Summary : Bagaimana caranya kau luluhkan hati sedingin es ini? / "Haruskah aku membeci semua sikapmu padaku?" / "Aku menyerah." / NaruSaku

Pairing : Sakura x Naruto

Rate : bingung ( M kali ya?)

Genre : Friendship, romance, drama, family, hurt/comfort (maaf jika banyak typo, hehe)

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

WARNING : 00C, alur gaje cerita buatanku, lebay (mungkin), author masih pemula (maklumi), untuk yang sengaja maupun yang tidak sengaja membaca fanfic abal-abal ini tolong komen ya *0* (plak).

::

::

Character :

Haruno Sakura – 19 th

Namikaze Naruto – 20 th

::

::

::

::

Camera-rolling and action!

::

Seorang gadis remaja tengah melakukan aktifitasnya –akh tapi kewajibannya. Bekerja sebagai pelayan disebuah Manshion terbesar dikota ini.

Umurnya yang masih delapan belas tahun itu membuat dirinya termasuk pekerja termuda ditempat ini, bahkan mungkin tercantik dan termanis. Namun kesan sopan dan beretika tak pernah lepas darinya.

Rambut merah muda sepinggang itu Ia ikat tinggi-tinggi agar tidak menghalangi pandangan saat bekerja, namun tak jarang poni yang juga menyamai rambut dibelakangnya selalu menjadi penghalang. Berkali-kali jemari lentik itu memindahkan poninya kebelakang.

Emerald-nya menatap jam dinding ruang tengah nan besar ini, Ia mendesah dan kembali merapikan sampah-sampah yang berserakan. Memang bukan pembuangan sampah karena begitu banyak barang tak berguna itu, melainkan ada tangan jahil yang melakukan ini.

Tak lain dan tak bukan adalah sang tuan muda.

Sudah hampir satu bulan Ia bekerja dan jujur memang gaji-nya lumayan besar, tapi satu hal yang membuatnya terkadang ingin mengundurkan diri, tentu karena sikap tuan muda itu. Kejam, menyebalkan, tidak sopan, tukang penyemooh dan lain sebagainya. Namun Ia tak mempermasalahkan jika memang kebutuhan sangat memaksa.

Nametag di seragam Maid-nya bertuliskan 'Haruno Sakura' gadis cantik ini berasal dari keluarga sederhana namun cukup kekurangan karena keadaan keluarga yang dibilang tidak baik. Itulah alasan mengapa dia bertahan bekerja disini.

"SAKURA."

Sakura terlonjak, guci kecil ditangannya hampir terjatuh. Ia tolehkan wajahnya keatas –tangga besar yang menghubungkan dua ruangan besar, dan segera berlari kesumber suara.

"Anda memanggil saya, tuan muda?" ujar Sakura membungkuk sopan.

Sosok itu berdecak pinggang, Blueshappire-nya menatap tajam Sakura. "Kemana saja kau!" Bentaknya.

Sakura semakin menunduk, "Ma-maaf Naruto-sama, tadi saya diperintah Konan-san membersihkan ruang keluarga."

Naruto berdecih, Ia mengangkat dagunya angkuh, "Kau pikir siapa majikanmu, hah!"

Gadis merah muda itu tak henti-hentinya membungkukkan badan dan meminta maaf, "Maaf Naruto-sama, bukankah masih ada pelayan lain untuk mengurus keperluan anda." Ujarnya se-sopan mungkin.

SET!

"Ahk!" ringis Sakura saat surai merah mudanya ditarik kasar oleh Naruto.

"Kau berani membantahku, hm?"

Sakura menggeleng pelan, tangannya menahan tarikan Naruto agar tidak terlalu keras. Ia enggan mendongkak dan menatap iris biru angkuh itu.

Perlahan, tangan Naruto bergerak. "Seharusnya kau tahu," dan kini tengah bertengger manis dipinggang Sakura. "Kau lah orang yang harus mengurusku." Bisiknya tepat ditelinga gadis itu.

Sakura bergidik, Ia tak ingin menjadi korban kebrutalan sang tuan muda lagi, sudah cukup luka memar ditangan dan lehernya. Kini yang terpenting adalah menyelamatkan diri.

Perlahan, gadis itu melonggarkan rangkulan Naruto, "Maaf tuan muda, saya akan merapikan keperluan sekolah anda." Pintanya.

Dengan kasar, Naruto melepaskan Sakura. "Ingat, jangan sampai membuatku marah lagi." Ancamnya. "Selesai sarapan, semua keperluanku harus sudah selesai."

::

::

The true meaning!

Chapter 1

Naruto © Masashi Kishimoto

::

::

Gadis itu hanya diam saat sang majikan sudah pergi, bukan sebuah hak disini untuk menolak keinginannya, melainkan sudah menjadi kewajiban.

Lagi-lagi kesulitan memaksanya untuk sekedar mengalah pada perihnya hidup, bertahan dengan segenap keteguhan yang ada. Terkadang Ia berpikir jika suatu saat nanti dia sudah menjadi orang berada, Ia tidak ingin seperti mereka yang seenaknya.

Langkah Sakura terhenti didepan pintu kamar nan besar ini, 'Prince room.' menjadi pajangan nama yang sedikit membuat Sakura terkikik geli. Dilihat dengan jelaspun hurup kanji ini terlihat seperti buatan sang tuan muda. Percaya diri sekali dia menyebut namanya pangeran.

Tapi status memang seutuhnya membuat Naruto berperan sebagai seorang pangeran, segala kemauan duniawi dia dapatkan dari kedua orang tua, namun sayang sikap dan sifat sangat bertolak belakang.

Sakura memasuki kamar Naruto dan mulai merapikan isinya, berbagai benda tak lazim sering Sakura temui ditempat ini, namun dirinya sudah biasa.

Beberapa botol Wine mahal, majalah dewasa, dan DVD yang tak patut ditonton bagi Sakura, sangat mudah ditemukan disini. Jijik, jujur Sakura merasakan itu saat merapikannya.

Setelah selesai Sakura lantas menyiapkan keperluan sekolah Naruto, mulai dari seragam, mengganti daftar pelajaran, dan menunggu untuk…

"Pukul berapa sekarang?" tanya Naruto tiba-tiba.

Sakura sedikit tersentak saat sang majikan selesai dengan cepat, untung saja dia juga sudah menyiapkan keperluannya. "Ano, pukul tujuh lewat satu menit, tuan." Jawabnya seraya melihat arloji.

Naruto tak merespon, dia hanya mengganti baju dengan seragam sekolah tanpa menghiraukan Sakura yang sudah menunduk dalam agar tidak melihat tubuh atletis itu. Sedikit rona merah muncul dipipi manisnya.

"Pakaikan." perintah Naruto menyodorkan Blazer-nya pada Sakura.

Ya, ini tugas keseharian Sakura setelah menyiapkan keperluan Naruto, merapikan penampilan sang tuan muda yang sedikit amburadul. Dan tahukah kalian? yang meminta Sakura melakukan hal itu adalah Naruto sendiri.

Jemari lentik Sakura dengan lihai memakaikan Blazer kotak-kotak itu, sedikit mendongkak karena tinggi Naruto lumayan jauh diatasnya. Tak jarang pula Emerald-nya melirik entah kemana saat Blueshappire itu menatapnya Intens.

Entah hanya Sakura saja yang merasa atau bahkan sang majikan juga, namun yang pasti kegiatan ini menunjukkan mereka seperti sepasang suami istri.

"Selesai, Naruto-sama." ujar Sakura menjauhkan diri.

Sakura mengambil ransel Naruto dan memberikannya sopan, tanpa diduga tangan kekar itu menarik dan membawanya kedalam sebuah pelukan –err paksa.

Terbukti dari Sakura yang meronta minta dilepaskan, "Naruto-sama, anda sudah terlambat." ujar Sakura –mungkin sedikit protes.

Naruto menyusupkan tangan kanannya kedalam pakaian Maid Sakura –menyentuh perut rata itu, sehingga Sakura mendengus kegelian. Blueshappire Naruto menatap tajam leher jenjang gadis itu saat yang Ia cari sudah tidak ada.

"Dimana tanda itu?" tanya Naruto.

Sakura mendongkak, Ia menyentuh leher dan menggigit bibir bawahnya. "Maaf, bukankah sudah seminggu yang lalu anda memberikannya, mungkin sudah hilang."

Sakura berbohong, Ia sendirilah yang menghilangkan tanda itu, tanda yang diberikan Naruto secara paksa. Sebuah tanda yang sering dibilang orang sebagai 'Kepemilikan' dan Sakura tidak mau hal itu melekat pada dirinya. Naruto adalah majikannya dan bukan pula seorang kekasih, jadi sangat tidak wajar jika Sakura secara relawan memperbolehkan Pemuda itu memberikan tanda kepemilikan-nya.

Toh kejadian seminggu lalu adalah paksaan, dan sepertinya kali ini juga.

Naruto menyingkirkan helaian poni Sakura kebelakang telinga gadis itu, "Aku lupa memberitahukannya," bisik Naruto. "Jika tanda ini sudah memudar, mintalah agar aku memberikannya lagi."

Dengan itu, Naruto pun menghisap dan mengigit leher jenjang Sakura.

"Mmh." Sekuat tenaga, gadis itu menahan perih dan geli yang menerpa lehernya.

Naruto mengambil ranselnya lalu melenggang pergi, meninggalkan gadis yang kini dibuatnya bingung setengah mati. Sakura sendiri sudah membulatkan tekad agar tidak terbawa suasana saat sang majikan melakukan hal yang membuatnya melayang, namun tidak bisa. Sepertinya dia sudah tunduk dihadapan pemuda Blonde itu.

"Sakura." Panggil seseorang dibelakang Sakura.

Sakura menoleh, terlihat sosok wanita berparas cantik yang mengenakan pakaian Maid sama seperti dirinya. "Ayame-san?"

Ayame menghampiri Sakura dan memberikan selembar surat, "Ini, dari Konohamaru."

Sakura membulatkan matanya, segera saja Ia membaca isi surat itu.

From : Sakura-nee

Maaf Kak jika aku mengganggumu, tapi keadaan Ibu kini sedang tidak baik, aku harus membawanya kerumah sakit, tapi ayah melarang. Sekarang aku hanya bisa merawat Ibu sebatas memberikan obat dari resep dokter, dan Ibu terus saja menyebut nama Kakak.

Aku minta Kakak pulang dan menjenguk Ibu, aku harap Kakak bisa.

Aku mohon.

Dear : Konohamaru

Sakura menyentuh keningnya, Ia bingung harus bagaimana. Keinginan pulang pasti ada, tapi bagaimana dengan izin Naruto? rasanya tidak mungkin.

"Ada apa, Sakura?" tanya Ayame khawatir.

Sakura menggeleng lalu tersenyum.

Ayame menyentuh bahu Sakura, "Ceritakanlah, mungkin aku bisa membantumu."

"Aku harus pulang, Ayame-san." jawab Sakura. "Ibuku sakit."

Ayame memandang Sakura lirih, Ia adalah teman Sakura selama gadis itu bekerja dikediaman Namikaze ini. Segala kesulitan Sakura pun sangat dirasakan Ayame, dan keuntungan baginya sebagai wakil pemimpin pelayan disini juga bisa membantu Sakura.

"Aku izinkan kau untuk pulang, tapi kau juga harus pamit pada tuan dan nyonya besar," ujar Ayame. "Kecuali pada tuan muda."

Sakura tersenyum senang, entah bagaimana Ia bisa membalas segala kebaikan Ayame selama ini. "Terimakasih, Ayame-san."

::

::

::

::

Konoha High School –KHS

Kerumunan siswi memadati kantin sekolah terbesar diKonoha ini, berbagai teriakan histeris mereka lantunkan untuk para idola sekolah, terutama kedua Pemuda itu. Dengan kedua bentuk rambut yang dibilang sangat langka, durian dan emo.

Beberapa kali pemuda Emo berdecak kesal karena terusik. "Bisakah kau hentikan teriakan mereka, Naruto?" Ujarnya pada Pemuda Blonde.

Naruto hanya mengedikkan bahu dan menghabiskan ramen Cup-nya.

"Fansgirl ku masih kalah dengan jumlah yang kau miliki, Naruto." dengus Pemuda berkulit pucat –Sai.

"Apa peduliku." respon Naruto.

"Pedulimu hanya untuk pelayan yang bernama Sakura, right?" ketus Pemuda berwajah Babbyfice.

Naruto bergeming, Ia melirik Pemuda itu tajam. "Apa maksudmu, Sasori?"

Sasori melipat kedua tangan didada, seringainya membuat hampir seluruh siswi Sweetdrop. "Kurasa kau tahu jawabannya, tuan muda." Jawabnya datar.

Naruto berdecih, Ia tidak mau peduli dengan pembicaraan Sasori yang membuat kedua temannya –Sasuke dan Sai bingung. Dirinya memang bukan tipe pe-curhat, tapi Sasori selalu tahu seluk beluk tentang Naruto, mungkin karena ayah Sasori adalah kepala pelayan sekaligus sekertaris sang ayah –Namikaze Minato.

Sasuke mendengus, Ia menutup majalah dewasa yang sedari tadi Ia baca. "Bagaimana kalau malam ini kita bersenang-senang?" Tawarnya.

Sai dan Sasori mengangguk mantap, terkecuali Naruto. Ia memandang kosong Cup ramen itu, kata-kata Sasori membuatnya harus berpikir sekeras ini rupanya. Ck menyebalkan.

Naruto mendongkakkan wajah, Ia teringat akan sesuatu. 'Kontrak kerja Sakura, kalau tidak salah hanya dua bulan kan?' Batinnya.

Ya, setelahnya kau tidak akan melihatnya lagi, Naruto.

"Hei, lalu apa peduliku? kenapa aku memikirkan dia." decak Naruto mencengkram rambutnya.

"Dobe, pesta kali ini diadakan dirumahmu." ujar Sasuke datar.

"Cih, seenaknya saja kau."

::

::

::

::

Namikaze Manshion –Minato Namikaze Room

"Baiklah, aku izinkan." Ujar sosok Blonde itu –Minato.

Perawakannya begitu mirip dengan Naruto, namun sikap bijaksananya menjadi pembeda yang cukup jauh. Berdiri seorang wanita berparas cantik dengan rambut merahnya melewati pinggang, tatapannya begitu memperlihatkan kekecewaan saat sang suami memperbolehkan Sakura pulang.

Wanita itu menghampiri Sakura lalu memeluknya, "Aku dan Naruto pasti akan sangat merindukanmu, Saku-chan."

Sakura tersenyum kaku, Ia memang sering diperlakukan demikian oleh sang nyonya besar.

Minato mendengus geli, "Sudahlah Kushina, Sakura hanya pergi satu hari."

Kushina terkikik lalu memegang bahu Sakura. "Percayalah, semenjak kedatanganmu, Naruto menjadi sedikit lebih baik dibanding dulu." Ujarnya.

Sakura hanya tersenyum menanggapinya, sejujurnya dia tidak mengerti dengan perkataan sang nyonya besar.

"Jadi aku harap, kau bisa kembali lagi." pinta Kushina.

Sakura mengerti, sang nyonya besar mengetahui tipikal keluarganya yang kurang harmonis, apalagi ayahnya. Kemungkinan besar jika dia pulang, untuk kembali lagi bekerja disini sangatlah sulit, ayahnya hanya ingin Sakura menuruti kemauannya untuk menikah dengan laki-laki pilihan sang ayah. Dengan tujuan…

"Saya permisi." ujar Sakura seraya keluar dari ruangan.

Kushina duduk disofa besar samping Minato, "Aku yakin, jika Sakura bisa merubah Naruto seutuhnya"

Minato menoleh pada sang istri, dia memang heran mengapa Kushina begitu perhatian pada Sakura. Bukan karena gadis itu bisa sedikit merubah kelakuan sang anak, melainkan ketertarikannya untuk memasangkan Sakura dengan Naruto.

Baginya keluarga maupun status tidak terlalu berpengaruh jika memang gadis itu adalah yang terbaik untuk sang anak, kebahagiaan Naruto lebih utama dari sebuah paksaan belaka. Bisa saja Minato dan Kushina menjodohkan sang anak dengan gadis dari kalangan sama seperti mereka, tapi percuma jika Naruto sendiri tak pernah meliriknya.

Sakura Haruno, gadis beranjak dewasa yang memiliki sesuatu yang berbeda.

'Aku juga, percaya padanya.' batin Minato.

::

::

::

::

14.39 –Halte bus –Konoha City

Sakura turun dari bus yang sudah satu jam membawanya kemari, kembali ketempat yang tanpa disadari sangat tidak ingin Ia lihat. Bukan karena pemandangannya, melainkan harus bertemu sang ayah.

Egois, dia tidak mau seperti itu, yang terpenting kini adalah Ibu juga adiknya –Konohamaru. Jumlah uang tabungan selama bekerja sudah Sakura bawa, mungkin masih belum seberapa untuk merawat sang Ibu yang harus menjalani operasi. Sudah setahun lamanya wanita paruh baya itu menahan rasa sakit diperut akibat kanker rahim yang diderita.

Emerald Sakura menatap kosong aspal jalanan perumahan sederhana ini, Ia ingat saat terakhir dirinya melarikan diri untuk bekerja demi sang Ibu, terjatuh dan kembali bangkit, menghindari tarikan sang ayah yang akan membawanya pulang dan menyerahkan dirinya pada laki-laki itu.

Laki-laki yang membuat jaminan Sakura untuk dinikahi jika sang ayah tidak bisa melunasi hutangnya.

Sakura menghela napas panjang, bangunan tua yang tak seberapa luasnya kini sudah ada didepan mata. Hanya membuka pintu sederhana itu, maka segala masa lalunya akan kembali terngiang merdu bak melodi kematian.

' .Tok.' ketukan lemah Sakura berikan.

Ia kembali menghela napas saat kenop itu berputar, berharap yang membukanya bukan sang ayah.

"Nee-san?" Rajuk bocah laki-laki itu –Konohamaru, seraya memeluk Sakura.

Sakura tersenyum dan membalas pelukan rindu itu, "Aku ingin bertemu Ibu." Ujarnya.

"Ayo."

Sakura meletakkan bingkisan buah serta kue yang sengaja Ia beli dalam perjalanan, lalu memperhatikan sosok wanita yang terbaring lemah diatas tempat tidur –tengah menutup mata.

Jemarinya menggenggam tangan yang mulai keriput itu, begitu dingin. Airmata tak bisa Ia elakkan, sosok ini begitu rapuh. Apa saja yang terjadi selama dia meninggalkannya? Sebelum ini, sang Ibu masih jauh lebih baik.

"Hiks, maafkan aku, Ibu." lirih Sakura.

Konohamaru memandang sang Kakak sendu, bukan salahnya sang Ibu begini. "Semenjak kepergian Kakak, ayah menjadi lebih kejam pada Ibu." Ujarnya.

Sakura menunduk, Ia tahu itu. 'Mungkin, aku harus segera mengakhirinya.'

Tak disadari gadis itu, tangan yang tengah Ia genggam kini perlahan bergerak, begitu lemah.

Sakura menyeka airmata dengan punggung tangannya, "Dimana ayah?"

Konohamaru tersentak, dia memandang sang Kakak tidak percaya. "Apa maksud Ka–"

"Beritahu aku, dimana ayah?"

::

::

::

::

18.27 –Namikaze Manshion

"Apa maksudnya ini?" tanya Minato tajam.

Kushina hanya memandang sang anak –yang kini tengah duduk dengan menopang kedua kakinya diatas meja, menggenggam sebotol Wine dan meminumnya enteng.

"Ayolah, tanpa kau izinkan juga aku sudah membawa mereka kemari, ayah." ujar Naruto.

BRAK. Minato menggebrak meja kerja-nya, sang istri pun segera menenangkan emosi Minato, Ia tidak ingin adu mulut kembali terulang.

Naruto hanya memutar bola mata bosan, "Hanya pesta kecil, masa tidak boleh."

"Pesta kecil katamu, dengan orang-orang yang kau sebut sebagai teman itu?" geram Minato.

Bukan kali ini Naruto mengundang teman-temannya kerumah, memang hanya sekedar pesta bagi anak itu, dengan segala benda haram yang akan membuat kepala semakin pening dan naik pitam.

Bahkan tak sedikit wanita juga teman siswi sekolah Naruto ikut meramaikan, tentu dengan tanpa etika.

"Kenapa, takut membuat keadaan rumah kacau? bukankah ada Sakura yang selalu membersihkannya."

Kushina menoleh pada anaknya itu, "Naruto, sebenarnya Sakura–"

"Sudahlah, kalian terlalu melebih-lebihkan sesuatu." ketus Naruto seraya melenggang pergi.

Minato mendengus kasar, Ia mencengkram helaian Blonde itu frustasi, 'Anak semata wayang, tapi sangat sulit diatur.' Batinnya lelah.

–Naruto Room

Sasuke memandang Naruto yang tengah termenung, dua wanita cantik dan seksi bertengger manis dikedua samping Pemuda itu, menggoda dengan suara yang dibuat seperti desahan. Namun kembali tak ada respon,

'Dia memang selalu begitu, tapi entah kenapa kali ini sangat berbeda.' batin Sasuke.

"Naruto-kun, mau bermain denganku?" Tawar sosok wanita berambut merah disamping kiri.

"Denganku saja." Balas sosok wanita berambut pirang disamping kanan.

"Ck, bisakah kalian menjauh dariku!" bentak Naruto.

Sontak kedua wanita itu menjauh dan meninggalkan Naruto, Ia menekan keningnya saat teringat sesuatu. Bayang-bayang seseorang terus terngiang dengan bebas diotaknya.

Disisi lain, terlihat Sasuke menghampiri Naruto, tangannya memegang bahu sang sahabat. "Santailah Dobe, kita kan sedang pesta."

Naruto tak merespon, dia kembali meneguk Wine-nya. Tapi bukan ketenangan yang Ia dapat, melainkan pening yang menjadi-jadi. Pesta ini memang bukan keinginannya melainkan Sasuke, tapi tentu dia juga berharap bisa menikmatinya. Tapi entah kenapa rasa khawatir yang amat besar tiba-tiba menyerang benaknya.

.Drrt.

Ponsel Sasuke berdering, Ia segera melihat nama yang tertera disana. 'Kabuto.'

Pip! "Moshi-moshi?" ujar Sasuke.

Naruto hanya melirik Pemuda Emo itu datar, melihat ekspresi Sasuke saat suara diseberang sana seperti sedang memberikan kabar terbaik dalam hidupnya.

Jelas dilihat dari mimik Sasuke yang kian berubah, tersenyum, tertawa, mendengus geli, dan semacamnya. Hal itupun membuat Naruto sedikit ingin tahu, akh bahasa gaulnya 'kepo' tapi maaf, itu bukan tipe-nya.

Sasuke pun menutup ponselnya lalu menoleh pada Naruto, "Gomen ne, Naruto, aku harus pulang sekarang."

Naruto mengernyitkan alis, "Tumben sekali, biasanya kau yang paling telat meninggalkan pesta."

"Ini lebih penting dari sekedar pesta, Naruto." Sasuke mengambil Sweater-nya lalu melenggang pergi. "Sampai jumpa."

Lebih penting dari sekedar pesta katanya? Jelas-jelas yang sangat ambisius dalam pesta dari teman-temannya, hanya Sasuke-lah yang biasa dikatakan sebagai raja S**s.

Tapi apa pedulinya?

DZIIING! "Argh!"

Naruto mencengkram kepalanya kuat, rasa pening yang tadi melanda kini berubah menjadi sakit. Seluruh kepalanya seperti akan hancur.

"AAARGH!"

Teriakan Pemuda Blonde itu mengagetkan seluruh manusia diruangan itu, mereka memperhatikan Naruto seperti orang kalang kabut. Kini pemuda itu tergeletak dilantai sembari mencengkram kepala dengan kedua tangannya.

Sontak Sasori dan Sai menghampiri Naruto.

"Naruto, kau kenapa?" tanya Sai.

Sasori menekan denyut nadi Naruto, Ia sadar akan sesuatu. 'Efeknya bisa sampai sejauh ini?' Batinnya. "Naruto, kau harus keRumah sakit." Ujarnya khawatir.

"Diam! Tinggalkan aku sendiri!" bentak Naruto.

Hening, hanya musik disko yang bergemuruh kala ini. Semua orang menatap nanar Naruto yang kembali meringis sakit.

"Apa kalian tuli? TINGGALKAN AKU SENDIRI!" Naruto kembali membentak.

Sasori bangkit, Ia memberi isyarat agar semuanya meninggalkan pesta. Tidak ada desahan kecewa maupun cacian, karena itu akan menambah sang Tuan muda Namikaze semakin liar.

"Kalian juga, keluar." perintah Naruto –terdengar seperti bisikkan.

Tanpa bai-bi-bu, Sai dan Sasori meninggalkan Naruto yang tengah meringis kesakitan. Menutup pintu besar itu lalu terdiam.

Sai mendesah panjang, "Sampai kapan dia seperti itu?"

Sasori menggeleng, "Aku ingin dia segera menghentikan hal-hal yang akan menghancurkan dirinya."

Sasori menunduk dalam, sebagai anak dari seorang pemimpin pelayan dikediaman ini, dia juga merasa memiliki tugas pada Naruto. Terlebih lagi, Ia tahu segala kekurangan yang dimiliki keluarga tuan muda itu. Atau mungkin hanya Naruto-lah yang memiliki masalah.

Yang Ia tahu, sebelum umurnya belum menginjak limabelas tahun, sikap Naruto masih normal bahkan sangat disukai banyak orang termasuk kedua orang tuanya. Tapi kenapa untuk sekarang? bahkan Ia hampir tak mengenali temannya itu.

Ceria, ramah, bijaksana, baik, semua sifat positif telah diturunkan pemimpin Namikaze pada Naruto, tapi dengan cepat semuanya hilang tanpa alasan yang jelas.

"Apa kau ingat, terakhir kali Naruto tersenyum?" tanya Sai.

Sasori memandang temannya itu, lalu mengedikkan bahu. "Entahlah."

::

::

Mobil Sport hitam terlihat memasuki kediaman Uchiha, tepatnya Manshion berhektar-hektar ini. Terparkir tepat didepan pekarangan nan luas, tak luput berpuluh-puluh Limousine berjejer disana.

Dengan sigap para Bodyguard dan pelayan berbaris rapi menyambut sang tuan muda –yang kini telah turun dari mobil dan berjalan angkuh layaknya pangeran. Kacamata hitam tak Ia lepas dari wajahnya yang tampan.

"Okaeri, Sasuke-sama." Ujar mereka dengan serentak.

Sasuke hanya ber'Hn' saja menanggapinya, Ia terus berjalan menuju ruang keluarga yang dibatasi balkon besar lantai dua.

Berbeda dengan gayanya yang terbilang 'Cool' Sasuke malah bersenandung ria saat mendekati ruang keluarga. Sepertinya memang ada hal yang membuatnya sesenang ini.

CKLEK.

"Aa, ternyata dia sudah datang." Ujar suara berat didepan sana.

Sasuke menunduk sopan, "Tadaima, Tou-san."

Sosok wanita paruh baya berparas hampir sama dengan Sasuke, segera menghampirinya lalu menggiring Sasuke menuju sofa. "Sasuke, inilah gadis yang Tou-san bicarakan." Ujarnya.

"Aa." Sasuke menatap sosok itu Intens.

Sebaliknya, gadis itu mengernyitkan alis seraya menutup mulut. 'Di-dia kan.'

::

::

::

::

"AAAARGH!"

"Naruto-sama, anda tidak apa-apa?"

Beberapa pelayan mendatangi ruangan pribadi sang tuan muda, meski pintu besar itu masih tertutup rapat. Mereka semua khawatir akan keadaan manusia itu didalam, tengah merintih dan berteriak histeris.

Kedua orang terpenting dikediaman itupun sedang dilanda kecemasan luar biasa, Namikaze Minato dan Namikaze Kushina.

"Apa perlu kami mendobrak pintu ini, tuan?" Tanya salah satu Bodyguard.

Minato menggeleng, Ia tatap pintu itu lekat. 'Dalam keadaan seperti ini, hanya dia yang bisa menenangkan Naruto.'

"AAARGH!"

"Bagaimana ini, Minato?" tanya Kushina kelewat khawatir.

Minato tak mengindahkan kecemasan sang istri, dia lebih memilih mengetuk pintu itu lebih keras. "Naruto, tenanglah!"

Blueshappire Naruto bergerak liar, tangan kekar itu tak henti-hentinya mencengkram helaian Blonde-nya, ck apa ini efek Wine? Rasa sakit terus saja menjalar, lalu masih sanggupkah Ia meneguk minuman haram yang masih berjejer manis dimeja-nya?

Maaf tuan, sepertinya anda harus berhenti meminum ini

"Sa–"

Tidak boleh! Silahkan pecat saya jika itu membuat anda menjadi lebih baik!

"Ku–"

Percayalah, saya akan menuruti segala kemauan anda, tuan muda

"Ra!"

Segelintir kata, akh bukan, tapi nama yang indah sekaligus membuat Naruto berharap Ia ada disini, tepat saat dibutuhkan.

"SAKURAAAAA!"

::

::

::

::

TbC

::

::

::

::

A/N : "Minna-chan, ini adalah story punya chibi tiga tahun lalu lho ^-^ semenjak vakum dari dunia ff, seingat chibi fic ini lah yang terakhir chibi buat, dan saat chibi buka kembali data-data lama ternyata chibi menemukan fic ini. Semoga kalian terhibur yaa :-*"

Dewa Mata Nochi Hodo ^^