tinggalkan tiga tahun lalu.
Yoongi berharap Jimin akan kembali pulang setelah tiga tahun berlalu. Bahkan Yoongi sengaja tidak mengubah password apartemen mereka dengan harapan Jimin akan bisa langsung masuk apabila pria itu pulang. Tapi setelah tiga tahun, Jimin tidak juga datang.
Yoongi menghempaskan tubuhnya ke sebuah sofa, dia menatap foto dirinya dan Jimin yang dia cetak besar-besaran dan dia pajang di atas TV di apartemen mereka. "Jim, aku.. merindukanmu. Pulanglah, kumohon.." lirih Yoongi pelan dengan mata yang tertuju pada wajah Jimin yang tersenyum di foto.
Ting Tong
Yoongi menoleh ke arah pintu apartemennya saat dia mendengar suara bell berbunyi. Dia mengerutkan dahinya, dia tidak pernah kedatangan tamu selama tiga tahun terakhir. Apa jangan-jangan itu Jimin?
Yoongi segera melompat bangun dan berlari ke arah pintu, dia membukanya dengan cepat dan dia melihat seorang petugas pengantar barang berdiri di hadapan pintunya.
Yoongi menghela nafas pelan dan langsung meraih kotak yang dipegang si petugas dan menandatangani slip penerimaan. Yoongi menggumamkan terima kasih dan tanpa menunggu si petugas mengucapkan sesuatu, Yoongi langsung menutup pintu apartemennya.
Yoongi tidak menyadari, bahwa ketika dia menutup pintunya, si pria pengantar barang itu tersenyum kecil. "Kau tidak berubah, Baby Sugar.." lirihnya.
.
.
.
.
.
.
.
Namjoon menerima satu porsi tteokbokki yang dia pesan di sebuah kedai kaki lima. Namjoon mengucapkan terima kasih dan memberikan uang yang harus dia bayar kepada si bibi penjual.
"Bibi! Apakah tteokbokkinya masih ada?!"
Namjoon menoleh ke arah sebelahnya dan dia merasa jantungnya berdegup keras saat dia melihat Seokjin berdiri di sebelahnya.
Bibi penjual itu tertawa kecil, "Sudah habis, Seokjin-ah. Kau terlambat."
Seokjin mengerang kesal, "Tadi ada pasien yang datang disaat aku hendak menutup klinik. Bibi, apa benar-benar tidak ada lagi?" Seokjin cemberut dan menatap si bibi penjual dengan tatapan merajuk.
"Tidak ada, Seokjin-ah. Pulanglah, besok akan kusisakan tteokbokki untukmu."
"Tapi aku maunya sekaraaanggg~" rengek Seokjin.
"Uhm, anu.."
Seokjin menoleh ke arah sebelahnya dan dia melihat seorang pria tengah menyodorkan kantung plastik yang dipegangnya pada Seokjin.
"Kalau mau.. kau bisa ambil ini. Aku baru saja membelinya tadi."
Seokjin mengerutkan dahinya, dia menerima kantung plastik itu dan matanya berbinar saat melihat kalau plastik itu berisi tteokbokki. "Ini untukku?" tanyanya dengan gembira.
Pria itu mengangguk kecil dan Seokjin tersenyum riang.
"Terima kasih banyak, Tuan!" Seokjin mengulurkan tangannya, "Namaku Seokjin. Kim Seokjin."
Pria itu menyambut uluran tangan Seokjin, "Aku Kim Namjoon."
Seokjin tersenyum lebar, "Terima kasih, Namjoon-ssi. Besok kau akan kutraktir soju di sini. Datanglah sekitar jam 9. Kau mau, kan?"
Namjoon mengangguk, "Tentu, Seokjin-ssi.."
"Oke, sampai ketemu besok!" Seokjin membungkuk ringan dan berlalu meninggalkan kedai kaki lima itu.
Namjoon tersenyum lebar seraya menatap punggung Seokjin yang menjauh.
Apakah Tuhan sedang memberikan kesempatan kedua padanya?
.
.
.
Kebenaran akan membawa sebuah pencerahan, tapi kadang kebenaran itu akan membawa sebuah hal gelap lainnya.
Tidak semua kebenaran akan membahagiakan, kadang kebenaran itu akan memberikan kita sebuah rasa sakit yang amat sangat.
Tapi..
Jika kita mampu mengatasi rasa sakit itu dengan terus menatap ke depan, bukan tidak mungkin kenyataan menyakitkan itu akan menghilang dan tergantikan dengan yang jauh lebih baik, kan?
Beberapa kata memang lebih baik tidak perlu diucapkan, tapi jika itu tidak diucapkan, maka kita akan hidup dalam kebohongan selamanya.
Dan.. tidak ada satu orang pun yang mau hidup dalam kebohongan, kan?
The End
.
.
.
.
Yes, finally!
Ceritanya sudah selesai! *tebar confetti*
Terima kasih banyak atas dukungan kalian..
Tolong berikan tanggapan kalian di review~
.
.
.
.
*melarikan diri sebelum ditagih untuk membuat sequel*
.
.
.
Thanks
