Karma sangat menantikan Hari Natal karena selain dirinya berulang tahun, ia akan mendapatkan kejutan dari seseorang.

.

.

.

Assassination Classroom/Ansatsu Kyoushitsu © Matsui Yuusei

Double Surprise © shichigatsudesu

Akabane Karma's prompt : Winter

Warning : AU!, OOC (sangat), Shounen-ai, melenceng dari prompt, dan segala kekurangan lainnya di dalam fic ini. Maaf kalau ceritanya aneh :'(

Dedicated for #asakaruweeks

.

.

.

Pukul 23.30 tepat, aku menyudahi laporanku yang sudah menyita perhatian selama satu jam lebih. Aku mengendurkan leher, menghasilkan suara krek yang cukup keras. Pekerjaan ini benar-benar melelahkan. Aku pun menghembuskan napas berat.

Selain itu, mengapa aku harus mendapatkan lembur di tengah penyambutan malam natal?

Padahal aku sangat menantikan hari natal. Aku ingin libur walau hanya satu hari, merasakan hidangan berbau cokelat yang hanya tersedia saat natal, atau sibuk membuka kado yang datang ke apartemenku.

"Otsukaresama."

Seseorang berucap sambil meletakkan secangkir cokelat panas tepat di samping benda berbentuk balok yang biasa disebut CPU. Aku menoleh ke samping, mendapati sosok surai hitam yang tengah tersenyum manis ke arahku.

"Terima kasih, Isogai-kun."

Aku meraih cangkir tersebut dan meneguk habis isinya. Cokelatnya masih panas, tapi tak membuat lidahku menjadi kelu. Mungkin ini faktor dari hujan salju di luar sana, sehingga air baru mendidih pun hanya akan terasa hangat.

"Hujan salju di luar tidak begitu deras, tapi cuacanya terasa dingin." Ucap Isogai.

"Sial, aku tidak bawa payung."

"Pukul 12 nanti, kami akan mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan natal." Si surai berpucuk itu sepertinya berusaha mengundangku untuk mengikuti Christmas Party. "Apa kau ingin bergabung, Karma?"

Aku menggeleng pelan seraya menyandarkan punggungku pada kursi kerja.

"Maaf, ya, Isogai-kun. Aku tidak bisa."

Sama seperti kejadian-kejadian sebelumnya, Isogai Yuuma hanya tersenyum menanggapi jawabanku. Ia pasti tahu alasan aku selalu menolak ajakannya.

"Benar juga, ya?" gumamnya. Ia pun menarik salah satu kursi yang berada di dekatnya. "Kau pasti ingin meluangkan waktumu untuk Asano, kan?"

Jujur saja, aku merasa sedikit malu setiap kali Isogai berkata seperti itu. Wajahku selalu merona, dan sialnya si ahoge itu menertawakanku.

"W-Wajar bukan? Aku dan dia bekerja di tempat yang berbeda. Selain itu, jadwalnya yang padat membuatku jarang sekali bertemu dengannya." Entah kenapa aku begitu gugup. "Tidak seperti dirimu yang bisa bertemu dengan Maehara-kun setiap hari."

Isogai tidak membalas. Ia terkekeh mendengar jawabanku. Sedangkan aku sibuk menghilangkan rona merah tipis di wajahku, agar si pucuk itu tidak menertawakanku lagi.

Tak lama ia kembali berucap. "Tapi apa kau yakin ingin langsung pulang? Kau tidak ingin menunggu hujan salju reda?"

"Tidak perlu." Lagi-lagi aku menolaknya. "Aku tidak ingin membuatnya menunggu. Lagipula hujannya tidak begitu deras, kan?"

Isogai mengangguk mengerti. Ia pun bangkit dari kursinya, bersiap-siap pergi meninggalkan ruangan.

"Kalau begitu, aku pergi dulu."

Isogai melangkah pergi meninggalkanku. Aku pun segera bangkit dari kursi kerja, bersiap-siap untuk menyusul Isogai. Namun ia menghentikan langkahnya, membuatku yang tengah mengemas barang-barang menolehkan kepala.

"Selamat natal, Karma." Ucapnya. "Dan juga... selamat ulang tahun."

Aku tersenyum padanya. Isogai selalu mengatakan hal itu ketika malam natal tiba. Ia benar-benar rekan kerja sekaligus sahabat yang baik.

"Terima kasih, Isogai-kun."

.

.

.

Saat ini aku tengah berjalan di trotoar yang begitu padat akan manusia. Udara begitu dingin, namun tak menghilangkan semangat orang-orang untuk merayakan natal. Meski tak banyak kendaraan umum beroperasi, meski saat ini sedang hujan salju, tapi jalan raya tetap ramai oleh sekumpulan manusia (terutama para remaja) yang merayakan hari besar ini di luar rumah.

Sejujurnya aku merasa iri, karena setiap natal (sejak aku tinggal sendiri di apartemen dan harus kerja kantoran) aku selalu menolak untuk mengikuti pesta kecil bersama teman kerja, atau iseng mengunjungi toko-toko yang buka di tengah malam natal. Aku terlalu malas dan lelah untuk mengikuti kegiatan seperti itu setelah lembur kerja.

Selain itu, ada sesuatu yang membuatku ingin segera pulang ke apartemen.

Setiap musim dingin tiba, aku selalu menantikan tanggal 25 Desember. Banyak sekali kejadian yang menimbulkan kebahagiaan berlipat ganda di hari itu. Christmas eve, menebarkan kebahagiaan kepada umat manusia yang merayakan; usiaku yang bertambah tua dan dewasa tentunya; dan dia yang selalu datang mengunjungi apartemenku tengah malam.

Asano Gakushuu. Dialah santa claus yang selalu memberiku kejutan.

Udara terasa semakin dingin. Aku mengeratkan jaketku, membuat salju yang menumpuk di bagian bahuku jatuh ke tanah. Gawat, aku ingin segera pulang, namun aku masih harus menempuh perjalanan yang cukup jauh ini. Seandainya saja aku bisa menggunakan kendaraan umum, pasti waktu yang kugunakan untuk pulang hanya sedikit.

Maka dari itu, aku mempercepat langkah kakiku. Jantungku sudah berdegup kencang, perasaanku menggebu-gebu, tak sabar ingin melihat seperti apa kondisi apartemenku sekarang. Pasti Gakushuu sudah melakukan operasi di tempat itu. Aku penasaran, kejutan apa yang akan ia berikan?

TENG...

Suara bel pertanda jam 12 tepat berbunyi dengan sangat kencang, disusul dengan sorak sorai orang-orang sepanjang jalan. Kini hari telah berganti, begitu pun dengan usiaku. 25 Desember yang kutunggu telah datang!

Tiga perempat perjalanan pulang telah kutempuh dengan berjalan kaki. Dengan segera aku mengambil langkah seribu untuk mengikis sisa perjalanan menuju apartemen. Rasa tak sabarku yang telah memerintahkan kakiku untuk melangkah lebih cepat lagi. Aku tak sabar ingin segera bertemu dengan Gakushuu, kemudian menikmati pesta kecil berdua sepanjang malam sampai sang fajar menampakkan dirinya di langit.

KREK!

"Loh? Terkunci?"

Aku terkejut ketika mendapati pintu apartemenku tidak bisa dibuka. Biasanya saat aku lembur di malam natal, aku bisa langsung masuk ke dalam tanpa harus mengeluarkan kunci. Gakushuu mempunyai kunci cadangan, jadi aku tak repot-repot meluangkan waktu lebih untuk membuka pintu.

Dan mungkin, ini merupakan bagian dari rencananya untuk memberikan surprise padaku.

Tanpa berpikir panjang, aku mengeluarkan kunci dari tasku. Pintu apartemen kubuka perlahan, kemudian aku melangkah masuk ke dalam. Ruangan ini gelap. Aku bahkan kesulitan untuk berjalan menuju kasur empukku di sudut ruangan.

Sampai akhirnya aku menemukan saklar dengan menyusuri dinding. Manik tembagaku melebar tepat saat lampu menyala. Pohon natal dengan sebuah bintang di puncaknya, dinding dengan pita-pita menggantung, serta sebuah kue ukuran besar tersimpan di atas meja.

Jadi ini kejutannya? Kelihatannya ini jauh lebih sederhana dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Melihatnya aku merasa begitu senang.

Namun, dimana dia? Aku menggerakkan mataku untuk mencari sosok Gakushuu di apartemenku. Tapi, ia tidak ada. Ruangan ini kosong tanpa penghuni selain diriku. Tiba-tiba dadaku terasa begitu mengganjal. Siapa yang sudah menghias kamarku dan mengirim sebuah kue?

Tak lama, aku mendengar suara angin berhembus dengan kencang. Aku melihat hujan salju semakin lebat dari jendela kamar yang gordennya bergerak mengikuti arah angin. Perasaanku menjadi tidak enak. Ada apa ini?

KRING!

Aku menolehkan kepalaku ke arah meja, menatap sebuah benda berwarna hitam yang tengah berdering. Aku mengenal benda itu. Ponsel yang tengah berkedip itu... milik Gakushuu!

Tiba-tiba aku merasa kalau Gakushuu tengah bermasalah saat ini. Aku kembali menggunakan jaketku, berniat mencari si pirang stroberi itu di luar sana. Aku tahu ini gila, tapi pasti ia sedang kesusahan dengan hujan salju ini.

Aku tidak ingin Gakushuu kenapa-napa. Aku ingin merayakan momen bahagia ini bersamanya. Aku—

KREK!

Dalam sekejap, aku mematung di depan pintu, menatap sosok manusia yang tiba-tiba masuk ke apartemenku. Ia melebarkan matanya, sama sepertiku.

"Karma?" ucapnya gemetaran. "Sejak kapan kau ada di sini?"

Tidak seperti dirinya, rasa kejutku masih ada. Tetapi ketika melihat sosoknya yang tertutup salju, aku segera beranjak dari tempatku mematung. Sepatu yang sempat aku pakai kini kulepas sembarang.

"BAKA!" aku menyentaknya seraya berjalan mendekatinya.

Gakushuu terkejut. Ia memeluk erat belanjaannya. Namun aku merampas barang-barang itu, kemudian memeluknya dengan khawatir.

"Karma?" Gakushuu kebingungan. "Apa yang kau lakukan?"

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu!" lagi-lagi aku menyentaknya. "Apa yang kau lakukan malam-malam begini?"

Aku melepaskan pelukanku. Aku menyingkirkan tumpukan salju di bahu serta kepala Gakushuu, membuat anak itu menggigil kedinginan. Wajahnya terlihat pucat begitu, aku jadi tidak tega.

"Mengapa kau pergi keluar malam-malam?"

"Aku membeli bahan makanan untuk persediaanmu. Aku tidak tega melihat kulkasmu yang kosong itu."

"Lalu, mengapa kau tidak membawa payung? Kau juga tidak membawa ponsel."

"Payungnya terbang saat angin kencang, baru saja." Jawabnya sambil memeluk dirinya sendiri— kedinginan. "Kalau ponsel... aku lupa."

"Ah, sudahlah." Aku segera menarik Gakushuu masuk ke dalam apartemen. Tubuhnya begitu dingin. Jika aku terus mengajaknya berbicara, pasti si pirang stroberi itu sudah membuka disana.

"Cepat lepaskan bajumu, lalu—"

"Maaf, Karma."

Gakushuu memotong kalimatku, membuat kepalaku menoleh padanya. Manik ungunya menatapku sendu. Bibir bawahnya yang keunguan bergetar hebat.

"Aku gagal membuat kejutan ulang tahun untukmu."

Kepalanya sedikit ia tundukkan. Rasa bersalah dan kecewa tersirat di netranya. Aku bisa melihatnya.

"Minta maafnya nanti saja. Lebih baik sekarang kau mandi." Aku melangkah menuju kamar mandi tak jauh dari pintu masuk. "Aku siapkan air panasnya."

"Jangan!" cegah Gakushuu.

Aku menaikkan alis. "Kenapa?"

"Ini kan hari ulang tahunmu, seharusnya aku memanjakanmu." Jawabnya. "Biar aku saja yang menyiapkan air panas. Untukmu."

"Tapi—"

"Mandi duluan saja. Kau pasti lelah setelah bekerja lembur."

Gakushuu bersikeras menyuruhku menggunakan kamar mandi yang pertama. Tetapi kondisi si pirang stroberi sudah sekarat. Mana mungkin aku mandi terlebih dahulu sedangkan ia harus menahan dingin sambil menungguku?

"Bagaimana kalau berdua saja?"

Aku diam sepersekian detik setelah mengatakan kalimat itu. Buru-buru aku menutup mulutku yang berucap seenak jidat. Benar saja, tubuhku mulai menghangat, karena semburat merah berhasil menjalar ke wajahku.

Gakushuu juga melakukan hal yang sama. Meskipun tak terlihat, tetapi aku masih bisa melihat wajahnya yang tengah merona. Aku yakin ia pasti malu.

"T-Terserah kau saja."

Gakushuu berjalan memasuki kamar mandi tak jauh dari tempatnya berpijak. Aku hanya tersenyum kecil, lalu menyusul masuk ke ruangan kecil itu.

.

.

.

Saat ini aku dan Gakushuu tengah menikmati hidangan kue ulang tahun yang sengaja ia siapkan untukku. Baru saja aku meniupkan lilin angka 21 itu, tepat setelah melepas penat di kamar mandi. Kini Gakushuu terlihat lebih segar, tidak lagi kaku dan gemetaran seperti beberapa saat lalu.

Namun setelah melakukan tradisi tiup lilin, kami tak lagi bersuara. Aku dan Gakushuu segera menyantap kue, kemudian diam satu sama lain. Kami tenggelam dalam pikiran masing-masing, namun aku segera melemparkan sebuah topik setelah sadar bahwa atmosfer sunyi ini sangat menggangguku.

"Gakushuu." Gakushuu menengadah padaku. "Mengenai tadi, maaf aku telah menyentakmu."

Gakushuu sedikit terkejut, namun tak lama ekspresi wajahnya kembali seperti semula. Ia kembali melahap potongan kuenya yang sudah habis setengah.

"Tidak perlu. Kau menyentakku karena aku membuatmu khawatir." Jawabnya. "Seharusnya aku yang meminta maaf."

"Tapi—"

"Aku juga minta maaf, karena gagal memberimu kajutan ulang tahun."

Ahh, aku bingung harus menjawab apa. Saat ini aku hanya bisa menatap sosoknya yang sedang asik menikmati kue. Memang benar, aku merasa sedikit kecewa karena tak mendapatkan 'surprise yang benar' tahun ini. Namun rasa senangku saat ini telah menutup rasa kecewaku itu.

Bahkan rasa senang ini jauh lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Gakushuu." Aku memanggil si pirang stroberi, kemudian mengikis jarakku dengannya yang terbilang jauh.

"A-Ada apa, Karma?" Gakushuu bertanya dengan gugup.

"Meskipun begitu, aku anggap ini sebagai kejutan darimu."

"Eh?" Gakushuu mengerjap. "Kenapa?"

"Semenjak kau diangkat sebagai pimpinan perusahaan, kesibukanmu menjadi dua kali lipat dibandingkan denganku. Pasti kau sulit meluangkan waktu untuk beristirahat meski hanya sehari. Tapi sekarang, kau malah bersikeras ingin memberiku kejutan ulang tahun."

"Maka dari itu, aku tidak merasa kecewa sedikit pun. Meski kau gagal memberiku kejutan, tapi aku tetap senang. Kau meluangkan waktu untukku, menyiapkan aksesoris natal dan kue ulang tahun. Aku... senang sekali."

Aku merasa atmosfer di apartemen ini begitu nyaman. Suasana romantis di tengah musim dingin. Aku tidak mungkin tidak memanfaatkannya.

Alhasil aku menarik Gakushuu ke dalam pelukanku. Aku mengelus lembut surai stroberinya. Sementara aku memeluknya, Gakushuu terlihat begitu gugup. Lagi-lagi wajahnya merona, dan kali ini merahnya begitu pekat. Aku terkekeh pelan.

"Mengapa kau memelukku tiba-tiba?" tanya Gakushuu.

"Tidak ada apa-apa." Jawabku. "Kau tidak suka?"

"Bukan begitu." Tiba-tiba aku merasakan kedua tangannya melingkar di pinggangku. "Aku hanya kaget."

Aku terkekeh untuk yang kedua kali. Gakushuu hanya mengerucutkan bibirnya. Kemudian tanganku kembali membelai surainya dengan lembut.

"Gakushuu, terima kasih ya, untuk hari ini." Ucapku setengah berbisik.

Meski begitu, Gakushuu dapat mendengarnya dengan jelas. Ia mengeratkan pelukannya padaku, kemudian mengangguk pelan.

"Selamat natal, Gakushuu."

"Selamat natal juga." Balasnya. Kemudian ia mengangkat kepalanya, menatapku, lalu tersenyum malu-malu. "Dan juga... Selamat ulang tahun, Karma."

Aku membalas senyumannya, kemudian kembali menenggelamkan kepalanya dalam dekapanku.

"Terima kasih, Gakushuu."

.

.

.

END

.

.

.

HAPPY BIRTHDAY AKABANE KARMA! SEMOGA MAKIN CERDAS, MAKIN JAHIL, DAN BISA LANGGENG SAMA GAKUSHUU(?)