Tittle : Determinare

Cast : Jeon Jungkook / Kim Taehyung / Min Seojin (OC) / Kim Seokjin

Slight! BTS members.

Warning! BL! with Kook!Seme. Please notice me if i've made some mistake on my writing~
Note : My first chaptered KookV fanfiction yeaay,

Thanks to Alestie for the biggest support, the gossip, and the wild imagination wkwkw yeeeeay please comeback as soon as you can with a lot of VKook fanfiction~

.
Feel free to ask me, or complaining, or anything. I wont bite!

.

.

.

"Apa kau pikir pertemuan kita adalah takdir?" -Jeon Jungkook

.

.

.

※Happy Reading※

.

.

.

Suara ambulance yang memekakkan telinga menyatu dengan suara hujan pias yang membuat jalanan licin serta basah oleh genangan air. Mobil ambulance itu berdesing cepat, melewati belokan tajam dengan brutal sementara petugas didalamnya mengumpat kesal sambil terus mempertahankan Ambu Bag tetap tersambung baik pada sesosok pemuda berambut coklat terang; wajahnya berlumuran darah dengan luka memar ditulang air matanya yang mencuat menyedihkan. Ia tidak menginginkan hal buruk terjadi, karena kondisi si pasien sudah lebih dari kata buruk.

Tidak mau membuang waktu, si supir menginjak gas lebih dalam dan membuat suara sirenenya berbaur menjadi satu dengan gemeletuk hujan lebat yang turun di perempat malam yang sepi. Ia menginjak rem saat sampai pada pelataran rumah sakit luas yang di nauingi oleh tembok-tembok kuat bercat putih sembari melirik petugas yang mendorong tempat tidur beroda keluar dari dalam mobil Ambulance yang masih berbunyi membangunkan seisi kota.

Dari balik pintu Instalasi Gawat Dararut yang tebal dan kaya oleh aroma antiseptik, terlihat pemuda berusia awal tiga puluh tahun dengan kacamata bundar dan raut wajah khawatir, juga ketakutan. Stetoskop yang tergantung dilehernya terguncang dan kacamatanya melorot begitu ia sampai di tepi tempat tidur beroda.

"Bagaimana keadaannya?" Tanyanya kacau sembari mengecek denyut nadi si pasien.

"Dia mengalami henti jantung dan nafas saat di perjalanan" jawab petugas itu dengan kalut "Kami melakukan CPR dan-"

"Kapan?" Ia menatap nanar kearah si petugas.

"Sepuluh atau lima belas menit yang lalu uisa-nim" ujarnya dan tangannya masih menggenggam erat Ambu Bag yang menutupi mulut dan hidung si pasien

"Sial," dokter itu mengumpat "Tunggu apalagi, sialan!" jeritnya kalut "Cepat bawa dia ke dalam" ia memperhatikan pengembangan dada si pasien yang melemah, ia berlari; rambutnya semakin acak-acakan dengan peluh meneleh di keningnya.

Suster dan dan para asisten dokter itu dengan segera membawa si pasien kadalam Unit Gawat Darurat, melakukan kompresi dada sebanyak 100 kali dalam satu menit hingga akhirnya deru nafas tipis terdengar kaku diruangan penuh teriakan dan mesin-mesin berbunyi nyaring. Memindahkan tubuh kurus si pasien pada tempat tidur besar di ruangan Gawat Darurat dengan cepat lalu menghubungungkan infusan di punggung tangannya

"Bawa dia ke ruang operasi, cepat!" Teriak dokter itu dan segera mengganti bajunya.

"Bertahanlah Taehyung-a. Hyung mohon bertahanlah" bisiknya pada sosok pasien yang membuka matanya lambat lalu mengernyit sakit ketika dentaman kuat nan menyakitkan memenuhi kepalanya. Roda itu bergelincir cepat, memasuki lift dan melalui lorong panjang yang terang benderang menyilaukan mata.

"Hyung," pemuda itu berbisik pelan di antara Ambu Bag yang menutupi mulut dan hidungnya, air mata mengalir disudut matanya yang lelah dan bengkak "Seojin" terdengar lemah, sangat lemah "Seojin" ulangnya lalu memejamkan mata, membuat dokter itu terkejut dan mempercepat langkah kakinya.

Mereka memasuki ruang operasi, menyalakan lampu besar hingga sosok si pasien yang bertubuh kurus dan terdapat pecahan kaca menancap mengerikan di sekitar tubuhnya terlihat semakin nyata, dokter itu meneriakkan beberapa perintah; Instrument Table yang penuh oleh peralatan operasi, salah satu dokter khusus memberikan si pasien Anaestesi Umum yang disuntikkan melalui infusan sambil menghubungkan organ vital si pasien dengan Bed Side Monitor yang berkedip nyaring saat ditekan tombol ON; seluruh detak jantung, respirasi, tekanan darah juga tekanan oksigen berlomba memberikan pemberitahuan sementara si dokter memakai masker di sekitar mulut dan hidungnya.

"Aku akan beritahu satu rahasia," Bisik seorang suster di telinga si pasien. Detak jantungnya lemah dan semakin menurun, sementara si dokter sibuk memakai sarung tangan dan menyiapkan peralatan dengan di bantu asisten dan para suster.

"Kau mengontrol semuanya. kau mau hidup, atau kau mau menyerah. Ini semua ada dalam dirimu, jadi apapun perjuangan yang saat ini ingin kau lakukan, kau harus berusaha sekuat tenaga. kami hanya membantu, kami membantu sebisa dan sekuat mungkin. Tapi sekali lagi, semuanya ada di tangan mu"

;:;:;:

Apa yang terjadi?

Jungkook menghabiskan kopi ditangannya lalu melemparnya dengan tepat ke arah tempat sampah. Ia mengamati sekelompok dokter dan suster yang berjalan cepat menuju ruang operasi dilantai lima belas.

Aneh.

Jungkook menyipitkan mata dan mengenal salah satu dokter yang berjalan cepat dengan wajah kalut dan ketakutan. Kim Seokjin. Salah satu dokter seniornya yang berumur di awal tiga puluh; cerdas, menarik, dan tangan dewa. Ia ingat secepat apa Seokjin tahu penyakit dalam yang di derita seseorang hanya sekali tekanan lembut di bagian yang sakit. Salah satu dokter bedah kenamaan yang ingin Jungkook ikuti jejaknya.

"Hei, apa yang terjadi?" Tanyanya pada suster yang menjaga dilantai lima belas; namanya Yoojin; cantik, cerewet, dan berulang kali mencoba menggoda Jungkook.

"Eoh? Kau berbicara padaku?" Tanyanya dengan senyuman manis buatan dengan bibir merah merekah.

"Ya, anggap saja seperti itu" Jungkook memutar bola matanya "Tidak biasanya Dokter Kim ada di jam seperti ini. Dan bagaimana bisa pasien langsung masuk ruang operasi lantai lima belas?" Ucapnya membeo "Bukannya hanya pasien tertentu saja?"

Tertentu. Dalam artian kaya. Tertentu. Dalam artian berkuasa. Tertentu. Dalam artian. Kau punya segalanya, jadi akan kami beri anda kepuasan.

"Aku hanya tahu jika pasien itu adalah adik dari Dokter Kim" jawab Yoojin terdengar ragu "Dia mengalami kecelakaan parah di Hongdae, kau tidak baca berita?"

Jungkook meringis; ketampanannya bertambah dan membuat semua wanita bertekuk lutut melihatnya.

"Aku mana sempat membaca berita, apalagi menonton televisi" jawabnya dan menumpu satu tangan diatas meja. Resikonya menjadi seorang dokter muda, tak bisa menikmati sedikitpun acara televisi komedi atau dramanya yang menguras air mata. Harinya di habiskan dengan berkutat dengan keluhan pasien, ruang operasi, alat-alat bedah, darah yang mengenai tangan, wajah kesakitan, aroma obat bius dan segala hal memualkan lainnya.

"Heish, dokter setidaknya harus tahu jika ada bom nuklir di negaranya sendiri" protes Yoojin dan mendekatkan tubuhnya yang berada di balik meja resepsionis.

"Tidak, terimakasih" Jungkook segera menegakkan tubuhnya dan mengisi daftar hadir di atas kertas yang disediakan khusus untuknya; pencapaian luar biasa diumurnya yang menginjak 22 tahun dengan gelar sarjana yang ia dapatkan dengan jentikan jari dan karir luar biasa mulus hingga ditempatkan di posisi seperti saat ini "Aku akan diam dirumah sakit dan tersenyum ramah pada setiap korban nuklir yang datang"

"Eiii, Dokter Jeon kau harusnya keluar dan menikmati dunia sedikit. Berkutat di rumah sakit selama 24 jam tidak baik untukmu" ucap Yoojin dan mendelik ke arah Jungkook yang betah mengisi daftar kehadiran.

"Aku tahu apa yang harus aku lakukan, Suster Yoo" gumamnya, ia memasukkan pena kedalam jas dokternya yang putih, licin, dan terkesan berwibawa, tidak akan ada yang tahu jika Jungkook seorang dokter dengan wajah tampan polos tak berdosanya tanpa jas tersebut.

"Kau juga harus mencari kekasih Dokter Jeon-"

Jungkook mendesah keras, mengurut keningnya dan mengutuk dalam-dalam mulut perempuan di depannya. Jungkook baru saja hendak pergi dan membiarkan ocehan Yoojin tetap mengudara saat Park Jimin; asisten dokter Kim Seokjin tergopoh-gopoh mendatanginya. Baju operasi berwarna hijau melekat ditubuhnya dengan keringat menguar bebas dan masker bergantung di satu telinga.

"Dokter Jeon, ada permintaan dari Dokter Kim" ucapnya terengah.

Jungkook menaikkan alis, dan Yoojin berhenti bicara melihat betapa seksinya Park Jimin dengan pakaian operasi dan keringat alami yang membasahi wajahnya "Permintaan apa?" Tanyanya.

"Pasien di kamar dua puluh tujuh," Jimin menarik nafas "Dia mau kau menanganinya mulai sekarang"

"A-ap- yang benar saja?" Jungkook menatap wajah Jimin seolah pemuda itu sedang berbohong padanya saat ini.

"Dokter Kim, sangat mengharapkan bantuanmu" Jimin membungkuk dalam "adiknya-dia-adiknya-dia sedang berjuang menyelamatkan adiknya sementara luka jahitan pasien di kamar dua puluh tujuh terbuka dan jika tidak segera di tangani akan mengalami infeksi cukup berat" suara Jimin bergetar "Kumohon Jeon Songsaenim"

"E-ei kau tidak harus membungkuk seperti ini, Hyung" Jungkook segera memegang lengan Jimin dan membuat tubuhnya tegak. Jimin- matanya berair dan kekalutan nyata diwajahnya yang pucat. Jungkook dapat memgambil kesimpulan hanya dengan sekali lihat.

"Kau..mengenal adik Dokter Kim?" Tanyanya dan meminta Yoojin memberikan berkas riwayat penyakit pasien di kamar dua puluh tujuh.

"Dia sahabatku" jawab Jimin "Dan aku tahu seperti apa Kim Taehyung dan sesayang apa Dokter Kim pada adiknya"

Kim Taehyung.

Yoojin memberikannya lima lembar kertas berisi riwayat penyakit pasien di kamar dua puluh tujuh pada Jungkook yang terpukau pada nama Kim Taehyung yang terasa benar dan indah di mulutnya.

"Baiklah, pasien dua puluh tujuh berada dalam tanggung jawabku mulai saat ini" ia menandatangi keterangan pemindahan tanggung jawab pasien dari Dokter Kim menjadi dirinya.

"Terimakasih Dokter Jeon" Jimin membungkuk "Sekali lagi terimakasih"

Jungkook tersenyum "Tidak masalah, dan ngomong-ngomong bagaimana keadaannya?" Jungkook mengedikkan kepala pada ruang operasi; lampunya benderang menyala dengan tanda merah sebagai pertanda operasi masih berlangsung.

"Buruk" Jawab Jimin kaku "Dia mengalami henti jantung, di tubuhnya banyak sekali serpihan kaca mobil, kepalanya membentur besi, dan jika jantungnya berhenti lagi," raut wajah Jimin begitu tegang "Dia tidak akan selamat"

Jungkook tertegun. Entah kenapa ia begitu berharap bisa membantu Seokjin yang sedang berjuang menyelamatkan adiknya.

"Nah, aku pergi dulu Dokter Jeon"Jimin membungkuk sopan dan Jungkook langsung membalasnya "Terimakasih atas bantuannya" Jimin berlari menuju ruang operasi dengan tergesa.

Sementara Jungkook terdiam dan berbagai pikiran berkecamuk dalam kepalanya.

Tidak, tidak mungkin Kim Taehyung yang itu, kan?

.

.

.

"Apa kau percaya jika pertemuan kita sudah di tentukan?" -Jeon Jungkook

.

.

.

"Kecelekaan besar yang terjadi di Hongdae dini hari tadi di kabarkan menelan banyak korban, salah satunya adalah Kim Taehyung anak dari Kepala Perusahaan KingCrop yang saat ini sedang dalam penangan rumah sakit Jamshin Medical Center di mana Kim Seokjin anak sulung dari Kim Taesik menanganinya secara langsung. Belum di ketahui bagaimana keadaan terbaru dari Kim Taehyung saat ini, di kabarkan Kim Taehyung membawa seorang wanita bernama Min Seojin di dalam mobil mewahnya dan-"

Pip

Seokjin memejamkan mata, ia membasahi bibirnya yang kering dan membuang jauh-jauh bayangan tubuh adiknya yang kacau. Ia menarik nafas panjang yang dingin, kondisi Taehyung masih di ambang kritis, pemuda itu harus dibantu dengan nafas buatan walaupun masa-masa rentannya sudah berlalu tetapi tetap saja, itu membuatnya resah luar biasa.

Ponselnya berdering keras dan memecah keheningan dalam ruangannya yang sepi; hanya terdengar mesin pendingin ruangan yang berdengung pelan.

"Bagaimana?" Tanyanya langsung begitu melihat siapa yang menghubunginya.

"Nona Seojin di pastikan meninggal. Pihak keluarga sudah mengambil jasadnya pagi ini dan menolak untuk melakukan otopsi, uisa-nim"

Seokjin diam "Baiklah" ucapnya getir. Ia meremas ponselnya kuat.

Bagaimana ia mengatakan hal ini pada Taehyung?

"Hyung, aku mencintainya, sangat. Jadi jangan bersikap seperti bedebah jahat. Jangan seperti Abeoji!"

Bagaimana ia akan bisa mengatakannya?

"Aku mencintainya, Abeoji. Sungguh, hyung-katakan sesuatu"

Bagaimana? Sehancur apa Kim Taehyung memikul semua dosa yang telah ia lakukan?

Bagaimana Kim Taehyung akan menjalani harinya dengan gelayutan dosa dan umpatan kebencian dari sekelilingnya?

"Seojin"

Bagaimana, Sial!

"Namanya Min Seojin"

"Dan?"

"Dia wanita sederhana yang manis" Taehyung tersenyum kearah Seokjin, dan sang kakak bisa melihat jika adiknya luar biasa jatuh cinta.

"Taehyung-a. Kau tahu jelas" bisik Seokjin "Abeoji tidak akan-"

"Aku tidak perduli" sela Taehyung keras kepala. "Aku sudah menjadi seperti apa yang dia inginkan, dia mendikte hidupku. Dan sekarang, aku mau hidupku sendiri, ini hidupku"

"Taehyung-a" bisik Seokjin dan meremas jari adiknya yang dingin.

"Dia adalah tanggung jawabku, hyung. Aku merusak mimpinya, aku merusak hidupnya, aku merusak dirinya. Dan aku hanya ingin membalas hutang kesabaran yang ia berikan. Aku mencintainya-sungguh, jadi kumohon," Gumam Taehyung lirih

"Kumohon berpihaklah padaku dan percaya,"

"Dokter Kim!" Seokjin membuka matanya dan menoleh cepat kearah suster yang berdiri di depan ruangannya. "Maaf menganggumu" suster itu membungkuk sopan "Sajangnim ingin menemuimu saat ini terkait dengan keadaan adikmu; Kim Taehyung-sii"

"Baik"

Seokjin segera merapikan pakaiannya yang acak-acakan. Dia tidak tidur sama sekali, bagaimana ia bisa tidur saat adiknya sedang berjuang melawan kematian?

Seokjin mengusap wajahnya dan menyekanya dengan tisu. Ia berjalan dengan gagah, walau pikiran dan tubuhnya luar biasa lelah.

.

.

.

"Apa kau akan percaya jika aku katakan pertemuan kita adalah sebuah keajaiban?" -Jeon Jungkook

.

.

.

Jungkook sudah biasa bekeliaran sepanjang malam di lorong rumah sakit yang sepi, ia berusaha untuk pulang namun dia merasa kakinya tak bisa berkompromi dan berbalik menuju mesin minuman.

Jungkook mendesah lega saat cairan kopi membasahi tenggorokannya, ia menatap lurus ke arah lorong sunyi. Diujung lorong itu terdapat ruangan adik Seokjin yang sudah dua hari ini menempatinya. Begitu terpencil dan hanya Seokjin dan ketua suster yang boleh masuk. Jungkook tidak mau terlaku ikut campur, namun ada saatnya ia merasa Kim Seokjin terlihat lelah; fisik dan mental.

Ia baru saja membalikkan tubuhnya; berniat pulang dan membeli makanan cepat saji diperjalanan, jika saja ia tidak melihat Seokjin yang berlari menuju ruangan adiknya dengan wajah pucat, seorang diri. Jungkook berjalan mendekat, ia bisa mendengar suara teriakan semu yang memilukan.

"Taehyung, dengarkan-"

"Dimana Seojin?" Teriak suara parau; menggetarkan hati Jungkook seketika.

"Dia sudah tidak ada, dengar aku Kim Taehyung-"

"Aku membunuhnya, Hyung S-Seojin, h-hyung bagai-mana"

Jungkook bisa mendengar suara ribut panjang yang tidak bisa ia acuhkan, ia segera berlari dan membuka pintu kamar inap Taehyung yang sedikit berantakan; penyangga infusan jatuh, tangan Taehyung yang berdarah; Seokjin yang memeluk Taehyung yang sedang berontak luar biasa minta di lepaskan di atas lantai.

"Lepas- hyung beritahu aku jika kau bercanda. Seojin tidak mungkin -Hyung!" Taehyung mencengkram kerah kemeja Seokjin yang langsung ternodai darah dari punggung tangannya; akibat tarikan paksa jarum infusan yang copot.

Seokjin menatap Jungkook yang berdiri diambang pintu dengan wajah kaku. Ia menggenggam tangan Taehyung yang masih saja berontak.

"Tolong" bisiknya sambil melirik jarum suntik dengan cairan penenang berdosis ringan di atas nakas ke arah Jungkook.

"Taehyung, Seojin sudah meninggal," bisik Seokjin lembut; tepat saat Jungkook menancapkan dengan hati-hati obat penenang itu di lengan Taehyung yang langsung jatuh lemas dalam dekapan Seokjin "Dia meninggal, dan aku tidak mau kau ikut bersamanya," lanjut Seokjin "jika kau meninggalkanku, maka siapalagi adik manisku yang manja?"

Jungkook terhenyak tak berkata. Ia tertegun menatap air mata yang mengalir di pipi Seokjin yang masih mendekap Taehyung.

'Jika kau meninggalkanku, bagaimana juga dengan aku Taehyung-a?'

;:;:;::;:;

"Ini"

Seokjin mengulurkan sekaleng kopi pada Jungkook yang langsung mengambilnya cepat. Jantungnya masih berdebar keras, begitu keras hingga sesaat ia tidak bisa mendengar apapun selain detak jantungnya.

"Maaf merepotkanmu" ujar Seokjin, mendudukan tubuhnya di samping Jungkook yang menenggak kopinya cepat, seolah itu adalah salah satu cara untuk menghentikkan degup jantungnya. "Aku menjadi sangat amatir" desau Seokjin.

"Hyung, kau mungkin hanya kalut" ucap Jungkook menenangkan Seokjin yang tersenyum lemah.

"Dia harusnya menikah lusa ini" Seokjin membuka percakapan yang langsung menarik atensi Jungkook, ia menoleh kasar. Menatap Seokjin yang menggenggam kaleng kopi dengan mata kosong "Gedung pernikahan yang sudah siap, undangan yang sudah di sebar, setelan pengantin yang indah dan pas di tubuhnya" Seokjin tersenyum samar "Semua sudah siap, namun kau tahu apa yang sangat ia tidak siap untuk hari pernikahannya?"

Jungkook menggeleng kaku.

"Hatinya" ucap Seokjin lambat dan terdengar menyiksa "Ia tidak pernah siap dengan hatinya"

"Ada apa?" Jungkook membuka suara "Apakah..karena pengantin wanitanya bukan Seojin?" Tanyanya realistis dan mengejutkan Seokjin.

Seokjin tertawa hambar; terdengar menyedihkan "Benar, bukan Seojin" ia bangkit berdiri dan membuang kopinya yang masih tersisa banyak "Mulai besok, jika aku kebetulan sedang tidak ada di dekat Taehyung. Bisakah kau menjaganya untukku?"

Jungkook ikut berdiri dan membungkuk "Tentu saja, Hyungnim. Kau bisa mengandalkanku"

Seokjin menepuk bahunya pelan dan bersahabat "Terimakasih Jungkook-a. Aku akan memberitahu kepala suster agar kau diperbolehkan mengetahui kondisi kesehatan Taehyung"

"Ne, Hyungnim" ia membalas senyuman Seokjin yang berjalan menjauh dengan jas dokternya yang berkibar.

Jungkook lalu menatap pintu inap Taehyung yang sepi dan terlihat begitu jauh.

Jauh.

Kim Taehyung sangat jauh darinya.

.

.

.

"Apa kau percaya?" -Jeon Jungkook

.

.

.

Jungkook menatap tubuh Kim Taehyung yang berbaring tak berdaya, ia mengecek detak jantung Taehyung di monitor, lalu menatap wajah Taehyung yang pucat. Semenjak kejadian itu Taehyung mengalami koma panjang dan tidak bangun untuk menjerit atau meneriaki kakaknya lagi. Seokjin menjadi semakin khawatir karena kondisi Taehyung berangsur membaik tetapi Taehyung tetap tidak mau membuka matanya; seakan menunggu seseorang untuk membangunkannya, memanggilnya dari dalam tidur lelapnya yang indah.

Jungkook mendekat dan menatap wajah Taehyung yang bersih, ada lebam berwarna keunguan di sekitar tulang air matanya yang terlihat kontras dengan kulitnya yang pucat. Jungkook mengangkat tangannya, entah mendapat keinginan darimana ia ingin sekali menyentuh Taehyung. Menyentuh sisi lembut yang ia sembunyikan di balik jeritan frustasinya, ia ingin menggenggam sisi halus di mana terletak Kim Taehyung yang sesungguhnya.

Ujung jari tangannya menyentuh pipi Taehyung; dingin dan begitu kurus. Ia lalu mengusapnya dengan ibu jari; halus, mengagumkan.

"Bangunlah" bisiknya sambil tersenyum "Kau sudah tujuh hari tertidur seperti ini" ia kembali mengusap pipi Taehyung "Ada banyak yang terlewat saat kau tidur" ia menyentuh garis rahang Taehyung yang menonjol "Aku tidak suka baca koran dan menonton televisi, bagiku tidak penting tahu apa yang dialami dunia sementara duniaku nampak baik-baik saja. Aku senang dan bahagia dalam duniaku sendiri"

Ia membungkukkan tubuhnya dan harum tubuh Taehyung yang bercampur antiseptik menggelitik hidungnya.

"Namun saat tahu kau harus tidur selama ini. Aku mulai membaca koran dan melihat tayangan televisi" ia bermain pada anak rambut Taehyung yang halus dan berwarna coklat "Saat kau bangun, aku ingin menceritakan apa sudah kau lewatkan, apa yang terjadi dengan politik di Korea atau lagu-lagu apa saja yang menduduki Hanteo Chart" Jungkook tersenyum "Bagaimana? Apa kau mau bangun?"

Taehyung tak bergeming, tetap terpejam dan nyaman dengan dunianya. "Aku ingin membagi duniaku padamu, kau pasti akan menyukainya,"

Jungkook mendekatkan bibirnya pada telinga Taehyung "Bangunlah, Kim Taehyung-ssi"

Dan selanjutnya- mata Taehyung terbuka lebar menatap atap rumah sakit yang putih memusingkan.

.

.

.

"Maaf, tetapi tidak ada kata keajaiban dalam hidupku. Tidak, sebelum kau datang dan memperlihatkan keajaiban" - Kim Taehyung

.

.

.

TBC

.

Saya kebanyakan nonton Yongpal, So mungkin akan ada beberapa kesamaan karena memang this fict inspired by YongPal (masih baper juga sama Bangtan Prologue)

.

Yeay

.

Saya cintaaaa kalian reader-nim~ (saya juga cinta KookV dan Yoonmin) terimakasih atas semua feedback yang kalian kasih. Ah~ sini saya kirimin Jungkook kerumah kalian.

Yeay dan ini first chapter!

Want to continue or no?

.

RnR juseyooo~