Soonyoung baru saja sampai di tempat kerjanya. Dia segera melepas tas selempangnya dan menaruhnya di loker yang sudah disediakan. Segera ia menuju ke meja kerjanya, Soonyoung memang bekerja di sebuah perusahaan sebagai karyawan biasa. Ya, dia memang bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan dari pagi sampai siang, lalu setelah beristirahat sampai sore, bekerja sebagai penjaga toko hingga malam. Benar, dua pekerjaan dalam sehari. Pemuda Kwon itu memang pekerja keras, semenjak sekolah menengah ia bekerja sendiri untuk menghidupi dirinya yang berasal dari keluarga miskin. Meskipun lelah bekerja, namun itu tak membuatnya malas belajar. Sebaliknya, dari dulu ia selalu menempati peringkat atas di sekolahnya, bahkan cumlaude dalam kuliahnya. Prestasinya memang tak diragukan lagi, seorang pemuda pekerja keras yang sudah cukup mapan. Visualnya pun, hmm… bisa dibilang wajahnya cukup tampan. Jika saja ia mengikuti ajang cari jodoh, mungkin banyak yang ingin dijodohkan dengannya.
Seseorang menginterupsi saat Soonyoung tengah membereskan berkas-berkas yang harus ia kerjakan. "Kau terlihat berantakan hari ini," Menyodorkan satu cup kopi pada Soonyoung.
Itu Wonwoo, teman kerja Soonyoung, dan dia juga bersekolah di sekolah yang sama dengan Soonyoung—dalam hal ini, dia juga satu sekolah dengan Jihoon. Mereka sahabat dekat.
Soonyoung menyesap sedikit kopi yang disodorkan Wonwoo. "Ya, begitulah, ada banyak hal mengejutkan saat kita bangun dari tidur,"
"Contohnya?"
Pemuda Kwon itu masih fokus dengan kopinya. Belum berniat menjawab pertanyaan Wonwoo. Kemudian ia mengangkat bahunya tanda tidak tahu. Lagipula, tidak mungkin dia mengatakan bahwa Jihoon menginap dirumahnya dan pagi ini dia terbangun dengan posisi yang… Errr.
Tidak.
Bagaimanapun, Wonwoo mengetahui satu rahasia Soonyoung. Rahasia yang berhubungan dengan alasan kenapa Wonwoo tidak boleh tahu Jihoon menginap dirumahnya, jika Wonwoo tahu… entahlah? Soonyoung juga tidak bisa mempredisksi. Mungkin Wonwoo akan menyuruhnya segera menyatakan perasaannya pada Jihoon? Itu bisa saja, karena…
Soonyoung sudah sejak lama menyukai Jihoon. Lama sekali, bahkan sejak mereka kecil.
Duh, kenapa jadi memikirkan Jihoon?
"Soonyoung, kau tahu bagaimana kabar Jihoon sekarang tidak?" tanya Wonwoo tiba-tiba.
Huk. Soonyoung tersedak kopi yang sedang ia tenggak. Tampak ia terbatuk-batuk selama beberapa saat. Beruntung kopinya tinggal sedikit, kalau masih banyak, bisa-bisa kemeja biru mudanya ternodai oleh kopi.
"Yak!" pekik Soonyoung. "Lihat akibat perbuatanmu,"
Wonwoo terkikik. "Hehe, maaf, Soonyoung hyung~" Dan ya, Soonyoung memang lebih tua satu bulan darinya.
"Lagipula, untuk apa kau menanyakannya?"
"Kudengar dia mau dijodohkan,"
Aku sudah tahu.
"Hm, lalu?"
"Dia tidak mau dijodohkan,"
Iya, aku sudah tahu.
"Hmm, lalu?"
"Terakhir, kudengar semalam ia kabur dari rumah,"
Apalagi ini.
"Oh, ya?"
"Dan sekarang tidak ada yang tahu dia dimana."
Aku tahu. Dia di rumahku, Wonwoo.
Soonyoung hanya manggut-manggut. Wonwoo mengerucutkan bibirnya. "Kenapa kau sepertinya tidak terkejut, sih?"
Ya, karena aku sudah tahu semuanya, bodoh. "Untuk apa terkejut?"
"Jika kau masih menyukainya, kau harusnya terkejut, bukan?"
"Ah… ya, baiklah. Wow?" Soonyoung memasang wajah datar dengan mulut menganga.
Ingin rasanya Wonwoo melemparkan laptop kearahnya. Tapi tidak, ia terlalu menyayangi laptop itu.
"Hah, sudahlah, percuma saja aku berbicara padamu, sepertinya." Yang lebih tua terkikik kecil.
"Oh ya, kenapa aku belum melihat Mingyu, ya? Biasanya jam segini kalian sudah bermesraan didepanku,"
Semburat merah menjalari kedua pipi Wonwoo. Mingyu adalah… ya, bukan kekasih Wonwoo, sebenarnya. Tapi mereka berdua benar-benar mesra, meskipun Mingyu setahun lebih muda darinya. Dia belum mengetahui bagaimana perasaan Mingyu padanya, yang ia tahu hanya pemuda tinggi itu membuatnya jatuh hati dan salah tingkah.
"Ah, lihatlah, pria terlucu di gedung ini mulai memerah." Goda Soonyoung sambil menghidupkan laptopnya.
"Siapa yang memerah?"
Wonwoo mendongak. Jantungnya berdetak kencang seketika.
Mingyu baru saja datang saat mereka membicarakannya.
"Kau tanyakan sendiri pada orang itu," ucap Soonyoung menahan tawa.
"Siapa?"
"Orang yang duduk disebelahmu, siapa lagi?"
"Wah, Wonwoo hyung? Hyung sakit?" Mingyu segera berpindah posisi berdiri di depan meja Wonwoo. Pemuda Kim itu menyentuh dahi Wonwoo. "Tidak panas, kok,"
"Dasar tidak peka," cibir Soonyoung.
Jarak wajah keduanya semakin dekat. Dan itu justru membuat semburat merah di wajah Wonwoo menjadi-jadi.
"K-kembali saja ke tempatmu, Mingyu." Ucapnya pelan.
Soonyoung tertawa dalam hati. Dia jadi teringat Jihoon, tadi pagi ia meninggalkan pemuda itu tanpa berpamitan karena Jihoon masih tertidur. Ia hanya menuliskan secarik kertas berisi pesan untuk Jihoon agar mengurus dirinya sendiri selama Soonyoung bekerja. Karena Soonyoung memang tak memasak untuknya dan dia harus membeli makanan sendiri.
Hmm, kira-kira Jihoon bisa tidak, ya?
Ah, Jihoon kan orang kaya. Tentunya ada beberapa ribu won di dompetnya, bukan? Dia pasti bisa keluar dan membeli makanan sendiri. Setidaknya itu pikir Soonyoung.
Soonyoung benar-benar tidak mengetahui bahwa ia mengunci rumah sebelum pergi bekerja. Dan kunci itu ada di sakunya sekarang.
~0~
Sepertinya perkiraan Soonyoung sepenuhnya salah. Jihoon tidak memiliki uang sepeserpun di dompetnya karena orang tuanya menarik kartu kredit dan rekeningnya dan ia tidak membawa uang pegangan.
Pelarian tanpa persiapan matang, itu tepatnya. Dan sialnya, tidak ada makanan sedikitpun di kulkas atau lemari makanan Soonyoung.
"Aku kelaparan," keluh Jihoon sembari memegangi perutnya. Dia melirik kearah jam dinding. Baru jam sebelas. Soonyoung pulang sekitar 3 jam lagi.
Andai saja dia dirumah sekarang, setidaknya dia bisa memesan lewat delivery order dan tinggal menunggu makanan itu datang. Ataupun meminta maid untuk memasakkan sesuatu. Tapi Jihoon tentu saja tidak mau pulang kerumah. Untuk apa pulang? Lebih baik kelaparan menunggu Soonyoung pulang daripada harus pulang kerumah.
Terpikir olehnya untuk keluar rumah dan mencari pekerjaan agar bisa makan. Lagipula jika menunggu Soonyoung, bisa-bisa dia pingsan karena kelaparan.
Pemuda itu segera menuju ke pintu. Memutar kenopnya, dan..
"Loh, terkunci?"
Soonyoung lupa bahwa Jihoon masih didalam dan tidak sengaja mengunci rumahnya dari luar.
Lemaslah Jihoon.
Mata sipitnya melirik kearah sofa tak jauh darinya. Mungkin lebih baik tidur sebentar sambil menunggu Soonyoung pulang.
~ 0 ~
"Langsung pulang?" tanya Wonwoo saat Soonyoung sedang membereskan berkas-berkasnya.
"Setelah membeli bahan makanan, ya, langsung pulang. Aku masih harus bekerja nanti sore," Wonwoo mengangguk.
"Baiklah, aku pulang sekarang—" Belum selesai bicara, Mingyu memotong ucapan Wonwoo.
"Kuantar ya, hyung?"
"Tidak usah, kau 'kan berbeda arah denganku," tolak pemuda itu halus. "Aku bisa naik bus, seperti biasa,"
"Tapi bukankah lebih enak naik sepeda motor?"
Soonyoung yang menguping pembicaraan mereka hanya tersenyum. "Sudahlah Wonwoo, terima saja ajakan Mingyu. Kau tak rugi apapun, bukan?"
"Hum, bagaimana, ya—"
"Kalau begitu, aku pulang dulu. Sampai jumpa besok, Wonwoo, Mingyu,"
Pemuda Kwon itu segera beranjak meninggalkan kedua pemuda yang lebih muda darinya.
"Ayolah, hyung?"
Wonwoo tampak menimbang-nimbang sedikit. "Hm, baiklah."
~ 0 ~
Akhirnya sampai dirumah. Soonyoung meletakkan belanjaannya di depan pintu dan merogoh sakunya untuk mengambil kunci. Dia baru saja dari minimarket untuk membeli bahan makanan, persediaannya habis ditambah lagi sekarang ada orang yang menumpang dirumahnya—Jihoon.
Setelah mendapatkan kunci yang tersimpan di sakunya, ia segera memasukkan kunci itu ke lubang kunci untuk membuka pintu.
Kreet. Pintu terkuak, Soonyoung mengangkat belanjaannya dan segera masuk kedalam. Tak lupa ia menutup pintu kembali.
Betapa terkejutnya ia saat melihat sesosok pemuda tertidur di sofa sambil memegangi perutnya. Tidurnya nampak pulas. Hampir saja Soonyoung tidak tega membangunkannya. Lagipula, wajah pemuda itu nampak tenang sekali saat tidur. Diam-diam Soonyoung memujinya.
Manis sekali.
"Hei, Jihoon," Soonyoung menepuk pundak Jihoon pelan. Pemuda itu nampak menggeliat karena perbuatan Soonyoung.
Pelan, ia membuka matanya dan mengubah posisinya menjadi duduk menghadap Soonyoung. "Kau sudah pulang?" tanyanya sambil mengucek mata.
"Kau lihat sendiri, bukan?"
Kreaak. Suara perut keroncongan. Tentu saja, suara perut Jihoon.
"Kau sudah makan?" tanya Soonyoung.
"Belum," Jihoon mengusap perutnya. "Sejak pagi."
Soonyoung berkacak pinggang. "Kau punya uang dalam dompetmu yang tebal itu, 'kan?"
Pemuda bertubuh mungil itu merogoh saku celananya untuk mengambil dompet. "Lihat sendiri," membuka dompetnya didepan wajah Soonyoung.
Lawan bicara Jihoon itu menghela napas. "Hah, baiklah, jadi aku juga harus menghidupimu selama kau menumpang disini?"
"Sebenarnya, aku bisa bekerja,"
"Dimana kau akan bekerja?"
Jihoon berpikir sejenak, kemudian mengacak rambutnya sendiri. "Bicarakan itu nanti saja, aku lapar."
"Cih, kenapa lama-lama aku jadi seperti pembantumu, sih?" Cibiran Soonyoung hanya dibalas senyuman kecil Jihoon. Kedua lesung pipinya terlihat jelas.
"Hehe~"
~ 0 ~
Wonwoo menatap ujung sepatunya seakan-akan tali sepatunya lebih menarik daripada sekelilingnya. Mingyu tiba-tiba saja mengajaknya ke taman tak jauh dari kantor dan pemuda itu meninggalkannya untuk membeli eskrim—inisiatif Mingyu untuk menraktir Wonwoo. Dan pemuda Jeon itu sekarang duduk sendirian di bangku taman.
"Aku tidak lama, 'kan?" Seseorang menyodorkan eskrim tepat di wajah Wonwoo. Tentu saja, itu Mingyu.
"Tidak," jawab Wonwoo halus. Mingyu menempatkan diri duduk di sebelah Wonwoo. Pelan-pelan memakan eskrim yang dibeli Mingyu.
Mingyu ikut memakan eskrimnya. "Ini menyenangkan sekali,"
"Karena eskrim?"
"Bukan,"
"Lalu?"
"Karena…" Pemuda Kim itu menatap Wonwoo. Wonwoo yang merasa ditatap mau tak mau balik menatap Mingyu, menaikkan sebelah alisnya sembari mencoba menyembunyikan bunyi detak jantungnya yang tak terkendali.
"Kau." Mingyu tersenyum kecil.
"Eh?"
"Kita tidak pernah pergi berdua, bukan?" Pertanyaan Mingyu disambut tertawaan Wonwoo.
"Ya, karena kita bertemu setiap hari untuk urusan pekerjaan dan tidak pernah lebih,"
"Aku selalu saja menggodamu,"
"Benar,"
"Apa kau menganggapnya lelucon atau serius?"
Wonwoo tertegun. Selama ini memang dia menganggap godaan Mingyu sebagai lelucon, meskipun lambat laun dia menyimpan perasaan pada pemuda itu. Dia tidak pernah mengetahui apakah itu serius atau tidak.
"Kau orang yang humoris, jadi… lelucon, aku rasa." Jawab Wonwoo.
"Kalau begitu kau salah, hyung,"
"Eh?"
"Aku menggodamu karena…" Mingyu memberi jeda pada ucapannya. Kemudian berdiri didepan Wonwoo, tak lama ia berlutut dan memegang tangan Wonwoo.
"Aku menyukaimu."
Wonwoo tersentak. Jantungnya semakin berdetak tak karuan. Mingyu menyukainya? Apa benar?
"Jangan bercanda, Mingyu. Ini benar-benar tidak lucu sekarang."
"Lihat wajahku, apa aku terlihat bercanda sekarang?" Pemuda Jeon itu menatap pemuda yang sedang berlutut dihadapannya lekat. Sepertinya Mingyu sedang tidak bercanda—wajahnya nampak serius.
"Tidak."
"Apa kau akan membalas perasaanku?"
"A..aku.."
Wonwoo memang menyukainya. Sangat. Tapi entah kenapa saat ini lidahnya seakan kaku untuk menjawab 'ya'. Dia terlalu gugup.
"Ya atau tidak?"
"…"
( tbc )
Hoit! XD
Maaf saya baru update sekarang hehe, kemarin saya sibuk dengan urusan sekolah.
Di chapter ini, SoonHoon-nya kurang dan ada perkenalan karakter baru, yap… Meanie XD
Segini dulu, sepertinya saya mau melanjutkan fanfict lain dan mungkin membuat fanfict baru, mungkin oneshoot, hehe.
Last, review? :D
