Disclaimer : Naruto Masashi Kishimoto

I don't earn any commercial advantages on this FanFiction

Rated : T

Genre : Spiritual

Warning : AU, HighSchool-Fic, Fluffy, Corny, Cheesy, Gahol Slang Inside


Gara – Gara Gaara

Kota Konoha kini sudah sangat berbeda. Ya, berbeda dengan kondisi dua puluh tahun yang lalu. Kini kau dapat melihat berbagai gedung pencakar langit nyaris di seantero kota. Pemerintah sukses menggenjot perekonomian Konoha dan berhasil memancing para investor asing untuk menanamkan modalnya disini. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah investor asing yang memilih untuk tinggal di kawasan CBD Konoha, maka lahirlah golongan urban ekspatriat. Mereka tentu membutuhkan tempat tinggal dan fasilitas pendukungnya yang bernuansa internasional termasuk sekolah untuk anak-anak mereka. Stamford Konoha School hadir untuk mereka. Ambience, kurikulum dan lokasi yang istimewa menjadi pilihan utama para orang tua yang ingin menjadikan anak-anaknya berkualitas internasional. Ya, termasuk orang tuaku, mereka menyekolahkan aku disini. Aku, Yamanaka Ino kini duduk di bangku JC2. Ini adalah tahun terakhirku di SKS, tak lama lagi aku harus menghadapi dan pass ujian A-Level.

Seperti kehidupan remaja sekolah lainnya, aku juga memiliki beberapa teman yang bisa dikatakan kami selalu bersama kemana-mana, we always stick together for God's sake!. Haruno Sakura, Hyuuga Hinata dan Uzumaki Karin, itulah nama mereka. Banyak siswa lain yang menyebut kami sebagai geng gaul atau istilah-istilah lain yang berawalan geng lainnya. Jujur, kami tidak ambil pusing akan hal itu karena itu memang bukan hal yang patut dipikirkan 'kan? Am I wrong? Correct me if I'm wrong then!.

Biasanya, selepas course terakhir aku langsung mengikuti kegiatan student club yang kuikuti dan lantas pulang atau pergi sejenak dengan teman-temanku sekedar untuk melepas penat sehabis kegiatan sekolah yang padat. Namun sejak minggu lalu, semuanya berubah. Berubah total. Aku yang sejak duduk di Primary School hingga Junior College selalu merasakan kehidupan biasa-biasa saja tetapi kali ini, perasaan itu melanda lagi diriku. Perasaan yang pernah muncul saat aku duduk di Sec III.

Somehow, aku tidak pernah merasa begitu excited untuk pergi ke sekolah. Tidak setelah kejadian minggu lalu. Bahkan dua minggu sebelumnya aku sempat takut untuk pergi ke sekolah karena aku malu, aku gagal mendapat nilai High Distinction di kuis Algebra II ! padahal sebelumnya aku sudah sesumbar pada Sakura bahwa aku pasti akan mendapat HD pada kuis tersebut. Duh, malu sekali rasanya jika mengingat hal tersebut.

Jadi, kejadian apa yang memutarbalikkan duniaku yang membuat sahabat-sahabatku penasaran sampai mampus itu? Well, akan kuceritakan dari titik perjumpaan kami. Kami? Ya kami, aku dan dia.

Waktu itu

"Ah, segarnya shower air hangat setelah berenang!" ujarku dengan perasaan senang.

Tak lama kemudian ponselku berdering. Segera kuraih ponselku dalam tas yang kusimpan di lemari locker.

"Ya Pa, aku segera pulang… loh Papa mau kemana emangnya? Sampe kapan disana? … jadi Papa sudah pesankan taksi untukku? Oke kalo gitu, Jaa ne Papa!"

Baru saja aku menutup panggilan dari Papa ternyata hujan seketika turun dan yang menyebalkan bagiku adalah langsung turun dengan lebatnya. Menyebalkan sekali bukan? Dan bukan itu saja, ternyata ketika aku pergi menuju gerbang depan sekolahku, taksi yang Papa pesankan untukku belum tiba. Huh, mood-ku semakin jelek saja! Segera tanpa babibu lagi, kuraih ponsel yang tadi sudah kumasukkan kedalam tasku, aku segera menelepon nomor layanan taksi langgananku itu dan aku mengadu bahwa taksi yang sudah Papa pesankan untukku belum juga tiba. Kututup panggilan tersebut dalam keadaan kesal.

"Huh, ngeselin bingit deh, udah tahu ujan bukannya buru-buru kek, what a lame service!" gerutuku kesal.

Aku hanya bisa menghela napas saja sambil menunggu taksi pesananku itu. Tiba-tiba saja mataku tidak sengaja menangkap satu sosok yang baru saja keluar dari Kapel di sekolah kami. Tidak jelas siapa sosok itu. Kulirik sekilas jam tanganku. "Jam 3 sore," gumamku. Hujan semakin lebat dan taksiku belum juga tiba sedangkan waktu sudah semakin sore. Tak hentinya aku menggerutu dan mood-ku semakin jelek sejadi-jadinya. Aku memutuskan untuk menunggu di depan Kapel saja daripada aku terkena cipratan air hujan. Segera kuberlari ke arah Kapel yang nampak sudah sepi itu.

"Thank God I made it!" ucapku pelan.

"Sebaiknya menunggu di dalam saja." Tiba-tiba terdengar suara seseorang di belakangku.

"Astaga kau mengagetkanku and no thanks 'cause I have my taxi waiting for me!' jawabku sedikit kesal karena dikagetkan tiba-tiba.

"Thought you should know that it's warmer inside and we'll have the afternoon mass in any minutes, have a hot chocolate while waiting, perhaps?" ujar pemuda berambut merah itu.

Aku berpikir sambil menatap pemuda itu and I can't help but notice that he was the one that I saw earlier! Ya ternyata orang di depanku ini adalah sosok yang kulihat tadi keluar dari Kapel. Aku menganggukkan kepalaku tanda menyetujui ajakannya tadi.

Aku mengikutinya menuju salah satu ruangan dalam Kapel. Ia lalu menyuruhku duduk di salah satu kursi dan memberitahuku akan membawakanku segelas cokelat panas. Sambil menunggunya aku melihat-lihat ruangan ini. Ada beberapa lukisan Ilahi dan beberapa Patron Saint yang dipajang di ruangan ini. Satu sosok Patron Saint yang tampak belum familiar bagiku menangkap mataku.

"He's Gabriel of Our Lady of Sorrow, ia sudah mendedikasikan hidupnya bagi agama di usia yang sangat muda. Ia juga sangat mengagumi sosok Bunda Kedukaan. Selain St Thomas Aquinas, ia juga dikenal sebagai Patron Saint untuk pelajar dan penuntut ilmu, itulah sebabnya Kapel ini memajang lukisannya, ia meninggal di usia yang masih muda though," jelas pemuda itu sambil memberikan secangkir cokelat panas padaku.

Setelah menikmati beberapa tegukan cokelat panas, aku merasa badanku jadi lebih baik. Kulirik jam di tanganku yang hampir menunjukkan angka 4. "Kamu sebaiknya menunggu di ruang Mass, aku akan menemuimu di sana, sebentar lagi Afternoon Mass akan segera dimulai!" ujar pemuda itu.

"Tapi, aku tidak membawa…you know I never bring the book actually," ucapku dengan nada malu.

"No worries, here take it!" ucap pemuda itu sambil memberikan padaku satu buku yang diambilnya dari lemari di ruanganku.

"Thanks but aren't you coming?" Tanyaku sambil menerima buku tersebut.

"You first! I'll be there in a minute!" jawabnya sambil tersenyum.

Namun ternyata, saat Afternoon Mass dimulai pemuda tadi tidak nampak sama sekali. Aku jadi berpikir apa dia benar-benar manusia? Ataukah mungkin ia adalah sosok yang dikirim-Nya padaku untuk menjadi enlightment dalam hidupku yang tak memiliki arti ini?. Tanpa sadar aku menatap sosok Ilahi. Aku berpikir mengapa IA rela menanggung dosa dan deritaku? Mengapa IA masih mau peduli padaku setelah aku sama sekali tidak pernah peduli padaNya?. Tanpa sadar aku menitikkan air mata. Segera kuhapus air mataku dan kusimak penjelasan dari Imam dengan khidmat. Saat pelayanan pujian dimulai, tampak satu sosok yang familiar menangkap mataku, ternyata pemuda tadi adalah anggota Chapel Choir!.

'No wonder he's still at the Chapel at this hour!' pikirku. Terang saja aku tidak pernah mengenal sosoknya karena aku sama sekali tidak pernah menginjakkan kakiku di Kapel selain saat acara-acara resmi sekolah. Aku tersenyum melihatnya melantunkan pujian dengan penuh penghayatan. Mungkin benar, dia adalah sosok yang dikirimkan My Saviour untukku. Untuk aku dapat kembali di jalan-Nya. Bukankah tidak ada jalan lain kepada Bapa selain melalui-Nya?.

Setelah Afternoon Mass selesai, aku menunggu pemuda tadi di depan Kapel bermaksud untuk mengembalikan buku tadi. Agak lama aku menunggunya, kupikir lebih baik aku memainkan ponselku sambil menunggunya. Aku berkirim pesan di grup messenger yang berisi sahabat-sahabatku, kuceritakan pengalamanku tadi dan mereka malah memintaku untuk mengirim foto pemuda yang kumaksud. "Dasar biang gossip!" Gumamku.

"You're still here? Kupikir kamu sudah pulang dengan taksi pesananmu," ucap pemuda itu yang lagi-lagi mengagetkanku.

"No, the fact is I'm waiting for you here!"

"Why is that?"

"I want to give it back to you," jawabku sambil menyodorkan buku bertuliskan Holy Bible padanya.

"Oh? You can have it then. I still have mine," jawabnya sambil tersenyum tulus.

"And I want you to have this too," ucapnya lagi sambil memberikan sebuah benda menyerupai kalung yang besar padaku.

"Rosario?" tanyaku.

"I assume you don't have this at home…so I thought that you'd better have this so you can pray and devote yourself to serve God," jelasnya lagi-lagi sambil tersenyum.

Aku hanya bisa menatap Rosario itu dan dirinya secara bergantian. Aku tak tahu harus berkata apa. Tanpa sadar air mataku mengalir dan tangan kananku menyentuh kalung berhiaskan Cross yang kukenakan setiap hari.

"Thank you, we barely know each other but you are so nice to me," ucapku setelah aku berhasil menguasai lagi diriku.

"My name is Yamanaka Ino, and you are?"

"Rei Gaara. Actually we have some several classes together but you seem not noticing me earlier."

"Oh really? I'm sorry then!"

"It's okay, I have Math at AS Level, Religion, Physical Education and Music tomorrow so we have a whole day in the same classes tomorrow Yamanaka Ino."

"If only I knew you earlier, anyway nice to meet you Gaara!"

Kamipun berjabat tangan sebelum akhirnya berpisah karena taksiku sudah datang. Semenjak hari itu hari-hariku sesudahnya berubah. Aku menjadi Yamanaka Ino yang baru. Yamanaka Ino yang mengenal sosok Tuhan. Yamanaka Ino yang memiliki hati yang sudah dijamah oleh Tuhan. Yamanaka Ino yang terberkati.

OWARI


Thank you udah baca ya minna-san. Fic ini dibuat untuk event GaaIno Day 2016 dengan prompt God. Mohon maaf ya kalo ada kesalahan gramatikal. Oh iya maaf juga kalo fic ini terlalu agamis gimana gitu hehe. Ditunggu review-nya ya. Oh iya buat yang belum join grup GaaIno di facebook, search aja Gaara Ino Forever True dan buat Inocents yang belum join grup inocentric, join aja ya di Innocently Inocent.