"Kuulurkan jari telunjukku untuk menekan bel interphone yang tertempel di samping pintu sebuah kamar apartement mewah. Suara jawaban dari sang tuan rumah sedikit membuatku terkejut.
'siapa?'
"A-ano, aku Akemi Shinju yang datang untuk merapikan apartement anda."
'Orang yang dikirim oleh perusahaan, ya. Tunggu sebentar.'
Terdengar suara langkah kaki berhenti tepat dibalik pintu, dan bunyi handel pintu yang diputar. Lalu tampak seorang pemuda bersurai crimson dari balik pintu dengan mata heterochrome merah jingga- terlihat bagai mata kucing yang indah, membuatku seolah terhipnotis oleh keindahan mata sang pemuda. Tak kusadari sebuah senyum lebar tengah merekah diwajahku, dan dengan senangnya aku berucap, "Matamu sangat indah."
Wajah terkejut dengan semburat merah tipis dipipinya, adalah hal yang selalu kuingat disaat pertemuan pertamaku dengannya.
.
.
Kuroko No Basuke by Tadatoshi Fujimaki
Canvas by Yuzu Nishikawa
(Akashi Seijuurou x Akemi Shinju)
Warnings! Semi-AU, Typo, OOC, tanda baca dan tata bahasa tak sesuai EYD, demi apapun judul dan isi cerita ga nyambung -_-
Credit Fanart to owner
Thanks Natsume Rokunami for editing cover :* /hug
Dedicate for Akashi Seijuurou Birthday
Happy Birthday my lovely Emperor Akashi Seijuurou :*
Don't Like, Don't Read!
.
.
Shinju POV
Awalnya,
Aku bekerja menjadi pelayan dari pemuda bernama Akashi Seijuurou hanya untuk sementara. Menggantikan ibuku yang saat itu tiba-tiba sakit karena kelelahan. Ibu yang bekerja di perusahaan Akashi Corp pun, awalnya bekerja sebagai salah satu staff kebersihan. Tapi karena ibu adalah seorang pegawai yang rajin dan bertanggung jawab, manager perusahaan menawarkan ibu untuk menjadi pelayan yang bertugas dirumah anak dari pemilik perusahaan Akashi Corp. Selain jam kerjanya yang sebentar dan sudah ditentukan, pekerjaannya pun hanya sedikit, yaitu bersih-bersih kamar apartement dan memasak makan malam, ditambah kenaikan gaji. Tanpa mempertimbangkan apa pun ibu langsung menyetujuinya. Tapi satu hari sebelum ibu mulai resmi bekerja dirumah tuan muda, ia tumbang karena kelelahan. Hingga akhirnya aku yang menggantikan ibu untuk sementara.
Tapi setelah ibu sembuh, ucapan dari tuan muda-
"Berikan anakmu padaku. Biarkan dia terus bekerja disini dan kau kembalilah bekerja diperusahaan. Akan kuminta pada manager jam kerjamu dikurangi dan akan ada kenaikan gaji, dan tak usah khawatir anakmu akan tetap menerima gaji sesuai kesepakatan."
-membuatku dan ibu betul-betul tercengang. Dan bodohnya diriku karena saat pertemuan awal kami, aku tak mengenalinya. Padahal dia, teman satu sekolah, satu angkatan, satu kelas, absensinya berada tepat diatasku, dan duduk didepanku pula. Ditambah dia ketua dewan kesiswaan, kapten klub basket dan siswa terpintar seangkatan. Kenapa aku sampai tak mengenalinya.
Aku mengerang frustasi didepan wash dishes, saat mengenang kembali kebodohanku dulu. Tak menyadari kehadiran tuan mudaku yang baru saja selesai mandi dan tengah menengak air mineral dari dalam lemari es.
"Kau baik-baik saja? Ada apa?"
"Maaf tuan mu- Kyaaa apa yang anda lakukan! Sudah kubilang berapa kali pakai baju anda setelah selesai berendam di ofuro." Jeritku, melihat tuan muda yang hanya mengenakan celana training hitam panjang dan tak memakai baju; menampakan perut sixpack yang menggoda, dan hanya ada handuk kecil tersampir dikepalanya.
Aku membeku seraya membekap mulutku sendiri. Menyadari kebodohan yang baru saja kulakukan. 'Apa yang kulakukan? Kenapa aku mengomelinya. Bagaimana jika dia marah?'
Berbagai pikiran negatif mulai memenuhi otakku, dan aku harap ia tak memberikan hukuman padaku. Lihat saja sekarang dia tengah tersenyum.
Eh?
Apa?
Di-dia tersenyum. Sebuah senyum kecil, bukan seringaian iblis seperti biasanya.
"Maaf selesai berendam tadi aku sangat haus dan air yang ada dikamar habis, jadi aku segera ke dapur untuk minum."
"Eh? M-maaf itu salahku. Aku lupa mengisi air mineral dikamar anda, dan apa suhu air untuk berendamnya terlalu panas?" tanyaku, sedikit membungkukkan tubuh sebagai permintaan maaf.
"Tidak, suhu airnya pas. Dan bukan salahmu kalau lupa mengisi air mineral, kau kan baru saja selesai mencuci peralatan makan." Balasnya, tetap dengan senyum tulus.
Apa ini?! Apa yang sebenarnya telah terjadi pada tuan muda absoluteku ini. Kenapa dia tersenyum dan minta maaf, bukan memojokanku dan menyeringai iblis. Kenapa reaksinya berbeda dengan biasanya. Padahal bulan lalu saat kejadiannya sama seperti ini, ia akan berjalan mendekat dengan seringaian jahil dan memojokanku dimeja wash dishes hingga wajahku memerah seperti tomat.
Bukan berarti aku mengharapkan itu, hanya saja aku yang sudah mengenalnya selama 8 bulan ini-mengingat kebiasaannya, kurang lebih aku tau reaksi apa yang akan ia tunjukan. Tapi, sejak ia kembali dari Tokyo setelah pertandingan Winter Cup, sikapnya perlahan berubah. Sejujurnya aku merasa senang saat ia perlahan berubah, hanya saja perubahan pada dirinya sedikit mengangguku karena ia jadi terlihat berbeda. Ahh, benar juga. Sebenarnya ada beberapa perubahan mencolok dari dirinya.
Pertama matanya. Iris yang biasanya berbeda warna, kini keduanya berwarna crimson seperti surainya. Aku memang menyukai manik heterochromenya, tapi irisnya yang sekarang pun tak kalah indah dengan iris heterochromenya.
"Akemi san, kau sudah selesai mencuci peralatan makan?"
"Hm. Iya aku sudah selesai, tuan muda."
Kedua caranya memanggil namaku. Biasanya ia memanggil nama kecilku, tapi sekarang ia memanggilku dengan nama keluarga, ditambah dengan suffix san. Ini sedikit mengangguku.
"Kalau begitu biar kuantar pulang."
"Eh?! Tidak usah tuan muda. Rumahku juga tak terlalu jauh dari apartement ini. Jalan kaki selama 15 menit aku pasti sampai, lagipula ini masih belum terlalu malam."
"Tidak apa-apa. Bahaya jika seorang wanita pulang sendiri saat hari sudah mulai gelap seperti ini. Tunggu sebentar, aku pakai baju dahulu." Ucap tuan muda, lalu melangkahkan kaki menuju kamar pribadinya.
Yang terakhir caranya memperlakukanku. Dia jadi lebih sopan dan tak semena-mena terhadapku. Biasanya ia tak mungkin mau mengantarku pulang, terkadang aku malah pulang lebih malam karena membantu merapikan dokumen dewan kesiswaan yang ia bawa pulang dan ia tak mengantarku, tapi sekarang… lihat, ia bahkan memperlakukanku layaknya wanita.
"Maaf menunggu lama. Ayo, kuantar kau pulang."
Aku mengangguk kecil dan mengikutinya yang sudah terlebih dahulu berjalan menuju pintu depan. Yah, mungkin aku harus membiasakan diri dengan sikap tuan mudaku yang sekarang.
.
.
Author POV
Sepanjang perjalanan dari apartement milik Seijuurou, tak ada satu pun dari mereka yang hendak membuka pembicaraan. Seijuurou berjalan berdampingan dengan Shinju dalam diam, sedangkan Shinju sendiri lebih memilih berjalan dengan wajah menunduk. Hingga sebuah tarikan dilengan Shinju dan sebuah dekapan hangat, membuat gadis itu mendongkak dengan wajah memerah.
"Astaga, apa pengemudi mobil itu tak punya SIM?! Ia mengendarai mobil diatas kecepatan rata-rata." Omel Seijuurou, saat sebuah mobil melaju kencang disebelah Shinju. Otomatis lengan kekar Seijuurou segera menarik gadis itu kedalam pelukannya.
"Tu-tuan muda…"
Seijuurou menunduk, mendapati wajah Shinju yang memerah dan sangat dekat dengannya. "Ahh, maafkan aku. Tanpa sadar aku memelukmu."
Shinju menggeleng pelan sebagai jawabannya. Ada sebersit perasaan kecewa ketika Seijuurou melepas pelukan darinya. Sebuah uap putih mengepul ketika Shinju menghela nafas pelan, sebentar lagi ia akan sampai dirumahnya. Tapi karena kejadian tadi, ia harus mengalami situasi canggung dengan sang tuan muda. Memberanikan diri, Shinju hendak membuka percakapan.
"Tu-tuan muda?"
"Hn?"
"Ano, etto…"
Seijuurou menoleh. Mengernyitkan dahinya, karena Shinju tak juga kunjung berbicara. "Ada apa Akemi san?"
"Uhm, maaf jika perkataanku tak sopan. Tapi apa tuan muda bisa memanggil nama kecilku saja, seperti biasa. Etto, karena biasanya tuan muda memanggilku Shinju, sedikit aneh jika sekarang tuan muda memanggilku Akemi san."
Seijuurou tersenyum kecil menanggapi permitaan Shinju. "Baiklah, tapi ada syaratnya."
"A-apa syaratnya?" tanya Shinju, sedikit was-was.
"Berhenti memanggilku tuan muda. "
"Tapi kan…"
"Tidak ada penolakan," potong Seijuurou. "Itu terlalu formal. Apalagi kau teman sekelas disekolah, rasanya aneh jika kau memanggilku tuan muda."
'Padahal dulu ia tak pernah mempermasalahkan panggilan tuan muda itu.' Pikir Shinju.
"Baiklah, Akashi sama."
"Hei, apa bedanya dengan panggilan tuan muda?!" protes Seijuurou.
"Kalau begitu, Akashi san?"
"Kau saja tidak mau dipanggil Akemi san, kenapa aku harus mau dipanggil Akashi san." Tolak Seijuurou.
"Kalau begitu aku harus memanggil anda bagaimana?" tanya Shinju, sedikit jengah karena terus menerima penolakan dari Seijuurou.
"Seijuurou. Panggil saja Seijuurou."
"EH?! I-itu terlalu tidak sopan, jika aku memanggil nama kecil anda."
"Tidak apa-apa. Aku yang memintamu memanggilku Seijuurou. Ingat, aku tidak terima penolakan."
Shinju mengerutkan dahinya, tanda ia kebingungan. Selama ini ia tak pernah memanggil orang lain dengan nama kecil mereka, terlebih laki-laki. Tapi kali ini tuan mudanya meminta ia memanggil dengan nama kecilnya. Shinju menghembuskan nafas kembali menimbulkan uap putih yang keluar dari mulutnya.
"Baiklah kalau begitu, Seijuurou kun?"
"Begitu lebih baik, Shinju."
Wajah Shinju menampakan semburat merah tipis. Padahal ia sering mendengar tuan mudanya itu memanggil dengan nama kecilnya. Tapi entah mengapa, saat ini ketika tuan mudanya memanggil ia dengan nama kecilnya, jantungnya bedegup kencang dan ada sebuah perasaan menggelitik dihatinya.
"Kita sudah sampai dirumahmu."
Seijuurou dan Shinju berhenti disebuah bangunan bertingkat, tempat tinggal Shinju dan ibunya. Berbeda dengan apartement mewah yang ditempati oleh Seijuurou, Shinju tinggal disebuah kamar flat kecil dengan dapur, kamar mandi, dan dua buah ruangan kecil untuk ruang tidur dan ruang tamu.
"Terima kasih sudah mengantarku pulang tu- ahh maksudku Seijuurou kun." Ujar Shinju, sedikit malu saat mengucapkan nama kecil sang tuan muda.
Seijuurou tertawa kecil, lalu mengacak pelan surai Shinju. "Sama-sama. Masuklah, udara malam makin dingin kau bisa sakit."
Shinju mengangguk dan melangkahkan kakinya memasuki halaman flat. Tapi baru beberapa langkah, ia menoleh kembali. Ditempat tadi Seijuurou masih setia berdiri, seolah-olah ia memastikan Shinju langsung masuk kedalam flatnya. Terbersit sebuah perasaan tak enak, Shinju mengepalkan kedua tangannya erat dan berjalan balik, kembali menghampiri Seijuurou.
"Ada ap-"
Seijuurou menghentikan pertanyaannya ketika Shinju melepas syalnya dan melilitkannya dileher Seijuurou. "Wa-walau pun belum turun salju, tapi udara malam ini sangat dingin. Jangan sampai Se-Seijuurou kun sakit."
Seijuurou tersenyum kecil, lalu mengeratkan syal yang melilit lehernya. Semerbak wangi vanilla memasuki indra penciuman Seijuurou, wangi vanilla yang berasal dari syal milik Shinju. Di genggamnya ujung syal tersebut, dan Seijuurou menyesap wangi vanilla yang khas dengan gadis dihadapannya itu. "Terima kasih."
Shinju menunduk, mencoba menutupi rona merah diwajahnya. "Sama-sama. Ma-maaf jika syal itu kotor, seharusnya aku mengambil syal yang baru di flat."
"Tidak. Ini tidak kotor, ini cukup untuk menghangatkanku."
"Ka-kalau begitu aku permisi. Seijuurou kun juga pulang saja." Pamit Shinju, sedikit membungkukan tubuhnya, sebelum ia berlari menaiki anak tangga flat tersebut dengan wajah merona merah hingga telinganya.
Ketika sosok Shinju hilang dibalik pintu kamar flatnya, Seijuurou tersenyum kecil. Kembali menggenggam ujung syal tersebut dan menciumnya. "syal ini sangat hangat, Shinju."
.
.
"Pagi, Shinju chan." Sapa wanita berusia awal 30 tahun.
"Selamat pagi ibu."
Shinju memasukan buku-buku sekolahnya kedalam tas secara terburu-buru. Lalu segera beranjak dari ruang utama kamar flat tersebut. "Ada apa kau buru-buru sekali Shinju chan?" tanya sang ibu, yang tengah menyanggul rambut panjangnya.
"Ti-tidak ada apa-apa ibu. Aku berangkat dulu. Jaa, ittekimasu." Pamit Shinju, berlari kecil menuju pintu depan.
Sang ibu hanya dapat geleng-geleng kepala melihat putri kecilnya pergi dengan terburu-buru, hingga sesosok pemuda terlihat dari jendela kamar flatnyamembuat sang ibu mau tak mau tersenyum juga.
"Ya ampun. Ternyata ada seorang pangeran yang menjemput putriku pagi ini." Gumam sang ibu, melihat seorang pemuda bersurai crimson berdiri didepan pagar flat mereka dan tak lama sosok sang putri tercinta terlihat menghampiri sang pemuda.
.
.
Canggung dan tak dapat berbicara, adalah hal yang saat ini Shinju alami. Pagi ini ia dikejutkan oleh dering ponselnya, bukan dering alarm pagi yang biasa ia setel, tapi dering telepon masuk yang membangunkan gadis itu. Ditambah ID Calling tersebut yang membuat Shinju membuka paksa kedua matanya.
'Akashi Seijuurou is calling'
Mau tak mau Shinju mengangkat telepon tersebut dengan suara serak khas bangun tidur.
"Ha-halo tu- Seijuurou kun. Selamat pagi. Apa ada yang bisa kubantu pagi ini?" ucap Shinju, ketika ia mengangkat telepon tersebut.
Suara tertawa kecil terdengar dari ujung telepon, disusul suara baritone sang penelpon. 'Selamat pagi, Shinju. 10 menit lagi aku sampai di flatmu, kalau bisa aku ingin kau sudah siap untuk berangkat bersama denganku.'
Dan saat itu juga Shinju beranjak dari futon dan selimut tebalnya, mematikan telepon secara sepihak, dan mencuci muka, menyikat gigi dikamar mandi serta mengganti piyama dengan seragam sekolahnya. Melakukan kegiatan pagi dengan terburu-buru ketika melihat sang tuan muda sudah berdiri dipagar flatnya.
Shinju menghela nafas lelah, ada apa dengan tuan mudanya ini. Tumben sekali ia datang menjemput Shinju pagi-pagi. Biasanya sang tuan muda berangkat menaiki bus daripada berjalan menuju sekolah bersamanya. Terlebih, kenapa sang tuan muda harus memakai syal miliknya tadi malam. Apa ini salah satu kejahilan sang tuan muda, entahlah Shinju sendiri tak yakin. Tiba-tiba bunyi suara perut menggema, membuat wajah Shinju merona malu. Diliriknya sang tuan muda yang saat ini menoleh menatap wajah Shinju. Ditatap oleh sang tuan mudanya, Shinju hanya dapat tertawa canggung.
"Ma-maaf aku tak sempat sarapan."
Mendengar hal itu Seijuurou hanya dapat terkekeh kecil, terlebih saat melihat wajah Shinju tambah merona karena ia tertawa. "Maaf aku menertawakanmu. Kita berhenti di combini depan sana. Sepotong sandwich dan sekotak susu mungkin bisa membuat perutmu bertahan hingga jam makan siang."
Shinju hanya mengangguk berkali-kali, tak sanggup menjawab karena ia masih menahan malu akibat bunyi perutnya tersebut. Seijuurou mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Shinju menuju sebuah combini. Setelah memasuki combini, Seijuurou segera berjalan menuju deretan rak roti, mengambil sebungkus sandwich dan menyerahkannya kepada Shinju, lalu berjalan menuju lemari pendingin mengambil sekotak susu. Setelah sarapan untuk Shinju sudah mereka dapatkan, Seijuurou berjalan menuju mesin minuman hendak membeli segelas kopi panas.
"Untuk siapa kopi itu?" tanya Shinju, bingung.
"Tentu saja untukku." Jawab Seijuurou.
Shinju menahan tangan Seijuurou, saat ia hendak menekan tombol kopi yang akan mengisi cup kopinya. "Kembalikan cup kopi tersebut, Seijuurou kun. Kafein dipagi hari tak bagus untuk lambungmu. Ganti dengan sekotak susu saja ya."
Seijuurou tampak menimbang permintaan Shinju, lantas ia tersenyum. "Baiklah, tapi aku ingin kau menemaniku saat jam makan siang."
"Eh? Tapi..."
"Tak ada penolakan, atau aku tetap meminum kopi ini." Ancam Seijuurou.
"Baiklah, baiklah..." menghela nafas pelan, Shinju meletakan kembali cup kopi dan mengambil sekotak susu dilemari pendingin.
Setelah itu Seijuurou kembali menarik tangan Shinju menuju kasir dan membayar sarapan pagi tersebut.
.
.
"Makan saja. Aku tak masalah."
"Kau yakin, Seijuurou kun?"
Setelah mampir sebentar ke combini, Seijuurou dan Shinju kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju sekolah. Tapi selama dijalan mereka terlihat sedikit berdebat karena hal sepele.
"Aku bilang tak masalah. Untuk kali ini saja aku memakluminya. Sudah cepat makan saja, kau lapar kan."
"Memang sih... hanya saja, biasanya kau tak suka aku makan sambil berjalan karena melanggar etika dan tata krama."
Seijuurou menghela nafas lelah, lalu menusukan sedotan kedalam kotak susu yang ia beli dan meminumnya. "Lihat aku meminum susu sambil berjalan. Sudah makan saja sandwichnya aku tak mempermasalahkannya kali ini."
Walau ragu akhirnya Shinju membuka bungkus sandwich yang dibelikan Seijuurou dan memakannya sedikit, lalu ia melirikkan matanya kearah Seijuurou. Seijuurou tersenyum kecil dan mengelus puncak kepala Shinju pelan. "Bagus, anak pintar."
"Kau sudah sarapan, Seijuurou kun?" tanya Shinju, sedikit berbasa-basi.
Seijuurou menyesap susu dari sedotannya, lalu menggeleng kecil seraya berkata, "Aku tak suka sarapan pagi."
Mata Shinju melebar, dengan cepat ia menoleh menatap pemuda disampingnya. "Kenapa tak sarapan? Kau bisa sakit kalau begitu."
"Tidak apa." Seijuurou terkekeh, "Sejak masuk SMA dan tinggal disini, aku biasa tak sarapan pagi. Minum secangkir kopi atau segelas susu sudah cukup bagiku."
Mendengar hal tersebut, sedikit membuat Shinju kesal. Disodorkannya sandwich yang tengah ia makan didepan bibir Seijuurou. "Makan sedikit. Kau tak boleh membiarkan perutmu kosong."
Mata Seijuurou mengerjap beberapa kali, lantas tersenyum. Lalu ia mulai membuka mulutnya dan mengigit sandwich pemberian Shinju. "Terima kasih."
Mendengar ucapan tersebut, tentu membuat Shinju senang. Dengan senyum diwajahnya Shinju mengangguk sebagai balasan ucapan terima kasih, dan kembali memakan sandwich yang tadi ia sodorkan kepada Seijuurou. Mengigit kecil dan menguyahnya secara perlahan. Tapi baru beberapa kali ia mengunyah, ia mengingat sesuatu yang membuat iris matanya kembali melebar dan sandwich yang tengah ia makan tanpa sadar turun menuju tenggorokannya, hingga ia tersedak.
Seijuurou yang terkejut segera menepuk-nepuk halus punggung Shinju dan memberikan kotak susu yang ia minum. Shinju segera merampas kotak susu tersebut dan meminumnya dengan rakus. Kembali mengingat suatu hal, Shinju justru menyemburkan susu yang diminumnya.
"Astaga, Shinju kau ini kenapa?" tanya Seijuurou, panik.
Shinju hanya dapat terbatuk-batuk, dan memukul pelan dadanya yang terasa sakit. Hingga sebuah suara menginterupsi kegiatan Seijuurou yang tengah menepuk punggung Shinju.
"Akashi/Sei chan."
Terdengar suara langkah kaki mendekati Shinju dan Seijuurou yang berdiri tak jauh dari gerbang sekolah. Melihat dua orang yang dikenalnya, Seijuurou segera meminta pertolongan.
"Mibuchi san, apa kau punya air mineral?" tanya Seijuurou, masih menepuk pelan punggung Shinju.
"Eh? Iya kebetulan tadi aku mampir ke combini."
"Boleh kuminta airnya?"
"Silakan." Balas Mibuchi, menyerahkan sebotol air mineral pada Seijuurou.
Seijuurou segera membuka tutup botol air mineral yang masih tersegel itu, dan menyerahkannya pada Shinju. Shinju menerima botol tersebut dan meminumnya.
"Pelan-pelan saja Shinju." Ujar Seijuurou, memperingati. Tak mau gadis tersebut kembali terbatuk-batuk.
Shinju menenguk air pemberian Seijuurou pelan-pelan. Setelah merasa tenggorokannya lebih baik, ia kembali menyerahkan botol air mineral tersebut pada Seijuurou. "Terima kasih... Uhuk... Seijuurou kun."
"Kau seharusnya berterima kasih pada Mibuchi san." Shinju menoleh kesebelah kirinya tampak Mibuchi memandang khawatir Shinju dan disebelahnya Hayama hanya memperhatikan Shinju.
"Kau sudah lebih baik? Habiskan saja airnya kalau tenggorokanmu masih sakit." ujar Mibuchi.
Shinju menggeleng pelan dan tersenyum menanggapi kekhawatiran Mibuchi. "Tidak, aku sudah baik-baik saja. Terima kasih atas airnya Mibuchi senpai."
Mibuchi menghela nafas lega mendengar hal tersebut dari Shinju. Sejujurnya ia sendiri terkejut karena dua hal, pertama ia terkejut karena melihat Shinju terbatuk-batuk dengan keras hingga memukul dadanya dan yang kedua adalah saat Seijuurou berteriak meminta air dengan wajah panik, padahal biasanya ia bahkan tetap bergeming walau ada seseorang yang pingsan didepannya. Tapi tadi wajahnya terlihat panik dan ia juga mengelus pelan punggung siswi klub kesenian tersebut.
"Astaga, sebenarnya apa yang terjadi padamu, Shinju? Padahal tadi kau baik-baik saja saat pertama kali memakan sandwichnya." tegur Seijuurou, kembali berjalan menuju sekolah yang gerbangnya terlihat beberapa meter lagi dari tempat Shinju tersedak.
Shinju tertawa canggung, bingung ingin membalas ucapan Seijuurou. "Etto, tadi aku teringat suatu hal..."
"Hal apa? Jangan bilang itu bukan hal yang tidak penting!?"
"Sayangnya itu... Memang hal yang tak penting." jawab Shinju, kembali diiringi tawa canggung.
Seijuurou menghela nafas lelah, lalu menyentil kening Shinju. "Dasar. Lain kali jangan diulangi lagi, kau tau betapa paniknya aku tadi."
Shinju hanya dapat mengelus dahinya yang mendapat sentilan dari Seijuurou dengan wajah merona, ketika mendengar pernyataan tak langsung dari sang tuan muda. Secara tak langsung Seijuurou mengatakan dirinya khawatir pada Shinju. Siapa sangka tuan mudanya khawatir hingga seperti itu. Jika kejadian tersebut terjadi pada Seijuurou yang dulu, pasti keadaannya tak akan seperti tadi. Karena terlalu asyik memikirkan hal tersebut, Shinju tak menyadari jika kini yang berjalan disebelahnya adalah Mibuchi. Sedangkan Seijuurou berjalan beberapa langkah didepan Shinju bersama dengan Hayama.
"Shinju chan?" panggi Mibuchi. Shinju menoleh, mendapati Mibuchi yang berjalan disebelahnya.
"Eh, Mibuchi senpai. Ada apa?"
"Sebenarnya tadi kau memikirkan hal apa? Jika hal yang tidak penting kau tak mungkin sampai tersedak seperti itu."
Shinju meringis, dirinya sadar kalau ia tak mungkin bisa berbohong atau menyembunyikan sesuatu dari Mibuchi yang sangat peka terhadap perasaan wanita. Shinju melambaikan tangannya, memberi gesture agar Mibuchi mendekat dan ia bisa membisikan hal yang menganggunya tadi.
"Sebenarnya tadi aku baru menyadari, kalau... aku, uhm... tidak sengaja-" Shinju berbisik dengan ragu, "-melakukan ciuman tak langsung dengan Seijuurou kun."
"Eh apa!?"
Shinju meletakan jari telunjuknya didepan bibir. "Sttt, sttt..."
Mibuchi refleks menutup mulutnya, saat tanpa sadar ia baru saja menjerit tadi.
"Ada apa?" tanya Seijuurou, berhenti berjalan dan menoleh kebelakang saat ia mendengar Mibuchi berteriak.
Mibuchi dan Shinju tersenyum canggung kepada Seijuurou. "Tidak apa-apa Sei chan. Maaf tadi aku hanya sedikit terkejut."
Seijuurou mengernyitkan dahinya bingung, lalu kembali berjalan bersama Hayama. Dengan suara berbisik, Mibuchi kembali mengajukan pertanyaan.
"Ya ampun, bagaimana bisa itu terjadi? Kau harus menceritakannya padaku!" ujar Mibuchi. Shinju sendiri sebenarnya tak keberatan bercerita pada Mibuchi, karena walau kakak kelasnya itu adalah laki-laki, tapi ia orang yang lembut dan paling mengerti dengan perasaan wanita.
"Sebenarnya..."
"Ne, Akashi hari ini baumu lain ya." Suara cempreng Hayama mengalihkan atensi Mibuchi pada Shinju.
"Chotto, Kou chan. Ucapanmu sangat tidak sopan!" omel Mibuchi, berjalan mendekati Seijuurou dan Hayama yang berada beberapa langkah didepannya. Mau tak mau Shinju ikut menyusul tiga pemuda klub basket tersebut.
"Ehh, tapi ucapanku benar. Bau Akashi hari ini berbeda." sahut Hayama.
"Ya ampun. Bukan bau Kou chan, kau harus menyebutnya wangi bukan bau. Memangnya kau hewan, biasa mengendus bau."
"Aku bukan hewan, Reo nee!" protes Hayama dan kembali melanjutkan ucapan nya,
"Biasanya Akashi itu berbau mint, tapi kali ini ia berbau manis."
"Astaga harus berapa kali kubilang, wangi Kou chan, wangi. Tapi apa yang kau ucapkan memang benar, wangimu hari ini berbeda sekali, Sei chan."
"Hoo, benarkah?" sahut Seijuurou singkat.
"Ini wangi parfum yang biasa dipakai wanita. Uhm, kalau tak salah wangi ini... ahh benar wangi vanilla. Tak banyak gadis yang menjadikan wangi vanilla sebagai parfum mereka, karena menurut mereka wangi ini terlalu manis dan kekanakan." tebak Mibuchi.
Hayama mengelus dagunya dan tampak berpikir. "Hmm, tapi bau ini rasanya tak asing."
"Hm, kau benar." timpal Mibuchi.
Shinju mulai melambatkan langkah kakinya, mencoba memberi jarak pada para pembasket tersebut.
"Ahh..." teriak Mibuchi dan Hayama kompak. "Wanginya sama seperti wangi Shinju chan."
Shinju menghentikan laju jalannya, tubuhnya seolah membeku saat ditatap oleh dua pasang mata menyelidik sang kakak kelas. Sedangkan Seijuurou sendiri hanya mendengus geli menanggapi hal tersebut.
"Ha..." Shinju melirikan matanya ke kanan dan ke kiri tanda ia gugup. "Ha..ha..ha ya ampun banyak yang menjual parfum dengan aroma vanilla kan. Jangan berpikir yang macam-macam, mungkin Seijuurou kun ingin mencoba wangi yang berbeda." sanggah Shinju.
Hayama mengerjapkan manik emeraldnya beberapa kali, lalu memberi cengiran lebar. "Kau benar. Terkadang aku pun ingin mencoba wangi parfum yang baru, tapi aku tak menyangka kau akan memilih wangi vanilla, Akashi." celoteh Hayama, kembali berjalan bersama Seijuurou memasuki gerbang sekolah Rakuzan high school. Sedangkan Mibuchi masih berdiri ditempatnya, menunggu Shinju berjalan sejajar dengannya. Dan ketika mereka berjalan sejajar, Mibuchi mulai berbicara. "Kau berhutang dua cerita padaku."
Shinju menghela nafas mendengar penuntutan Mibuchi. Hayama mungkin bisa ia bohongi, tapi tidak untuk Mibuchi. "Ya ampun ceritanya panjang, Mibuchi senpai."
"Kalau begitu bagaimana kalau cerita saat jam makan siang?" tawar Mibuchi.
"Maaf Seijuurou kun sudah terlebih dahulu membuat janji denganku."
"Ara~ kurasa sekarang kau berhutang tiga cerita."
"Senpai!" ucap Shinju, gemas pada kakak kelasnya tersebut yang sangat peka terhadap permasalahan wanita.
"Mayuzumi san, pagi."
Suara sapa Hayama sekali lagi berhasil mengalihkan perhatian Mibuchi pada Shinju.
"Hmm, pagi."
"Selamat pagi, Mayuzumi san." sapa Seijuurou pada pemuda dengan helaian abu dengan sebuah light novel ditangannya.
"Pagi, Akashi." balas Mayuzumi, dengan suara dan wajah datar andalannya.
Mibuchi dan Shinju sedikit berlari menghampiri tiga pemuda tersebut.
"Pagi Mayuzumi san/Mayuzumi senpai." sapa Mibuchi dan Shinju bersamaan.
"Pagi. Ada apa ini, tidak biasanya kalian datang bersama?"
"Tidak, kami kebetulan bertemu tadi didepan gerbang." jawab Seijuurou.
"Pagi." sapa sebuah suara diikuti oleh sendawa keras.
Para starting member tim basket dan Shinju menoleh, mendapati seorang pemuda dengan tubuh kekar tak normal untuk ukuran anak SMA, berjalan menghampiri mereka.
"Ei chan, sudah kubilang jangan bersendawa seperti itu, tidak sopan." omel Mibuchi.
"Tumben sekali melihat kalian datang bersama." ucap Nebuya, mengacuhkan omelan Mibuchi.
Lengkap sudah para starting member tim basket Rakuzan, yang kini berjalan bersama dengan Shinju. Shinju memang dekat dengan para starting member Rakuzan bukan tanpa alasan. Karena dirinya bekerja dengan Seijuurou, tentu saja secara tak sadar ia menjadi dekat dengan para pembasket andalan tim Rakuzan tersebut. Dan hanya mereka yang mengetahui, jika Shinju bekerja sebagai pelayan di apartement Seijuurou.
Shinju sadar kehadiran Seijuurou saja sudah cukup untuk merebut perhatian para siswa dan siswi Rakuzan high school. Kini ditambah dengan starting member tim basket, sudah pasti perhatian para siswi dan siswa terpusat pada mereka.
Shinju sendiri sebenarnya tak nyaman berjalan disamping Seijuurou, dan didepannya ada Hayama yang terus mencoba mengajak Mayuzumi mengobrol walau hanya ditanggapi dengan jawaban serta gumaman singkat sedangkan dibelakangnya ada Mibuchi yang tengah mengomeli Nebuya. Shinju tau kalau saat ini ia tengah menjadi pusat perhatian para fans klub tim basket. Berdoa saja semoga setelah ini ia tak mendapat perlakuan tak mengenakkan dari para fangirl starting member tim basket Rakuzan high school.
.
.
Saat dering bel tanda istirahat berbunyi. Para siswa dan siswi Rakuzan high berbondong-bondong menuju kantin sekolah. Begitu pula dengan Shinju dan Mibuchi. Seharusnya saat ini Shinju makan siang bersama Seijuurou, mengingat tadi pagi ia sudah berjanji. Tapi sayang, tugas dewan kesiswaan terpaksa membuat Seijuurou membatalkan janjinya. Sesaat setelah Seijuurou meminta maaf karena membatalkan janjinya, dengan segera Shinju mengirim email kepada kakak kelasnya tersebut.
Setelah mendapatkan menu makan siang yang diinginkan, Shinju dan Mibuchi memilih bangku di ujung kantin agar pembicaraan mereka tak terdengar siapapun. Sembari menyantap makan siang, Shinju mulai bercerita secara bertahap mengenai perubahan Seijuurou, saat ia meminjami syal miliknya, lalu tiba-tiba Seijuurou datang menjemputnya dan bagaimana terjadinya ciuman tak langsung yang berujung dengan tersedaknya Shinju.
Terlihat senyum lebar dan tatapan berbinar dari wajah Mibuchi, menandakan ia tengah senang mendengar cerita Shinju. Hendak ia membuka suara, tapi-
"Jadi begitu."
-Suara orang ketiga mengejutkan Mibuchi serta Shinju.
Mereka menoleh ke asal suara tersebut, dan mendapati pemuda bersurai abu tengah menyendokan sepotong puding kedalam mulutnya.
"Mayu...zumi sen...pai?" lirih Shinju dengan suara tercekat, karena terkejut.
"Se-sejak kapan?" tanya Mibuchi, tak kalah terkejutnya dengan Shinju.
"Sebelum kalian duduk disini." Jawab Mayuzumi, tanpa mengalihkan perhatiannya dari rangkaian-rangkaian kalimat dalam light novel ditangannya.
Shinju meremas surainya pelan dengan wajah merona. "Senpai, kau mendengar da-"
"Dari awal. Sudah kubilang aku duduk disini sebelum kalian datang." Potong Mayuzumi.
Ingin rasanya Shinju memukul kepalanya hingga ia hilang ingatan, atau mencari lubang untuk mengasingkan dirinya sementara, ketika sang kakak kelas minim ekspresi itu ikut mendengar curhatan Shinju tanpa sengaja.
"Maa, Shinju chan tak usah terlalu panik seperti itu. Lagipula Mayuzumi san tak mungkin menceritakan hal tersebut pada siapa pun, kan?" ujar Mibuchi, mencoba menenangkan Shinju walau ia ragu. Bagaimana pun ia merasa tak enak pada Shinju karena memaksa bercerita tanpa menyadari kalau ada Mayuzumi saat itu.
"Aku bukan orang yang suka menyebarkan curhatan seorang gadis kepada siswi-siswi sekolah hingga menjadi gosip murahan." Jawab Mayuzumi, sarkatis. Mibuchi dan Shinju menghela nafas lega mendengar jawaban Mayuzumi-
"Tapi kalau kuceritakan pada Akashi mungkin akan menarik."
-hanya untuk sesaat.
"Senpai!" teriak Mibuchi dan Shinju bersamaan. Mayuzumi menutup kedua telinganya mendengar jeritan sang adik kelas.
"Aku hanya bercanda. Ya ampun, kalian percaya oleh lelucon asalku tadi? Lucu sekali. Lihat sekarang berkat ulah kalian, pusat perhatian para siswa tertuju kesini." Ujar Mayuzumi.
Mibuchi dan Shinju mengedarkan pandangan keseluruh area kantin, mendapati berpuluh pasang mata siswa menatap mereka dengan wajah bingung dan ingin tau apa yang terjadi. Setelah membungkuk minta maaf karena berteriak, Shinju dan Mibuchi kembali mengalihkan perhatiannya kepada kakak kelas berhelai abu itu.
"Apa?" tanya Mayuzumi, mengernyitkan dahinya bingung ketika ditatap oleh mereka. Mibuchi menghela nafas pelan, sedangkan Shinju masih menatap Mayuzumi.
"Senpai, kau mau merahasiakan ceritaku tadikan?" mohon Shinju.
"Kau masih memikirkan hal itu? Sudah kubilang tadi hanya lelucon asalku, aku bukan orang yang suka mengumbar cerita seseorang."
Mibuchi menyantap sesendok puding buah yang ia pilih sebagai hidangan penutup makan siangnya. "Kau beruntung, Shinju chan."
"Apanya Mibuchi senpai?"
"Setidaknya yang mendengar ceritamu itu Mayuzumi san. Andai yang tadi mendengar ceritamu adalah Koutaro mungkin saat itu juga ceritamu tersebar."
"Hahaha, kau benar."
"Jadi, bagaimana pendapatmu tentang Sei chan sekarang?" tanya Mibuchi, kembali menyuapkan sesendok puding.
"Entahlah Mibuchi senpai, aku masih bingung dengan perubahan sikap dan sifatnya." keluh Shinju.
"Bukan cuma kau Shinju chan, aku sendiri masih tak mengerti perubahan sikapnya. Maa, mau berubah bagaimana pun Sei chan tetaplah Sei chan, bukan? Anggap saja itu perubahan positifnya."
"Kalau menurut Mayuzumi senpai bagaimana?" tanya Shinju, mengalihkan pandangannya kesebelah.
"Aku sudah tak ada urusan dengan tim basket sekarang. Jadi, perubahan sifat Akashi tak ada pengaruhnya bagiku." Ucap Mayuzumi, lalu beranjak dari duduknya. Mengangkat nampan berisi piring kotor untuk ditaruh ketempat rak piring kotor dikantin.
"Tapi..."
Perhatian Shinju dan Mibuchi kembali mengarah pada Mayuzumi yang hendak meninggalkan tempatnya. "Jika kalian penasaran dengan perubahan sifat dan sikap Akashi, kenapa tidak kalian tanyakan saja pada anggota kiseki no sedai."
"Kiseki no sedai?" gumam Shinju.
"Ya, walau itu bukan urusanku. Jaa, aku duluan." Pamit Mayuzumi, meninggalkan meja tempat Shinju dan Mibuchi berada.
"Ucapan sarkatisnya tidak berubah, sangat menyakitkan."
"Tapi, siapa sangka dia bisa mengucapkan lelucon yang mengejutkan tadi," ujar Mibuchi. "Ngomong-ngomong, kau mau memberi hadiah apa Shinju chan?"
"Eh? Hadiah?"
"Tanggal 20 bulan ini , Sei chan berulang tahun. Kudengar dia akan mengadakan pesta ulang tahun sekaligus pesta natal karena ayahnya hanya bisa datang saat tanggal 20 nanti. Kalau tak salah selain tim basket, dia akan mengundang beberapa siswa sekolah ini yang keluarganya mempunyai relasi bisnis dengan keluarga Sei chan."
"Ah, Sou..."
"Jangan-jangan kau belum tau?" pekik Mibuchi, terkejut.
Shinju mengangguk pelan sebagai balasannya. Kenapa hanya dia yang tidak diberitau kalau sang tuan muda akan mengadakan pesta ulang tahun. Oh, benar juga. Seperti yang dikatakan oleh Mibuchi, pesta ulang tahun sang tuan muda mungkin hanya terbatas untuk para siswa dan siswi sekolah yang mempunyai relasi bisnis dengan perusahaan sang tuan muda, dan pengecualian untuk tim basket sekolah mereka. Untuk gadis pelayan macam dirinya, Shinju sadar dia tak pantas untuk datang, pasti itu alasan Seijuurou tak memberitaukan hal tersebut pada Shinju.
"Maa, mu-mungkin saja Sei chan belum sempat memberitaukannya padamu Shinju chan." Ucap Mibuchi, ragu-ragu.
"Mungkin saja, tapi walau dia tak mengundangku ke pesta yang ia adakan, aku tetap ingin memberinya hadiah." Ucap Shinju, tersenyum lembut kepada Mibuchi. "Sebelum bekerja menjadi pengurus rumah Seijuurou kun, aku memang berniat mencari kerja sambilan. Tapi ternyata tanpa mencarinya aku mendapat kerja sambilan ditempat Seijuurou kun. Pekerjaannya tak melelahkan, gajinya cukup besar dan terlebih ibuku masih dapat bekerja di perusahaannya."
Mibuchi membalas senyum Shinju dan mengelus lembut surai panjang gadis tersebut. "Yup, aku suka sikap positifmu itu, Shinju chan."
"Oh, iya benar juga. Tadi Mayuzumi senpai sempat membicarakan kiseki no sedai, mereka itu apa?" tanya Shinju, kembali membuka topik pembicaraan.
"Mereka sahabat Sei chan. Lebih tepatnya anggota tim basket SMP Sei chan."
"Kenapa mereka dipanggil kiseki no sedai?"
"Mereka dan Sei chan termasuk pemain basket berbakat yang kehebatannya hanya bisa ditemukan setiap sepuluh tahun sekali."
"Hoo begitu, hebat sekali. Jadi kalau aku ingin tau tentang perubahan sifat Seijuurou kun, mungkin aku harus menanyakannya pada mereka yang sudah berteman lebih lama dengan Seijuurou kun."
Mibuchi menyantap potongan terakhir puding buahnya, memperhatikan mimik wajah sang adik kelas dengan serius. "Kau ingin menanyakannya pada mereka, Shinju chan?"
"Hee? Ma-maksud Mibuchi senpai?"
"Kau ingin berbicara dengan salah satu anggota kiseki no sedai dan menanyakan perubahan sikapnya kan?"
"Eh, uhm... ano... Se-sebenarnya..." Shinju menunduk menutupi rona merah yang merambat diwajahnya, lalu menjawab pertanyaan Mibuchi dengan suara lirih, "Iya aku ingin menanyakannya."
Melihat reaksi malu-malu Shinju, Mibuchi tak tahan untuk tidak mencubit pipi gembil adik kelasnya tersebut. "Mou, reaksimu itu menggemaskan Shinju chan."
"Shakit shenpai!" keluh Shinju. Mibuchi melepas cubitan di pipi Shinju dan tersenyum lembut, "Mau kubantu?"
"Eh? Bagaimana caranya?"
"Hmm, bagaimana ya..." Mibuchi tampak berpikir keras mencari cara agar Shinju dapat berbicara dengan salah satu sahabat Seijuurou semasa SMP dulu. Terlintas sebuah ide setelah ia berpikir selama beberapa detik.
"Aku tau caranya. Hari ini kau ada klub kesenian, kan?" tanya Mibuchi.
"Sebenarnya klub kesenian mulai hari ini sudah libur, karena sebentar lagi memasuki liburan musim dingin, tapi aku ingin mengambil kanvas yang kemarin kutinggalkan diruang klub."
"Kalau begitu nanti aku datang keruang klub kesenian."
"EH? Ta-tapi bukankah senpai ada latihan?" pekik Shinju.
"Sei chan tau kalau hari ini adalah jadwalku untuk piket kelas, jadi jika aku datang terlambat kurasa ia tak akan mempermasalahkannya."
"Begitu, ya."
"Jadi tunggu saja diruang klub kesenian."
"Uhm, baiklah."
Bel tanda istirahat berdering setelah percakapan panjang Shinju dan Mibuchi berakhir. "Sudah saatnya masuk kelas. Ayo, Shinju chan."
.
.
Shinju membungkus kanvas kosong yang kemarin ia simpan diruang klub untuk dibawa pulang. Sesekali matanya melirik pintu ruang klub, berharap Mibuchi datang sesuai janjinya. Pintu ruang klub bergeser, menampakan sesosok pemuda yang Shinju harapkan.
"Mibuchi senpai."
"Aku mendapat nomer telepon kapten dari salah satu anggota kiseki no sedai. Sekarang kita telepon dan kau bisa bicara dengan teman SMP Sei chan." Ujar Mibuchi sembari menekan keypad di ponselnya.
Shinju menatap cemas ketika Mibuchi menelpon dan menunggu panggilannya diangkat. Di dering ketiga sebuah suara menyapa dari sambungan telepon Mibuchi.
'Halo, siapa ini?'
"Moshi moshi, Junpei chan?"
'Gehh, siapa ini?'
"Mibuchi Reo , dari Rakuzan."
'BAGAIMANA KAU TAU NOMER TELEPONKU?!' Mibuchi sontak menjauhkan ponselnya, ketika suara menggeleggar tersebut terdengar. Bahkan Shinju pun dapat mendengar teriakan dari orang yang Mibuchi telepon tersebut.
"Jangan berteriak ditelingaku Junpei chan. Aku dapat nomermu dari Kiyoshi Teppei."
'KIYOSHI!'
Sekali lagi Mibuchi menjauhkan ponselnya, ketika seseorang disambungan telepon tersebut kembali berteriak.
"Ngomong-ngomong apa kau sedang latihan bersama tim basketmu? Aku ingin bicara dengan Kuroko kun."
'Kuroko? Mengapa kau ingin bicara dengannya?'
"Junpei chan, aku tau kau ingin sekali berbincang denganku lebih lama lagi. Tapi, saat ini aku ingin berbicara sesuatu yang penting dengan Kuroko kun."
'Siapa sudi! Kalau kau memang ingin bicara dengan Kuroko kenapa tidak minta nomer telepon Kuroko pada Kiyoshi atau kenapa kau tidak langsung telepon Kiyoshi saja!'
"Ara, betul juga. Aku tidak kepikiran, mungkin karena Junpei chan saja yang kupikirkan."
'Ucapanmu membuatku merinding. Tunggu sebentar...'
Setelah mengucapkan hal tersebut, dapat Mibuchi dengar percakapan Junpei dengan seseorang melalui telpon tersebut.
'Kuroko, kau dapat telepon dari Mibuchi.'
'Eh? Mibuchi? Maksudnya Mibuchi san dari Rakuzan?'
'Wah, ternyata dia benar-benar menghubungimu ya, Hyuuga.'
'Kiyoshi TEME! Kenapa kau memberikan nomer teleponku padanya.'
'Karena di email dia bilang ingin lebih akrab denganmu jadi kuberikan langsung...'
'Moshi Moshi?'
Ahh Mibuchi tau suara lembut yang menyapanya, pasti suara pemain bayangan keenam SMP Teikou. "Kuroko kun, ya kan?"
'Ahh,iya. Ada yang bisa kubantu Mibuchi san?'
"Sebenarnya bukan aku yang ingin berbicara denganmu, tapi ada seseorang yang ingin bicara denganmu. Bisa tolong dia?"
'Jika bisa, aku akan membantunya.'
Mibuchi menyerahkan ponselnya pada Shinju. "Bicaralah pada Kuroko kun. Kau bisa mengembalikan ponselku nanti setelah selesai berbicara dengannya. Kalau begitu aku pamit ke klub dulu, jika telat lebih lama aku takut Sei chan marah." Pamit Mibuchi, keluar dari ruang klub meninggalkan Shinju sendiri.
'Moshi moshi?'
"Ahh, iya. Moshi moshi." Jawab Shinju, gugup.
'Ano, jadi apa yang ingin kau bicarakan?'
"Ano... etto... i-ini mengenai Seijuurou kun."
'Seijuurou kun? Ahh, maksudmu Akashi kun?'
"Uhm, iya maksudku Akashi kun... ano... etto... Kuroko kun, ya kan?"
'Ya, aku Kuroko Tetsuya. Ada apa dengan Akashi kun? Etto... siapa namamu?'
"AHH! Ma-maafkan ketidaksopananku karena tak memperkenalkan diri. Namaku Akemi Shinju, aku teman sekolah Akashi kun. Salam kenal Kuroko kun."
Terdengar suara tawa kecil dari Kuroko. Shinju merasa jika pemuda yang tengah ia telepon adalah orang yang baik. Terlihat dari cara ia berbicara dan bahasa sopan yang digunakannya.
'Salam kenal Akemi san. Jadi apa yang ingin kau bicarakan?'
"Ahh, mengenai itu..." Shinju terdiam, sedikit ragu ingin bertanya pada orang yang baru saja ia kenal. "A-apa kau tau kenapa Akashi kun berubah?"
'Akashi kun berubah? Berubah bagaimana?'
"Uhm, sikapnya berbeda setelah ia pulang dari pertandingan Winter Cup. Sebenarnya menurutku ini perubahan positif baginya, karena sikapnya yang biasa diktator kini perlahan berubah. Ia tak seperti dirinya yang dulu kukenal."
Hening. Tak ada satu kata pun yang Shinju dengar dari sambungan teleponnya.
"Ano, Kuroko kun?"
'Ceritanya sedikit panjang Akemi san. Kau mau mendengarnya?'
"Ji-jika Kuroko kun tak keberatan untuk menceritakannya."
'Kalau begitu tunggu sebentar... ano, kantoku boleh aku izin keluar sebentar? Ada sesuatu hal penting yang harus kubicarakan sekarang.'
'Baiklah.'
"Ano, Kuroko kun. Maaf aku menganggumu yang sedang latihan."
'Tidak apa-apa Akemi san. Aku akan mulai menceritakan semua yang terjadi...'
Shinju memasang indra pendengarannya baik-baik, seolah tak ingin satu kata pun keluar dari pikirannya saat Kuroko bercerita. Dan seiring dengan berlangsungnya cerita, mata Shinju terbelalak lebar, tubuhnya membeku ditempat, suaranya tercekat seolah melarangnya untuk memotong cerita Kuroko, tak sadar cairan bening menumpuk dipelupuk matanya hingga akhirnya menetes dipipinya.
'Akemi san? Kau masih disana?'
"Ya, Kuroko kun. Jadi seperti itu ceritanya. Ia bukannya berubah ya, hanya saja ia kembali menjadi dirinya yang dulu. Terima kasih telah menceritakannya Kuroko kun, maaf aku menganggu waktu latihanmu yang berharga."
'Tidak masalah Akemi san. Jika kau butuh bantuan, silakan menghubungiku lagi.'
"Sekali lagi terima kasih Kuroko kun. Kalau begitu aku tutup teleponnya."
Shinju memutuskan panggilan teleponnya. Menatap matahari yang hendak terbenam melalui kaca jendela ruang klubnya. Kembali, cairan bening yang menumpuk dipelupuk matanya terjatuh membasahi pipi. Dengan punggung tangannya, Shinju menghapus jejak airmata dipipinya seraya bergumam, "Seijuurou kun, ternyata hidupmu sangat berat."
.
.
"...ju."
"...inju."
"SHINJU, air untuk supnya meluap!"
Teriakan dari pemuda bersurai crimson menyadarkan Shinju dari lamunannya. Secara otomatis tangannya menekan tombol off di kompor listrik dapur Seijuurou. "Ma-maafkan aku tu- Seijuurou kun. Aku melamun saat memasak."
"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu Shinju? Kau tau, melamun saat sedang memasak itu sangat berbahaya!" omel Seijuurou dari balik meja pantry.
"Maaf." Gumam Shinju, menunduk menyembunyikan wajahnya yang menyesal. Seijuurou menghela nafas pelan, mencoba bersikap tenang seperti biasanya.
"Apa kau sakit? Kalau kau sakit hari ini tak usah memasak, aku akan pesan makanan dari luar saja."
"Ti-tidak usah, Aku baik-baik saja. Mohon tunggu sebentar Seijuurou kun, sebentar lagi masakannya selesai."
"Aku tunggu dimeja makan, Shinju."
Setelah Seijuurou meninggalkan Shinju didapur sendirian, gadis tersebut mulai kembali memasak makan malam untuk Seijuurou. 30 menit kemudian, masakan Shinju sudah tertata rapi diatas meja makan. Seijuurou sendiri sudah duduk di kursinya sejak ia meninggalkan dapur tadi. Setelah menghidangkan nasi untuk Seijuurou, Shinju hendak kembali kedapur untuk mencuci peralatan memasak tapi, panggilan dari Seijuurou menghentikan niatnya.
"Shinju, Duduklah. Temani aku makan malam."
"Eh, tapi itu..."
"Duduklah. Rasanya tak enak selalu makan malam sendirian." Ujar Seijuurou, diselingi tawa kecil.
Kembali mengingat cerita dari Kuroko, hati Shinju bagaikan tersayat benda tajam, begitu perih dan menyakitkan. Ditariknya kursi meja makan dihadapan Seijuurou dan ia mulai mengambil nasi untuk dirinya. Melihat hal tersebut Seijuurou tersenyum kecil seraya berucap, "Terima kasih."
Seijuurou dan Shinju makan dalam diam. Hanya suara dentingan alat makan dan piring dari mereka berdua yang mendominasi suara diruangan tersebut. Sebenarnya Shinju merasa canggung dengan suasananya saat ini, tapi ia bingung ingin membuka pembicaraan seperti apa.
"Kau tau, aku sangat suka sup tofu buatanmu, Shinju." Puji Seijuurou, membuka pembicaraan.
"Benarkah? Terima kasih."
"Ngomong-ngomong, mengenai tadi sore. Bagaimana bisa ponsel Mibuchi san ada padamu?" tanya Seijuurou.
Tubuh Shinju membeku. Bagaimana ia harus menjawab pertanyaan tuan mudanya itu. Tak mungkin kan jika ia menjawab kalau ponsel Mibuchi habis ia pakai untuk menelpon Kuroko.
"Ano, tadi aku makan siang dengan Mibuchi senpai dan ia lupa meninggalkannya diatas meja kantin. Jadi setelah klub selesai aku baru sempat mengantarkannya ke gymnasium." Jawab Shinju. Seijuurou menatap Shinju yang mencoba menghindar dari tatapannya dengan cara berpura-pura makan.
"Begitu, ceroboh sekali."
Shinju menghela nafas lega setelah Seijuurou tak lagi membahas hal tersebut, dan mereka kembali makan malam dalam diam. Selesai makan malam, Shinju mulai mencuci peralatan masak dan piring kotor di wash dishes. Tanpa ia duga Seijuurou datang menghampirinya untuk menawarkan bantuan. "Biar kubantu."
"EH? Tidak perlu tuan- Maksudku Seijuurou kun. Biar aku saja yang mencuci piring kotornya." Tolak Shinju, panik.
Seijuurou tak mempedulikan penolakan Shinju dan mulai memakai apron putih untuk melindungi bajunya dari noda. "Tak apa Shinju. Aku ingin mencoba mencuci piring."
"Tapi-"
Seijuurou menatap tajam Shinju. Seolah melarangnya untuk membantah apa yang diinginkan Seijuurou. Shinju hanya dapat bergidik takut melihat tatapan tajam sang tuan muda.
"Ba-baiklah..." Shinju menghela nafas pelan, lalu mulai membagi tugas pada Seijuurou. "Seijuurou kun nanti membasuh peralatan yang sudah ku cuci dengan sabun, seperti ini... lalu letakan piring yang sudah selesai dibasuh dengan air ke rak piring ini..." Shinju mempraktekan cara membasuh piring yang sudah ia cuci pada Seijuurou. Seijuurou mengangguk mengerti, lalu mulai mengambil piring yang sudah dicuci oleh Shinju.
"Hati-hati, karena piringnya li- uwaah..."
Baru saja Shinju hendak memperingatkan Seijuurou, piring yang Seijuurou ambil terlepas dari tangannya karena licin. Untung saja Seijuurou dengan sigap menangkapnya dengan kedua tangan. Debaran jantung Seijuurou dan Shinju berdetak cepat karena terkejut dengan kejadian yang baru saja terjadi.
"Ha-hampir saja." Ucap mereka berdua.
"Seijuurou kun, sudah biar aku saja yang mencucinya. Bagaimana jika piringnya terlepas lagi seperti tadi dan pecah lalu melukai dirimu. Ahh, pantas saja. Kau seharusnya memakai sarung tangan karet ini agar tanganmu tak licin."
"Maaf, aku tidak tau." Ucap Seijuurou, lalu memakai sarung tangan karet dan membilas piring dengan air mengalir di wash dishes, lalu menaruhnya diatas rak piring samping wash dishes.
"Baiklah, tapi tolong lebih berhati-hati. Jangan sampai piringnya terlepas lagi, ya."
Seijuurou mengangguk, dan mulai membasuh piring-piring kotor tersebut dengan air. Diam-diam Shinju melirikkan mata pada pemuda disampingnya itu. Terlihat Seijuurou tengah fokus membasuh piring-piring kotor tersebut, begitu lucu bagi Shinju. Tanpa sengaja pemuda itu mengusap pipinya yang terkena cipratan air dengan punggung tangan. Tapi karena terlalu fokus dengan tugasnya membasuh piring, ia lupa jika tangannya yang mengusap pipi tersebut terkena busa sabun cuci piring. Shinju menahan tawanya, lalu mengulurkan tangan mencoba menghapus busa yang menempel dipipi sang tuan muda.
"Seijuurou kun ada busa di pipimu- ahh..."
Shinju lupa. Tugasnya adalah mencuci piring dengan sabun, jadi busa ditangannya lebih banyak dari Seijuurou. Bukannya membersihkan pipi Seijuurou, Shinju justru menambah busa dipipi si tuan muda.
"Shinju!"
"Pfftt... Maafkan aku Seijuurou hahahaha. Maaf aku lupa jika tanganku banyak busa sabunnya..."
Shinju tertawa keras melihat pipi Seijuurou penuh dengan busa. "Shinju kemari kau! Saatnya pembalasan!"
"Tidak mau." Shinju menjulurkan lidahnya meledek sang tuan muda, lalu mencoba menghindar dari tangan Seijuurou yang penuh sabun. Tapi jangan lupa jika Seijuurou mempunyai emperor eye yang dapat melihat pergerakan Shinju lebih cepat, walau kegunaannya bukan untuk menangkap Shinju yang terus menghindar dari tangan penuh busa Seijuurou. Berkat matanya itulah, ia dengan mudah akhirnya bisa menorehkan busa sabun tersebut di pipi Shinju.
"Aaaa, maaf, maafkan aku. Berhenti menorehkan busanya diwajahku, Seijuurou!"
Seijuurou yang melihat wajah Shinju penuh busa tanpa sadar tertawa lepas. Tubuh Shinju membeku, matanya terbelalak lebar. Akashi... Akashi Seijuurou, tuan muda Shinju tertawa lepas. Baru kali ini Shinju melihat Seijuurou tertawa lepas seperti anak kecil. Selama ia mengenal Seijuurou, Shinju hanya pernah melihat Akashi tersenyum saja dan tertawa pelan, tak pernah tertawa lepas seperti anak kecil seperti saat ini. Airmata kembali menetes dipipi Shinju. Shinju sendiri tak sadar, jika akhir-akhir ini ia sering menangis tiba-tiba.
"Hahaha... maafkan a- Shinju! Kenapa kau menangis? Maaf. Apa busanya masuk ke matamu?" tanya Seijuurou, panik saat melihat gadis dihadapannya menangis.
"Eh, maaf ini bukan karena busanya. Aku hanya terkejut, ini pertama kalinya aku melihatmu tertawa begitu lepas, Seijuurou kun." Jawab Shinju, mencuci tangan dan wajahnya dengan air dari kran wash dishes.
Seijuurou bergeming. Ia ikut mencuci tangan dan wajahnya di wash dishes. "Ahh, kau benar sudah lama aku tidak tertawa lepas seperti itu. Mungkin terakhir kali aku tertawa seperti itu saat sekolah dasar."
Sekali lagi hati Shinju bagai tersayat benda tajam, mendengar pengakuan langsung dari bibir Seijuurou. Kedua tangan Shinju terulur menangkup wajah Seijuurou, mata teduh Shinju menatap manik crimson Seijuurou. "Kalau begitu mulai sekarang, aku akan membuat Seijuurou kun terus tersenyum dan tertawa seperti tadi."
Pipi Seijuurou menghangat saat tangan Shinju menangkup wajahnya. Rona merah pun tak lama merambat setelah ia mendengar pernyataan dari gadis tersebut. Seijuurou membuang mukanya, tak sanggup menatap manik teduh milik Shinju. "Hn."
Walau jawaban Seijuurou hanya berupa dua huruf, tapi Shinju tersenyum puas mendengarnya. Ia mepas tangkupan tangannya dari wajah Seijuurou dan kembali mengambil spons untuk mencuci piring.
"Kalau begitu ayo kita selesaikan pekerjaan ini."
.
.
Seijuurou merebahkan tubuhnya yang lelah diatas sofa besar ruang tamu. Sedangkan Shinju tengah memakai mantelnya. "Seijuurou kun, aku pulang dulu." Pamit Shinju.
"Ahh, tunggu! Biar kuantar." Pinta Seijuurou, lalu beranjak dari sofa empuk tersebut.
"Eh, tak usah. Kau terlihat lelah setelah membantuku mencuci piring."
"Tidak apa-apa, tunggu sebentar disini aku akan mengambil mantelku dulu."
"Jangan lupa pakai syal Seijuurou kun. Hari ini udara makin dingin."
"Aku mengerti." Jawab Seijuurou, sebelum menghilang dari balik pintu kamarnya.
.
"Tuan muda aku memang menyuruhmu memakai syal, tapi kenapa kau memakai syal milikku yang kemarin aku pinjamkan? Itu sudah kotor!"omel Shinju, diperjalanan pulang.
"Ini tidak kotor Shinju. Lagipula syal ini sangat hangat. Dan kenapa kau memanggilku tuan muda lagi?!"
Shinju menghela nafas hingga uap putih keluar dari mulutnya. Ia sungguh tak bisa memahami sifat dan sikap tuan mudanya yang sekarang. Menurut Shinju sifat tuan mudanya yang dulu lebih mudah ia pahami.
"Seijuurou kun, syal itu sudah kotor. Kemarin malam aku memakainya dan meminjamkannya padamu, lalu tadi pagi juga kau pakai kesekolahkan? Ah, benar juga. Kenapa kau memakai syal itu kesekolah?!"
"Menurutku ini tidak kotor Shinju. Dan aku hanya ingin memakainya kesekolah, apa tidak boleh?"
"Itu sudah kotor Seijuurou kun. Kembalikan! Aku akan mencucinya. Dan tentu saja tidak boleh, kenapa kau harus memakai syalku kesekolah, sementara kau punya bertumpuk-tumpuk syal dilemari pakaianmu!"
"Kau ingin aku mengembalikannya padamu sekarang? Kalau begitu aku tak akan memakai syal saat pulang dari rumahmu. Tapi tadi pagi aku hanya ingin memakai syal ini untuk pergi kesekolah."
Shinju mengacak surai panjangnya pelan. Rasanya ia ingin membenturkan kepalanya jika sudah berdebat dengan tuan mudanya itu. Mau bagaimana pun keadaannya, jika berdebat dengan Seijuurou, Shinju tak akan pernah menang.
"Baiklah, baiklah kau menang Seijuurou kun. Aku mohon saat pulang dari sini, letakkan syal itu dikeranjang pakaian kotor biar ku cuci nanti."
"Baiklah, Shinju."
Tinggal beberapa meter lagi hingga Shinju sampai rumahnya. Tapi mereka hanya berjalan dalam diam, hingga akhirnya Shinju sampai didepan bangunan flat tempat tinggalnya.
"Terima kasih atas makan malam dan juga sudah mau mengantarku pulang, Seijuurou kun."
"Sama-sama Shinju. Terima kasih juga sudah mau menemaniku makan malam."
Shinju tersenyum lalu mengangguk. "Kalau begitu aku permisi dulu, Seijuurou kun."
"Tunggu dulu, Shinju!"
"Ada apa?"
"Begini, apa akhir pekan ini kau sibuk?"
Shinju mengernyitkan dahinya bingung. "Aku hanya sibuk saat sore hari untuk merapikan apartementmu, Seijuurou kun."
"Akhir pekan ini ada pesta diperusahaan, sebuah pesta natal. Memang lebih cepat dari biasanya karena kebetulan ayahku hanya punya waktu luang pada saat itu saja. Dan aku mengundang semua karyawan perusahaan tersebut tanpa terkecuali."
Ahh, benar juga. Jika Shinju tidak salah ingat, akhir pekan ini jatuh pada tanggal 20. Apa maksudnya Seijuurou ingin mengundang Shinju ke pesta ulang tahunnya.
"Lalu sebenarnya hari itu bertepatan dengan... uhm, hari ulang tahunku. Maka dari itu, aku harap kau bisa menghadirinya."
Sepertinya apa yang dibilang Mibuchi benar, jika Seijuurou hanya belum sempat mengundang Shinju. Shinju tertawa kecil, ia merasa sangat senang saat Seijuurou mengharapkan dirinya datang ke pesta ulang tahun tersebut. "Uhm, aku pasti datang."
Seijuurou tersenyum lembut mendengar jawaban Shinju. Shinju merasa wajahnya pasti merona saat melihat senyum lembut dari Seijuurou yang menghangatkan hatinya. "Aku senang mendengarnya, sekarang masuklah udara makin dingin."
"Seijuurou kun sendiri pulanglah. Jangan sampai kau sakit, dan hati-hatilah saat pulang."
"Jangan khawatirkan aku. Masuklah."
Shinju melambaikan tangannya sembari memasuki kawasan flat sederhana tersebut.
.
"Aku pulang." Teriak Shinju sesaat ia memasuki kamar flatnya.
"Selamat datang, Shinju chan."
Shinju melepas sepatu sekolahnya di genkan, dan berjalan masuk kedalam rumahnya. Terlihat sang ibu tengah merajut sebuah sarung tangan diruang tengah. Shinju menggeser pintu kamar , lalu meletakan tas sekolah serta tote bag besar berisi kanvas dan cat air miliknya yang kemarin ia letakan diruang klub kesenian.
"Shinju chan, kau mau mandi? Ibu sudah panaskan air untukmu mandi, atau kau ingin makan malam terlebih dahulu? Biar nanti ibu buatkan sesuatu."
"Aku sudah makan malam dirumah Seijuurou kun. Jadi aku ingin mandi saja."
"Wah, wah setelah kemarin diantar pulang, lalu tadi pagi dijemput sekolah sekarang makan malam berdua. Ada apa denganmu dan tuan muda, Shinju chan?" ujar sang ibu, mencoba menggoda Shinju.
"Ti-tidak ada apa-apa ibu. Seijuurou kun hanya ingin ditemani makan malam saja." Bantah Shinju, lalu berlari menuju kamar mandi.
Setelah melepas penat dengan berendam di air panas selama kurang lebih 15 menit dan memakai piyama tidurnya. Kini Shinju duduk berhadapan dengan sang bunda yang masih asyik merajut sebuah sarung tangan.
"Ibu?" panggil Shinju.
"Ada apa?"
"Apa ibu diundang tanggal 20 nanti?"
"Tanggal 20? Ahh, maksudmu pesta natal yang diadakan perusahaan ya. Tentu saja ibu diundang, itu pesta untuk semua karyawan tanpa terkecuali. Lagipula pesta tersebut bertepatan dengan ulang tahun tuan muda, dan tuan direktur akan datang pada hari itu."
Shinju merebahkan kepalanya diatas meja kotatsu. Memperhatikan tiap inci wajah dan tubuh ibunya tersebut. Ibunya masih cukup muda untuk seorang single parents, wajahnya yang awet muda juga masih terlihat cantik dan tubuhnya yang berisi juga cukup menggoda kaum lelaki.
"Ibu."
"Hmm?"
"Apa kau tak ingin mencari suami baru?"
Bukannya terkejut dengan pertanyaan sang putri, sang ibu hanya menanggapinya dengan tenang. "Apa kau ingin ayah baru?"
"Bukan maksudku ingin punya ayah baru. Hanya saja ibu masih terlalu muda untuk menjadi seorang single parents. Apa tak ada seorang pria yang ibu suka? Misalnya, tuan manager?"
"Ohh, Shinju chan ingin punya kakak laki-laki?"
"Bukan maksudku. Aku hanya memberi contoh dengan tuan manager saja, ibu."
"Jadi intinya?"
"Lupakan. Ngomong-ngomong, apa ibu sudah menyiapkan hadiah untuk Seijuurou kun?" tanya Shinju, mengalihkan pembicaraan.
"Tentu saja sudah Shinju chan."
"Jangan bilang jika sarung tangan yang tengah ibu rajut sebagai hadiahnya!?"
"Tentu saja bukan. Ini hadiah natal untukmu, lihat inisial disarung tangan ini 'A.S'."
"Kenapa kau memberitaukannya bu, Sekarang hadiah natalku tak lagi menjadi sebuah kejutan!"
"Ohh, tenang saja sayang. Ini pasti akan membuatmu terkejut."
Shinju menghela nafas gusar dan kembali berpikir, hadiah apa yang sebaiknya ia berikan untuk sang tuan muda. "Shinju chan. Kau tau hadiah terbaik, tak diukur dari mahalnya harga hadiah tersebut, hadiah yang berasal dari besarnya perasaan pasti akan menjadi hadiah terbaik untuk seseorang."
Apa yang dikatakan ibunya memang benar. Hadiah tak diukur dari harganya, tapi dari besarnya perasaanlah yang membuat hadiah itu menjadi hadiah terbaik.
"Ibu."
"Hm?"
"Bisakah kau melanjutkan rajutanmu didalam kamar? Aku ingin menggunakan ruangan ini untuk melukis." Pinta Shinju, beranjak dari duduknya dan masuk kedalam kamar untuk mengambil kanvas beserta cat air miliknya.
Sang ibu tersenyum, merapikan barang rajutannya, lalu berjalan memasuki kamar. Tak mau menganggu sang anak yang tengah bersiap untuk melukis. Shinju mulai menyiapkan berbagai macam peralatan melukis, dan mulai menggoreskan cat air diatas kanvas putih bersih miliknya.
Pagi hari yang cerah dimusim dingin, sebuah lukisan tertepa cahaya mentari pagi yang menyusup melalui jendela kecil sebuah flat sederhana. Wanita dengan surai panjang itu menggeser pintu kamarnya yang terhubung dengan ruang tengah. Merenggangkan sedikit badannya yang kaku akibat gaya tidurnya. Matanya terpaku pada sebuah lukisan indah yang menampakan dua orang yang saling memunggungi. Senyum lebar merekah diwajah awet muda wanita berusia 35 tahun tersebut, melihat sang pelukis tengah tertidur lelap dibawah meja kotatsu. Jam masih menunjukan pukul 6 pagi, sepertinya masih terlalu pagi untuk sang pencipta lukisan bangun dari mimpi indahnya pagi ini.
To Be Continue
.
.
Anggaplah cover fanfict ini adalah lukisan yang Shinju buat xD
Udah lama aku ga mampir ke FFN karena kesibukan RL, dan WB x) tapi syukurlah aku bisa buat birthday fict untuk Seijuurou
Ini Birthday fict Akashi yang berulang tahun besok, awalnya mau aku buat oneshoot tapi pas diketik ternyata wordsnya sampe 16k words -_- Besok aku publish chapter terakhirnya xD
Abis ini masih ada OMAKE nya lho!
Fav, follow and Review? Thanks ^^
.
19 Desember 2015
Yuzu Nishikawa
.
Omake
"Shinju chan, apa yang terjadi dengan matamu?" tanya Mibuchi, dengan raut wajah seolah ia melihat hantu. Diikuti oleh tatapan horror empat pemuda berbeda surai yang terpaku didepan makan siang mereka.
Shinju menatap balik para pemuda tersebut dengan wajah lelah, mata merah dan sebuah mata panda, lalu ia mulai memakan makan siangnya secara perlahan. "Aku hanya tidur selama dua jam tadi malam, setelah melakukan ini itu."
Mendengar jawaban ambigu dari Shinju, kini empat pasang mata pemuda itu beralih kepada pemuda bersurai crimson. Yang ditatap hanya balas menatap bingung. "Apa?"
"Sei chan, maksud Shinju chan ini itu, apa?" tanya Mibuchi.
"Akashi tak kusangka kau..." Nebuya menggelengkan kepalanya pelan.
"Ternyata semua laki-laki sama saja." Ucap Mayuzumi, sarkatis. Tak sadar kalau dirinya juga laki-laki.
"Akashi, permainan apa saja yang kalian lakukan tadi malam?"
"Hei, Shinju ucapanmu itu membuat semuanya salah paham. Jelaskan yang benar."
Shinju meminum air digelasnya, lalu kembali berbicara tanpa berpikir. "Apa? Memang benar kemarin malam kau mengajakku (makan malam) lalu hampir membahayakan dirimu dan diriku (saat tak sengaja hampir memecahkan piring), kau mengejarku dan menangkapku lalu menodaiku (dengan busa sabun) hingga aku menangis, setelah itu kau bilang lelah (setelah cuci piring) dan mengantarku pulang dengan memakai (syal) yang sudah kotor- hmmp..."
Seijuurou membekap mulut Shinju dengan sebelah tangannya. "Cukup. Ucapanmu makin tak beres. Jangan dengarkan dia, ini semua salah pa...ham..."
Seijuurou terpaku melihat reaksi kakak kelas dihadapannya itu. Mibuchi yang menitikan airmata, Nebuya yang mimisan, Mayuzumi yang membuang muka dengan wajah merah dan hanya Hayama yang masih menatap Akashi dan Shinju dengan mata polos.
"Sei chan kau ternyata benar-benar..."
"Akashi, kau..."
"Ternyata beginilah sikap asli dari seorang tuan muda. Seperti yang kubaca dalam light novel bersikap seenaknya pada pelayan rumah..."
"Hei, hei kenapa berhenti cerita? Aku masih ingin dengar permainan apa yang kalian mainkan tadi malam."
Seijuurou memijat pelan pelipisnya yang berdenyut. Sebenarnya apa yang terjadi pada gadis disebelahnya ini tadi malam, padahal saat Seijuurou mengatarkannya pulang gadis itu masih baik-baik saja. Seijuurou melirik kembali kepada Shinju, melihat gadis tersebut beranjak dari duduknya. Tapi belum juga kakinya melangkah, tubuh Shinju tiba-tiba ambruk. Untungnya dengan sigap Seijuurou menahan tubuh ramping gadis tersebut.
"Shinju!"
Teriakan Seijuurou mengambil alih atensi siswa yang berada dikantin.
"Lihat Akashi, karena kau ia jadi kelelahan." Ujar Nebuya.
"Sebenarnya berapa lama kalian..." ucap Mayuzumi.
"Diamlah. Ucapan kalian membuat semuanya salah paham!" hardik Seijuurou.
"Shinju chan!" Mibuchi mencoba menepuk-nepuk pipi Shinju agar gadis tersebut sadar. Tapi tak ada respon sama sekali. Seijuurou mencoba memeriksa keadaan Shinju. Nafas gadis tersebut normal dan teratur, nadi dileher dan pergelangan tangannya masih berdenyut, tubuhnya masih hangat. "Dia-"
Wajah para starting member Rakuzan terlihat tegang saat Seijuurou mulai membuka suara dengan wajah terkejut setelah memeriksa keadaan Shinju.
"-tertidur."
Ingin rasanya saat itu juga mereka menenggelamkan pasangan tuan dan pelayannya itu kedalam lubang karena membuat mereka khawatir berlebihan. "Pantas saja bicaranya kacau, rupanya ia benar-benar kurang tidur."
Seijuurou mengangkat tubuh Shinju dan membawanya keruang kesehatan. "Aku akan membawanya keruang kesehatan."
"Jangan macam-macam padanya Akashi." Sahut Nebuya.
"Ingat ini disekolah Akashi." Ucap Mayuzumi datar.
"Aku ikut denganmu, Sei chan." Ujar Mibuchi.
"Kalian," Seijuurou membuka suara, menatap satu persatu kakak kelasnya itu dengan wajah garang, "Ingin liburan musim dingin kalian menjadi neraka?"
Dan dengan kompak para kakak kelas starting member Rakuzan itu menggeleng panik.
