(Red)emption

Naruto © Masashi Kishimoto

Saya Cuma pinjam tokohnya

Warn: Typo, OOC, Alur cepat, Mengandung unsure kekerasan, M untuk Gore

AU&AR

Kalau tidak suka dan tidak kuat silakan tekan tombol back

Enjoy Reading

.


Last Chapter 1: Redemption

.

Sudah Sakura selipkan pisau sepanjang tigapuluh centi di tubuh sebelah kanannya, maka sudah rampunglah segala persiapan. Juga surat berhenti menjadi asisten dosen pada Yamato dengan alasan ia tidak akan tinggal di kota konoha lagi. Ia membuang napas, gugup tentu saja karena kali ini, tahun-tahun kedukaannya ia bertemu si biang masalah: Victoria. Dan juga, ia meragu bila akan pulang dengan selamat kali ini. Meski begitu, Sakura tidaklah merasa gentar sedikitpun. Hanya saja ia memperkirakan kemungkinan terburuk yang akan terjadi nanti, mengingat ia belum tahu sekuat apa Vee sekarang.

Kedua manik emerald itu menatap lurus pada sebuah potret yang mulai usang, foto seorang Satora. Ia mendekat sehingga berdiri berhadap padanya. Bibirnya membuka sedikit, tetapi kembali tertutup. Ia bingung harus mengatakan apa padanya.

"Satora." Tangannya terjulur meraihnya, menatap lekat pada seraut wajah didalam bingkai. "Pilihanku kali ini hanya dua, bertahan di dunia berengsek ini atau pergi menemuimu." Ada helaan napas yang menjadi jeda.

"Aku tidak berjanji untuk membawakan kepalanya di pusaramu, Satora. Hanya saja, aku tidak akan menahan diriku kali ini," tandasnya. Sakura meletakkan kembali ke tempat asalnya. Menaikkan masker, melirik jam dinding digital yang memberinya kesimpulan bahwa tinggal dua puluh menit untuknya bisa mencapai lapangan gedung F tepat waktu. Maka dengan gesit ia mengambil kunci mobil yang berada diatas meja, melangkahkan lebar kaki untuk membuka pintu rahasianya.

Kali ini, tak ada lagi keraguan yang membuatku mundur, batinnya.

.


Decitan rem mobil yang diinjak keras mengusik heningnya sekitar gedung F. Sakura mengambil napas, mencoba menenangkan organ pompa darah sebelah kiri tubuhnya yang belum juga tenang. Dibalik hoodienya tersimpan pistol berperedam, juga pisau serbaguna berdiameter 175 milimeter dan panjang total 305 milimeter yang biasa digunakan militer pasukan khusus negara tetangga.

Sakura keluar dari mobil, menutup pintunya dengan pelan. Menatapnya dengan diam, sebelum beranjak berlari hingga gerbang.

"Dia datang," gumamnya pelan ketika melihat sebuah titik merah yang bergerak dari koordinat di ponsel pintarnya. Sebuah titik merah itu, mobil yang bergerak mendekatinya dari seorang Uchiha Sasuke yang ia ketahui menaruh chip kecil di mobilnya malam saat ia bertemu. Sengaja Sakura biarkan, barangkali makhluk itu akan berguna, pikirnya saat itu.

Berdiri tepat di depan gerbang, Sakura memilih menendang gerbang sesudah ia sadari teralis yang digunakan sebagai pembentuknya dialiri listrik saat ia tersengat ketika mencoba menempelkan penjepit rambut kecil padanya.

"Jalang sialan." Sakura mengumpat sambil mengeluarkan pisaunya, namun masih tetap waspada. Terlihat dari netra kehijauannya yang tidak bisa tenang memperhatikan setiap entitas samping-depan dan sesekali melihat ke belakang, mengantisipasi akan jebakan yang datang.

Meski dingin mulai menelusup, Sakura memilih tidak peduli. Jemarinya menyentuh cat yang terkelupas dari dalam gedung, tetap menatap lurus ke depan dengan penerangan yang tidak stabil. Meski langkahnya dipercepat Sakura masih tetap siaga.

Dan benarlah apa yang ditakutkan Sakura, kalau saja ia tidak merunduk hingga berguling puluhan pisau pasti sudah menghujamnya. Sakura menutup kedua telinganya yang berdenging karena handsfreenya yang berbunyi.

"Sakuraaa, temukan aku~"

"Bagaimana bisa kau-"

"Aku mengerti, sayang. Kau akan mengetahuinya nanti, setelah bertemu denganku." Terdengar lawan bicara Sakura, Vee terkikik. Membuat Sakura mengepalkan tangan, hingga pisau-pisau yang melayang mendekatinya pun hanya ia tangkis dengan kedua lengannya yang dilapisi anti peluru.

Black sialan. Seharusnya aku tidak terlalu percaya padanya, Sakura membatin.

Jebakan pintu yang hendak menimpanya ia beri tendangan, dengan jebakan yang lain membuatnya semakin geram saja. Ia sangat paham maksud Vee, mengulur waktu sekaligus membuat tenaga Sakura berkurang. Benar-benar licik.

"Kau sudah tahu pintu menuju lapangan kan, Hime? Atau aku harus menunjukkan lagi padamu?"

"Aku tak perlu arahanmu, berengsek!"

"Baiklah, selamat bersenang-senang~"

Sakura menggeram. Ia memilih mempercepat pergerakan, berlari dengan sesekali menghindar dari jebakan demi jebakan. Entah sudah berapa kali kedua tangannya menangkis pisau-pisau yang menukik mengarahnya, atau gerakan menggulung kedepan untuk menghindar. Napas yang mulai putus-putus tak lagi ia pedulikan, ketika sudah melihat pintu ke lapangan sudah di depan mata.

Ketika tepat berada di depan pintu, ia berhenti. Mengecek kembali kelengkapan senjatanya. Dirasa baik-baik saja, ia menghampiri pengunci pintu. Tidak terkunci, memudahkan untuk menendang pintu, hingga terbuka lebar. Terlihat dari kedua netranya langit yang menggelap dengan lampu di empat penjuru lapangan menyala. Namun, ada satu yang menarik perhatiannya. Penampakan entitas yang berada di tengah lapangan, membelakanginya.

Tangan Sakura terkepal kuat hingga bukunya memutih, pijak tegas ia lakukan ketika setengah berlari mendekati seorang Victoria-

"Bergerak seinci saja setelah ini, malaikat maut yang menjegalmu."

Gerakan Sakura terhenti, ketika sebuah batang baja dari bawah lapangan meninggi dengan pistol di bagian pucuk. Begitu hebat perhitungan seorang Victoria kali ini, sehingga ujungnya berspasi minim dengan pelipis Sakura.

"Sial." Ia membiarkan diri bergeming. Tentu masih dengan tatapan menyalang, penuh amarah. Terbukti dari kedua netra hijaunya yang berkilat ditambah alis yang tertekuk. Juga dari Sakura yang tak lagi peduli dengan banyak butiran keringat yang menetes.

"Jatuhkan segala senjatamu, Sakura. Aku berjanji aku akan melakukan hal yang sama." Vee memerintah dengan nada lembut yang dibuat-buat. Raut Sakura semakin masam ketika perkataan Vee telah terdengar darinya.

Kali ini ia tak ingin banyak rewel. Ia merogoh pisau dan pistol, menjatuhkannya ke lapangan hingga gemerincing mengganggu sunyi atmosfir sekitar mereka.

Merasa bahwa Sakura sudah menjatuhkan semua senjatanya, Vee tersenyum miring. Ia ikut mengeluarkan segala perangkat 'perang' nya, beberapa pisau dan dua pucuk pistol telah tergeletak ketika ia lepaskan dari genggaman.

Tak Sakura sangka, Vee berbalik. Menampakkan diri, tentu ditambah kurva di wajah yang tak mau berhenti sejak Sakura menjatuhkan senjatanya.

"Sudah siap, Sakura? Kau-" Vee menundukkan kepala, membuang napas kemudian.

"atau aku yang memulai?"
Melihat Sakura yang naik turun mengatur napas, dengan menarik kaki kanan ke belakang membuatnya mendapatkan suatu kesimpulan.

"Kurasa aku sudah tahu jawabannya." Vee berujar lagi. Namun, tanpa terbesit sedikitpun di pikirannya Sakura akan mematahkan tongkat baja dengan sekali tendangan. Netra cokelat Vee membulat, namun hanya sebentar karena kesadaran kembali mengambil kendali untuk tindakan defensif. Dan menyilangkan kedua lengan di depan tubuh ketika tendangan awal Sakura hampir menyentuhnya.

Boleh juga, Vee membatin dengan tersenyum miring, tetap menangkis tendangan kiri-kanan kakinya. Hitungan kesepuluh Vee mencengkeram kaki Sakura. Sakura berteriak. Tidak lagi menahan serangan Vee menendang dagu Sakura, disusul tumbukan ke lehernya hingga Sakura terbaring di tanah dengan napas sempit. Dengan kaki kanan yang masih bebas dan kaki yang masih digenggam Sakura membalas serangan dengan menendang Vee hingga terjungkal ke belakang. Cepat Sakura bangun, memasang sikap siaga dengan kedua tinju di depan dada dengan napas pendek-pendek. Matanya masih fokus pada Vee yang mulai bangkit.

"Kematian Tenten, kau yakin itu benar-benar kecelakaan?" Vee bertanya dengan menaikkan alisnya, tersenyum miring.
Kedua netra Sakura menyipit, hingga terpancarlah kilat mata penuh kebencian pada Vee.

"Kurasa kau sudah mengerti apa maksudku. Perlu kujelaskan kronologinya?"

Maka semakin memutihlah kedua genggaman Sakura. Ia tak ingin melakukan apa-apa, artinya Sakura ingin mendengarkan apa yang telah Vee lakukan pada Tenten.

"Mudah saja membunuhnya, kau tahu. Tinggal temui dia untuk pura-pura ikut jadwal pendakian, serang dari belakang leher, bawa ke mobil, suntikkan alkohol ke hidungnya. Kendalikan mobil, selesai. Hebat, bukan?" Vee menyertai dengan tawa lebar penuh kepuasan.

"Kau." Tanpa ia dapat kendalikan giginya bergemeretuk dengan kuat, tetapi Sakura tak ingin berlarut dalam emosi. Ia mengambil napas panjang untuk menenangkan diri.

"Takkan kuampuni!"

Sakura melayangkan pukulan tepat mengarah Vee, tetapi ia hanya meninju angin ketika Vee menelengkan kepala. Sepersekian detik Vee menangkap lengan Sakura dengan tangan kanan mencekiknya, menendang tepat ke perut. Darah termuntahkan dari Sakura.

Hingga tertinggal satu tangan Vee di lehernya, Sakura menyikut lipatan lengan Vee. Cekikan terlepas, Sakura membalas meninju bawah dagu Vee, mengait kaki, dan Vee terjatuh ke tanah. Vee tersengal ketika satu kaki Sakura mencekik lehernya. Namun ia masih bisa bertahan, memilih menendang lipatan kaki Sakura. Ia balik mengantisipasi dengan berguling ke belakang, meski ia kehilangan keseimbangan. Tak ia sangka Vee sudah ada mendudukinya, melayangkan pukulan beruntun. Sakura membalas dengan menubrukkan dahinya pada dahi Vee hingga ia jatuh, ditambah membalas pukulan beruntun.

Vee tidak mau kalah. Meski wajahnya dirasakan sudah tidak berbentuk lagi ia menangkap tangan Sakura, berguling ke samping kanan. Dengan kedua kaki ia mengunci pergerakan Sakura. Dengan liciknya ia mengeluarkan sebuah besi berujung tajam berbentuk ladam. Menusukkannya ke lengan tangan Sakura.

Sakura berteriak kencang. Bagaimana tidak, besi ladam itu telah menembus tangan, hingga darah terciprat di wajahnya. Belum sampai disitu, Vee mengaitkannya ke lengkung besi kecil di lapangan hingga Sakura akan kesulitan melepasnya.

Mendengar teriakan Sakura membuat Vee tertawa kencang. Ia tambahkan lagi sebuah besi berkarat, menghujamnya tepat ke punggung tangan Sakura. Perih dan ngilu benar-benar Sakura rasakan. Darah mengucur satu-satu, mulai membentuk genangan kecil di lapangan tidak lagi ia perhatikan.

Samar Sakura melihat, waktunya hanya satu menit duapuluh dua detik, dari sebuah bom yang terpasang dari lengan Vee. Dengan kuat ia melepaskan tangan, menjerit keras karena sungguh perih yang dirasakan. Tidak ada waktu lagi untuknya, entah refleks tubuhnya ia berlari dengan tertatih, memejamkan mata.

Dengan ledakan yang menggelombangkan hawa panas dan desak kuat, Sakura tak lagi ingin memberontak. Tubuhnya melayang, ia merasa begitu ringan. Diam, dari wajahnya yang tertunduk ia tersenyum begitu tipis.

Aku sudah mati, ujarnya dalam hati.

Tak ia sangka, dengan kesadaran yang tak lagi berpihak padanya ada pasang tangan seseorang yang mencegahnya 'menyapa' tanah. Memeluknya kuat, jatuh berguling melindunginya dari serpih bom yang tersepai.

Dia, lelaki itu. Seorang Uchiha Sasuke yang tidak peduli dengan keadaan punggungnya yang terluka, tersayat. Ia membawa Sakura dalam pangkuan, menempatkannya ke mobil samping kemudi. Tergesa ia membalutkan tangan Sakura dengan sobekan lengan kemeja-entah bagaimana cara ia bisa merobeknya hanya dalam dua kali sentakan. Ia melompat masuk dari pintu Sakura duduk, memasangkan sabuk pengaman, menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi.

.


Yang Sakura sadari di menit pertama kedua netranya terbuka ialah ia merasa begitu haus. Menolehkan kepala ke kiri, ia mendapati seorang Sasuke yang duduk memejamkan mata dengan perban membalur dadanya yang telanjang, infus di punggung tangan dan segelas air di meja nakas.

Orang ini benar-benar berguna, Sakura bergumam dalam hati.

Tangannya terjulur hendak mengambil gelas air.

"Apa yang kau lakukan?"

Dan suara itu mengurungkan Sakura untuk meraihnya. Sebagai pengganti ia memberi si penginterupsi, Sasuke tatapan tak suka.

"Tidak. Tidak ada apa-apa."

"Ambilah." Sasuke mengangkat gelas, membawakannya kehadapan Sakura. Tanpa membuka suara Sakura menyambut, menenggaknya hingga tertinggal setengah.

"Sejak kapan kau ada disini? Dan siapa yang membawaku?" Sakura bertanya dengan pandang ke bawah.

"Aku tidak bisa menjelaskannya padamu, karena…"

"Sasuke! Kau disini?!"

Pernyataan oleh Sasuke disela oleh seorang lelaki yang memiliki garis keriput di samping hidung dengan seorang wanita mengekor di belakangnya.

Sasuke hanya membalas dengan decihan. Sedangkan sang wanita, Izumi melempar senyum untuk Sakura, disambut dengan anggukan sopan.

"Aku mendapat info dari Naruto mengenai keadaanmu. Dan kau tidak ada di kamarmu," jelas Itachi. Ketika pandangannya terkunci pada subjek berambut merah muda di ranjang, Itachi berseru,

"Sasuke! Dia kan…"

"Sakura. Dia Sakura." Sasuke memotong, berharap tak ada lagi pertanyaan yang dilontarkan Itachi. Jawaban dari Sasuke membuat Itachi mengangguk mengerti. Namun, ketika kedua matanya tidak sengaja melihat bandul kalung milik Sakura, ia mengernyit.

"Sasuke," bisiknya pelan. "Bukankah itu kalung yang kuberikan padamu?"

To Be Continued

Tolong disempatkan baca Author Notes :)

.

A/N

Sebelumnya, maaf kalau terlalu lama apdetnya, terlalu pendek, tidak sesuai ekspektasi dan battle scenenya lebih kayak komentator sepakbola daripada feel battle nya itu sendiri :") bakal direvisi lagi dan digabungkan dengan Retrouvailles di wa*tpad insya allah, masalahnya ane lagi sibuk banget :"D Oh iya, kalau ada akun wat*pad komen di kolom review ya, nanti ane follow. Akun ane -Rhein.

Terima kasih sudah membaca, kritik dan saran sangat diperlukan :)