"Sayang! Ayo turun, sarapan sudah siap."

Dapat aku dengar kalau Mama memanggil untuk mengajak sarapan. Namun sepertinya aku tak bisa menanggapi ajakan Mama secara langsung, alasannya karena aku sedang memakai sweater berwarna cream sebagai penutup kemeja putih seragam sekolahku.

"Sebentar lagi aku kesana!" Aku menyanggupi panggilan Mama setelah aku selesai memakai sweater. Lalu aku langsung mengambil tas sekolahku yang berada di atas meja belajar, kemudian akupun turun.

Namaku adalah Tenten. Seorang siswi angkatan kedua yang bersekolah di Tensougara-gakuen, hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru, benar sekali, ini adalah hari dimana aku menjadi senior di sekolahku. Aku jadi penasaran, bagaimana teman sekelasku nanti 'ya? Kuharap, Temari dan Sara juga masuk ke dalam kelas yang aku tempati.

"Kenapa lama sekali? Hari ini 'kan hari dimana kau harus melihat papan pengumuman, kalau kau datang terlambat, kau tidak akan tahu dimana letak kelas barumu."

Sambil mendengarkan, aku menarik kursi makan dan mendudukinya. "Mama tidak perlu khawatir, masih ada dua puluh menit lagi sebelum bel masuk berbunyi." Aku melemparkan senyuman pada Mama yang duduk disamping Papa yang sedang terfokus membaca koran pagi. Sejenak kutatap dua buah roti panggang yang berada di depanku, seperti biasa, aku harus mengolesi roti itu dengan selai stroberi dan sedikit madu.

"Jangan lupa, ini bekalmu."

Mama meletakkan sekotak bekal disamping roti piring berisi sarapanku. "Terima kasih, Mama."

...

...

"Ah!" Aku terkejut melihat puluhan murid sedang ramai berkumpul di halaman sekolah. Ya! Ini memang sebuah pengalaman pertama bagiku, karena sewaktu SMP, di Sekolahku tidak ada yang namanya pengacakan kelas. Jadi semuanya serba menetap, hanya angka kelasnya saja yang bertambah besar.

"Hey, jangan berdiri di tengah jalan, tubuhmu menghalangi orang yang ingin lewat."

Mendengar teguran itu, aku berbalik, menatap seorang siswa berambut pirang yang memiliki tatapan sendu, ada sebuah lingkaran hitam di masing-masing kantung matanya. "Maaf!" Benar sekali, aku melakukan kesalahan.

"Kalau begitu, cepatlah menyingkir. Atau akan ada orang lain yang menegurmu."

Dia langsung melewatiku begitu saja, dan terus berjalan tanpa menghiraukan papan pengumuman yang ada disana. Lho! Apa dia sudah tahu kelasnya ada dimana?

[Time Loop]

Disclaim: I dont own anything

Kreator: Ramiel and Aka na Yuki

Genre: Romance, Supernatural, Drama, Slice of Life, Humor, and etc.

Warning: AU, OOC, Typo, physicological, and etc.

Summary: Indigo, adalah sebuah kemampuan spesial yang memiliki segala aspek sebagai kegunaannya. Lalu, apakah kalian tahu apa itu Time Loop? Ini bukanlah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh seorang indigo.

.

Chapter 1: Seorang penyendiri?

Kulangkahkan kaki sedikit tergopoh, tak sabar rasanya melihat wajah-wajah di kelas baru. Terdengar riuh rendah dari dalam kelas baruku, mendengarnya membuatku bersemangat, sepertinya mereka orang-orang yang menyenangkan, tidak seperti kelas sebelah yang baru saja kulewati, seperti tak ada semangat menyambut tahun ajaran baru.

"Ah, kalian!" Seruku saat melihat Temari dan Sara berbincang tak jauh dari pintu, yang kemudian disambut dengan tolehan kepala dan sebuah senyum yang tersungging di bibir mereka masing-masing. "Apa kabar kalian berdua? Kita satu kelas 'ya?"

Sara menggeleng pelan. "Tidak, hanya aku dan kau. Soal kabarku? Aku baik, kalau tidak baik pasti sekarang aku tidak sedang berdiri disini." Sara kembali memapangkan senyumnya, dia adalah gadis terkalem yang pernah kutemui.

Kuarahkan pandanganku ke arah Temari, "Lalu, kau?"

"Aku di kelas sebelah." Jawabnya sambil sedikit mengedikkan kepala ke arah kanan. Oh, berarti itu kelas yang baru saja aku lewati

Kualihkan pandangan ke sekitar, semuanya sedang berkenalan sambil sesekali terdengar derai tawa, suasana yang hidup. Namun dari semua tawa satu yang paling mencolok, murid dengan tanda lahir di pipi tawanya sungguh membahana, dan aku dapat melihat kalau kedua gigi taringnya agak sedikit terlalu panjang jika dibandingkan dengan orang normal.

Kulangkahkan kaki mendekati mereka satu persatu, meninggalkan Sara dan Temari yang sepertinya masih sibuk berbincang. Aku mencoba menyapa mereka semua, dan ternyata mereka dapat menerima kehadiranku. Menyenangkan! Mereka sungguh antusias berkenalan. Ada Lee dengan semangat berapi-api, aku sampai harus membalas dengan antusiasme lebih saat ia berbasa basi. Ada juga Matsuri, sepertinya dia gadis periang, terlihat dari bahasa tubuh dan sorot matanya yang berbinar.

Terus mengobrol dengan mereka, membuat tawaku tak bisa berhenti. Karena topik yang mereka bawa terus saja teralihkan menjadi sebuah lelucon pagi yang bisa membuat hati ini terasa bersinar, mungkin ini akan menjadi satu tahun terbaik yang aku punya di lingkungan sekolah.

Srek!

Kualihkan pandanganku ke arah suara pintu yang tergeser, ada seorang siswa yang masuk melalui pintu itu dan kemudian berjalan menuju bangku belakang paling pojok yang bersebelahan dengan jendela yang menampilkan dunia luar. Dia meletakkan tasnya di atas meja, lalu dia menatap langit sambil menyandarkan punggungnya.

Rambut pirangnya melambai saat terkena hembusan angin pelan yang masuk dari jendela yang memang terbuka dari tadi, dari kejauhan dapat aku lihat sebuah tatapan sendu yang dipancarkan oleh mata birunya. Tunggu-tunggu! Bukannya dia murid yang sempat menegurku tadi?

"Tenten, ada apa?"

Suara Lee mengagetkanku. Aku kembali beralih dan dengan cepat menggeleng, "Ti-Tidak ada apa-apa!"

Belum sempat kami mengobrol lebih jauh, langkah kaki tergesa menuju bangku sontak membuatku menoleh, guru datang, otomatis membuatku melakukan hal yang sama dengan hal yang dilakukan murid lain—duduk.

"Selamat pagi semuanya!"

"Pagi Sensei!" Koor serempak dari kami. Setelah itu sensei memberi salam sambutan, memperkenalkan diri dan segala hal tentang tahun ajaran baru, akhirnya tiba saat perkenalan bagi kami.

Berdiri bergiliran di bangku masing-masing seraya memperkenalkan diri. "Watashi no namaeTenten desu, yoroshiku onegaishimasu!" Ujarku saat tiba giliran seraya membungkukkan badan kemudian. Satu persatu murid telah memperkenalkan diri hingga tiba giliran mereka yang berada di deretan bangku paling belakang, teringat dengan siswa pirang itu membuatku untuk lebih jeli memperhatikan siswa dia.

Dan ternyata dia mendapatkan giliran terakhir. Dengan tubuh lemas dia mulai bangkit, tak ada sedikitpun postur gagah yang ada padanya.

"Ore no namae, Uzumaki Naruto, yoroshiku."

Apa! Cuma seperti itu? Perkenalan macam apa itu?

.

.

Tak tersentuh. Kata yang tepat untuk menggambarkan sosok siswa pirang bernama Naruto itu. Sosok pendiam yang tak pernah lepas dari bangkunya, seakan tak ada yang lebih menarik selain duduk disana selama lebih dari enam jam. Di saat yang lain sibuk bercengkrama, bercanda tiada habisnya, dia hanya diam menatap langit yang berada di luar jendela.

Padahal ini sudah hari ketiga dari tahun ajaran baru, tapi Naruto sama sekali sepertinya tak memiliki niat untuk mengenal semua penghuni kelas ini.

Aku pernah kenal dengan murid yang juga memiliki sifat pendiam seperti dia, tapi kurasa ini lebih pendiam, hanya menjawab 'ya' dan' tidak' saat guru bertanya, tapi saat dia disuruh untuk mengerjakan soal di papan, tak kusangkan kalau dia ternyata memiliki otak yang cerdas, itu membuat guru yang sering menegurnya ternganga.

Jam ini adalah waktunya untuk mengisi perut. Karena aku sudah selesai melakukannya, aku akan mencoba untuk bersosialisasi dengan si Pirang itu. "Hai, Naruto." Sapaku sembari berjalan ke arah bangku orang yang aku target. Dia menoleh, menunjukkan kalau dia sedang memasukkan sumpitnya ke dalam mulutnya, aku sedikit terkekeh melihat wajah tanpa dosa itu, namun kekehanku hanya bertahan sebentar saat melihat tak ada sedikitpun perubahan ekspresi di wajahnya.

Sambil mengunyah makanan yang terlanjur masuk, dia menjawab. "Pergilah! Kau tidak lihat aku sedang makan?"

Naruto menatapku lekat-lekat, aku tahu kalau dia mengartikannya sebagai tanda ketidaksukaannya padaku. Namun bukan Tenten namanya kalau langsung menyerah dengan alasan takut untuk di tatap!

Aku mengambil kursi yang paling dekat dengan posisinya. Duduk dan menatap Naruto yang semakin memicingkan tatapan ketidaksukaannya padaku, "Hei, beritahu aku rahasia kepintaranmu." Dia tidak menjawab, mengabaikanku dengan dalih melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Aku baru tahu kalau Naruto itu seorang yang sangat keras kepala. Oke, satu fakta telah terungkap.

"Hei, Naruto. Apa kau benar-benar tidak suka berbaur dengan anak seusiamu? Dengan semua murid di kelas ini?" Tepat setelah aku bertanya sedimikian rupa, Naruto tiba-tiba berhenti memasukkan kembali makanan ke mulutnya. Sepertinya aku sudah berhasil menarik perhatiannya, dan benar saja, Naruto langsung memutar tubuhnya ke arahku, setelah meletakkan kotak bekalnya terlebih dahulu tentunya.

"Kau bertanya, apakah aku tidak suka berbaur dengan kalian? Maka dengan senang hati aku akan menjawab, aku sama sekali tidak ingin mengenal kalian semua. Jika tidak, hidup kalian akan berubah sepenuhnya."

Aku tertegun mendengar setiap ucapan yang Naruto lontarkan, dari suaranya serta nada bicaranya, aku tahu kalau berkata tanpa ada sedikitpun rasa ragu. Tapi bukan itu yang membuatku membatu, tatapan, tatapannyalah yang memberitahu kalau pemiliknya sedang menyembunyikan sesuatu. Sesuatu yang besar. Lalu, apa yang sedang ia sembunyikan?

"Baiklah, aku mengerti." Aku mulai memotong jarak diantara kami, dan aku menangkap sebuah keterkejutan di wajah pucat Naruto. "Jika kau memang tidak ingin berteman dengan kami semua, itu tidak masalah." Aku nekad mendekatkan wajahku ke wajah lawan bicaraku yang sepenuhnya sedang terkejut, "Tapi, jika ada satu orang yang ingin berteman dengamu, itu tidak masalah 'kan?"

Naruto membuang mukanya. "Cih! Dasar gadis keras kepala."

.

.

Karena kejadian pendekatan kemarin itulah, aku menduga kalau Naruto sudah berubah. Namun hal itu sama sekali tidak ada kebenarannya, Naruto malah terus menghindari keberadaanku saat aku mencoba untuk mendekatinya.

Dan seperti kali ini, aku mencoba mengajaknya bicara seperti kemarin pada saat jam istirahat. Tapi sewaktu aku menyapanya, dia berdiri dan beranjak meninggalkan kelas dengan membawa kotak bekalnya.

Cih! Cowok yang sangat keras kepala, sudah berapa kali aku mencoba untuk mengajaknya bicara mulai tadi pagi, dia benar-benar berusaha menyingkirkan keberadaanku. Awas saja! Kau belum tahu siapa Tenten itu sebenarnya, akan kubuat hatimu terbuka untuk semua orang.

One side POV end

...

Naruto mendesah lega. Akhir yang paling ia tunggu-tunggu, bisa kabur dari makhluk keras kepala paling menyeramkan. Wanita. Baginya, makhluk kaum Hawa itu adalah hal yang paling ia hindari, karena bagaimanapun, mereka sangat suka ikut campur urusan orang, terlebih memiliki watak bebal yang bahkan takkan bisa dewa Zeus kalahkan.

Oi, jangan salahkan perumpamaan itu. Naruto juga pernah membaca sebuah cerita kalau dulunya Zeus dan Athena sering bertengkar, dan setiap adu mulut yang mereka lakukan, Zeus tidak pernah menang sekalipun. Tapi bodohnya, dia mempercayai cerita fiksi yang tanpa sengaja ia temukan dalam sebuah website bernama Fanfiction. Oh, anak kecil juga tahu kalau itu adalah tempat untuk menuangkan imajinasi.

Tanpa memiliki perasaan was-was, remaja pirang itu mulai membuka kunci pada kotak bekal yang ia bawa. Dan isinya? Seperti biasa, bekal sehat buatan Ibu tercinta, dua buah kaarage, tiga buah tamagoyaki, salad, dan secukup nasi tanpa pemutih.

Yah! Ini adalah sebuah rezeki hari ini, patut disyukuri bagaimanapun rasanya. Naruto mengambil langkah awal dengan sebuah tamagoyaki yang ia masukkan ke dalam mulutnya, makanan yang berbahan dasar telur itu lantas tak langsung ia kunyah, ia terus menahannya di dalam sana sambil mengambil kesempatan untuk melamun. Ini adalah sebuah kebiasaan yang dimiliki Naruto, dikarenakan begadang setiap harinya membuat pikirannya sering kosong.

Untung saja kali ini dia berada di belakang gedung sekolah, berdempetan dengan tanah yang Cuma berisikan pepohonan lebat, membuatnya bisa merasakan sensasi lamunannya sedikit agak lama. Tapi sepertinya, itu hanyalah sebuah khayalan belaka, karena ia dapat merasakan kehadiran seseorang dari samping kirinya. Naruto pun menoleh, mendapati kalau makhluk yang sedari pagi tadi mengejarnya kini sedang mengintipnya dengan setengah wajah yang terlihat.

"Bisakah kau tidak mengganggu saat aku sedang makan?"

Tenten langsung menampakkan diri sambil memamerkan sebuah cengiran. "Maaf."

Naruto kembali mendesah, dirinya paling tidak suka diganggu saat sedang makan, itu membuat nafsu makannya langsung menguap.

"Eh? Mau kemana?" Melihat targetnya mulai mengemasi kembali kotak bekal yang ia bawa, Tenten langsung panik. Padahal tadi adalah kesempatan yang sangat bagus untuk mengajak bicara cowok pirang itu, tapi kenapa jadi begini? Ini tidak sesuai dengan yang dia rencanakan.

"Bukan urusanmu." Jawab Naruto saat hampir melewati Tenten.

Tenten berbalik menatap kepergian Naruto. Sebenarnya ia ingin menghentikan cowok itu, namun hasil yang ia peroleh hanyalah sebuah helaan nafas. "Gagal lagi deh."

Naruto melangkah dengan malas menysuri lorong yang menuju ke lantai dua, dimana di lantai dua tersebut kelasnya lah berada. Tangga yang menghubungkan ke lantai dua sudah hampir telihat, tetapi harus melewati sebuah kelas memasak terlebih dahulu. Dapat Naruto dengar suara guru yang memberikan tutorial memasak kare ikan, merasa sedikit tertarik, Naruto melihat guru itu sedang menyiapkan bahan yang ada, lalu cara memotong semua bahan dengan perlahan.

Dan guru tersebut mulai menyalakan kompor gas yang dipakainya.

Cklek!

BLARR!

Sebuah ledakan besar terjadi, menggoncangkan seluruh gedung sekolah sekaligus memecahkan semua kaca gedung itu. Tentu saja kejadian itu langsung memicu kepanikan para murid dan guru, mereka semua langsung berhamburan dan berbondong-bondong mencoba keluar dari gedung sekolah.

Naruto sendiri tak bisa melakukan itu karena dia sudah terhempas jauh dan menghantam sebuah tembok. Dengan wajah yang sudah hampir sepenuhnya hancur, dia mencoba berdiri sekuat tenaga, tapi tanpa ia ketahui saat ini tulang punggungnya sudah patah, ia lumpuh di tempat. Dari kepalanya merembeskan sebuah darah, benar, sempat ia rasakan juga kalau kepalanya terbentur sekali.

Dapat ia rasakan sebuah panas dari wajahnya yang kulitnya sudah sepenuhnya terkelupas, jantung dan paru-parunya kini berkerja lebih ekstra karena kejadian yang tak pernah ia duga itu dapat dengan mudah membuatnya terkena serangan jantung. Lalu, ia sudah merasakan tubuhnya mulai lemas, nafasnya yang berada di paru-paru sudah terasa tak terisi ulang. Dalam keheningan ini, dia dapat mendengar detak jantungnya sendiri yang mulai melambat. Dan dengan perlahan kelopak matanya tertutup.

Naruto kembali membuka matanya lebar-lebar seolah merasakan sebuah daya kejut. Dengan panik ia alihkan pandangannya, dia masih berada di belakang gedung sekolah. 'Aku masih berada disini?' Naruto menarik tangan kanannya yang memegang sumpit, dapat ia rasakan kalau tamagoyaki di dalam mulutnya belum sedikitpun ia kunyah.

"Aku mengalaminya lagi, itu berarti..." Naruto menoleh ke arah kiri, pasti disana ada gadis pengganggu itu dan dia sekarang pasti sedang sembunyi. "Kau! Keluarlah!" teriak Naruto. Membuat Tenten yang sedari tadi sembunyi disana, keluar dengan satu tangan mengelus tengkuknya.

"Ehehe, ketahuan ya?"

"SIAL!" Naruto membuang kotak bekalnya dengan kasar, dia kemudian berdiri dan berlari.

"E-Eh? Mau kemana?" Tenten bertanya saat Naruto sudah berlari melewatinya. Ada rasa heran yang mengganggu benaknya, pasalnya tiba-tiba Naruto bersikap panik. Tidak biasanya seperti itu.

"Jangan ikut!"

Mendengar bentakan itu, Tenten yang notabenenya adalah gadis keras kepala, pastinya tidak akan menuruti perintah yang memiliki maksud tersembunyi. Gadis berambut coklat gelap itupun berlari, mengikuti setiap hentakan kaki Naruto yang mulai bertambah temponya.

Mereka memasuki gedung sekolah bersamaan, mengabaikan para murid di lorong yang sedang memandang mereka berdua dengan heran.

Seperti yang Naruto harapkan, dirinya masih belum terlambat, ada dua murid yang baru memasuki kelas memasak. "Syukurlah." Gumamnya. "Sensei!" teriakan Naruto sukses membuat semua penghuni kelas memasak menoleh ke arahnya.

"Apakah ada masalah?" tanya Guru yang lekas mengajar itu.

Meskipun nafasnya tak lagi bisa di kontrol, Naruto tetap memaksa dirinya untuk berjalan menghampiri Guru itu. "Sensei, tolong tunda pelajaran memasak kali ini." Naruto menatap lekat-lekat Guru lelaki berkacamata itu.

"Memangnya ada apa? Tolong kasih aku sebuah alasan."

"Sepertinya, salah satu selang gas yang ada disini mengalami kebocoran. Tolong Sensei periksa terlebih dahulu, saya mohon!" Naruto membungkuk sembilan puluh derajat.

Melihat kesungguhan Naruto, dalam hati Guru itu menanggapi permohonan Naruto. "Baiklah semuanya, harap keluar dengan teratur. Karena Sensei akan memeriksa ruangan ini."

Naruto mendongak senang karena usahanya dapat dipercaya. Kemudian ia tundukkan lagi kepalanya, "Terima kasih, Sensei!"

"Jika yang kau ucapkan itu benar, maka akulah yang harus berterima kasih padamu karena sudah menyelamatkan banyak nyawa." Guru lelaki itupun membuka satu persatu lemari di bawah kompor yang di dalamnya digunakan sebagai penyimpan tabung gas, dan benar Guru itu langsung terkejut saat salah satu lemari yang ia buka memang mengeluarkan bau menyengat yang di miliki oleh gas. "Ternyata benar, disini ada satu gas yang bocor." Ucapnya pada seluruh muridnya.

Banyak dari sana terlihat wajah lega, terlebih untuk Naruto yang akhirnya bisa menghempaskan tubuhnya yang kelelahan karena berlari. Ia mencoba mengatur nafasnya yang masih tersenggal, "Syukurlah." Naruto tersenyum lebar.

Guru yang hendak mengajar di kelas memasak itu memberikan senyuman bangga ke Naruto, "Siapa namamu?"

"Namaku Naruto, Sensei."

Guru itu mengangguk. "Baiklah, terima kasih Naruto."

Naruto menanggapinya dengan sebuah senyuman. Tatapannya kemudian terfokus pada langit-langit ruangan itu, mengabaikan sesuatu yang penting di dalam tubuhnya.

Kruwuk~

Setelah suara itu keluar, dengan perlahan Naruto menutup matanya.

...

...

...

Naruto membuka kelopak matanya dengan perlahan, menatap langit-langit ruangan yang bernuansa kemerahan.

"Ternyata sudah bangun 'ya?"

Suara itu sontak mengambil alih perhatian Naruto. Saat menoleh ke arah kiri, dia mendapati kalau gadis pengganggu yang sedari pagi selalu mengejarnya tanpa alasan yang jelas kini sedang duduk di pinggiran kasur.

"Ini dimana?"

Gadis paling mengganggu itu tersenyum. "Ini di UKS."

"Kenapa?"

"Tentu saja karena kau sakit."

Naruto mulai bangkit, "Penyebabnya?"

"Kau pingsan karena kelaparan dan kurang istirahat."

Naruto tak bertanya lebih lanjut, karena ia dipaksa diam oleh rasa sakit yang menyerang kepalanya. Menundukkan kepalanya, tiba-tiba terlihat sebuah sodoran gelas yang berisikan air, Naruto melihat Tenten yang masih menyunggingkan senyuman. Dia tidak pernah berhenti untuk terus tersenyum, mungkin dia sudah gila. Itulah yang ada di benak Naruto, karena tentu saja dia tidak akan menyinggungkan ucapan itu.

"Terima kasih." Naruto mulai meneguk air mineral itu, dan dengan perlahan ia mulai mendapatkan kesadaran.

"Aksimu tadi sangat keren lho! Aku kagum saat kau tahu kalau ada salah satu tabung gas yang bocor." Mata Tenten penuh akan bintang, gadis itu benar-benar kagum atas apa yang sudah Naruto lakukan. Dan akhirnya dia mendapatkan sifat asli yang Naruto sembunyikan pada topeng dinginnya.

"Itu tadi hanya sebuah tebakan, aku hanya berasumsi." Bohong Naruto.

Pancaran bintang di mata Tenten tak sedikitpun berkurang cahayanya, "Aku tidak peduli. Entah itu asumsi atau benar-benar jawaban, yang penting kau tadi terlihat sangat keren. Aku sangat menyukai hal itu."

Naruto tiba-tiba terhenyak. Sepuluh detik kemudian, dia tersenyum.

"Ah! Kau tersenyum lagi seperti tadi!"

Naruto mulai terkekeh. "Dari fisik, mungkin kau memang sudah matang untuk dicap sebagai seorang gadis. Tapi aku baru tahu kalau kau ini sungguh kekanak-kanakan, aku sudah salah menilaimu."

"Tapi kau bisa menerimanya 'kan?"

"Tidak semuanya. Lagipula aku tidak tahu siapa namamu."

Tenten terdiam sejenak, "APAAA!?"

To be Continued...

.

A/N: UP UP UP UP UP UP UP UP UP UP UP UP UP UP, Akhirnya selesai juga fanfic bertajuk drama yang pertama kali kubuat, dan terima kasih banyak untuk koor yang kubuat dengan salah satu Dedek di dumai. Karena tanpa dia, aku pasti galau wakakakak.

Ada yang heran kenapa Naruto tadi gak jadi mati? Itu semua terjawab pada Summary cerita ini, tapi kurasa awal ceritanya sedikit agak membingungkan ya? Err... aku bisa menerima hal itu.

Sedikit pemberitahuan, disini sifat Naruto itu... dingin, jarang bergaul, suka begadang (buat nonton Oni ChiChi :v Lolz), dan sangat perhatian.

Untuk Tenten, yah banyak yang bilang kalau ini pair anti-mainstream, tapi Dedek yang berkolaborasi denganku mengatakan padaku kalau dia yang cocok. So? Untuisi perempuan itu kadang presentasenya selalu benar, dan faktanya MEMANG benar.

Dari sini sudah dapat di lihat kalau semua kaum Hawa itu menyeramkan, dalam artian jika sedang M :v Lolz.

Okelah, untuk karakter Tenten disini lebih baik kalian bertanya pada [Aka na Yuki] atau hubungi Fbnya [Yuki Mine], Dedek paling Varokah yang tahu karakteristik Tenten.

Okey, see you next time on the Next Chapter. See ya!

.

Ramiel de Lolicon Hentai.

Aka na Yuki de Super Waifu.