"Jadi, sekarang anakku sudah punya teman lelaki?"
'Uhukk'
Fang yang sedang asik-asiknya menonton televisi disofa sambil memakan makanan ringan, langsung tersedak begitu mendengar kalimat yang keluar dari Ibunya.
"Ah, maaf. Ibu tak bermaksud membuatmu tersedak," Sang Ibu dengan panik menghampiri Fang sambil membawa segelas air mineral.
Fang pun langsung menenggak habis air mineral tersebut, lalu menghela napas lega. "Uhm.. yah.. begitulah,Bu." Ujarnya gugup.
"Ibu senang, loh. Akhirnya anak Ibu memiliki teman juga," Ujar sang Ibu duduk di samping Fang.
"Ying dan Yaya itu Ibu anggap apa selama ini?" Fang menatap Ibunya dengan tatapan datar.
"Tentu saja mereka itu sudah Ibu anggap seperti anak sendiri," Ujar sang Ibu sambil tertawa pelan. Sedangkan Fang memutar bola matanya bosan.
Tangan kanan sang Ibu terjulur untuk membelai surai Fang dengan lembut, senyum sendu terlukis di paras cantiknya. "Habisnya semenjak 'saat itu' Fang tidak pernah dekat dengan siapapun lagi selain Yaya dan Ying, apalagi anak lelaki,"
"Itu sebabnya Ibu sangat senang saat melihat Fang membawa teman lelaki kemari," Senyuman sendu itu langsung berubah menjadi senyuman manis.
Fang yang melihat itu ikut tersenyum. "Ibu...,"
Namun beberapa detik kemudian senyuman manis itu berubah menjadi senyuman iseng. "Ah—Ibu ralat. Lebih tepatnya teman lelakimu itu yang membawa Fang kemari,"
Senyuman langsung luntur dari wajah Fang dan tergantikan menjadi wajah sebal yang sedikit merona. "I-Itu...,"
"Ahahah... Tak Ibu sangka. Begitu membuka pintu rumah langsung dihadapkan dengan pemandangan Fang yang di gendong oleh anak lelaki yang tak Ibu kenal dengan Ying dan Yaya yang berada di sisi kanan kiri anak tersebut. kau tahu Fang? Kau terlihat sangat nyaman berada di gendongannya, anakku," Ujar sang Ibu menggoda Fang.
"Ibu!" Protes Fang malu.
"Aahh..., ibu jadi penasaran, Apa yang anak itu lakukan hingga anakku ini pingsan. Siapa namanya tadi? Ah iya! Boboiboy,"
"Ibu, jangan menggodaku!" Teriak Fang kesal namun rona merah masih terlihat di kedua pipinya.
Sang Ibu berdeham pelan untuk menghentikan tawanya, dan kembali mengelus surai Fang.
"Ibu pikir, anak itu baik. Semoga anak itu bisa membantu anakku ini," Ujar sang Ibu kembali tersenyum sendu.
Fang terdiam begitu saja, dan membiarkan kedua tangan Ibunya meraih tubuhnya dan menariknya ke dalam dekapan hangat sang Ibu.
"Maafkan Ibu, sayang. Karena Ibu, kau jadi ikut terkena dampaknya," Ujar sang Ibu dengan lirih dan semakin mempererat pelukannya.
"Ibu... ini bukan salahmu,"
Fang memejamkan kedua matanya dan menyamankan tubuhnya di dalam dekapan sang Ibu.
Yah... ini bukan salah Ibunya..
.
.
.
"Ibu, aku berangkat!" Teriak Fang setelah selesai mengenakan sepatu sekolahnya.
"Hati-hati, Sayang!"
Setelah mendengar jawaban dari sang Ibu yang masih sibuk di dapur, Fang langsung berjalan kearah pintu untuk berangkat.
"Eh?"
Tubuh Fang membeku seketika setelah membuka pintu rumahnya. Tatapannya tertuju pada pagar rumahnya, lebih tepatnya, pada seorang pemuda yang berdiri di depan pagar rumahnya. Tangan pemuda tersebut bahkan telah terangkat seperti ingin menekan bel rumahnya.
"Ah, Fang! Baru saja aku ingin menekan belnya. Selamat pagi!"
'Brak'
Bahkan mengabaikan sapaan hangat tersebut, Fang kembali memasuki rumahnya, dan membanting pintu. Ia bersandar di belakang pintu dengan wajah shock.
"Siapa disana?!"
Sebuah suara yang panik dan langkah tergesa-gesa menghampiri Fang.
"Eh, Fang? Bukankah tadi sudah pamit?" Heran sang Ibu sambil membawa pisau dapur, takut-takut ada perampok masuk. Ia heran pada anaknya yang memasang ekspresi shock.
"Kenapa dia ada disini?" Gumam Fang pelan namun masih dapat di dengar oleh sang Ibu.
"Dia?" Heran sang Ibu. Ia pun berjalan menghampiri jendela, mengintip siapa yang Fang maksud. Sekarang sang Ibu mengerti 'Dia' yang Fang maksud. Diluar sana, lebih tepatnya di pintu pagar, terdapat Boboiboy yang memasang ekspresi bingung. Ia menatap Fang.
"Fang, itu.. di depan ada Boboiboy,"
"Apa yang dia lalukan disni, Bu?" Tanya Fang masih shock.
"Tentu saja menjemputmu untuk berangkat sekolah bersama," Ujar Sang Ibu dengan santainya.
Fang yang mendengar jawaban sang Ibu tercinta semakin shock.
"Berangkat bersama? Dengannya? Berdua? A-Ahaha... Itu pasti bercanda," Ujar Fang denga tertawa yang dipaksakan.
"Sudahlah, Fang. Berangkat bersama Boboiboy tidak seburuk itu," Ujar Sang Ibu sambil berjongkok dihadapan Fang, mengelus surai Fang dengan lembut.
"T-tapi―"
"Kasihan Boboiboy, dia sudah menunggumu. Segera hampiri dia dan meminta maaf atas tindakanmu sebelumnya,"
Fang menatap sang Ibu dengan ekspresi tak percaya.
Seriusan? Apa Ibunya lupa jika Fang takut pada laki-laki? Apa Ibunya tak takut kalau-kalau nanti di tengah jalan Fang pingsan dan siapa tahu saja Boboiboy akan melakukan yang 'iya-iya' padanya.
Oke cukup. Pikiranmu kemana-mana Fang.
"Baiklah. Aku akan berangkat—bersamanya," Ujar Fang dengan amat terpaksa. Berbanding terbalik dengan Ibunya yang tersenyum cerah.
"Bagus! Kalau begitu tunggu apalagi? Segera bangun dan pergi sekolah," Sang Ibu bangkit dari posisinya dengan bersemangat, sedangkan Fang bangkit dengan lemas.
"Aku berangkat, Bu," Ujar Fang pelan.
Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membuka pintu.
"A-ah... Pagi, Boboiboy. M-maaf, tadi ada yang tertinggal," Ujar Fang dengan gugup. Ia brjalan menghampiri Boboiboy dengan langkah ragu.
"Tidak masalah kok. Seharusnya aku yang meminta maaf, karena tiba-tiba ada di depan rumahmu," Ujar Boboiboy memasang wajah tak enak hati.
"T-Tidak apa-apa kok," Fang tersenyum dipaksakan.
"Ayo, kita berangkat!"
Mereka pun akhirnya berjalan meninggalkan rumah Fang. Selama beberapa menit tak ada yang membuka suara, mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. boboiboy bingung ingin mengatakan apa, sedangkan Fang... tentu saja dia sedang menahan diri untuk tidak berlari meninggalkan Boboiboy.
Boboiboy yang tak tahan dengan aura canggung yang menyelimuti mereka, akhirnya membuka suara. "Uhm... Fang?"
Fang yang sedang melamun, tersentak begitu mendengar Boboiboy memanggilnya.
"I-Iya?"
"Boleh kutanya sesuatu?" Tanya Boboiboy ragu.
"Silahkan,"
"Kenapa kau berjalan jauh di belakangku?" Bingung Boboiboy sambil menghentikan langkahnya dan berbalik badan, Menatap Fang yang berada lima langkah dibelakangnya.
Fang ikut menghentikan langkahnya, ia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, dan matanya menatap tak tentu arah. "Ah.. Itu.. A-aku..," Ia tergagap, tak tahu harus menjawab apa. Tak mungkin kan kalau dia bilang kalau ia berjalan jauh dibelakang Boboiboy karena takut?
"Rasanya aneh kalau kau berjalan jauh dibelakangku. Sini berjalan disampingku," Ujar Boboiboy seraya tersenyum manis.
'Bukankah jika berjalan disampingmu hanya akan membuatnya semakin terasa aneh?!' Jerit Fang dalam hati.
"Fang?" Panggil Boboiboy menatap Fang dengan tatapan bingung.
"Ah—ya, baiklah," Fang menjawab dengan gugup.
Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka dengan berjalan beriringan, tak seperti tadi. Boboiboy menatap sekeliling dengan senyuman ceria menghias wajahnya, sedangkan Fang menundukkan kepalanya sambil menggigit bibir bawahnya.
"Fang, kau tahu, aku sangat terkejut saat tahu kau menyukaiku," Boboiboy menatap Fang yang berjalan disampingnya. "Habisnya kita jarang bertemu, bagaimana bisa kau suka padaku?"
"Yah.. wajar sih kalau jarang bertemu, aku kelas 10 sedangkan kau kelas 11, dan―" Fang semakin menggigit bibir bawahnya, '―aku sama sekali tak pernah menyukaimu. Aku menembakmu karena Yaya yang meminta, maafkan aku Boboiboy.'
"Dan?" Tanya Boboiboy penasaran dengan lanjutannya.
"Dan― kuralat, kita bahkan tak pernah bertemu sebelumnya. Aku hanya mengenalmu dari cerita Yaya dan Ying," Ujar Fang langsung.
"Heh? Kita pernah bertemu kok. Tapi karena tidak sengaja,"
Fang langsung mengangkat kepalanya dan menatap Boboiboy, "Benarkah? Kapan itu?"
Mengapit dagunya dengan ibu jari dan jari telunjuk, Boboiboy memasang gaya berfikir. "Hm..., kapan ya? Ah! Upacara penerimaan murid baru! Apa kau ingat? Saat itu kau menabrakku loh," Boboiboy menjentikkan jarinya dan menatap Fang dengan bersemangat.
Sebenarnya Boboiboy berpura-pura lupa, tentu saja ia sama sekali tak melupakan kejadian itu. Fang yang waktu itu terlalu sayang untuk dilupakan.
'Upacara penerimaan murid baru?' Pikir Fang.
Ia menatap kearah samping dengan dahi yang berkerut. Ia ingat! Saat itu Fang terburu-buru karena hampir terlambat, lalu ia tak sengaja menabrak seseorang. Oh... orang itu Boboiboy rupanya...
―eh tunggu!
Fang terbelalak begitu mengingat apa yang ia lakukan setelah menabrak Boboiboy. Ia... ia melakukan sesuatu yang memalukan!
"Ah, Fang, wajahmu memerah. Apa kau sudah mengingatnya? Ahahah... Yah kalau boleh jujur, kau yang waktu itu sangat menggemaskan," Ujar Boboiboy tertawa pelan.
"D-diamlah!" Ujar Fang kesal namun wajahnya tetap memerah.
"Tapi wajah Fang yang memerah seperti ini jauh lebih imut dan menggemaskan," Ujar Boboiboy seraya tersenyum lima jari.
"J-Jangan sebut aku imut dan menggemaskan! A-aku ini tampan tahu!" Ujar Fang dengan gugup.
Melihat senyuman Boboiboy, Entah mengapa membuat detak jantung Fang berdetak dengan kencang. 'Jantungku berdegup kencang.. tapi bukan karena rasa takut yang seperti biasanya. Aku merasa seperti perasaan yang sangat menyenangkan,'
Boboiboy menolehkan kepalanya kesamping dan menghela napas pelan, 'Kenapa tidak sampai-sampai sih? Aku sangat merasa canggung berduaan dengan Fang. Ah.. apakah seperti ini rasanya jika seseorang baru pertama kali berpacaran?' Pikir Boboiboy sambil menyentuh dada kirinya, dimana jantungnya berada.
Iris hazelnya tak sengaja melihat sepasang kekasih yang berada jauh di depannya, tangan mereka saling bertautan.
Boboiboy bersemu merah begitu membayangkan dirinya dan juga Fang saling bergandeng tangan, seperti mereka.
'A-ah..., Apa yang kupikirkan sih? T-tapi tidak masalah kan jika aku menggandeng tangannya? Kita ini kan juga sepasang kekasih,' Pikir Boboiboy sambil melirik tangan kiri Fang dengan wajah bersemu.
Diam-diam Boboiboy menggerakkan tangan kanannya perlahan mendekati tangan kiri Fang. Saat beberapa senti lagi Boboiboy akan menyentuh tangan Fang, tiba-tiba tangan kiri tersebut terangkat, membuat Boboiboy membatalkan niatnya. Matanya yang sejak tadi melirik tangan Fang, kini beralih menatap wajahnya. Ah... Rupanya Fang menggunakan tangan kirinya untuk memperbaiki posisi kacamatanya.
"Apa?" Tanya Fang sadar jika diperhatikan.
"A-ah.. T-Tidak ada kok," Jawab Boboiboy dengan gugup sebelum akhirnya menatap kedepan.
Fang terdiam. Sebenarnya dia tahu apa yang ingin Boboiboy lakukan. Ia memperhatikan gerak gerik Boboiboy sejak tadi, termasuk saat Boboiboy memperhatikan sepasang kekasih tersebut. Fang tidak ingin bergandeng tangan dengan lelaki, makanya tadi ia berpura-pura memperbaiki letak kacamatanya, menghindari genggaman tangan Boboiboy.
Fang, apa kau lupa jika kau sudah pernah di gendong oleh Boboiboy?
"Ah! Akhirnya kita sudah sampai!"
Fang tersadar dari lamunannya begitu mendengar seruan Boboiboy. Akhirnya...
"Mau kuantar sampai kelas?" Tawar Boboiboy menatap Fang.
"Tidak usah. Aku permisi," Ujar Fang langsung berlari meninggalkan Boboiboy sendirian di depan gerbang sekolah.
"Kenapa terburu-buru sekali?" Heran Boboiboy masih menatap Fang yang semakin jauh.
Fang terus berlari menuju kelasnya, merutuki lorong sekolah yang sudah cukup ramai murid lelaki. Sesampainya dikelas, ia langsung duduk menatap jendela. Dikelas masih sepi, hanya ada beberapa murid laki-laki, dan ini membuat Fang agak takut, itulah sebabnya ia langsung mengalihkan matanya kearah langit biru diluar jendela. Ini pertama kalinya ia pergi ke kelas sendirian, selama ini ia selalu berangkat bersama Ying dan Yaya.
tunggu―
Ah, benar juga!
Fang panik. Ia lupa pada Ying dan Yaya yang selalu datang kerumahnya untuk berangkat bersama.
'Hah..., pasti mereka akan mengomeliku,' Pasrah Fang.
"Fang!"
'Panjang umur. Mereka sudah sampai,'
Ying dan Yaya menghampiri Fang dengan langkah tergesa-gesa, Fang semakin mempersiapkan diri.
"Benarkah tadi kau berangkat bersama Boboiboy?" Tanya Ying begitu mereka sampai tepat di depan meja Fang.
"Eh?"
Fang mengira ia akan mendapat omelan dari Yaya dan Ying, tapi ternyata tidak.
"I-iya, ibu yang menyuruhku," Jawab Fang pelan.
"Wah... itu kemajuan, Fang!" Ujar Yaya tersenyum senang.
"B-benarkah?"
"Iya. Sudah kuduga, hal ini akan membantumu menghilangkan traumamu itu," Ujar Yaya bersemangat.
"Tapi kita melupakan satu hal," Ujar Fang pelan sambil menundukkan kepalanya.
"Kita melupakan satu hal yang penting,"
Ying dan Yaya menatap bingung kearah Fang. Apa yang mereka lupkana?
Fang mengangkat kepalanya dan menatap mereka dengan tatapan bersalah.
"Kita melupakan perasaan Boboiboy itu sendiri,"
TBC
