Pairing : Meanie

Rated : T/M

Length : Chaptered

Warning : Boys Love and Typo

.

.

"Halmonie…Halmonie tidak apa-apa?"

Seorang pemuda berambut hitam mendekati wanita tua yang terjatuh. Wanita yang di perkirakan berusia lima puluh tahun itu meringis. Terjatuh di aspal karena di tabrak beberapa anak yang berlarian.

"Tidak apa-apa anak muda," jawab wanita tua itu sambil mencoba berdiri. Pemuda berwajah manis itu membantunya berdiri. Menuntunnya dan mengajak duduk di salah satu kursi memanjang.

"Aigoo…anak-anak zaman sekarang," keluhnya.

"Maafkan mereka Halmonie. Karena mereka yang tidak hati-hati sampai membuat Halmonie terjatuh." Wanita yang mengenakan syal merah itu tertawa. Menepuk pundak pemuda manis yang duduk di sebelahnya.

"Jangan di pikirkan anak muda. Kau tidak perlu meminta maaf!"

"Halmonie terluka! Halmonie tunggu di sini sebentar! Aku akan mencarikan plester supaya luka Halmonie tidak terkena debu." Pemuda yang mengenakan kaos putih lengan pendek itu berlari. Tanpa memperdulikan wanita tua yang melarangnya untuk mencari obat.

"Masih ada anak muda yang berhati malaikat seperti dia. Tidak seperti cucuku." Wanita tua itu menggeleng. Mengingat cucunya membuat kepalanya pusing.

Tidak membutuhkan waktu lama, pemuda berambut hitam legam itu kembali. Nafasnya terengah-engah. Sepertinya pemuda pemilik kulit putih itu berlari-lari.

"Maaf membuat Halmonie menunggu lama!" wanita tua itu tersenyum. Pemuda yang baru saja ia kenal berjongkok di hadapannya. Membersihkan goresan di kakinya dan menutupnya dengan plester.

"Aku bukan seorang dokter. Tapi kalau hanya menutup luka seperti itu aku masih bisa Halmonie. Halmonie bisa menggantinya di rumah nanti."

"Aigoo…kau baik sekali?" ia menepuk tempat kosong di sisinya. Meminta pemuda itu untuk duduk di sampingnya.

"Tidak Halmonie. Aku hanya membantu Halmonie saja. Kata eomma, kita harus menolong seseorang yang membutuhkan bantuan."

"Ternyata masih ada anak muda sopan dan baik sepertimu. Pasti banyak orang di luar sana yang menyukaimu." Mendengar kalimat wanita itu, pemuda manis justru menggeleng lemah.

"Halmonie salah! Lihat saja wajahku! Melihat wajahku yang menyeramkan ini saja orang sudah takut. Bagaimana mungkin banyak yang menyukaiku." Pemuda itu menunjuk wajahnya sendiri. Membuktikan pada wanita di sampingnya kalau wajahnya tampak menyeramkan. Datar tanpa ekspresi. Menghasilkan tawa dari wanita tua.

"Tapi kenapa Halmonie melihatmu sangat manis? Bahkan Halmonie sangat suka melihat wajahmu. Halmonie yakin, kalau mereka benar-benar mengenal dirimu yang asli, mereka akan mengatakan hal yang sama." Pemuda di sampingnya tersenyum. Tidak terlalu memikirkan tentang orang-orang yang menyukainya atau tidak.

"Berapa usiamu?"

"Usiaku dua puluh tiga tahun Halmonie. Apa aku terlihat sangat tua?" tanyanya yang membuat wanita itu tertawa.

"Tidak. Bahkan kau terlihat seperti siswa. Apa pekerjaanmu anak muda?"

"Aku bekerja sebagai pengantar paket kilat Halmonie. Ya Tuhan, aku harus kembali bekerja Halmonie!" pemuda yang mengenakan celana jeans panjang itu berdiri dari duduknya. Matanya membulat melihat jam di pergelangan tangannya.

"Halmonie, aku harus pergi. Maaf karena meninggalkan Halmonie sendiri. Halmonie cepatlah pulang ke rumah. Udara sore yang dingin seperti ini tidak baik untuk kesehatan Halmonie." Pemuda manis itu berlari menghampiri motornya. Dengan terburu-buru, ia pergi meninggalkan wanita tua yang terus memandanginya.

"Kasihan dia harus bekerja seperti itu," batinnya.

.

.

.

"Yeobo, bagaimana ini?"

"Aku juga tidak tahu! Kita tunggu sampai anak itu pulang!"

"Tapi kalau tidak mau bagaimana, Yeobo?"

Sepasang suami istri berdiri dengan gusar. Berulang kali ia melihat pintu utama rumah mewah mereka. Beberapa maid juga berdiri tidak jauh dari mereka. Mereka juga tampak seperti sepasang suami istri itu. Harap-harap cemas menanti kehadiran seseorang.

"Itu sepertinya tuan muda," ucap salah satu maid saat mendengar suara mobil. Tidak berapa lama, muncul pemuda tampan dengan tubuh tinggi menjulangnya.

"Ya Tuhan, Mingyu-ya, apa saja yang kau lakukan? Kenapa lama sekali?" wanita cantik itu berjalan mendekati Mingyu. Sedangkan Mingyu mendesah di tempatnya.

"Eomma, aku bekerja! Bukan main-main!"

"Jangan banyak bicara. Sekarang cepat kita ke kamar Halmonie. Halmonie sedang sakit keras."

Pemuda yang masih mengenakan jas kerjanya di tarik begitu sjaa. Di belakangnya menyusul laki-laki paruh baya yang menjadi kepala keluarga. Dan beberapa maid juga ikut membututi ketiganya.

"Cucuku sudah pulang," ucap seorang wanita tua sambil terbatuk-batuk. Tubuhnya tampak lemah dengan berbaring di ranjang.

"Halmonie sakit apa? Kenapa bisa tiba-tiba seperti ini?"

Plak…

Wanita yang menjadi ibu kandungnya menggeplak lengannya. "Kau pikir sakit pakai rencana?" tanyanya galak.

"Halmonie sudah tua. Wajar saja kalau sakit-sakitan seperti ini. Sepertinya usia Halmonie tidak lama lagi. Sebelum Halmonie meninggal, Halmonie ingin melihat kau menikah!"

"Eomma/Halmonie," seru ibu dan anak berbarengan.

"Eomma jangan berbicara seperti itu. Eomma akan baik-baik saja!" ucap ibu Mingyu sedih. Lain ibu Mingyu, lain pula dengan Mingyu. Ia justru protes karena hal yang berbeda.

"Bagaimana mungkin Halmonie menyuruhku menikah di usiaku yang masih dua puluh tiga tahun? Aku masih ingin kebebasan Halmonie," rengek Mingyu. Sepertinya pemuda yang menjadi CEO itu sedang berada dalam mode kekanakannya. Khas anak semata wayang keluarga Kim.

"Halmonie tidak mau tahu. Halmonie ingin melihat kau menikah secepatnya. Dengan siapapun. Sebelum Halmonie masuk ke dalam tanah."

"Eomma/Halmonie," ucap mereka lagi berbarengan. Tuan Kim hanya bisa menggelengkan kepalanya. Istri, Mertua dan anaknya sama-sama aneh. Ia yang tidak ingin terkena imbasnya hanya diam saja. Baginya Mingyu menikah tidak masalah. Ia juga menginginkan menantu. Kalau bisa cucu secepatnya.

"Waktu itu aku sudah mengenalkan banyak wanita pada Halmonie. Tapi Halmonie sendiri yang menolakkan?" tanya Mingyu yang membuat wanita tua itu bangun dari duduknya. Karena ulahnya, lengannya terkena pukulan ke dua dari ibu kandungnya.

"Kau pikir Halmonie tidak tahu rencanamu, cucuku yang tampan?" Mingyu terdiam. Ia hanya memasang wajah masam. Ia benar-benar tidak ingin menikah saat ini. Masih banyak hal yang ingin ia lakukan. Masih ingin bebas dan bersenang-senang.

"Kau pikir Halmonie tidak tahu, wanita ber-make up tebal itu hanya wanita sewaan. Mereka bukan kekasihmu. Karena Halmonie tahu, kau tidak pernah menyukai wanita. Seleramu berbeda dari laki-laki lain. Kau lebih suka laki-laki manis dari pada wanita berpakaian minim."

Mingyu manyun di tempatnya. Sedangkan wanita yang mengenakan seragam maid menahan kikikannya. Tuan muda mereka memang nakal. Ia memiliki segala cara untuk mengelabui nenek dan orang tuanya.

"Halmonie juga tahu kau sering berkeliaran saat jam kerja. Sepertinya menikah akan merubah sifatmu. Halmonie ingin kau menikah secepatnya. Kalau kau masih ingin melihat Halmonie di dunia ini." Ucapan sang nenek sontak membuat ibu Mingu gusar. Dengan tidak sabaran, ia menggoyang-goyang lengan anak semata wayangnya.

"Kau harus menikah Mingyu-ya. Ini permintaan Halmonie."

"Eomma! Eomma tega sekali. Kenapa harus aku?"

Plak…

Pukulan ketiga kembali Mingyu dapatkan. Namun kali ini di kepalanya. "Kau pikir siapa lagi yang bisa menikah di rumah ini? Eomma?"

"Ehem." Tuan Kim berdeham keras yang membuat ibu Mingyu memasang cengirannya.

"Appa tolong aku! Katakan pada eomma—" ucapan Mingyu terhenti saat tuan Kim mengangkat tangannya. Tanda menyerah dan tidak ingin ikut campur. Mingyu menghela nafas panjang. Sepertinya masa indahnya harus benar-benar berakhir. Ia tidak ingin menikah, namun ia juga sangat menyayangi wanita yang menjadi neneknya.

.

.

.

Seorang pemuda berkulit putih berjalan lunglai ke flat kecilnya. Ia benar-benar lelah. Semalaman ia di tambah jam kerjanya. Dan harus tidur di tempat kerja dengan sofa yang sempit. Saat warga lainnya memulai aktivitas, ia baru bisa kembali ke flatnya. Tidur beberapa jam sebelum kembali bekerja.

Matanya membulat sebelum sampai di flatnya. Di depan pintu, barang-barangnya teronggok dengan tidak rapinya. "A-apa…apaan ini?" ia berlari kecil. Menghampiri barang-barangnya yang tergeletak di luar.

"Ya Tuhan, tua bangka itu keterlaluan sekali!" geramnya melihat kertas yang tertempel di pintu. Karena telat membayar sewaan flatnya selama dua bulan, ia di usir oleh pemiliknya.

Pemuda itu terduduk lesu. Ia lelah dan ingin tidur. Tapi ia tidak bisa masuk lagi ke dalam flatnya. Semua barang-barangnya sudah di keluarkan. Ia terpaksa pergi untuk mencari tempat tinggal baru.

Tangannya mengambil ponsel yang tersimpan di saku jaketnya. Mengetikkan pesan untuk sahabatnya. "Jihoon-ah, aku menumpang barang-barangku di rumahmu selama beberapa hari ya? sampai aku menemukan tempat tinggal yang baru. Jangan bertanya lagi. Aku akan segera ke sana."

Setelah mengertik pesan untuk Jihoon, Wonwoo menghela nafas pasrah. Karena penghasilan dari kerjanya hanya cukup untuk makan, membuatnya kesulitan membayar sewaan flat-nya.

"Dimana aku mencari flat yang murah? Semurah ini saja aku kesulitan membayarnya." Wonwoo mengacak rambutnya frustasi. Hidupnya benar-benar kacau. Gaji yang akan ia terima bulan depan sepertinya akan di potong. Karena kecelakaan kecil yang ia dapat, membuat barang paket yang ia bawa rusak. Mau tidak mau ia harus menggantinya. Sepertinya ia harus makan tiga hari sekali mulai hari ini.

.

.

.

"Siapkan mobil! Kalian ikut denganku!"

Pria berpakaian serba hitam itu mengangguk. Tubuh besarnya tidak membuat wanita tua itu takut untuk memerintah. Saat sedang menunggu mobil, terdengar langkah kaki mendekatinya. Tampak anak, menantu dan cucunya mendekat ke arahnya.

"Eomma mau kemana?" tanya anaknya.

"Halmonie mau pergi ke mana pagi-pagi seperti ini?" kali ini yang bertanya cucunya. Tidak ingin ada pertanyaan ketiga, wanita yang berusia lima puluh tahunan itu berbalik.

"Halmonie akan pergi keluar mencari istri untukmu. Halmonie akan pergi mencari cucu menantu di luar sana," jawab wanita tua itu santai. Tidak memperdulikan wajah terkejut yang lainnya.

"MWO!" semua yang ada di rumah itu terkejut. Termasuk beberapa maid yang menguping. Tampaknya, masalah tentang tuan mudanya tidak bisa mereka lewatkan begitu saja. Meski mereka masih bersih-bersih di dapur, telinga mereka tetap tajam mendengar semuanya.

"Halmonie bercanda? Mencari istri untukku?" tanya Mingyu dengan wajah tercengangnya. Di pagi yang cerah ini ia harus mendengar hal yang begitu pahit. Ia kira neneknya sudah melupakan tentang permintaan untuk ia menikah. Tapi di luar dugaan. Bahkan neneknya sendiri yang bergerak untuk mencarikannya istri.

"Tidak! Halmonie serius! Lihat saja, pulang nanti Halmonie sudah membawakan satu untukmu. Besok kalian akan menikah. Halmonie sudah menyiapkan semuanya. Kau hanya perlu menyiapkan dirimu."

Tubuh Mingyu mematung. Kepalanya seperti di timpa ribuan batu. Bahkan untuk bernafas saja ia kesulitan. Menikah besok berarti akhir hidupnya di percepat. Ia kira setiap orang yang sudah tua akan melakukan kebaikan untuk mempersiapkan kematiannya. Seperti yang ia lihat di drama. Tapi neneknya lain dari yang lain. Berpikir usianya sebentar lagi justru melakukan hal aneh. Hal yang menghancurkan masa depannya.

"Aku bisa mencarinya sendiri Halmonie!"

"Menunggu kau mendapatkannya, Halmonie benar-benar sudah menyatu dengan tanah." Mendengar kalimat itu, lagi-lagi ibu Mingyu gusar.

"Tidak apa-apa Eomma! Lebih cepat lebih baik. Nanti aku akan membantu Eomma menyiapkan semuanya," sahut ibu Mingyu.

"MWO!" mata Mingyu semakin membulat. Sedangkan ibunya seperti tidak memperdulikan nasibnya. Dengan mudahnya sang ibu menyetujui usulan neneknya. Bahkan mendukungnya. Ia kira ia bisa meminta pertolongan dari ibu tercinta. Tapi ia salah. Ibunya justru menyempurnakan kesengsaraannya.

Ibu Mingyu bukan tidak memikirkan perasaan Mingyu. Tapi saat ini yang terpenting adalah kesehatan ibunya. Lagi pula menikah di usia muda bukan masalah besar. Mereka akan ketambahan satu anggota baru. Dan akan ada yang membantu merawat anak semata wayangnya yang nakal itu.

"Jangan biarkan anak nakal ini pergi ke kantor. Aku tidak mau dia melarikan diri selama Eomma mencari cucu menantu di jalan," ucap wanita tua itu pada anaknya. Ibu Mingyu mengangguk mantap. Membuat Mingyu ingin menangis di tempat.

Mencari cucu menantu di jalan? Bukankah kalimat itu terdengar sangat kejam? Seolah-olah Mingyu adalah pemuda buruk rupa yang tidak laku. Sampai harus mencari di jalan. Mingyu ingin meminta pertolongan sang ayah. Tapi jangankan menolong. Menatapnya prihatin pun tidak. Ayahnya justru tersenyum senang. Keinginannya punya cucu akan terkabul.

"Ya Tuhan, apa salah dan dosaku? Kenapa aku di lahirkan di keluarga ini? Kenapa aku punya orang tua seperti mereka? Kenapa aku jadi cucu halmonie? Bagaimana kalau halmonie mendapatkan yang jelek? Bagaimana kalau halmonie mencarikanku yang gendut dan hitam? Bagaimana kalau dia cebol dan sama sekali tidak menarik? Apa kata teman-temanku nanti? Hancur sudah reputasiku sebagai pria sempurna," tangis Mingyu dalam hati.

.

.

.

"Nyonya, kita cari istri untuk tuan muda Mingyu di mana?" tanya sang supir. Mereka pergi dengan menggunakan dua mobil. Mobil orang suruhannya berada di belakang mereka. Mengikuti sampai menemukan seseorang yang akan mereka bawa ke rumah.

"Aku juga tidak tahu! Coba jalan saja terus. Siapa tahu menemukan satu yang bagus." Sang supir mengangguk. Ia hanya perlu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Wanita yang duduk di belakanglah yang akan memilah dan memilih.

"Pak Han, coba pelankan mobilnya?" perintah nenek Mingyu. Saat supirnya sudah memelankan laju mobilnya, ia menelisik penampilan pemuda yang berjalan seorang diri.

"Lanjutkan! Kurang menarik," perintahnya lagi.

Lama mereka berputar dan mencari, mereka tidak menemukan satu pun. Sudah banyak yang mereka temui di jalan tapi tidak ada yang menarik perhatian wanita tua itu.

"Apa belum menemukannya Nyonya?" tanya sang supir penasaran. Ia juga ingin tahu selera nenek Mingyu seperti apa. Ia ingin tahu orang macam apa yang akan di nikahkan dengan tuan mudanya.

"Belum ada! Coba belok ke kanan!"

.

.

.

Wonwoo berjalan dengan lesu. Ia berjalan kaki dengan tas ransel di pundaknya. Barang-barangnya sudah ia titipkan di rumah Jihoon. Saat ini waktunya ia mencari flat baru. Berkali-kali mencari, ia belum menemukan yang tepat.

Flat yang ia temui benar-benar mahal. Gajinya satu bulan saja tidak cukup untuk membayar sewaanya. Kalau seperti itu bagaimana ia bisa melanjutkan hidup? Makan tiga kali sehari saja tubuhnya sudah terlihat kurus.

Langkahnya terhenti saat tiba-tiba mobil mewah berhenti di dekatnya. Matanya membulat melihat laki-laki bertubuh besar yang terlihat menakutkan.

"Cepat masuk ke dalam!" ucap salah satu dari mereka.

"Siapa kalian? kenapa memaksaku seperti itu? Aku tidak ada urusan dengan kalian."

Wonwoo menepis tangan laki-laki yang akan menyentuh tangannya. Saat orang itu mendekatinya lagi, ia memberikan pukulannya. Adu tinju tidak terelakkan. Wonwoo sama sekali tidak kesulitan melawan sekawan pria berpakaian hitam itu.

"Jangan coba-coba menyentuhku," desis Wonwoo tajam.

Wonwoo akan melayangkan tinjunya lagi sebelum sebuah pistol di todongkan ke arahnya. Wonwoo tidak bodoh untuk tidak mengetahui kalau pistol itu asli. Sekali tembak saja, kepalanya bisa pecah. Tidak ingin mati di tempat, Wonwoo menyerah. Tidak melawan lagi. Menurut saat mereka memaksanya masuk ke dalam mobil.

"Ternyata dia bisa bela diri juga. Baguslah, supaya bisa memberikan tinjunya pada Mingyu nanti kalau anak itu macam-macam," ucap wanita tua yang masih tenang duduk di mobilnya. Meski tidak begitu dekat, tapi ia masih bisa melihat semuanya dengan jelas. Membayangkan akan segera memiliki cucu menantu, senyumnya langsung terkembang.

"Mau kalian apakan aku? Aku bukan orang kaya? Percuma saja kalian menculikku. Tidak akan ada yang menebusku. Aku anak yatim piatu," ucap Wonwoo pada pria-pria berbadan kekar yang menyekapnya. Meski tidak di sekap seperti di drama. Hanya pistol yang masih di todongkan ke arahnya.

"Maafkan perlakuan kami. Tapi ini perintah. Anda tenang saja kalau masih ingin selamat. Setelah ini hidup anda akan serba berkecukupan karena menikah dengan tuan muda kami."

"MWO!"

Mata Wonwoo membulat horror. Menikah? Memiliki pacar saja ia tidak pernah. Ia sama sekali tidak pernah membayangkan akan menikah di usianya yang masih dua puluh tiga tahun.

"Ya Tuhan, bagaimana ini? Orang-orang gila ini akan menikahkanku dengan tuan muda mereka? Bagaimana kalau tuan muda mereka adalah laki-laki tua yang sudah keriput? Atau yang lebih buruk, laki-laki botak dengan perut buncitnya. Ya Tuhan tolong aku," batin Wonwoo. Ia terus berdoa dalam hati.

"Aku masih ingin menikah dengan pangeran tampan. Bukan laki-laki tua keriput dan buruk seperti itu."

.

.

.

.

.

TBC

Ada yang berminat dengan ff gaje ini?