Drrrrttt.. Drrrrtttt…

Lamunanya buyar saat dia merasakan getaran handphone yang berada di saku celananya. Dia segera mengambilnya, alisnya naik ke atas, dia heran kenapa temannya yang satu ini menghubunginya saat jam segini, dengan malas dia menerima panggilan itu.

"Kenapa Naruto..?"

.

.

R.I.P

Disclaimers : Mashashi Kishimoto.

Genre : Tregedy / family.

Rating : T

Pairing : Sarada x Sasuke.

Warning : AU, typo, alur sulit berantakan, OOC, DLDR.

.

.

Chapter 2.

.

"Kenapa Naruto?"

"….."

"Kenapa aku harus pulang, penting masalah apa, aku masih ada kontrak satu tahun lagi..?!"

"….."

"APA... JANGAN BERCANDA..?"

"…"

"Tidak mungkin Karin melakukan itu."

"…."

"Baik.. Jika kau berbohong aku akan membunuhmu seperti perintahmu..!"

Wajah Sasuke sekarang sudah tidak seperti biasanya lagi, wajah itu terkesan menakutkan dan sangat cemas. Apa benar apa yang dikatakan sahabat kuningnya itu. Tapi di pikirkanya tidak mungkin jika istrinya itu melakukan perbuatan melanggar hukum seperti itu. Tapi sisi hatinya yang lain meragukannya, jika itu benar maka khawatirnya selama ini mungkin karena itu.

Yang diketahui oleh Sasuke adalah sosok Karin yang penyayang pada Sarada. Tidak mungkin rasanya mendangar berita ini, Karin menyayangi Sarada seperti anak kandung sendiri.

Lama dia berpikir seperti itu hingga dia mengambil tindakan dengan bergegas menuju apartemenya, mengemasi barang yang penting untuk dibawa pulang. Dia tidak memperdulikan teriakana Neji yang memanggilnya dengan keras di belakang. Dalam pikiranya sekarang adalah secepatnya menuju jepang, tepat di kediamanya. Membuktikan dengan mata kepalanya sendiri apa yang dikatakan sahabatnya itu benar atau salah.

Dalam perjalanan menuju apartemenya bersama Neji yang masih mengoceh tentang keadaan yang dihadapi Sasuke, tanpa pikir panjang Sasuke menjelaskan situasi yang tengah dihadapinya, telpon dari Naruto dan tentang isu kematian Sarada, anak kesayanganya. "Aku berharap berita itu tidak benar Sas. Namun..." ucapanya tidak diteruskan, dia merasa tidak perlu untuk mengucapkan hal yang dia pikirkan. "Aku akan ikut denganku ke jepang, kita pulang bersama-sama." ucapnya cepat kemudian.

"Tidak." sangkal Sasuke cepat. "Kau tetap disini saja, bilang pada pimpinan aku akan kembali secepatnya jika memungkinkan. bilang juga ada masalah di jepang yang membuatku mendadak pulang."lanjutnya

Neji menghela nafas menanggapi ucapan Sasuke. Jika sudah begini apapun yang dia ucapkan tidak ada gunanya selain meng-iya-kan ucapan Sasuke. Akhirnya hari itu juga Sasuke mengemasi barangnya dan terbang menuju jepang. Entah kebetulan atau apa dia mendapatkan kursi dalam penerbangan mendadak itu.


Taksi dengan warna putih yang sebelumnya melaju sangat kencang itu berhenti di depan rumah yang pagarnya tertutup dan terdapat garis polisi berwarna kuning melilit di sana.

Seorang lelaki membuka pintu belakang taksi putih itu dengan gerak cepat setelah membayar upah pada supir taksi. Pandanganya lurus menghadap pagar rumahnya yang tersegel polisi. Hatinya sakit membayangkan sosok anak yang begitu disayangiya meninggal dengan cara yang tidak lazim. Tubuhnya bergetar dan rasa sakit di dada dia rasakan. Sekarang dia benar-benar yakin jika apa yang dibicarakan sahabat kuningnya itu benar adanya.

Dengan tangan yang bergetar itu dia merogo kantung celananya untuk mengambil telpon genggamnya. Dia dengan cepat memencet layar smartphone itu untuk menelpon seseorang yang memberitahunya soal ini.

"….."

"Kau di mana.."

"….."

"Segera temui aku di rumahmu, sekarang."

Tanpa ada persetujuan 'Iya atau baik' dari Naruto dia segera menutup telponya dan melangkahkan kakinya dari tempatnya berdiri menuju rumah Naruto. Di sana sudah ada Hinata dan kedua anak Naruto yang sengaja menunggu kedatangannya. Juga tidak lupa Asuma dan Kurenai yang menghuni rumah itu.

Sasuke tidak terburu-buru ingin mengetahui di mana jasad Sarada sekarang, dia yakin jasad anaknya itu sedang aman di rumah sakit yang tidak diketahuinya. Yang dia inginkan sekarang adalah penjelasan dari sahabat yang sangat dia percaya. Namikaze Naruto.

Dia segera melesat menuju sofa ruang tamu setelah dipersilahkan masuk oleh Bolt yang membukakan pintu. Dia rebahkan tubuh yang tiba-tiba lemas itu dengan kasar di sofa, lengannya dia gerakan untuk menutup matanya, dia yakin kelopak matanya saja tidak cukup untuk mencegah air matanya keluar. Dia sama sekali tidak memperdulikan adanya Hinata, Himawari, Kurenai dan Asuma serta Bolt yang baru datang menyusul Sasuke.

Sasuke sama sekali tidak memikirkan anak keduanya sekarang, pikiranya kacau menerima kabar tentang Sarada. Dia hanya mengharapkan semoga Shin baik-baik saja.

Mereka semua yang menyaksikan tingkah Sasuke sama sekali tidak mempermasalahkanya, mereka tahu bahwa kabar kematian Sarada sangat membuatnya terpukul, hanya itu yang tersisa dari almarhum Sakura. Dan sekarang dia kehilanganya, untuk selamanya. Dan sekarang juga bukan saatnya memberitahukan keberadaan Shin. Shin sedang tertidur lelap sejak sejam yang lalu.

Dalam posisi seperti itu Sasuke terus memikirkan Sarada, saat mereka bermain bersama, bercanda bersama dan berbagai kegiatan keluarga yang sungguh indah sampai dia meninggalkanya keluar negeri.

Kenapa dia sekarang menyesal tidak mengajak Sarada keluar Negeri seperti sebelumnya. Kenapa semua ini terjadi kapada Sarada. Dalam pemikiran itu pula Sasuke terus saja meminta maaf pada Sakura karena membiarkan Sarada menyusulnya lebih cepat, bahkan sangat cepat.

"Sas, bangun.."

Guncangan lembut itu menyadarkan Sasuke dari pemikiranya.

Naruto setelah mendapat telfon dari Sasuke segera menyambar kunci mobil dan bergegas melesat menuju rumahnya. Dia yang baru sampai, langsung melesat menuju dalam rumah dan melihat Sasuke yang sudah dalam keadaan seperti itu. Dia guncangkan tubuh itu dengan lembut, apakah dia tertidur?

"Hn.."

Bersamaan dengan jawaban ambigu itu Sasuke menyingkirkan lengannya dari matanya dan melihat siapa yang membangunkannya. Sejenak pandangannya memburam karena matanya tertekan lengannya tadi. "Aku ingin penjelasanya." Lanjutnya setelah yakin itu Naruto yang membangunkannya.

Naruto hanya menghela napas mendengar ucapan Sasuke, dia tahu sahabat sejak kecilnya itu keras kepala, apa ucapannya tidak dapat dicegah siapapun. "Ikuti aku."

Sasuke segera bangun dan mengikuti Naruto menuju suatu ruangan yang hanya terdapat monitor dan segala perlengkapan computer lainya. Sasuke tau ini ruangan pengawasan cctv di rumah ini. Setiap rumah Naruto memiliki pengamanan seperti ini.

Mata Sasuke terpaku pada satu gambar yang menyorot belakang rumahnya. Hal itu mengingatkanya akan kenangan indah bersama keluarganya, bersama Sarada, Shin dan Karin yang memiliki sifat lain dari perkiraanya.

"Aku akan menunjukan semuanya padamu." Naruto berjalan dan duduk untuk menayangkan ulang kejadian beberapa waktu lalu. Dia hanya berharap dengan ini sahabatnya itu akan percaya. Naruto juga yakin jika hanya dengan omongan saja Sasuke tidak akan percaya. Dia juga sudah menyerahkan copy-an video ini pada polisi sebagai bukti.

"Sebentar…!" ucap Sasuke dengan mencengkram bahu Naruto. "Shin sekarang di mana?"

Narutop menoleh dan tersenyum, "Tenang saja, Shin aman di rumah ini, dia sedang tertidur pulas setelah lukanya diperiksa kembali oleh dokter. Aku menyuruh dokter memberikan obat tidur sesuai umurnya supaya dia tenang." Sejenak menghela nafas, Naruto melanjutkan. "Dia terus menangis meneriakan mamanya, itu tangisan yang memilukan Sas."

"Hn, baiklah. Jika sudah seperti itu aku cukup tenang." Memejamkan mata dan memijat keningnya dengan satu tangan, Sasuke melanjutkan."Kau memang teman yang dapat aku andalkan. Terimakasih."

"Sama-sama." jawab Naruto sambil tersenyum. "Jadi bagaimana, apa kau siap melihat video ini?"

"Baiklah, tayangkan videonya." Jawabnya mantab.

Video diputar, tampak yang pertama tayang adalah sosok Sarada yang berbadan kurus kering sedang bermain kejar-kejaran dengan Shin yang sudah dapat berlari dengan kencang. Sasuke tersenyum miris menyaksikannya, tubuh Sarada yang kurus menjadi saksi bisu akan kekejaman Karin padanya.

"Shin.." Ucap Sasuke tidak sengaja saat melihat Shin terjatuh dan kepalanya membentur batu besar yang sengaja dia letakan sebagai penghias taman. Terlihat di sana Sarada berlari dan menolong Shin yang sedang terlihat menangis. Sarada mengusap darah di kepala Shin dengan tangannya dan berlari kedalam rumah.

Sasuke tidak beranggapan buruk pada Sarada yang meningalkan adiknya yang sedang terluka, mungkin dia mengambil kotak p3k. Tapi sebelum Sarada kembali, Karin sudah datang dengan langkah cepat dan memeluk Shin yang dalam keadaan berdarah di kepalanya. Pelukan Karin membuat Shin tenang dan berhenti menangis.

Tidak lama kemudian Sarada datang membawa kotak P3k. Benar anggapan Sasuke, Sarada tidak sekejam itu pada adiknya, walau bukan adik seibu.

Sarada memberikan kotak itu dengan gerak lambat dan di terima Karin dengan gerak cepat. Itu sudah membuktikan betapa tidak sukanya Karin terhadap Sarada. Karin mengobati Shin dan membawanya ke dalam rumah. Dan Sarada terdukuk dengan lesu.

Cukup lama Sasuke menunggu kelanjutanya hingga tidak sabar dan bertanya. "Hanya itu sa…."

"Tunggu sebentar," Potong Naruto."Bagian ini yang aku tidak tega melihatnya!" serunya dengan nada lebih rendah, terdengar sedih.

Apa seburuk itu hingga sahabatnya ini sampai tidak sanggup melihat kejadian berikutnya. Pikir Sasuke.

Mereka menunggu sampai pada akhirnya terlihat Karin berjalan cepat dari belakang punggung Sarada dengan membawa sapu yang siap dipukulkan.

Dalam proses pembunuhan itu Sasuke terus melihat dan memperhatikan yang terjadi tanpa bisa bertindak apapun. Tubuhnya bergetar, tanganya terkepal sangat erat, dadanya sakit, air matanya mengalir tanpa dia sadari. Bunyi geraman juga dikeluarkan oleh Sasuke, dia akan memastikan Karin akan mendapatkan balasan yang lebih menyakitkan daripada apa yang dirasakan Sarada.

Setelah video itu selesai pun Sasuke masih dalam posisi sebelumnya dan dengan ekspresi sebelumnya, tidak habis pikir kenapa Karin melakukan kekejaman itu pada Sarada.

Dan sekarang apa. Apa dia hars mendatangi Karin dan membunuhnya di dalam kantor polisi. Atau dia akan membebaskan Karin dan membawanya ke suatu daerah terpencil, dengan begitu dia bisa menyiksa Karin semaunya, sesukanya, sepuasnya.

Tidak!

Hati kecil Sasuke berteriak. Dia tidak akan melakukan kekejaman seperti iblis itu. Dia bukan iblis dan tidak akan mau menjadi seperti iblis. Yang terpenting sekarang adalah menguburkan Sarada dengan layak. Dia sudah mendapatkan penjelasan yang tidak bisa dibantah ini. Dia merasa sekarang sedang ditunggu oleh anaknya itu.

.

.

.

Dan di sinilah dia sekarang.

Setelah mengambil jasad Sarada yang tersimpan dalan rumah sakit. Naruto sudah mengamankan jasad itu untuk tidak diotopsi dan hanya bagin yang luka dan sobek saja yang dijahit.

Penguburan Sarada berlangsung dengan diiringi dengan tangisan para teman dan guru yang sudah menduga akan kekejaman ibu tirinya. Dan yang paling menangis histeris adalah Choucho, dia sudah tidak dapat mengeluarkan suara apapun saat sudah menerima kabar atas kematian sahabat tegarnya itu. Orang tua Choucho hanya menahan agar anaknya itu tidak mengacaukan jalanya pemakaman yang sedang berlangsung.

Sasuke sejak dimulainya acara terus saja mendekap Shin dengan kasih sayang seorang ayah. Dia menangis dalam hati mendengarkan pertanyaan polos anak seumuran Shin.

Kenapa Nee-chan dimasukan dalam kotak itu?

Sasuke menjawab 'itu tempat tidur Nee-chan yang terakhir dan paling nyaman. Hanya Nee-chan saja yang boleh tidur di sana.'

Kenapa nee-chan dimasukan dalam lubang?

Sasuke menjawab, kali ini dengan senyum yang miris. 'Biar Nee-chan lebih nyaman tidurnya.'

Kenapa tempat tidur nee-chan ditimbun tanah? Dan berbagai pertanyaan polos lainya yang tentu dijawab Sasuke dengan jawaban aneh.

Semua para pelayat telah pergi setelah bersalaman dengan Sasuke dan mengucapkan belasungkawa atas kejadian ini, kecuali keluarga Namikaze dan Akimichi. Keluarga Akimichi belum pulang karena anak mereka yang masih sesenggukan di depan pusara yang baru tertancap itu. Mereka hanya melihat dan berbelasungkawa kepada Sasuke.

"Jadi kamu teman Sarada." Sasuke berbicara dengan menepuk puggung Choucho dengan lembut. Shin sekarang sudah berada dalam gendongan Hinata, melihat dengan bingung apa yang sedang terjadi di depanya "Pasti dia bercerita banyak kepadamu."

"…Iya paman," dalam sesenggukanya, Choucho berusaha untuk menjawab. "….Sarada sangat tegar dalam menjalani hari-harinya yang penuh dengan siksaan itu."

Hari-harinya yang penuh dengan siksaan. Kata itu yang tergarisbawahi oleh Sasuke. Jadi benar Sarada mendapat siksaan setiap harinya. Dia harus mendengar cerita lengkapnya langsung dari anak yang berada di sampingnya ini.

"Bisa cerita pada paman apa saja yang sudah Sarada ceritakan padamu." Ucap Sasuke dengan nada rendah. "Nanti saja.." ucapnya kembali saat Choucho mulai akan bercerita. Chouchou tidak menghiraukan perkataan Sarada dulu yang tidak boleh menceritakan kejadian yang sebenarnya pada siapapun, di depanya adalah ayah Sarada, dia pantas mengetahui semuanya. Sasuke segera menegok ke orang tua anak yang bernama Choucho ini. "Boleh anak kalian ikut kami atau anda juga ikut?"

"Choucho saja."jawab Chouji, ayah dari Choucho dengan nada menyesal. "Kami ada kepentingan yang harus kami selesaikan." Lanjutnya.

"Jangan nakal yah Choucho dan jangan makan terlalu banyak, jadilah seperti ibumu ini." Ucap Karui, ibu dari Choucho.

Sedangkan Naruto dan keluarganya hanya diam menyaksikan, dia tidak akan berbicara sebelum waktunya tepat. Dia sekarang hampir mirip dengan ibunya yang pendiam. Bolt dan Himawari tahu jika tidak saatnya untuk berbuat jahil dan bermain-main, jadi dia diam saja seperti yang dilakukan orangtuanya. Mereka masih kaget akan kematian tetangga yang sering bermain bersama jika sedang berkunjung itu.

Setelahnya mereka bubar. Ayah dan ibu Choucho pulang untuk meneruskan pekerjaan mereka. Sasuke, Shin dan Choucho serta keluarga Namikaze pulang kekediaman Namikaze. Disana mereka mendengarkan dengan seksama cerita dari Choucho sampai dia tidak bisa bercerita lagi karena menangis.

Shin yang baru berusia dini hanya mendengarkan tanpa tahu arti apa yang sedang di bicarakan anak gendut di depanya. Menangis juga dialami oleh semua yang mendengar, tapi yang paling parah adalah Himawari, dia tidak menyangka jika seseorang yang sudah dianggapnya kakak itu tersiksa dan meninggal dengan cara seperti itu.

Naruto yang awalnya tahu perbuatan itu lewat cctv. Dia saat itu sedang berkunjung dan pasti dia akan melihat rekaman di cctvnya. Saat melihat kejadian itu pun Naruto langsung menelpon Sasuke dan polisi lalu memperlihatkan kejadian yang terekam cctv.

Para polisi menggerebek rumah Karin dan membawa Karin kekantor polisi. Sedangkan Shin saat itu sedang tertidur langsung terbangun dan menangis dengan kencang. Naruto mendekat dan menggendongnya lalu diserahkan pada Hinata yang langsung dibawa kerumahnya untuk di tenangkan.

Para polisi menggali kuburan Sarada yang berada di pojok taman dan jasadnya dibersihkan, lalu mereka membawanya dengan ambulan yang sudah ada di depan rumah menuju rumah sakit. Kawasan rumah Sasuke tidak begitu banyak penduduk, melainkan rumah yang hanya menganggur dan terbengkalai seperti rumah ini dulu. Rata-rata milik orang kaya.

.

.

.

Malam berlalu dengan cepat dan pagi ini yang sedang dilakukan Sasuke malah meninggalkan Shin di kediaman Sahabatnya. Ini hari minggu dan cuaca sedang cerah. Dia sedang mengunjungi makam Sarada untuk mengenang dengan damai tanpa ada seorangpun menemani.

Dia sedang berlutut dan memegang batu nisan itu. Ia terus saja meneteskan air mata tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ingatanya berputar mengingat setiap hal yang sudah terlewati bersama Sarada, hal yang menggembirakan ataupun sebaliknya.

Dia ingin sekali meneriakan nama anaknya yang sudah terpendam kaku di tanah yang sekarang dipijaknya. Tapi itu semua tidak dia lakukan, tidak berguna menurutnya.

Sekarang dia menatap pusara itu dengan sorot mata keyakinan dan serius, dalam hatinya kini terucap sebuah janji akan kesensaraan hidup Karin, sosok yang telah menyiksa Sarada dengan keji.

Sasuke berdiri, tapi tatapanya tidak lepas dari pusara itu.

"Aku berjanji akan memastikan orang yang telah menyiksamu sampai begini akan mendapatkan balasan yang setimpal, bahkan lebih."

Dia berbalik setelah beberapa kata perpisahan terucap. Misi selanjutnya adalah memastikan orang itu –bahkan dia malas menyebutkan namanya kembali- mendapatkan balasan yang lebih pedih. Itulah sifat seorang Uchiha, kasih sayangnya terlalu besar hingga dapat membangkitkan kebencian tiada tara saat orang yang disayanginya terrenggut darinya, tiada yang bisa menghentikanya dalam membalaskan dendam.

.

.

.

.

END.