"Cappuccino buatanmu tidak enak. Jangan buatkan cappuccino lagi untukku," suaranya yang dalam dan seksi masih terngiang-ngiang dalam telinganya seolah pria itu masih memarahinya. Seperti yang dilakukannya pagi tadi.

Irina Jelavic hanya ingin membantunya, membantu rekannya dan anak-anak kelas 3-E sebanyak yang ia bisa dalam menghabisi Gurita Kuning Mesum itu. Irina sudah mengamati selama beberapa waktu, ketika rekannya yang berambut hitam itu meminum kopi pagi-pagi sebelum bekerja.

Irina paham, dengan tanggung jawabnya yang besar pasti tugasnya ada banyak. Dan mungkin saja waktu 24 jam tidak cukup untuk guru olahraga itu. Makanya ia perlu mengonsumsi kopi di pagi hari untuk membantunya berfungsi secara maksimal.

Niat Irina baik kok. Ia hanya ingin membantu Karasuma. Tapi sepertinya pemuda Jepang itu tidak mau dibantu….

"Hei, Sensei!" panggilan dari bagian belakang kelas 3-E membuat gadis Eropa itu menoleh segera untuk mendapati muridnya yang paling kurang ajar, yang berambut merah, meletakkan kedua kakinya diatas meja, "Kalau Sensei melamun terus, boleh tidak kami membunuh Koro-sensei saja?"

.

.

CappucciLovebelong to Arleinne Karale

Assassination Classroom belong to Yuusei Matsui

Requested by IzumiTetsu

A Semi-Canon, possibly out of character, made-up head cannon, lot of typos story with straight pair

Inspired from Assassination Classroom Manga Chapter 160 Valentine's Time – After School

Read at your own risk

.

.

Tidak merasa terlalu dibutuhkan di dalam ruangan guru, Irina duduk di bawah pohon mapel rindang, mengawasi anak-anak kelas 3-E berlatih sendiri-sendiri dengan senjata pilihan mereka sambil menunggu jam istirahat berakhir.

"Bitch-sensei!" gadis berambut cokelat gelap yang selalu dikuncir satu itu berlari kecil ke arahnya. Disampingnya, gadis berambut pirang pendek mengikuti sambil tersenyum ramah. Ah, dua murid kesayangannya. Irina menepuk tanah lembab di sisinya, mempersilakan kedua gadis itu duduk disana.

"Sensei tidak seperti Sensei hari ini," Hinano Kurahashi berkomentar. Manik hijaunya yang cemerlang terbelalak lebar karena penasaran.

"Sensei jadi lebih… pendiam," Touka Yada menambahkan.

Makin banyak akan perempuan yang mengelilingi mereka bertiga, Irina menyambut murid-muridnya dengan senyuman. Memang berteman dengan sesama wanita jelas lebih menyenangkan daripada harus berurusan dengan lelaki yang tidak peka.

"Sepertinya Sensei sedang ada masalah, ne?" Kaede Kayano bertanya. rambut hijaunya menari mengikuti alunan angin yang berhembus. Matanya yang sewarna madu terkadang tampak kekanakan ketika bingung menghadapi sebuah masalah, namun terkadang tampak dewasa seolah ia sudah memakan banyak asam-garam kehidupan.

Anak-anak kelas 3-E memang menarik semua, sejujurnya, "Jangan bilang kalau Sensei sedang patah hati?" wakil ketua kelas itu bertanya. Membuat Irina tertawa kosong dibuatnya. Tidak, ia tidak patah hati. Ia jauh dari patah hati. Bagaimana ia bisa patah hati kalau hatinya saja sudah tidak ada pada dirinya.

"Well…?" Kayano bertanya, "Kurasa ini ada hubungannya dengan Karasuma-sensei kan?"

"Apa yang terjadi?" Kurahashi menyambar.

"Aku tadi pagi mau mengambil kain pel di tempat penyimpanan barang karena minuman Nagisa tumpah, kebetulan lewat ruangan guru. Kemudian aku mendengar Karasuma-sensei berteriak—"

"Cappuccino buatanmu tidak enak. Jangan buatkan cappuccino lagi untukku," Irina berujar sebelum Kayano menyelesaikan kalimatnya. Sepagian, omelan Karasuma, khususnya bagian yang itu mengganggunya. Memangnya salah kalau ia ingin membantu? Dasar pria keras kepala menyebalkan tidak peka kurang ajar!

"Emmmm… memangnya apa yang Sensei tambahkan pada cappuccino buatan sensei?"Sumire Hara bertanya. Gadis keibuan ini sangat pandai memasak, mungkin Irina bisa minta saran dalam membuat cappuccino di lain waktu. Tapi Karasuma sudah terang-terangan tidak mau meminum cappuccinonya….

"Aku pernah baca dari buku masak milik Sensei—Lovro-sensei—katanya gula dan garam harus selalu ada dalam setiap masakan. Namun dengan kadar yang berbeda. Kalau masakanmu manis, tambahkan garam sedikit dan kalau masakanmu asin jangan lupa ditambahkan gula sedikit. Karena aku menggunakan gula di dalam cappuccino-ku, maka aku tambahkan garam sedikit," Irina menjelaskan.

Suara tawa membuat matanya mendelik sebal. Iris biru itu mendapati sekelompok pemuda berdiri di belakang gadis-gadis yang mengelilinginya. Seorang laki-laki berambut merah secara spesifik menertawainya habis-habisan, "Sensei itu bodoh ya?" Karma Akabane bertanya, kemudian lanjut tertawa.

"Apa kau bilang, heh, Bocah?" Irina menarik kerah baju Karma, efektif menghentikan tawa pemuda itu. tapi pemuda bermanik sewarna emas yang meleleh itu masih tersenyum mengejek. Menatapnya seolah merendahkan. Irina sudah terbiasa dengan kelakuannya, tapi terkadang Karma kelewat menyebalkan. Rasanya ingin ia tenggelamkan saja di lautan.

"Well, cappuccino harusnya pahit kan? Bahkan gulanya saja harusnya sedikit sekali. Kalau ditambahkan garam ya jelas rasanya aneh," Karma dengan mudah melepaskan tangan gadis Eropa itu dari kerahnya, "Lagipula, cappuccino tidak menggunakan gula, melainkan susu. Sensei lihat resep cappuccinonya darimana sih?"

Wajah Irina terasa panas dibuatnya. Oke, jadi ternyata mmang resepnya yang salah, "DariresepmilikLovro-sensei."

"Hah?" Karma dengan menyebalkannya tersenyum penuh kemenangan, "Aku tidak dengar."

"Dari resep milik Lovro-sensei, duh!" Irina balik berteriak pada pemuda itu.

"Mungkin Sensei salah membaca resepnya," Sumire Hara berusaha menahan wanita berambut pirang itu agar tidak menerjang Karma yang masih tersenyum mengejek, "Aku bisa mengajari Sensei kalau Sensei mau."

"Aku mau saja," kemudian Irina melayangkan pandangannya ke tanah, "Tapi Karasuma tidak mau meminum cappuccino buatanku lagi…."


"Kalian tahu tidak siiiiiiiih ekspresinya Bitch-sensei waktu bilang hal itu tuuuuuuuh menyedihkan banget," Kayano menatap satu per satu rekan-rekannya yang duduk di kursinya masing-maring.

"Aku tidak peduli," ujar Karma dari barisan paling belakang. Kakinya dengan santai ia letakkan di meja.

"Apa kau bilang? Memangnya kau tidak kasihan pada Bitch-sensei?" kali ini Nagisa harus menahan rekannya yang satu itu agar tidak menarik senjata laras panjang di bawah meja guru dan menggetok rekannya yang berambur merah dengan gagangnya.

"Mungkin memagn takdirnya Bitch-sensei tidak bersatu dengan Karasuma-sensei," Koutarou Takebayashi membenarkan letak kacamatanya, "Lagipula di anime dan manga sekalipun tidak semua pasangan berakhir bahagia."

"Aku tidak setuju!" Yada dan Kurahasi berdiri dari kusinya dan menghampiri Kayano di depan kelas, "Bitch-sensei harus bersama dengan Karasuma-sensei!" Yada ngotot. Manik keunguannya memandangi satu per satu teman sekelasnya. Penuh determinasi, menantang siapapun yang tidak setuju dengannya.

"Lalu?" akhirnya Maehara membuka suaranya. Pemuda yang terkadang dinilai paling tampan di kelasnya itu menopang dagunya dengan sebelah tangannya, "Memangnya apa yang bisa kita lakukan untuk membantu hubungan kedua guru kita itu?"

"Hmmmmm," akhirnya Isogai berdiri dari kursinya dan menggantikan Kayano dalam memimpin diskusi, "Masalahnya adalah Karasuma-sensei tidak suka cappuccino buatan Bitch-sensei kan?"

"Yup," Nagisa menjawab, "Tapi mendengar apa yang Bitch-sensei katakan ke Karma-kun, sepertinya cappuccino buatan Bitch-sensei memang tidak terlalu enak."

"Hanya mendengarnya saja sebetulnya membuatmu merinding," Hara menambahkan.

"Tapi Bitch-sensei bilang ia ingin belajar padamu kan?" Kurahasi bertanya dan Hara hanya mengangguk singkat sebagai jawaban, "Jadi masalahnya terletak pada Karasuma-sensei yang tidak mau meminum cappuccino buatan Bitch-sensei."

"Kalau Bitch-sensei sudah mau berusaha untuk membuat cappuccino yang lebih baik namun tidak ada yang mencicipinya, usahanya jadi sia-sia kan?" Yada menambahkan.

Isogai menghela napas panjang, teman-temannya ini kalau sudah berdeterminasi memang tidak ada yang bisa melenyapkan semangat mereka, " Baiklah, jadi masalahnya terletak di Karasuma-sensei."

"Masalahnya memang selalu terletak di Karasuma-sensei kan?" Takebayashi berkomentar.

"Ya, benar," Isogai mengangguk, "Jadi kita harus mencari cara bagaimana agar Karasuma-sensei mau memberikan kesempatan pada Bitch-sensei untuk membuatkan kopi untuknya lagi."

"Hoooo, terdengar mudah," Karma menyandarkan tubuhnya ke kursi, "Bagaimana kalau kita mengancam tidak masuk kelas Karasuma-sensei hingga dia mau meminum cappuccino buatan Bitch-sensei? Kalian tahu kelemahan Karasuma-sensei adalah kita. Dia akan melakukan apa saja untuk menjaga kita tetap aman. Kalau kita tidak masuk kelasnya, dia akan merasa gagal karena tidak mengajari kita trik untuk melindungi diri," entah mengapa gigi Karma berubah menjadi taring semua, ia tertawa bagaikan penjaga neraka yang menyambut jiwa-jiwa busuk baru. Di atas rambutnya yang merah tumbuh dua buah tanduk dengan warna senada. Kurang trident saja maka mungkin Dewa akan salah menyapa Karma sebagai 'Sang Penjaga Neraka'.

Kelas berubah hening melihat reinkarnasi iblis diantara mereka menyampaikan sarannya, "Kau yakin ini akan berhasil?" Isogai mengangkat sebelah alisnya. Sebagai seorang ketua kelas, ia juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga rekan-rekannya. Tidak hanya dari bahaya nyata namun juga dari murka guru mereka. Kalau rencana mereka berjalan salah, bisa-bisa Karasuma-sensei murka dan kelas mereka yang kena imbasnya.

"Coba saja," Karma menjawab dengan penuh percaya diri, "Aku tahu kelemahan seseorang sekali melihatnya. Apalagi seorang guru."

Isogai melirik Nagisa yang tampaknya juga tengah mempertimbangkan saran pemuda bermabut merah itu. Mengingat sifat Karma dan sejarahnya dengan orang yang lebih tua, sebetulnya apa yang dikatakan Karma cukup masuk akan.

Isogai melirik Kurahashi yang mengangguk semangat. Bukan rahasia lagi kalau Kurahashi adalah fans Karasuma-sensei nomor satu di kelas 3-E. Kalau Nagisa repot mengumpulkan data tentang Koro-sensei, Kurahashi sibuk mengumpulkan data tentang Karasuma-sensei. Dan serangga-serangga yang ada di sekitar kelas mereka.

Isogai melirik Yada, Takebayashi, dan rekan-rekannya yang lain. Sepertinya tidak ada yang menentang saran Karma. Atau mereka sama sekali tidak mendapat bayangan bagaimana menaklukan Karasuma-sensei makanya mereka setuju saja dengan saran Karma.

Isogai melihat jam tangannya. Sebentar lagi Karasuma-sensei akan masuk kelas, "Baiklah. Kita lakukan sesuai dengan saran Karma. Di jam Karasuma-sensei nanti Kurahashi akan minta izin keluar kelas karena tidak tertarik dengan pelajaran Karasuma-sensei. Lalu kita semua akan keluar kelas," Isogai melirik pintu. Ia sudah mendengar langkah kaki guru mereka dari kejauhan, "Setelahnya biar aku yang urus."

.

.

The End

.

.

Bacotan Arleinne:

Sesuai dengan request dari IzumiTetsu yang minta dibuatkan omake gimana sehingga anak-anak kelas 3-E berani membangkang pada Karasuma-sensei demi Bitch-sensei. Sebenernya, Aru belum kepikiran waktu itu. Karena menurut Aru, anak-anak kelas 3-E adalah shipper Karasuma-Irina jadi yha gampang aja membuat mereka melakukan segalanya agar OTP mereka bisa berlayar(?).

Untuk IzumiTetsu, maaf kalau tidak sesuai bayangan hehehe. Untuk reader yang lain, mohon maaf apabila ada toko yang agak OOC. Kayaknya disini Karmanya berengsek abis ya gak sih? Dan Irina yang lagi patah hati tampak terlalu kalem gitu wkwkwk.

Oke deh, mari kita sudahi saja bacotannya karena Aru harus ngejar target lainnya. Terima kasih banyak untuk yang sudah menyempatkan diri membaca omake ini, bahkan sampai ke bacotan Aru yang gak jelas ini. Kritik, saran, dan masukan ditunggu di kotak review.

Sampai jumpa di lain cerita!