Disclaimer: Kuroko no Basuke was created by Tadatoshi Fujimaki

Pair: GoM + Kagami x OC/Reader

Warning: AU, OC, OOC, Typo, tak sesuai EYD, jalan cerita ngawur bin amburadul, dsb

Summary: Bagaimana jadinya jika tujuh pemuda tampan ini yang berasal dari Miracle Rainbow World berubah menjadi binatang lucu nan menggemaskan demi mendapatkan gadis di Bumi yang mereka inginkan? GoM + Kagami x Reader. This is epilogue time! Thanks for reading! ^o^

*Epilogue*

"Shu... Shuuzo-sama!" pekik Ratu kaget. Dia lalu menunjuk batu-batu kristal itu. "Lihat itu!"

Raja menoleh ke arah yang ditunjuk permaisurinya. Sontak mata hitam kecilnya terbelalak. "A, apa ini?! Apa yang terjadi?"

Apa yang mereka lihat? Ternyata mereka melihat tujuh batu kristal milik pengawal mereka bersinar terang, memancarkan cahaya warna-warni yang begitu menyilaukan. Setelah itu, satu persatu batu kristal itu mengeluarkan cahaya yang menyerupai sinar laser dan melesat ke atas langit-langit ruangan itu. Tujuh cahaya indah itu bersatu, lalu terbentuklah sebuah pelangi yang menghadap ke atas.

"Oh..." Raja Shuuzo berdecak kagum begitu melihat cahaya dari ketujuh batu kristal tersebut. Demikian pula Ratu Aya.

"Wah, kireii desune..." ucap Ratu dengan mata berbinar, mengagumi kecantikan cahaya tujuh warna itu. "Akhirnya tujuh batu kristal milik pengawal kita semakin bersinar. Kalau begini terus, Bumi akan mempertahankan warnanya..."

"Untuk selamanya," sambung Raja sambil mendengus menahan tawa. Ratu Aya juga menahan tawa. Tak lama, mereka berdua saling menatap dan tersenyum.

"Shuuzo-sama..."

"Hm?"

"Apa yang akan kamu lakukan kalau mereka kembali?" tanya Ratu. "Mereka, kan sudah berhasil menyelesaikan misimu."

"Ya, tapi... Akan kuberi mereka pelajaran karena kulihat mereka mengeluh saat berwujud jadi binatang melalui bola kristalku. Fufufu..." Nijimura tertawa sinis dengan aura gelap menyelimuti tubuhnya. Penempatan siku muncul di kepalanya. Tangannya dikepal kuat-kuat, seperti sedang bersiap untuk memukul tujuh pengawalnya. Permaisurinya yang melihat suaminya seperti itu hanya bisa sweatdrop.

"Jangan begitu, Sayang. Meskipun begitu, mereka berhasil, kan? Setidaknya, kamu harus memberi mereka selamat," ujar Ratu sambil menyentuh sebelah pipi suaminya.

"Aya-sama..." Sang Raja yang merasakan sentuhan di pipinya, hanya bisa menatap. Dia tak dapat berbuat apa-apa, tapi dia tersenyum kecil melihat permaisurinya itu. Walaupun Raja Shuuzo memiliki sifat yang keras, tapi dia tiba-tiba melunak kalau berhadapan dengan wanita seperti Ratu Aya.

Tiba-tiba, sang Ratu berpaling dari wajah sang Raja. Seketika membuatnya bingung.

"Ada apa, Sayang?" tanyanya.

"Shu, Shuuzo-sama... Lihat itu. Cahaya dari tujuh batu kristalnya..." jawab Ratu pelan. Tapi kedua matanya terbelalak begitu melihat cahaya warna-warni yang berasal dari tujuh batu kristal itu. Raja yang ikut melihatnya saja pun juga terkejut.

"E, eh? Apa yang terjadi dengan cahayanya?" ucap Raja Shuuzo. Dia dan permaisurinya menatap ketujuh cahaya warna-warni itu menyatu lagi. Kali ini berubah menjadi cahaya putih yang berbentuk bola. Seperti bola kristal. Cahaya putih itu melayang sesaat, lalu melesat ke atas langit hingga menghilang dari pandangan.

"Ah! Cahayanya..." Ratu Aya menjerit tertahan dengan satu tangan menutup mulutnya. Raja Shuuzo melongo seketika. Sampai...

"Menghilang!" seru mereka serempak.

"Ba, bagaimana ini? Kalau cahayanya menghilang, apa yang akan terjadi dengan warna Bumi?"

Raja Shuuzo menggeleng. Dia begitu syok sampai tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. "Aku tak tahu, Aya-sama..."

"Ja, jangan bilang kalau-"

"Yang Mulia!" Tiba-tiba ada suara yang tak sengaja menginterupsi pembicaraan Raja Shuuzo dan permaisurinya. Mereka berdua serentak menoleh ke arah suara itu. Ternyata, asalnya dari seorang ksatria yang muncul di depan pintu ruangan itu. Dia lalu berlutut dengan hormat di hadapan mereka. Namun wajahnya terlihat tegang.

"Ada apa kamu datang kemari?" tanya Raja heran.

"Begini, Yang Mulia. Aku... Aku tadi melihat ada cahaya putih melesat di atas langit. Baginda harus ke sana untuk melihatnya! Sekarang juga!" lapor ksatria itu.

"EEEEH?!" Serentak mereka berdua kaget bukan kepalang.

"Ca, cahaya putih?" gumam Ratu seraya menutup mulutnya. Cahaya putih apa yang dimaksud? Komet? pikirnya bingung.

Raja Shuuzo sendiri terdiam sejenak. Namun tak lama kemudian, bola matanya seketika membundar. Dia lalu menoleh ke arah permaisurinya. "Aya-sama! Kita harus melihatnya! Ini fenomena yang tak boleh terlewatkan!" ajaknya sambil berlari tergopoh-gopoh meninggalkan ruang batu kristal tujuh pengawalnya.

"Ah... Ba, baik!" Ratu Aya mengangguk. Lalu dia juga berlari kecil, mengikuti suaminya menuju pintu keluar istana.

Sesampainya di luar istana, Raja Shuuzo dan Ratu Aya mendongak ke atas langit. Mencari cahaya putih seperti yang dilaporkan oleh ksatrianya tadi.

"Wah, itu dia!" seru sang Raja sambil menunjuk ke atas.

"Eh, mana?" Ratu pun menoleh ke arah yang ditunjuk Raja Shuuzo. Setelah dilihat dengan teliti, ternyata benar. Di atas langit, dari kejauhan ada cahaya putih yang cukup menyilaukan melesat turun ke bawah. Terlihat seperti bintang jatuh. Cahaya itu terus melesat turun ke bawah, lalu sedikit membelok ke kiri. Seolah sedang menjauhkan dirinya dari pandangan semua penghuni istana yang berdecak kagum akan keindahannya.

"Wah, dia semakin menjauh!" seru Ratu Aya.

"Kita kejar cahaya itu, Aya-sama. Jangan sampai dia lolos! Atau kita takkan tahu apa yang terjadi," perintah Raja Shuuzo sambil berlari cepat, diikuti Ratu Aya yang menyusulnya. Tangan sang Raja memegang tangan permaisurinya erat-erat agar tidak terlepas darinya.

Mereka akhirnya sampai di depan gerbang yang menghubungkan Miracle Rainbow World dan Dunia Manusia. Begitu mereka tiba di hadapan gerbang yang jaraknya tidak terlalu dekat, mereka berhenti berlari. Di sana, mereka melihat cahaya putih yang mereka kejar sedang melesat secepat komet. Menuju tepat ke depan gerbang itu. Kemudian cahaya itu mendarat di situ dan memunculkan 7 cahaya warna-warni dan membentuk seperti jembatan. Melihat fenomena yang tak terduga itu, Raja Shuuzo dan Ratu Aya jadi semakin takjub. Kedua pasang mata mereka melebar, sangat terpesona sekaligus heran.

"Oh, ternyata... Tujuh batu kristal itu..." Tiba-tiba sang Raja teringat sesuatu.

"Apa, Sayang?" Ratu Aya menoleh ke arahnya, penasaran.

"Aku ingat sekarang. Jika tujuh pengawalku berhasil menghidupkan sihirnya di tujuh batu kristal itu dengan kekuatan cinta sejatinya pada gadis manusia, maka cahaya 7 warna yang berasal dari tujuh kristal tersebut akan berubah menjadi jembatan penghubung dua dunia. Miracle Rainbow World dan Dunia Manusia (Bumi). Cahaya 7 warna itu tidak hanya membuat Bumi mempertahankan warnanya, tapi juga menghubungkan Miracle Rainbow World dengan Bumi agar kedua dunia itu tetap bersatu dan tidak dapat terpisahkan," jelas Raja Shuuzo panjang lebar.

"Maksudmu..." Ratu berpikir sejenak. "Kedua dunia itu tetap terhubung karena ada hubungan erat dengan manusia Bumi?"

"Tepat." Sang Raja membenarkan. "Kalau seandainya tujuh pengawalku gagal melakukan misiku ini, Bumi akan berubah menjadi putih. Seperti yang sudah kukatakan pada mereka. Tapi tidak hanya itu, lebih buruknya lagi, Miracle Rainbow World dan sihirnya akan hilang dan Bumi akan tertelan oleh kehampaan warna. Dengan kata lain, kegelapan..." Dia menurunkan suaranya bak suara hantu di akhir kalimat, sampai Ratu Aya bergidik ngeri.

"Hii..."

"Ufufu..." Raja Shuuzo tertawa geli begitu melihat ekspresi permaisurinya itu. "Jangan takut, Sayang. Itu takkan terjadi. Kan tujuh pengawal kita sudah berhasil menyelesaikan misiku. Jadi tak perlu kamu khawatirkan," ujarnya sambil mengelus rambut Ratu Aya yang panjang sebahu.

Sang Ratu menggembungkan pipinya kesal. "Huh, kamu masih saja suka menakut-nakuti!"

"Hahaha..." Raja tertawa renyah. "Ah, Aya-sama... Aku jadi teringat saat kita pertama kali bertemu denganmu."

"Ng?" Sang Ratu terperanjat. "Kamu masih mengingatnya?"

"Waktu itu... Aku masih ingat mendiang Ayahandaku memberikan misi padaku di Bumi. Persis seperti yang kulakukan pada tujuh pengawalku. Dan di situlah, aku bertemu denganmu..." ucapnya lembut. Tangannya menyentuh pipi kanan permaisurinya. Manik onyx-nya menatap dalam wajah Ratu Aya.

Sampai sekarang... Wajahnya masih tak berubah. Seperti dulu... batinnya.

Tiba-tiba sang Ratu merasakan wajahnya mulai memanas. "Shu, Shuuzo-sama..." gumamnya gugup.

"Oh, maaf. Aku terbawa suasana..." Sang Raja melepaskan tangannya dari pipi istrinya. "Ada sesuatu yang harus kulakukan. Kita harus kembali ke istana sekarang," tuturnya sambil berbalik, berjalan pulang menuju istananya.

"Eh?" Ratu Aya menoleh ke arah Raja Shuuzo yang berjalan membelakanginya dengan ekspresi bingung. "Kamu mau apa, Shuuzo-sama?"

"Tentu saja, memanggil tujuh pengawalku," sahut Raja seraya menghentikan langkahnya. Kemudian dia menoleh. "Mereka harus tahu kabar gembira ini. Karena itulah, aku ingin memanggil mereka kembali ke sini."


*Aomine's Part*

Sementara di Dunia Manusia...

Aomine duduk bersila di atas kasur milik seorang cewek. Pipi kanannya terlihat memerah dan terdapat tanda berbentuk telapak tangan. Tampaknya itu karena dia telah mendapat 'hadiah' berupa tamparan dari gadis manusia. Masih ingat yang bagian scene sebelumnya? Waktu itu, lelaki tan bersurai navy blue tadi menggoda gadis itu dengan kata-kata yang terdengar 'mesum'. Maka dari itu, beginilah jadinya.

Tampang cowok itu terlihat kesal. Sedangkan gadis manusia yang telah menjadi kekasihnya itu sudah pergi meninggalkan kamarnya. Karena itu Aomine jadi sendirian.

"Cih, dasar cewek galak..." umpatnya seraya berdecih. "Gara-gara dia aku tak bisa bebas di sini untuk menunggunya selesai mandi. Kalau aku baca Mai-chan-ku lagi, nanti dia malah mengancamku untuk tidak boleh berada di rumahnya. Huh!"

Memang bagi Aomine, menunggu tanpa berbuat apa-apa itu sangat menyiksanya. Yang lebih membuatnya tersiksa itu adalah dia tak boleh menyentuh apalagi sampai membaca majalah si model porno yang cukup terkenal, Mai Horikita! Bisa-bisa dia akan diusir dari rumah gadis itu. Bukan apa-apa, gadis manusia itu khawatir sekaligus cemas kalau pemuda itu nanti bisa berpikir yang tidak-tidak pada dirinya akibat terpengaruh majalah ero itu. Apalagi dia masih tinggal di rumah gadis itu sendiri! Kan gawat kalau orangtua maupun tetangganya tahu. Nanti bisa menjadi buah bibir di sekitarnya.

Ya, iyalah... Aomine sekarang sudah menjadi manusia seutuhnya. Bukan serigala kecil lagi.

"Huffft..." Aomine menghela napas. Lalu merebahkan badannya ke kasur. Kakinya yang panjang diluruskan kembali. "Apa boleh buat. Aku tidur sebentar saja deh..." ucapnya pelan. Kelopaknya mulai menutup iris sapphire-nya. Namun...

Sriiing!

Tiba-tiba Aomine merasakan ada pancaran aura yang keluar dari tubuhnya. Aura yang berwarna biru senada dengan rambutnya mulai menyelimutinya. Sontak cowok itu terbelalak begitu melihat dirinya yang tak lazim terjadi oleh orang biasa. Jangan-jangan...

"Hah? A, apa yang terjadi padaku?" tanyanya bingung sambil memperhatikan tubuhnya. Namun perlahan-lahan, dia lenyap seketika bersamaan dengan aura itu.

*Murasakibara's Part*

Di dalam sebuah bakery alias toko kue, terlihatlah Murasakibara sedang duduk di meja kasir. Pemuda bersurai ungu sebahu itu menguap lebar, mengeluarkan rasa kantuknya. Sebelumnya, dia tadi diminta gadis pilihannya untuk menjaga toko kuenya. Soalnya gadis itu diajak belajar kelompok oleh sahabatnya.

Tapi menjaga bakery sekaligus menunggu pelanggan datang itu terasa membosankan bagi Murasakibara. Padahal dia sudah diberi sedikit kue oleh gadis itu agar dia tak bosan. Namun tetap saja itu tidak membuat pemuda bongsor itu senang. Kue-kuenya sudah habis, maka itulah dia hanya bisa duduk dengan wajah lesu. Kalau seandainya ada pelanggan datang, mau tak mau dia harus bersiap untuk tersenyum menyapa pelanggan itu walaupun senyum yang dipaksakan sekalipun. Yah, nggak mungkin dia melayani pelanggannya dengan raut wajah lesu begitu, kan? Nanti pelanggannya jadi tidak bersemangat untuk membeli kuenya.

Murasakibara melayangkan pandangannya pada kue-kue yang berjejer rapi di etalase. Dia berusaha untuk tidak ngiler walaupun dirinya membayangkan bisa memakan semua kue-kue itu. Namun dia tidak berani. Takut gadis itu akan marah padanya kalau dia menghabiskan kue-kue di tokonya.

Akhirnya dia tak tahan lagi untuk mengenyahkan rasa kantuknya. Dia menelungkupkan kepalanya di atas meja kasir.

Sriiing!

"Ng?" Hampir saja Murasakibara tertidur sebab dia merasakan ada aura aneh yang menyelimuti badannya yang besar. Dia segera mengangkat kepalanya dan memperhatikan dirinya. Ternyata seluruh badannya memancarkan cahaya ungu. Tentu saja dia jadi bingung karenanya.

"Ara, nande? Kenapa badanku..."

Dalam sekejap mata saja, Murasakibara menghilang.

*Kagami's Part*

"Oh, tidak! Aku bisa terlambat untuk menjemputnya!" seru Kagami, pemuda beralis cabang yang sedang berlari kencang menyusuri jalan. Sambil berlari, dia merutuki dirinya dengan wajah kesal. "Huh, ini semua karena guru itu! Dia malah memberiku hukuman dengan cara membersihkan koridor sekolah! Gara-gara dia, aku jadi terlambat pulang. Aaargh!"

Kagami mempercepat larinya. Agar dia bisa sampai di sekolah gadis manusianya itu. Dia tak ingin gadis itu lama menunggunya. Kalau tidak, kan kasihan dia sendirian di sana menunggu kedatangannya.

Setelah Kagami berubah menjadi manusia, dia jadi tidak tinggal bersama dengan kekasihnya. Soalnya, gadis itu kan tinggal bersama dengan orangtuanya. Jika Kagami masih menetap di sana, sama saja menggali kuburan sendiri. Masa lelaki lajang yang bukan saudara si gadis tinggal serumah? Apalagi gadis itu seorang miko. Bisa gawat kalau nama baiknya tercemar karena tinggal bersama dengan laki-laki. Makanya itulah, Kagami memutuskan untuk menyewa apartemen supaya bisa tinggal di sana. Tentu saja dibantu oleh si gadis dan orangtuanya.

Untung orangtua gadis itu tidak mempermasalahkan hubungan anak mereka dengan Kagami. Gadis itu sudah bilang pada mereka bahwa dia dan Kagami hanya teman dekat. Sengaja dia berkata begitu biar orangtuanya tak curiga serta berpikir macam-macam pada Kagami. Padahal Kagami itu manusia yang dulunya seekor harimau kecil yang dipelihara anak mereka. Wajar saja mereka tak tahu itu.

Meskipun demikian, Kagami dan kekasihnya itu masih tetap bersama. Pulang pergi sekolah bersama, jalan bersama apalagi berkencan. Dimana-mana mereka selalu berdua, tak dapat terpisahkan.

Akhirnya, selang beberapa lama kemudian, Kagami tiba di depan gerbang sekolah pacarnya itu. Pemuda berambut crimson dengan gradasi hitam itu menghentikan larinya dan membungkukkan badannya seraya ngos-ngosan. Berusaha mengambil napas sebanyak mungkin. Lalu dia menegakkan badannya kembali dan mengelap sebutir keringat yang turun di pelipisnya.

Mata merahnya yang menyala memperhatikan seisi sekolah itu, mencari dimana pacarnya berada. Ternyata gadis itu belum keluar dari sekolah. Tanpa dia sadari, dia menghela napas lega.

"Hufft, syukurlah... Hampir saja aku terlambat..." ucap Kagami sambil mengelus dada. Sekarang aku tinggal menunggunya saja, batinnya.

Sriiing!

"Hah?" Kagami mengerutkan dahinya, heran ketika merasakan ada aura aneh. Dia memperhatikan dirinya dari atas ke bawah. Sontak dia terbelalak, kaget. Di matanya, terlihat cahaya berwarna jingga bersinar di sekujur tubuhnya.

"Apa ini? Ke, kenapa tubuhku jadi begini?!" teriaknya panik.

Tak lama kemudian, sosoknya menghilang tanpa jejak. Diikuti oleh aura cahayanya itu.

*Akashi's Part*

Di taman, terlihat Akashi duduk sendirian di bangku kayu. Tangannya dilipat tepat di dada. Kedua manik ruby-nya memandangi sekitar taman itu. Angin sepoi-sepoi meniupkan helaian mahkota merahnya.

"Hari yang indah..." gumam Akashi sambil menyisir kembali rambutnya yang tertiup angin dengan tangan. Kemudian dia menghela napas. "Huffft. Tapi..."

Dalam waktu singkat, raut wajahnya berubah jadi menyeramkan dengan mata heterokrom-nya. "Kenapa aku harus duduk menunggunya di WC, huh? Sudah seenak jidatnya dia menyuruhku duduk diam saja di sini, malah dia lama sekali keluarnya. Awas, kalau dia keluar... Aku akan memberinya hukuman berat," ancamnya.

Ternyata, awal mulanya Akashi duduk di taman itu karena dia diminta izin oleh gadisnya itu pergi ke WC. Sudah kebelet katanya. Ketika Akashi meminta gadis itu ikut menemaninya, dia menolak. Yah, mana ada perempuan yang mau ditemani ke WC sama laki-laki? Mau tak mau, Akashi menunggu gadis itu keluar dari WC sambil duduk di bangku taman. Untung WC itu cukup dekat dari jangkauan Akashi sehingga dia bisa melihat gadisnya itu keluar dari WC atau belum.

"Meong..."

"Hm?" Terdengar suara meongan kucing di telinga Akashi. Akashi terperangah dan celingak-celinguk mencari suara kucing itu berasal.

"Meong!"

Suara meongan kali ini cukup keras. Kedengarannya dia seperti sedang diserang. Sontak saja Akashi kaget dan segera menoleh ke arah suara itu.

Di sana, Akashi melihat ada seekor kucing belang tiga yang dikerumuni tiga anak yang bersiap untuk memukul dengan tongkatnya. Tiga anak itu kelihatannya tak asing bagi Akashi. Dia merasa 'deja vu' ketika teringat akan dirinya di-bully oleh mereka saat dia berwujud kucing dulu.

"Bukankah... Mereka ini anak-anak nakal yang mem-bully-ku, ya?" gumam Akashi. Begitu kedua matanya menatap kucing yang terlihat ketakutan menghadapi tiga anak itu, Akashi jadi merasa kasihan. Namun dia juga geram menyaksikan tiga anak itu yang menyerang kucing tak bersalah tanpa rasa iba.

Tanpa ragu, Akashi segera bangkit dari duduk dan berjalan ke arah mereka dengan gagah berani. Mata heterokrom-nya berkilat-kilat penuh kemarahan dan keabsolutan. Alisnya menajam, membuat ekspresi marahnya terlihat makin menjadi. Tak lupa dengan aura horor menguar dari tubuhnya. Takkan kubiarkan kalian menyakiti kucing itu. Dan juga...

Akan kubalaskan dendamku pada kalian... Karena telah berani memukulku sampai terluka parah! Takkan kumaafkan kalian meskipun kalian bersujud memohon di hadapanku dan ini mutlak! batinnya.

"Hoo, kalian ini berani sekali, ya..." Tegurannya itu berhasil menghentikan tiga anak itu yang ingin memukul kucing itu. Begitu melihat Akashi menghampiri mereka, raut wajah mereka berubah masam. Tak senang karena merasa terganggu.

"Siapa kau? Berani sekali mengganggu kami!" hardik salah satu dari mereka.

Bagus. Mereka tak mengenaliku, pikir Akashi. Dia menyeringai sinis pada tiga anak nakal itu. "Kalian tahu? Mengganggu binatang itu tidak baik. Apalagi memukulnya sampai terluka... Apakah orangtua kalian tidak pernah mengajari kalian tentang hal ini, ya? Atau... Kalian tak punya hati sama sekali sampai kalian tega menyakiti kucing malang ini, heh?" tudingnya sambil menatap tajam ke tiga anak itu satu persatu.

"Hii..." Sontak saja tiga anak itu ketakutan. Mereka jadi tidak berani melawan Akashi.

"Hei, kenapa kalian diam saja? Apa kalian masih berani melawanku, hm?" tegur Akashi hingga tiga anak itu kaget sampai bulu kuduk mereka berdiri. "Kali ini kuampuni kalian. Tapi... Jika kupergok kalian masih suka menyakiti binatang, aku takkan segan-segan memberimu pelajaran agar kalian jera. Ingat, ancamanku ini tidak main-main dan mutlak buat kalian. Fufufu..."

"HYAAA! Maafkan kami! Kami takkan mengganggu binatang lagi!" jerit mereka panik sambil berlari terbirit-birit meninggalkan Akashi.

"Hmph, rasakan akibatnya karena telah berani mem-bully-ku," kata Akashi sambil tersenyum penuh kemenangan. Merasa lega karena dendamnya sudah berhasil terbalaskan.

Akashi menoleh ke arah kucing yang masih gemetaran. Perlahan-lahan dia berjongkok di hadapan kucing itu. Tangannya terulur ingin menyentuh bulunya. Kucing itu berjalan mundur, kelihatannya dia masih takut pada Akashi.

"Jangan takut, pus. Aku tak bermaksud menyakitimu," ucap Akashi lembut pada kucing itu. "Kamu tidak apa-apa, kan? Sini, aku hanya ingin menyentuhmu..."

Kucing itu akhirnya menurut. Dia membiarkan lelaki berambut merah darah itu mengelus kepalanya.

"Meong." Kucing itu mengeong manja pada Akashi. Sepertinya dia mulai menyukai Akashi yang telah menolongnya dari tiga anak nakal itu. Bahkan kucing itu ingin Akashi terus mengelus kepalanya.

Melihat reaksi kucing itu, Akashi terkekeh geli. "Kamu memang kucing yang lucu."

Sriing!

Tiba-tiba Akashi merasakan ada aura yang berada dalam dirinya. Dia lalu berdiri dan memperhatikan dirinya dari atas ke bawah. Dia tersentak heran melihat ada cahaya semerah rambutnya menerangi seluruh tubuhnya.

"Meong...?" Kucing itu pun juga kaget melihat Akashi diselimuti cahaya itu. Sungguh mengherankan baginya.

"Oh, apa yang terjadi?" tanya Akashi. Dia penasaran bagaimana bisa ada cahaya di dalam tubuhnya. Namun dia perlahan menghilang, meninggalkan kucing itu yang masih terlihat kebingungan.

*Kise's Part*

Kise berjalan keluar dari gerbang sekolahnya. Hari ini dia pulang sendirian, tidak seperti biasanya. Biasanya, kan pemuda berambut pirang itu pulang bersama kekasih manusianya yang satu sekolah dengannya di Bumi. Namun karena gadis itu harus menjalani latihan karate di klub, akhirnya Kise jadi pulang sendiri.

Walaupun Kise sendirian, anehnya tidak ada satupun gadis di sekolahnya yang berani mendekati pemuda itu. Sejak Kise memberitahu pada mereka kalau dia sudah memiliki pacar, yaitu gadis pilihannya di Bumi, mereka jadi segan mendekati Kise. Namun mereka masih mau menyapanya.

Sebenarnya Kise merasa berat hati kalau dia pulang duluan tanpa ditemani pacarnya itu. Awalnya dia menolak, tapi gadis itu tetap bersikukuh untuk meyakinkan Kise kalau dia harus pulang duluan. Terpaksa Kise mengalah walaupun dia sudah memohon-mohon sambil menangis buaya.

"Hidoii-ssu... Kenapa aku harus pulang sendiri tanpa dia? Aku takut kalau dia pulang tanpa aku-ssu. Huweee..." Kise mulai mewek. Dalam hatinya, dia khawatir pada gadis manusianya itu. "Apa dia baik-baik saja kalau dia pulang sendiri? Ah, apa boleh buat... Aku cuma bisa mengalah. Kalau kupaksain, dia akan marah-ssu..."

Sriiing!

Di sepanjang perjalanan pulang, tiba-tiba langkah Kise terhenti. Dia terkejut mendapati dirinya diselimuti cahaya kuning yang menerangi seluruh tubuhnya. Melihat itu, Kise menjadi bingung sekaligus takut dengan ekspresi wajah panik.

"Ke, kenapa... Kenapa tubuhku jadi begini-ssu?!" tanyanya. Tak lama, sosoknya menghilang.

*Midorima's Part*

Midorima masih menetap di rumah gadis manusianya setelah dia berhasil menyelesaikan misinya. Sekarang dia sedang duduk berdiam diri di sofa ruang tamu. Ditemani dengan boneka kelinci berwarna hijau di sampingnya.

Midorima menggendong dan menatap boneka kelinci itu yang dia anggap sebagai "Lucky Item"-nya. Tadi pagi, pemuda dengan surai hijau itu iseng melihat Oha-asa dan dia melihat Cancer memasuki peringkat pertama sebagai zodiak paling beruntung untuk hari ini. Dia juga melihat "Lucky Item"-nya untuk hari ini adalah: boneka kelinci.

Boneka itu sekilas mirip sekali dengan wujud kelinci Midorima. Bulunya hijau dan berkacamata. Boneka itu juga memegang sebuah wortel dengan kedua tangannya yang mungil. Lucunya. Seolah-olah kelinci itu adalah Midorima yang sedang memegang wortel sebagai "Lucky Item"-nya.

Tapi tetap saja Midorima merasa dirinya tidak lucu dalam wujud kelinci. Meskipun gadisnya itu gemas menggodanya seraya mengatakan bahwa Midorima dalam wujud kelinci sangat lucu dan imut, Midorima sendiri masih tidak mau terima.

"Huh, lucu darimananya? Menurutku, tetap saja tidak lucu nodayo," komentar Midorima dingin. "Na, namun aku senang mendapat boneka ini sebagai Lucky Item-ku. Kalau dilihat-lihat... Ehm, aku tidak mau mengatakan ini tapi..." Dia terdiam sesaat.

"Boneka buatannya bagus sekali, nanodayo..." sambung Midorima. Dia tersenyum tipis begitu melihat boneka kelinci buatan gadis manusianya itu. Dia tak menyangka kalau gadis manusianya itu pintar sekali membuat boneka. Boneka kelinci itulah yang gadis itu berikan pada Midorima sebagai hadiah untuknya. Kalau boleh jujur, gadis itu sengaja membuatnya karena dia kangen dengan wujud kelincinya itu.

Sriiing!

"Ng?" Midorima menyadari ada yang aneh pada dirinya. Dia segera menengok ke bawah untuk memeriksa tubuhnya. Betapa kagetnya Midorima begitu melihat dirinya diselimuti cahaya hijau. Memang suatu kejadian yang tak lazim.

"Apa yang terjadi nodayo? Kenapa tubuhku..."

Tak lama lagi, Midorima menghilang dalam sekejap. Boneka kelinci dalam gendongannya pun jatuh ke atas sofa.

*Kuroko's Part*

Hari-hari sudah terlewati sejak Kuroko tinggal di Dunia Manusia untuk menyelesaikan misi dari rajanya. Sekarang misinya sudah berhasil dan dia dapat hidup sebagai manusia. Dia akhirnya tinggal di apartemen yang sederhana, tapi ruangan yang dia tempati tidak terlalu besar. Sengaja dia memilih tinggal di sana karena selain terkesan simple, ruangan itu bisa cukup untuk satu orang saja. Ya, ruang apartemennya itu jadi miliknya sendiri.

Kenapa Kuroko jadi tinggal di apartemen sendirian? Alasannya, karena gadis manusia yang sudah resmi menjadi kekasihnya itu tidak mau dia tinggal di rumahnya. Orangtuanya pasti melarangnya, makanya gadis itu menjadi takut. Tapi tidak tega juga kalau cowok bersurai baby blue itu tak punya tempat tinggal. Maka dia menyarankan Kuroko untuk menyewa apartemen agar bisa tinggal di sana dengan nyaman.

Kini, Kuroko sedang berada di dalam kamar apartemennya. Dia duduk di kursinya sambil membaca novel historikal tentang perang. Novel itu dia beli saat dia berkencan untuk pertama kalinya dengan kekasihnya itu.

Tak lama kemudian, dia menutup novelnya. "Ah, ceritanya menarik sekali. Ending-nya sungguh tak terduga," komentarnya.

Entah kenapa, pandangan Kuroko mengarah pada 7 buah patung plastisin warna-warni di meja belajarnya. 7 patung mungil itu berbentuk 7 lelaki chibi yang imut. Kalau diperhatikan baik-baik dari setiap karakter patung itu, mengingatkan pada Kuroko dan teman-temannya. Terlihat jelas dengan wajah serta gaya rambut yang terlihat familier.

Patung merah menggambarkan Akashi, patung crimson menggambarkan Kagami, kuning menggambarkan Kise, hijau menggambarkan Midorima, biru tua menggambarkan Aomine dan ungu menggambarkan Murasakibara. Satu patung lagi, yaitu patung berwarna biru langit yang menggambarkan... Dirinya.

Begitu melihat patung berbentuk dirinya bersama dengan keenam patung lain, mengingatkan dirinya ketika bersama dengan mereka di Miracle Rainbow World. Banyak kenangan yang tidak terlupakan di sana. Mulai dari yang konyol sampai yang mengharukan.

Yang membuat tujuh patung itu adalah Kuroko sendiri. Dia-lah yang sengaja membuatnya karena tiba-tiba teringat keenam pengawal Raja Nijimura itu setelah dia mendapat plastisin dari gadisnya. Saat waktu senggang itulah, tangannya mulai membentuk plastisin itu menjadi sebuah patung chibi yang lucu.

Kuroko menghela napas sebentar. Lalu dia menatap lekat-lekat tujuh patung itu. Dia jadi begitu gemas sekaligus rindu karena sudah lama tidak bertemu mereka walaupun hanya pergi karena misi.

"Misiku mencari cinta sejati sudah selesai... Apakah mereka juga?" gumamnya pelan sambil menyentuh patungnya. "Kira-kira mereka sedang apa sekarang? Semoga tidak terjadi hal buruk pada mereka..."

Sriing!

"Lho?" Tiba-tiba Kuroko merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Dia merasakan tubuhnya memancarkan aura berwarna biru langit. Namun ekspresi wajah datarnya masih tak berubah meskipun dia bingung apa yang akan terjadi. Akhirnya, dia menghilang ditelan oleh aura cahayanya itu.


Syung!

Kuroko akhirnya muncul kembali dengan cahaya menyelimuti tubuhnya. Lalu cahaya itu lenyap seketika. Kuroko celingukan, memandangi sekelilingnya. Iris aquamarine-nya memperhatikan sekitarnya dari tiap sudut.

"Dimana ini?" gumamnya. Dia terlihat sedang menerka-nerka dimana dirinya berada. Sepertinya Kuroko mengenal ruangan itu. Ruangan itu begitu mewah dan kebanyakan terbuat dari emas putih. "Mungkinkah ini... Istana Yang Mulia Raja Nijimura? Apakah ini berarti..."

"Youkoso! Selamat datang kembali di Miracle Rainbow World, pengawalku," sambut Raja Shuuzo tiba-tiba. Membuat Kuroko menoleh ke arahnya.

"Okaerinasai, Kuroko-kun!" Ratu Aya juga ikut menyambut kepulangan Kuroko.

"Ya, Yang Mulia Raja... Ratu..."

"Hai, Kuroko. Sudah lama tak jumpa," sapa Raja sambil tersenyum.

"Ah, iya... Yang Mulia." Kuroko segera berlutut di hadapan rajanya itu. "Sudah lama tak berjumpa dengan Anda."

Syung! Syung! Syung!

Tak lama kemudian, muncul lagi tiga orang dengan aura yang berbeda warna. Masing-masing berwarna kuning, merah dan jingga. Kuroko, Raja Shuuzo dan Ratu Aya serentak menoleh ke arah mereka. Sosok ketiga orang itu mereka masih mengenalinya. Mereka adalah Kise, Akashi dan Kagami.

"Aku dimana-ssu?" tanya Kise kebingungan. Dia celingukan memandangi sekitar. Begitu juga dengan yang lain.

"Tempat ini kelihatannya tak asing..." gumam Kagami sambil menaikkan sebelah alisnya.

Akashi memperhatikan salah satu sudut istana Raja Shuuzo seraya berpikir. "Hmm... Sepertinya aku kenal tempat ini. Apakah ini istana Raja..."

"Hai, semuanya. Hisashiburi desu," sapa Kuroko tiba-tiba. Seperti biasa, ketiga orang itu kaget karena hawa keberadaannya yang tipis. Padahal Kuroko dari tadi sudah berdiri di dekat mereka.

"Huah! Ku, Kuroko?!" Mata Kagami seketika mau loncat dari rongganya. "Itu kamu?! Sejak kapan?"

"Hoo, Kuroko rupanya... Sudah kuduga," sapa Akashi. "Seperti biasa, kamu masih saja suka mengagetkan orang."

"Ah, Kurokocchi! Hisashiburi," balas Kise. Tanpa ragu, dia langsung memeluk Kuroko erat-erat. "Aku kangeeeen banget sama kamu, Kurokocchi!"

"Hmph, Kise-kun..." Kuroko merasa sesak dipeluk erat begitu. Seakan-akan tulangnya mau remuk. "A, aku tidak kangen sama sekali..." ucapnya dingin.

"Eeehh?!" Kise tersentak. Lalu dia melepaskan pelukannya dan menangis sesenggukan. "Huweee... Hidoi-ssu!"

"Oi, Kise. Jangan cengeng begitu dong! Kamu, kan laki-laki," tegur Kagami.

"Habisnya, Kurokocchi..."

"Joudan desu, Kise-kun," sela Kuroko sambil tersenyum kecil. "Aku kangen kamu, kok. Kalian juga, Akashi-kun, Kagami-kun."

Raut wajah Kise berubah cerah. Dia lalu berhenti menangis dan tersenyum. "Wah, ureshii-ssu yo!"

"Tapi jangan peluk aku lagi. Aku bukan guling."

"Huh, hidoi..." Kise merengut kesal.

"Sudah lama kita tak bertemu, Kuroko," kata Akashi. "Padahal, kita hanya berpisah saat turun ke Bumi untuk misi. Bagaimana kabarmu?"

"Baik, Akashi-kun," jawab Kuroko.

"Ah, iya... Aku kangen kamu juga," ujar Kagami. "Tapi jangan seenaknya saja muncul secara tiba-tiba begitu! Bikin orang jantungan, tahu!"

"Aku sudah berada di depanmu. Kamu saja yang tidak merasakannya, Kagami-kun," tukas Kuroko datar.

"Kuroko!"

"Kalian akhirnya datang juga," ujar Raja Shuuzo sambil tersenyum tipis. Membuat yang lain menoleh ke arahnya. "Youkoso! Selamat datang kembali di Miracle Rainbow World."

"Okaerinasai, Kise-kun! Dan juga Akashi-kun dan Kagami-kun," sambut Ratu senang.

"Yang Mulia..." Mereka bertiga segera berlutut di hadapan Raja Shuuzo dan permaisurinya dengan hormat. "Sudah lama kami tak berjumpa dengan Anda," ucap mereka serempak.

"Terima kasih. Sekian lama tidak bertemu dengan kalian. Hisashiburi desu..." balas Raja Shuuzo.

Syung! Syung! Syung!

Tiba-tiba muncul lagi tiga orang dengan aura yang berbeda warna pula. Warna hijau, biru dan ungu. Terlihat jelas dari ciri-ciri mereka, ketiga orang itu tak lain adalah Midorima, Aomine dan Murasakibara.

"Ara, ara... Aku dimana sekarang?" tanya Murasakibara sambil celingukan, memperhatikan sekeliling.

"Sepertinya aku kenal tempat ini," kata Aomine sambil mengorek telinganya. Dahinya berkerut.

"Apakah ini... Istana Raja Nijimura nanodayo?" gumam Midorima.

Melihat tiga orang itu kembali, Raja Shuuzo segera menyambut mereka. "Youkoso! Selamat datang kembali di Miracle Rainbow World, semuanya."

"Okaerinasai, Midorima-kun dan Aomine-kun. Oh, kamu juga, Murasakibara-kun!" Ratu Aya juga ikut menyambut mereka bertiga.

"Ah, Yang Mulia." Aomine, Midorima dan Murasakibara berlutut di hadapan Raja mereka. "Sudah lama kami tak berjumpa dengan Anda."

"Ufufu. Hisashiburi desu," ujar sang Raja.

"Yo, kalian!"

"Doumo."

"Akhirnya, kalian sudah datang."

"Aominecchi! Midorimacchi! Murasakibaracchi!"

Panggilan itu terdengar di telinga tiga orang itu. Mereka menoleh. Di sana, ada Kise yang sedang melambai-lambaikan tangannya, Kuroko dengan wajah tripleknya, Akashi yang masih dengan gayanya yang cool dan Kagami yang menatap mereka tajam.

"Oh, ternyata kalian..." Aomine berjalan menghampiri mereka berempat, diikuti oleh Murasakibara dan Midorima. "Tak kusangka kalau aku bertemu dengan kalian lagi di sini."

"Hai, Aominecchi..." sapa Kise riang. "Apa kamu kangen denganku?"

"Hah? Kangen?" Aomine terpana. "Tentu saja tidak. Melihat mukamu saja, rasanya aku mau muntah," sindirnya sambil melengos.

"Ish, Aominecchi hidoi-ssu!"

"Aomine-kun," panggil Kuroko.

"Ya, Tetsu?"

"Pipimu kok merah begitu? Habis ditampar, ya?" tanyanya datar sambil menunjuk pipi Aomine yang masih tampak bekas tamparan.

"Huh, ini bukan apa-apa," jawab Aomine mengelak.

Tiba-tiba Kagami menyeringai lebar. Membuat Aomine heran. Apaan sih? Orang ini malah nyengir saja kayak kuda? pikirnya.

"Pasti kamu habis ditampar cewek, kan?" tebak Kagami. "Kamu tak bisa mengelaknya, Ahomine. Sekarang aku sudah tahu, kok kenapa pipimu memerah."

"Hoi, Bakagami! Kau ini..."

Kagami menahan tawa. Dia merasa telah berhasil menyerang titik lemah Aomine.

"Yeee, bisa-bisanya Aominecchi ditampar sama gadis manusia-ssu. Habis melakukan hal yang mesum, ya?" Kise malah mengada-ngada.

"Diamlah, Kise! Jangan ngawur!" protes Aomine sewot seraya mendelik ke arahnya. "Ini bukan seperti yang kau kira!"

"Hisashiburi ne..." sapa Murasakibara dengan nada malas.

"Hisashiburi nodayo. Ehm..." Midorima terdiam sejenak. "Aku senang bertemu kalian lagi. Bu, bukan berarti aku kangen, ya!" tuturnya dingin.

"Ho, Megane Tsundere ini kangen kita? Yang benar saja?" Aomine menatap Midorima seakan tak percaya dengan ucapannya barusan. "Apa kupingku ini tak salah dengar?"

"Aku tak menyangka kalau Midorima-kun mengatakan seperti itu," sahut Kuroko.

"A, apa?"

"Midorima, barusan tadi kamu bilang apa? Kamu kangen, ya?" tanya Akashi, terdengar seperti menginterogasi.

"Ah, bu, bukan! Aku hanya asal ngomong nanodayo." Midorima melengos. "Aku hanya terkejut karena aku bertemu lagi dengan kalian di sini. Tapi aku sama sekali tidak kangen, kok."

"Shintaro..." Tiba-tiba terdengar suara menakutkan di telinga Midorima. Midorima seketika bergidik ngeri seraya menoleh ke belakang. Dilihatnya, Akashi menatapnya dengan mata mengecil dan seringai iblis khasnya. Dia menodongkan jarinya tepat di hidung Midorima. "Kamu jangan berani berbohong di hadapanku dan juga kami semua. Kalau kamu kangen kami, bilang saja. Tak perlu mengelak seperti itu..."

"Ta, tapi-"

"Tak ada kata 'tapi'. Ini mutlak!" potong Akashi tegas.

"I, iya! A, aku kangen kalian semua nanodayo!" teriak Midorima panik sambil mendorong Akashi. "Sudah cukup, Akashi! Bikin malu saja, ih!"

"Hahaha..." Semuanya tertawa melihat tingkah Midorima.

"Mido-chin, kamu memang lucu, ya."

"Sudahlah, Murasakibara! Urusai nodayo!"

Tujuh pengawal kepercayaan Raja Nijimura akhirnya sudah berkumpul di istananya. Mereka semua terlihat asyik bercakap-cakap mengenai pengalaman mereka di Bumi. Diselingi canda yang menghibur hati. Melihat semua pengawalnya sudah ada di hadapannya, Raja Nijimura hanya bisa tersenyum.

"Murasakibara, tumben kamu tidak mengeluh minta makanan. Biasanya kamu tidak bisa diam kalau snack-mu tidak ada padamu," komentar Akashi.

"Bagaimana aku tidak mengeluh minta makanan, aku sendiri masih kenyang habis makan kue, Aka-chin..." tandas Murasakibara sambil menepuk perutnya. "Ara, aku penasaran... Kenapa kita semua kembali ke sini lagi, ya? Bukannya setelah misi kita berhasil, kita tinggal di Dunia Manusia selamanya?" lanjutnya heran.

"Aku baru saja memikirkan itu, Murasakibara-kun."

"Oh, ya. Yang Mulia, ada apa Anda memanggil kami semua? Ada alasan khusus?" tanya Akashi pada Raja Shuuzo.

"Ya, Akashicchi benar-ssu. Kenapa Yang Mulia memanggil serta membawa kami kembali ke sini?" timpal Kise. Yang lain juga sependapat dan ingin tahu kenapa Raja mereka tiba-tiba membawa mereka kembali ke Miracle Rainbow World. Bukannya mereka sudah berhasil menyelesaikan misinya?

"Ehem." Sang Raja berdehem sebentar, lalu dia mulai menjelaskan, "Aku memanggil kalian ke sini karena ada kabar yang menggembirakan buat kalian semua. Kalian berhasil menyelesaikan misi dariku dan..."

"Dan apa?" Kali ini Kagami yang bertanya.

"7 cahaya dari batu kristal kalian telah membuat jembatan 7 warna yang menghubungkan Miracle Rainbow World dan Dunia Manusia," sambung Raja. "Ketika kalian berubah menjadi manusia dan melakukan hubungan kasih sayang dengan gadis pilihan kalian, sihir kalian diserap dan tersimpan ke dalam batu kristal 7 warna. Ternyata, batu kristal kalian tidak hanya mempertahankan warna Dunia Manusia saja, tapi juga sebagai pertanda bahwa hubungan manusia dengan penghuni Miracle Rainbow World tetap berjalan harmonis. Oleh karena itulah, aku sengaja membuat misi ini supaya kalian dapat berhubungan dengan manusia, yaitu cinta sejati kalian dengan gadis manusia," jelasnya panjang lebar sambil tersenyum.

"Benarkah?" Aomine tercengang, tak percaya mendengar pemberitahuan itu.

"Sugee! Itu berarti misi kita berhasil-ssu!" seru Kise girang.

"Jadi... Terciptanya jembatan 7 warna itu sumber energi cinta sejati dengan sesama manusia? Aku benci mengatakannya... Tapi itu hebat nanodayo," ujar Midorima.

"Ah, hasil yang berbuah manis..." papar Murasakibara.

"Tak kusangka... Sihir di batu kristal kita terkumpul di sana saat kita berhubungan dengan gadis manusia. Bahkan waktu aku berciuman dengan gadisku, aku merasakan sebagian sihirku terserap," tutur Akashi.

"Aku juga merasakannya-ssu," kata Kise.

"Glek!" Kagami meneguk ludah. "A, aku tak percaya ini. Aku dan dia berarti... Ukh!" Dia merasakan rona merah terlukis di wajah sangarnya.

"Kagami-kun, mukamu memerah. Kelihatannya kamu tersipu-sipu," komentar Kuroko, menatap wajah Kagami yang terlihat seperti kepiting rebus.

"U, urusai, Kuroko! Aku tidak tersipu-sipu!" bantah Kagami keras. "Aku hanya kepanasan saja."

"Oh, ya. Pengawalku, ada lagi yang ingin kusampaikan pada kalian," pinta Raja Shuuzo.

"Ya, apa itu, Yang Mulia?" tanya Kuroko.

"Beritahu dong..." ujar Murasakibara memohon.

"Ya, tolong beritahu kami. Ini perintah dan aku penasaran," timpal Akashi. Sisanya hanya menatap Raja mereka dengan wajah menyiratkan rasa penasaran.

"Meskipun kalian selamanya tinggal di Bumi sebagai manusia, tapi..." Raja Shuuzo terdiam sebentar. Lalu dia kembali berkata sambil tersenyum, "Kalian boleh datang berkunjung ke Miracle Rainbow World kapan saja."

Mendengar pemberitahuan itu, semuanya terkejut. Tapi dalam waktu singkat, wajah mereka terlihat senang.

"Be, berarti... Kami semua boleh berkunjung ke sini?" tanya Aomine perlahan.

"Tentu saja. Kapanpun yang kalian mau. Kalian juga boleh mengajak gadis manusia kalian ke sini."

"Hontou ka?" ucap Kagami dengan manik crimson-nya yang melebar.

"Hontou desu. Kok kalian masih tidak percaya padaku?" Raja Shuuzo mengerucutkan bibirnya kesal.

"Tentu saja kami percaya-ssu! Sungguh. Hehe..." Kise tertawa kecil.

"Tolong jangan dimasukkan ke hati, nanodayo. Mereka hanya bergurau," ujar Midorima sambil menaikkan kacamatanya.

"Baguslah kalau begitu." Raja tersenyum lega. "Kalau begitu, akan kutunggu kunjungan kalian. Seluruh penghuni istanaku selalu menerima kedatangan kalian semua. Ditambah lagi, suatu hari nanti kalian akan bertemu dengan calon pangeran di sini."

"Calon pangeran?"

"Artinya, kalian akan bertemu anakku dari Shuuzo-sama-ku yang kusayang," jawab Ratu Aya.

Sontak mereka terpana. "Wah, selamat, Yang Mulia! Anda sebentar lagi akan punya anak." Kuroko mengucapkan selamat pada Raja Shuuzo.

Yang lain juga memberi selamat pada Raja.

"Terima kasih, pengawalku. Kalian memang yang terbaik..." Raja Shuuzo membalas ucapan selamat dari tujuh pengawal kepercayaannya itu. Dia menitikkan air matanya karena terharu.

Tiba-tiba Akashi berjalan mendekati Raja Shuuzo dan menyahut, "Sekarang dimana jembatan 7 warna itu, Yang Mulia? Kami semua mau melihatnya. Sekalian kami balik ke Bumi."

"Eh?" Sang Raja mengernyitkan alisnya.

"Maaf, Yang Mulia... Ini perintah dariku, eh maksudku kami semua," sambung Akashi seraya menoleh ke arah enam pengawal lain yang menatap Raja Shuuzo dengan tatapan penuh harap.

"Onegaishimasu, Yang Mulia," pinta mereka sambil menyatukan kedua telapak tangan mereka.

Melihat tujuh pengawalnya memasang muka memelas, sang Raja jadi gemas sekaligus tersenyum geli. Dia menghela napas sebentar, lalu menjawab, "Baiklah, akan kuberitahu dimana jembatan tujuh warna itu. Jembatan itu... Ada di depan gerbang."

"Gerbang?" Akashi berpikir sebentar. "Oh, aku tahu! Gerbang yang itu, kan? Gerbang penghubung dua dunia itu?" tebaknya.

"Tepat."

"Ayo, kita ke sana untuk melihatnya, Akashicchi!" seru Kise bersemangat.

"Tunggu dulu, Kise. Apa sopan santunmu sudah hilang? Kita harus pamit dulu pada Baginda nanodayo," tegur Midorima.

Akashi mengangguk, dia membenarkan perkataan Midorima. "Baiklah, mari kita pergi. Tapi kita pamit dulu pada Baginda. OK? Perintahku ini mutlak."

"OK/-ssu." Yang lain setuju.

Kemudian tujuh pengawal itu segera berlutut di hadapan Raja Shuuzo dengan hormat. "Terima kasih banyak sudah memberitahu kami, Yang Mulia. Sudah saatnya kami kembali ke Bumi!" kata mereka serempak.

"Sama-sama. Sekarang pergilah," titah Raja Shuuzo.

"Yuhuu! Ayo, kita pergi-ssu! Siapa yang cepat, dia yang akan jadi yang pertama! Hehe..." ajak Kise nyengir sambil bergegas berlari menuju pintu keluar istana.

"Hei, sialan kau, Kise! Awas, ya akan kukalahkan kau," ancam Aomine, menyusul Kise yang masih berlari menjauhinya. "Yang bisa mengalahkanku hanyalah aku. Ingat itu, ya!"

"Curang! Oi, tunggu! Akan kukalahkan kalian semua! Lihat saja nanti," seru Kagami, berusaha berlari mengejar mereka berdua.

"Hmph, kuterima tantangan kalian. Siapa yang jadi pertama sampai di jembatan, dialah pemenangnya," ujar Akashi sembari membusungkan dadanya. Kemudian dia mulai berlari. "Aku selalu menang. Takkan kubiarkan kalian berhasil!"

"Hei, kalian melupakanku..." Kuroko bangkit berdiri dan ikut berlari keluar istana.

"Hoaaahm... Mendokusai na..." Murasakibara menguap. Lalu dia perlahan bangkit berdiri dan mulai berlari. "Apa boleh buat... Aku ikut, ya. Tunggu aku, dong..."

Midorima hanya menatap mereka berenam yang sudah berada di luar. Mereka berlari cepat sekali seperti sedang mengikuti lomba lari marathon. "Huh, kalian ini ada-ada saja nodayo. Kalau begitu, aku ikut saja deh... Ta, tapi aku ikut karena aku tidak mau ditinggal sendirian nanodayo!" serunya panik. Dia segera berlari kencang dan melesat keluar dari istana Raja Shuuzo dan permaisurinya.

"Yare, yare..." Sang Raja hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Mereka sama sekali tidak berubah ya, Shuuzo-sama," ujar Ratu Aya.

"Iya, Aya-sama sayang. Meskipun begitu, aku senang pengawalku kembali bersama dengan rasa kegembiraan di wajah mereka. Kamu tahu, mereka bersinar seperti pelangi," kata Raja Shuuzo sembari tersenyum cerah.


Tujuh pengawal itu sudah tiba di depan gerbang. Mereka terlihat terengah-engah dengan keringat membasahi wajah dan pelipis mereka karena habis berlari. Di sana, mereka melihat ada jembatan 7 warna yang meliuk-liuk, memanjang tak berujung. Yang pasti jembatan itu mengarah ke dunia lain, yaitu Bumi alias Dunia Manusia. Bola mata mereka melebar, terpesona memandangi jembatan tujuh warna itu. Mulut mereka terbuka sedikit, berdecak kagum akan keindahannya.

"Indah sekali..." puji Kuroko. Ekspresi wajahnya tidak terlihat datar seperti biasanya. Dia benar-benar mengagumi jembatan itu.

"Wah, Kurokocchi sepertinya suka dengan jembatannya, ya. Aku juga, lho!" tutur Kise sambil merangkul Kuroko.

"Ah, nggak terlalu, Kise-kun. Tapi kuakui... Ini jembatan terindah yang pernah kulihat," kata Kuroko.

"Yosh, gimana kalau kita coba berjalan di atasnya?" usul Kagami.

"Tunggu, Kagami." Sontak Akashi mengacungkan telapak tangan ke arah pemuda bersurai merah kehitaman itu.

"Eh, ada apa, Akashi?" tanya Kagami bingung. Alis cabangnya mengernyit, jadi terlihat menyatu.

"Sepertinya berjalan di atas jembatan itu sudah biasa. Kita semua akan meluncur di atas jembatan tujuh warna ini. Sesuai dengan warna yang kita wakilkan. Bagaimana?" ujar Akashi. "Bukankah itu menyenangkan?"

"Meluncur?" Aomine tampaknya tidak yakin akan usulan Akashi.

"Apa tidak apa-apa kita meluncur di jembatan ini?" tanya Midorima. "Huh. Aku tidak tertarik nodayo."

"Kelihatannya itu menyenangkan-ssu!" Kise mengacungkan jempol tanda setuju ke arah Akashi. "Ayo, kita lakukan!"

"Benar juga, ya." Kagami manggut-manggut. "Haha... Kalau begitu, ayo! Siapa takut."

Tiba-tiba Akashi mengulurkan tangan kirinya kepada Kagami. "Kagami, pegang tanganku."

Kagami menatap tangan Akashi dengan tatapan bingung. "Eh? Ke, kenapa kamu-"

"Sudah, pegang saja tanganku. Ini perintah, kamu tahu," potong Akashi absolut.

"Huh, baiklah..." Kagami mencibir kesal sambil memegang tangan Akashi. Apa-apaan sih pegangan tangan segala? Kurang kerjaan banget, batinnya.

"Ng?" Kise mendadak heran melihat Akashi memegang tangan Kagami. Kemudian dia berpikir sebentar. Tak lama kemudian, dia berseru, "Oh, aku tahu-ssu!"

"Hah?" Yang lain serempak menoleh ke arah Kise. Di situ, mereka terkejut melihat Kise memegang tangan Kagami yang sebelah kiri.

"Oi, Kise! Kamu kok ikut-ikutan memegang tanganku?!" jerit Kagami kaget.

Kise malah tertawa kecil. "Hehe... Sekarang aku tahu, Kagamicchi. Kita semua meluncur di atas jembatan sambil berpegangan tangan, bukan?" terkanya sambil mengedipkan matanya.

"Hmph, sepertinya kamu sudah paham, Kise," komentar Akashi. "Nah, kalian berempat juga. Kalian masing-masing pegang tangan kalian sesuai dengan urutan warna di jembatan itu," perintahnya kepada keempat temannya yang lain.

Mendengar itu, iris aquamarine Kuroko melebar. "Oh, kalau begitu berarti... Midorima-kun, sekarang giliranmu. Kamu pegang tangan Kise-kun," ujarnya sambil menunjuk ke arah Midorima yang terlihat masih ogah-ogahan.

"Eh? A, aku? Kenapa harus aku?" Midorima seketika kaget seraya menunjuk dirinya.

"Ayolah, Midorimacchi... Pegang tanganku, dong," bujuk Kise sambil mengulurkan tangannya yang sebelah kiri kepada Midorima.

"Tidak mau, ah." Midorima mengelak.

Raut wajah Kise berubah kesal. "Hmph, kalau begitu aku yang pegang tanganmu, ya," tukasnya sambil meraih tangan kanan Midorima erat-erat.

"Eh, tunggu... Hei, Kise!" Midorima terkejut begitu Kise menggenggam tangannya. "Lepaskan tanganku nodayo!"

"Tidak akan-ssu. Wek!" Kise menjulurkan lidahnya, mengejek.

Muncul perempatan siku di kepala Midorima. Kesal melihat tingkah pemuda pirang itu. "Kau ini..."

Grep!

Tiba-tiba ada yang memegang tangan Midorima yang sebelahnya lagi. Midorima sontak menoleh.

"Aomine?! Kamu juga?"

Aomine terkekeh pelan. "Fufufu... Kamu tak perlu mengelak begitu, Midorima. Bilang saja kalau kamu ingin."

"Ya ampun..." Midorima menunduk. Dia tidak kuasa lagi menolak apalagi melepaskan kedua tangannya oleh duo Kuning-Biru itu. Mau tak mau lelaki berambut rumput itu akhirnya pasrah.

Kuroko memegang tangan besar Aomine. "Sumimasen, Aomine-kun. Kupegang tanganmu, ya..."

"Tentu saja, Te- Eh, TETSU!" Aomine terbelalak kaget melihat Kuroko tiba-tiba memegang tangannya.

"Hm? Ada apa?" tanya Kuroko tanpa menghiraukan kekagetan Aomine.

Hu-uh, ini anak bikin orang jantungan saja! umpat Aomine dalam hati. Namun dia memilih untuk menenangkan dirinya. Tampaknya dia malas ribut-ribut karena itu. "Tak apa-apa, Tetsu. Aku hanya kaget saja melihatmu memegang tanganku. Untung saja yang pegang bukan hantu," ujarnya.

Kuroko hanya tersenyum kecil. "Kalau begitu, maaf deh," balasnya. Kemudian dia mengarahkan pandangannya ke arah Murasakibara. Dia mengulurkan tangan kirinya kepadanya. "Murasakibara-kun, ayo pegang tanganku," pintanya.

Lelaki ungu bongsor itu heran melihat uluran tangan Kuroko. "Eh, apa nggak apa-apa, Kuro-chin?"

Kuroko mengangguk. "Kamu mau ikut kami, kan?"

Murasakibara menatap Kuroko sebentar, lalu menatap kelima pengawal lain yang tersenyum padanya. Tak lama setelahnya, dia melengkungkan bibirnya ke atas hingga membentuk senyuman.

"Ah... Iya..." Dia perlahan mengulurkan tangannya yang besar dan meraih tangan Kuroko.

"OK, semuanya sudah siap?" tanya Kuroko.

"Hn." Murasakibara mengangguk pelan.

"Aku siap," jawab Aomine mantap.

"Tentu saja aku siap-ssu!" seru Kise sambil mengedipkan matanya antusias.

"Ya, aku siap!" balas Kagami bersemangat.

"E, ehm... Aku siap nodayo," ucap Midorima sambil tersenyum kecil. Sepertinya dia terlihat sedang menekan sifat Tsundere-nya yang level akut.

"Mereka semuanya sudah siap, Kuroko," jawab Akashi. Lalu dia melihat ke depan, diikuti yang lain. "OK, sekarang ayo kita meluncur!"

"Yeaaaah!"

Lalu, tujuh pengawal itu berlari menuju ke jembatan 7 warna dan meluncur di atasnya. Tubuh mereka menukik ke bawah, mengikuti arus jembatan itu. Sepanjang mereka meluncur di jembatan tujuh warna, mereka tertawa riang. Wajah mereka terlihat bersinar secerah warna pelangi di jembatan itu.

Akhirnya, setelah mereka berhasil menyelesaikan misi dari Raja Pelangi, tujuh pengawal itu tinggal bersama gadis pilihan mereka di Bumi. Berkat mereka, Bumi atau Dunia Manusia dapat mempertahankan keindahan warnanya. Bahkan mereka diperbolehkan Raja Pelangi untuk mengunjungi Miracle Rainbow World kapanpun yang mereka mau. Kini mereka hidup bahagia selamanya.

*The End*

Yatta! Yatta! YATTA! *melompat-lompat girang di atas kasur* XD

Kyaaa! Aku berhasil menyelesaikan FF Chara x Reader-ku yang cute dan lovely ini. Horeee... Tak kusangka, akhirnya cerita FF ini berakhir juga. Satu-satunya FF multichapter-ku yang berhasil kutamatkan sampai sejauh ini. Yeah, I did it! ^o^)9

Terima kasih banyak buat kalian yang telah memberiku dukungan, semangat dan komentar lewat Review. Apalagi FF ini sudah menjadi favorit kalian. Berkat kalian, Author telah berhasil menyelesaikan cerita FF ini yang sukses menghibur kalian. Gomen ne, tak bisa kusebutkan satu-satu siapa saja yang me-Review saking banyaknya. Hehe...

Nah, di sini Author boleh curhat? Boleh, ya? :'D /gak

Begini, aku terinspirasi membuat FF ini setelah menonton Anime di fandom FFn yang sepiiii banget, yaitu 'binatang imut yang namanya sama dengan nama batu permata'. Hehe... Well, I just give you a clue. Do you know what the name of the Anime is? Tanya saja sama Mbah Google... :p #plak

Di Anime itulah, aku merasa terpesona dengan kelucuan mereka (kebetulan Author itu animal lover). Terutama Garnet, nama kucing Persia pink yang imutnya gak ketulungan. Itu salah satu chara binatang favoritku di situ. Wah, pengen kupeluk saking gemasnya~ X3 *gegulingan*

Oh ya, soal alasan kenapa aku memilih fandom KnB untuk cerita Chara x Reader-nya ini karena Author merasa Kuroko, Kagami dan Kiseki no Sedai itu 'very colourful characters'. Jadi bagiku, mereka cocok dimasukkan ke FF ini. Aku pernah berpikir, "Wah, kalau chara KnB yang ikemen berubah jadi hewan warna-warni yang imut gimana, ya?" Kebetulan, kan belum ada Author lain yang bikin tuh. Makanya, aku langsung tuangkan ideku dalam bentuk konsep dan terciptalah Fanfic ini!

Kurasa itu saja ceritaku. Mau tahu apa saja spesies wujud hewan Kuroko dkk di FF ini? Just see the list below! ;)

_Kuroko = Alaskan Malamute

_Midorima = Japanese Hare

_Kise = Corsac Fox

_Akashi = Munchkin Cat

_Kagami = Bengal Tiger

_Murasakibara = Ussuri Brown Bear

_Aomine = Gray Wolf

Kalian bisa melihat gambaran spesies hewannya secara jelas di Google, ya. Ehm, bagi yang mau lihat konsep ciri-ciri wujud hewannya Kisedai dan Kagami, bisa lihat post-nya di timeline FB-ku (bagi yang punya FB)...

Kalau kalian mau baca FF "Miracle Pets" yang versi Reader Insert, baca saja di AO3 (Archive of Our Own). Walaupun belum tamat di sana, tapi tenang pasti kulanjutkan, kok. Lagian di bagian FFn udah tamat, masa di website yang lain tak kulanjutkan? So, don't worry about that...

Oh, there are some Reviews! Akan kubalas satu-satu, ya:

ai and august 19: Terima kasih sudah me-Review. Ahahaha... Anda salah tebak. Lagipula aku takkan menambahkan chara lain di sini, terutama Mayuyu. Hiks, maaf ya, Mayuyu-senpai... :'3

Mayuzumi: *menatapku datar sebentar, lalu membaca kembali light novel-nya* Minta maaf untuk apa? Lagipula aku tak mau muncul di cerita anehmu itu...

*pout* Huh, dasar Mayuyu-senpai. Sok dingin... OK, itu saja balasanku. Semoga kamu suka di bagian akhirnya... ^^

rara: Nah, ceritanya udah kulanjutkan. Kamu masih mau baca, kan? Ini sekarang sudah tamat alias end...

Kamiku: Hai, Kamiku-saaan~! XD

Terima kasih. Hehe... Iya, Aomine itu mah gitu orangnya. Mesumnya naujubile. Entah udah berapa banyak majalah Mai-chan yang dia koleksi, makanya dia jadi gitu deh... Eh, mending Aomine mesum tapi "normal", maksudku suka wanita. Daripada nggak, he will not seduce you when you're his waifu... :p *digampar*

Joudan desu. Hihi... Kawaii deshou? Ah, aku juga berpikir gitu. Terutama yang bagian scene Aomine menjilati air mata OC (Asuka) yang lagi nangis. Itu yang paling kusuka~

Oh, Kamiku-san... *puk puk Kamiku* '-')/

Tenang. Positive thinking saja. Masih ada kok cowok keren di dunia nyata. Cuma Kamiku-san saja yang tidak yakin. Ingat, Tuhan tahu apa yang manusia inginkan. Kamu hanya tinggal berdoa saja, ya. Aku yakin Tuhan pasti akan mengabulkannya kalau kita mau berusaha...

Oh ya. Ceritanya udah kulanjutkan, nih. Semoga kamu masih mau membacanya. Thanks Review-nya~ :)

I think that's enough. I hope you leave your comments here in Review. Tak usah sungkan. We're friends, right? Bukan sekedar hubungan Author dan Reader saja. Justru aku anggap kalian semua yang sebagai Reader ini teman, lho. Aku yang sebagai Author ingin tahu gimana kesan kalian setelah membacanya sampai tamat. Kalau mau beri kritik dan saran, tak masalah. Well, itu akan kujadikan pelajaran untuk bisa membuat FF yang lebih bagus lagi daripada ini. Kalau masih segan untuk me-Review, ya tak apa-apa. Aku nggak maksa kalian, kok... :)

Oh ya, jangan lupa kasih tahu wujud hewan Kisedai dan Kagami yang kalian suka di sini. Seandainya kalian diberi kesempatan untuk memelihara mereka, mau pilih yang mana? Kalau Author, sih pilih Akashi jadi kucing peliharaanku (walaupun Kuroko itu husbando saya). Imuuuut banget soalnya. Hehe... /ketahuan kalau aku pecinta kucing

Terima kasih sudah mau membaca akhir cerita FF ini, baik active reader maupun silent reader. Semoga kalian suka dengan ending-nya. I hope I can see you again in my another FF. Sayonara, minna-san! \(^o^)/