Author: Kyung064
Tittle: Idol's Angel
Cast: Jeon Wonwoo, Kim Mingyu, Seventeen
Other Cast:
Leeteuk(Park Jungsoo), Jeon Jungkook, Cho Kyuhyun, Choi Junhong, Pledis&YG&SM&JYP's artists, and other
Rated: T
Genre: Family, Romance, Drama, D.I.D syndrom, hospital-life etc.
Language: Indonesian
Desclaimer: I do not own the character(s) but the plots are mine.
Words: 4060
Contact Here: Athiya Almas (Facebook)
Athiya064 . wordpress . com
Athiya064 on every site!
Happy reading

Benar-benar musim panas yang menyenangkan, matahari tidak terlalu terik, tetapi hangat. Tidak akan membuatmu mengeluarkan banyak keringat ketika berjalan di luar ruangan, tetapi juga tidak akan membuatmu kedinginan hingga harus mendekam di bawah selimut tebal.

Suasana di rumah sakit CS Seoul Hospital itu cukup ramai, hari yang menyenangkan membuat beberapa orang mampir untuk melakukan check up rutin maupun mengobati penyakit mereka. Apalagi hari Sabtu, antrian jelas-jelas mengular di depan pintu masuk. Bagian pelayanan atau yang biasa disebut resepsionis bernama Lee Kaeun tersenyum dan melayani pasien yang baru saja datang.

Sementara di lantai dua, tempat dimana dokter-dokter spesialis penyakit selain penyakit umum nampak lebih sepi. Pintu kedua dari arah lift terbuka sedikit, menimbulkan celah dan orang yang berlalu-lalang melewati tempat tersebut dapat dengan jelas mendengar suara teriakan yang mirip geraman.

Plakat papan nama berwarna hitam dengan tinta emas bertuliskan 'Jeon Wonwoo' itu nampak mengkilap, tentu saja baru ada disana selama delapan bulan, dan selalu dibersihkan setiap bulan oleh asisten dokter tersebut.

Lelaki di awal dua puluh dua tahunnya itu merupakan seorang dokter jiwa alias psikiater muda yang baru dipercaya oleh rumah sakit sumbangan laki-laki kaya dermawan bernama Choi Siwon untuk memegang pasien sendiri, namanya dicatatkan sebagai dokter resmi yang paling baru sekaligus paling muda.

Ruangannya serba putih, dingin karena air conditionernya bekerja pada suhu tujuh belas derajat celcius, dan bau obat-obatan. Tipe-tipe ruangan dokter pada umumnya, kecuali ruangan itu tampak lebih rapi daripada ruangan lain. Biasanya ruangan itu sepi karena dokter Jeon tidak terlalu sering menerima pasien, namun kali ini..

"LEPASKAN AKU! Dokter! Aku bukan orang gila, eo? Kau percaya padaku kan? Selama ini kau selalu ada di pihakku, bukankah aku berjanji akan menikahkanmu dengan anakku yang secantik Im Nana?" seorang bapak-bapak berusia hampir empat puluh lima tahun –penyebab kegaduhan tadi— masih meronta, di sisinya ada masing-masing perawat dengan pakaian resmi mereka, sementara tangan bapak itu diikat di kursinya.

Yang dihadapannya hanya tersenyum dan mengisyaratkan kedua perawat tadi keluar dan menutup pintu ruangannya, lelaki itu tampan dan memakai kacamata berbingkai bulat yang sebenarnya cukup ketinggalan zaman, untung wajahnya tampan jadi tidak ada yang memprotes seleranya. "Ahjussi, kali ini kenapa tertangkap lagi? Bukankah aku bilang aku bosan mengurusimu, aish.. kau bahkan pasien pertama yang aku tangani! Aku bosan melihatmu, apa kau tidak bosan?" gerutu dokter itu dengan suara rendah andalannya.

Paman itu tertawa keras lalu wajahnya berubah serius, seperti mengingat-ingat sesuatu. "Kau tahu aku—aku—tadi.. di kereta.." katanya terputus-putus, "Arra, kau melakukannya lagi di tempat umum kan? Ahjussi, pergilah ke Love Hotel* saja, ah, kau ini." Wonwoo mencoret-coret berkas pemeriksaan lelaki yang ia ketahui bernama Jo Se Ho itu.

Seho berdeham pelan, "Yang kali ini berbeda sedikit dokter," Wonwoo meliriknya dengan tatapan tajam, "Beda? Apa yang beda? Payudaranya lebih besar? Atau pahanya lebih ramping? Semua itu hasil botox dan silikon yang ditempel disana seperti permen karet ahjussi,"

Buru-buru Seho menggeleng, "Namjaeyo." Gumamnya, Wonwoo mengangguk dan kembali mencoret berkas di hadapannya, sampai ia tersadar dan menyingkirkan tumpukan kertas itu, kemudian matanya melebar karena terkejut. "MWO?! Ahjussi, kau homo?! Ah anni, bagaimana bisa kau memperkosa laki-laki?" Seho menggeleng keras-keras, "Stt, tidak uisa. Aku ini bisex, aku masih suka payudara tapi lelaki imut juga menggoda, bagaimana ini? Aku tidak bisa menahannya, dia imut dan cantik, matanya berbinar seperti rusa. Semacam perpaduan antara Lu Han dan Ren!"

Wonwoo menepuk dahinya kesal, seandainya lelaki di hadapannya ini tidak memiliki tingkat depresi tinggi alias benar-benar sakit jiwa, sudah dari tadi ia menghubungi 119. Pantas saja langsung dibawa ke rumah sakit kembali, dan mukanya berdarah. Ternyata kali ini ia menyerang laki-laki, tapi harusnya dia tidak terkejut. Kadang gangguan kejiwaan memang suka diatas batas normal pemikiran manusia, "Ahjussi, bagaimana tipemu?"

Paman yang memiliki tubuh kecil dan imut itu menggoyang-goyangkan badannya lucu, "Aku suka perempuan cantik, dan langsing—ah tidak tidak! Tidak terlalu kurus juga, tidak masalah dia laki-laki atau perempuan asal memiliki bentuk tubuh yang curvy, dokter tahu tipe S-line bukan? Kurus tapi ada lemak di bagian tubuh yang sempurna, yang jelas tidak seperti dokter yang kurus kering."

Perkataan tadi diucapkan tanpa berpikir, tapi Wonwoo merasa kata-kata itu menamparnya. Dia tahu badannya ini Cuma tersisa kulit dan tulang saja, tapi tidak usah diucapkan secara eksplisit juga.

Keheningan lama tercipta, dokter tidak memberi tanggapan apapun dan Seho mulai bosan. "Uisa, bebaskan aku~ kau tahu aku tidak gila, kenapa setiap saat aku dilarikan ke rumah sakit? Lihat, aku bisa cerita bukan? Ucapanku tidak ngelantur,"

Dokter Jeon menggumam pelan, "Ahjussi, bagaimana kalau kita makan ayam goreng? Aku tahu restauran chicken paling enak sekaligus murah, aku akan memanggil layanan delivery,"

"Shireo!" rajuknya.

"Shireo? Padahal tawaranku tidak datang setiap saat, kau tahu.. seniorku dokter Park Jungsoo melarang pasien makan sesuatu yang digoreng. Dia bilang, dia khawatir masalah lemak kolestrolnya. Tapi resto ini tidak begitu, lagipula kalau kau sakit, kan ada aku. Bagaimana? Kau mau makan bubur hambar terus?"

Seho mendongak, tawaran Wonwoo sangat menggiurkan. Tapi ia tahu kalau ia makan, ia tidak akan dibebaskan. "Nanti aku belikan poster EXO, tenang saja, mau atau tidak?" tawarnya lagi, Seho menghela nafas. "Kemarilah uisa, aku mau bilang sesuatu."

Jadi Wonwoo mencondongkan tubuhnya, paman itu siap berbisik di telinganya. "Itu.. selundupkan soju juga, sudah lama aku tidak minum," bisiknya, Wonwoo terkekeh. "Call, jamkamman gidaryeo," lalu tangannya dengan terampil memencet layar ponselnya dan menghubungi resto ayam langganannya.

Sudah dua puluh menit Wonwoo menunggu Seho menghabiskan makanannya, sekotak ayam itu benar-benar melayang di perutnya sendiri. Begitu juga dua botol bir, tanpa repot-repot memakai gelas ia langsung meminum dari botolnya. Wonwoo mematikan AC dan membuka jendela, membiarkan aroma gorengan ayam serta alkohol meninggalkan ruangannya dan digantikan udara yang baru.

Ikatan Seho sendiri sudah dipindah dari tangan menuju pinggangnya supaya ia bisa makan, tapi Wonwoo mengunci pintunya, jaga-jaga kalau Seho akan kabur lagi. Wonwoo memandang Seho yang makan dengan rakus tanpa berminat minta bagian padahal makanan itu berasal dari dompetnya. "Ahjussi, mengapa kau melakukannya lagi? Kau bisa masuk penjara kalau mereka tidak tahu kau punya penyakit,"

Seho mendongak dan menunjuk-nunjuk Wonwoo dengan gelas sojunya, "Itu memang keinginanku hik.. kau tahu dokter, apa baiknya ada di penjara atau rumah sakit? Yaitu ada yang perhatian padaku kekeke, perawat disini cantik-cantik! Kalau di rumah, aku kesepian, makanya aku melakukannya supaya bisa kesini lagi, geureochi?" meski nadanya mulai ngelantur, Wonwoo mengangguk paham.

Sebanyak apapun Seho bilang ia minta dibebaskan, sebenarnya ia suka ada di tempat ini. Di rumah sakit ia dapat perhatian yang tidak ia dapatkan di tempat lain, lagipula pasien sakit jiwa ditempatkan dalam gedung berbeda dengan taman-taman yang indah maupun fasilitas yang setara dengan orang normal. "Istriku.. melayangkan surat cerai padaku karena aku tidak punya uang lagi, lucu kan? Hahaha, perutku sampai sakit tertawa terus. Lalu anakku.. anakku pergi dari rumah demi orang yang ia cintai! Hahaha!" tawanya keras, sampai daging ayam yang ia kunyah keluar dari mulutnya sendiri.

Wonwoo tahu, meskipun dia tidak sehat jiwanya, tapi orang mabuk lebih sering mengatakan kejujuran bukan? "Geurae, kau boleh menginap disini sampai tua. Asalll.. kau minum obat dan ikuti terapinya, arasseo?" Seho mengangguk, tetapi ia sudah mulai kehilangan kesadarannya.

.

"Hyung, es kopi."

Wonwoo mengucapkan terima kasih pada Junhong, lelaki itu sebenarnya lahir di tahun yang sama dengannya. Tapi ia belum menyelesaikan studi sepenuhnya jadi belum bisa mengurus pasien, dan memutuskan memanggil yang lebih senior dengan 'hyung'

Tubuh tingginya bersandar pada tembok yang dingin, "Bagaimana? Sepertinya teriakan tadi begitu menyeramkan," Wonwoo menggeleng, memainkan kopi dengan sedotannya. "Sudah biasa, kata dokter Park dia itu pasien setia rumah sakit lantai dua, aku sendiri sudah menanganinya tiga kali selama jadi dokter, dia juga pasien pertamaku."

"Apa penyebabnya?"

"Klise, tapi rumit juga. Kehilangan cinta, istri yang memaksa bercerai karena ia bangkrut, anak yang melarikan diri, ketertarikan secara seksual yang berlebihan pada semua jenis kelamin, dan waktu lama tidak melakukan hubungan intim. Biar begitu dia laki-laki dewasa juga, perlu melepaskan hasrat,"

Junhong mengangguk-angguk, mereka kembali menikmati kopi dalam diam. Sebenarnya baik Wonwoo maupun Junhong agak iri dengan dokter anak maupun dokter umum, pasien mereka mengantri seperti ular sedangkan yang di lantai dua ini belum tentu memiliki pasien baru setiap hari.

Kadang Wonwoo berpikir apa sebaiknya ia melanjutkan studi dan beralih jadi dokter ahli bedah plastik saja? Pasti akan laku keras, banyak orang yang mengunjunginya hanya sekedar untuk menebalkan alis.

"Dokter Jeon! Pasienmu!" Wonwoo terkejut memandangi Kang Seulgi yang berdiri di depannya, Seulgi itu sama seperti Kaeun pekerjaannya, sebenarnya dia perawat hanya saja lantai dua kekurangan pekerja jadi dia merangkap resepsionis juga. Dan wanita itu agak-agak mirip dengan Wonwoo, jadi suka disebut sebagai si kembar oleh seluruh anggota rumah sakit. Sayang, Seulgi punya kekasih, coba belum kan tidak ada salahnya— "Halo dokter?"

"Eh iya nuna," jawabnya kikuk, Junhong mencibir pelan. Tahu kalau Wonwoo sempat ada rasa dengan wanita itu, "Josimhae," pesan Seulgi misterius lalu melangkah keluar. Wonwoo meninggalkan Junhong dan kembali masuk ke ruangannya.

Tidak disangka yang ia temukan adalah siswi SMA dengan seragam blazer abu-abu dan rok senada di atas lutut, sepintas terlihat normal, tapi jangan salah! Justru yang begitu kadang menyeramkan. dan wanita yang sepertinya merupakan ibu siswi tersebut. "Lee Jinsol, enam belas tahun, aigoo muda sekali. Apa keluhanmu agassi?" tanyanya dengan senyum lebar, gadis tadi awalnya memasang wajah misterius namun akhirnya memberi senyum yang sama begitu mendengar suara Wonwoo.

Sementara ibunya yang bereaksi, "Chogiyo uisa, tolong periksa anakku. Sepertinya dia psikopat," ucapnya panik, sang anak sih tenang-tenang saja dan malah memandangi kukunya yang dicat berwarna oranye. "Mengapa nyonya berpikiran seperti itu? Tidak baik langsung menyimpulkannya,"

"Dia mengerikan, bilang akan pergi ke sekolah tetapi tidak pulang sampai malam. Sudah dua kali rumah kami didatangi oleh perwakilan agensi yang menyatakan dapat alamat rumah kami karena melacak IP address, anakku menyerang wanita-wanita yang dekat dengan oppa-oppa itu di media sosial! Sekaligus, mereka bilang Jinsol-ie mengirim bangkai ke rumah wanita-wanita itu!"

Kasus aneh lagi sasaeng fans rupanya, pikir Wonwoo dalam hati. "Lalu.. kau lihat ini dokter, dia melukai dirinya sendiri dengan pisau demi menulis nama idolanya! Lihat!" ibu itu menyingkap lengan seragam anaknya, benar, ada bekas luka yang masih memerah bertuliskan 'OH SEHUN'.

Nyonya Lee bersiap berteriak lagi, "Kemudian, teman sebangkunya patah tulang karena menurut cctv Jinsol mendorongnya dari lantai dua hanya karena kedapatan menyimpan foto biasnya, dia hampir membunuh temannya sendiri dokter!"

"Eomma, ini namanya cinta, eum?"

"MANA ADA CINTA YANG BEGINI?!"

Suasana kembali hening, "Yang terakhir.. dia ternyata mencuri sertifikat rumah kami dan berniat menjualnya karena ingin membuntuti idolanya sampai ke Eropa, lakukan sesuatu dokter! Lakukan!"

Jinsol nampak santai-santai saja sementara ibunya berapi-api, "Aku rasa aku baru bisa memulai terapi hanya empat mata saja dengan Jinsol, nyonya Lee." Ibu tadi mengangguk dengan berat dan melangkah keluar, begitu pintu ditutup Wonwoo menatap Jinsol. "Dokter, aku ceritakan sebuah rahasia ya."

Sebelah alis Wonwoo naik, "Yang sakit jiwa itu eomma, bukan aku. Semua perkataannya bohong, dan aku yang benar. Aku memang suka self-harm, tapi aku tidak seperti itu, apalagi psikopat. Mereka melacak alamat IP yang salah,"

Perkataannya lembut sekali dengan nada khas anak-anak, "Eomma, mengirimku ke dokter jiwa karena mau menikah lagi dengan orang lain. Rasa-rasanya ia tidak puas hanya ayah yang meninggal, dia juga ingin membunuhku supaya bebas, tolong aku dokter. Dia pembunuhnya,"

Geotjimal, batin Wonwoo. Semua itu merupakan karangan, jelas, bukan sakti atau bagaimana tapi psikiater diberi kemampuan untuk membaca raut wajah dan ekspresi manusia.

Manik Wonwoo menatap perempuan muda itu lama, keduanya sama-sama memasang wajah datar. "Jinsol, apa yang kau sukai dari oppa itu?"

Mata Jinsol berkilat sesaat, "Tampan, berkarisma, dan multi-talenta! Keinginanku menikah dengan oppa, kalau aku tidak bisa maka perempuan lain juga tidak boleh!"

Mendengar itu Wonwoo mengangguk paham, mencoreti dan memberi beberapa tanda silang di berkas Jinsol yang baru masuk di rumah sakit. "Geu sarang aniya,(that's not love)" gumam Wonwoo, lalu dengan sengaja memutar musik EXO. Jinsol memandangi radio yang memutar musik itu lekat-lekat. "Cinta itu merelakan dan mendukung, kalau kau mengontrol segalanya maka itu bukan cinta, tapi.. posesif."

Sudah jelas Jinsol mengabaikan omongan Wonwoo dan masih memandangi radio tersebut, "Uisa.. kau beli CD bajakan? Bajakan?! Beraninya kau! Ku akui kau tampan sekaligus cantik, aku ingin menikah denganmu saja. tapi kau melanggar hukum! Uri oppa bekerja sekeras tenaga untuk menciptakan musik mereka dan kau membajaknya. Aku tidak bisa biarkan, KAU HARUS MATI!"

"A—ah," Tapi Jinsol terkulai di atas badan Wonwoo, Wonwoo mencabut suntik berisi obat penenang dari leher gadis itu—satu-satunya tempat yang bisa ia jangkau karena lengan gadis itu tertutup seragam— dia tahu akan jadi seperti ini. Selalu ada alat suntik yang bisa ia jangkau dengan mudah untuk mengantisipasi kejadian penyerangan oleh pasien.

Jadi Wonwoo mendudukkan Jinsol yang kehilangan kesadarannya kembali di atas sofa.

Lee Jinsol, gejala psikopat, posesif tingkat atas.

Ibu Lee menatap dokter di hadapannya khawatir, "Maaf aku meragukan anda tadi nyonya Lee," sesal Wonwoo, wanita itu menggeleng. "Tidak apa-apa uisa, ah, apa Jinsol akan dirawat disini? Apa dia benar-benar seorang psikopat?"

Wonwoo mengangguk pelan, "Ne, untuk sementara waktu. Kita akan memeriksa apa ia benar-benar memiliki jiwa psiko atau hanya rasa posesif biasa," jelas Wonwoo, wanita itu menghela nafasnya. "Aku tahu itu, dia sudah bertindak aneh semenjak masa pubertas."

Lelaki itu mematikan musik dan memberi anggukan sekilas pada perawat yang mengambil berkas dari ruangannya, "Maaf kalau lancang, apa Jinsol kehilangan ayahnya?" dan dijawab dengan anggukan, "Empat tahun lalu tepatnya, suamiku menderita kanker dan tidak dapat melawannya lagi. Saat ini aku bersiap menikah kembali namun Jinsol selalu mengabaikan perkataanku ketika akan membahas rencana itu,"

"Temani dia ke konser,"

Nyonya Lee mendongak terkejut, "Ne?" tanyanya bingung. "Konser atau fanmeeting, temani dia pergi kesana. Di dunia ini, dia hanya punya anda sebagai ibunya. Jangan biarkan dia pergi bersama teman-teman sasaengnya, pantau pergaulannya tapi jangan batasi dia berlebihan. Tunjukkan padanya, cinta itu tidak seperti itu."

Perkataannya membuat nyonya Lee menggeleng tidak mengerti, "Memang pergi menonton artis tidak terlalu baik, dan menghabiskan biaya mahal pula. Tapi—jangan larang dia sepenuhnya, beri batasan semisal satu bulan sekali atau dua bulan sekali, dia akan senang. Juga beri Jinsol kasih sayang, dia masih berduka karena ayahnya dan anda mau menikah lagi, dia merasa tidak disayangi. Setiap kekangan yang anda buat, akan membentuk niat untuk bohong di diri Jinsol."

Wonwoo memberi jeda sebentar lalu memberikan air mineral pada ibu yang sepertinya lelah sekaligus terkejut itu, "Jangan tuduh dia sebagai psikopat. Kalau memang ia seorang psikopat, ia pasti akan menciptakan kebohongan baru, sekaligus akan kabur terus-menerus. Bilang saja dia perlu mengendalikan sikap dan jadi anak baik, tidak ada penanganan medis yang bisa dilakukan. Kasih sayang keluarga akan memberi kesembuhan yang lebih pasti, anda mampu memberikannya kan nyonya?"

Mendengar penuturan itu nyonya Lee mengangguk, "Akan aku usahakan dokter," Wonwoo tersenyum, "Ah, jangan paksa dia ke rumah sakit jiwa. Dia akan merasa anda mengecapnya sebagai orang gila, bawa dia ke liburan menyenangkan dan jauh dari K-Pop untuk sementara waktu."

Kembali wanita itu mengangguk, "Aku usahakan. Jeongmal kamsahamnida dokter,"

. . .

Aneh, hari ini sungguh aneh.

Dalam seminggu kemarin ia hanya menerima sekitar empat pasien saja, tapi hari ini ia sudah menerima tiga pasien—termasuk orang yang datang sebelum Seho hanya untuk menanyakan keluarganya— mengapa tiba-tiba?

Junhong menyenggol lututnya, "Melamun sepanjang hari, sampai tidak sadar petang sudah datang. Hyung tidak ingin pulang?" Wonwoo menengok ke luar jendela, benar, sudah gelap. "Heoksi, kau melamunkan Seulgi nuna?"

Suaranya cukup kencang jadi Wonwoo mengisyaratkannya untuk diam, tapi Junhong malah mengira ia benar-benar melamunkan Seulgi. "DDO?!(again?)" Wonwoo meringis, Junhong harus membekap mulutnya atau Wonwoo bisa menjahitkan mulut itu dengan gratis. "Hyung dengar, Seulgi hanya menganggapmu sebagai adik. Kalian mirip, jangan mengharapkan yang lebih. Dengan wajah tampan ala modelmu ini, kau bisa dapat yang lain. Jangan sedih,"

"Bukan, bodoh, jangan sok tahu." Dan Wonwoo baru saja mengatai lulusan Seoul national university dengan IPK cum laude yang menyentuh angka tiga koma delapan sekian sebagai orang bodoh. Junhong sih santai sudah kelewat biasa dengan sikap cuek bebek dokter seniornya itu.

Suara ketukan heels menginterupsi mereka, "Disini kalian rupanya? Selalu bersantai di pojok ruangan, palli! Dokter Park butuh bantuan," Seulgi menatap kedua dokter muda itu kesal, Junhong mendorong tubuh Wonwoo. "Hyung pergilah," usir Junhong, masih ingin bersantai walau sebenarnya dia memang santai karena hanya bertugas mengontrol pasien saja. "Kau juga, Choi Junhong!"

Dan Seulgi membuat dua laki-laki kelebihan enzim pertumbuhan itu berlari cepat, kejadian gawat sepertinya. Dan anehnya, mereka disuruh bekerja di lantai tiga, tempat ruang bedah. Seingatnya disana ada dokter Cho Kyuhyun yang merupakan sahabat dokter Park Jungsoo, kenapa ia dan Junhong dibawa-bawa?

Langkah Wonwoo dan Junhong melambat mendapati wartawan yang tertahan di depan tangga, siapa pasien kali ini? Mereka membuka pintu yang menyambungkan ke ruang bedah, dan kilat cahaya kamera menyambar mereka dari belakang. Buru-buru Junhong menutup pintunya kembali. "Isanghae," komentar Junhong.

Mereka menggunakan masker dan mencuci tangan dengan cairan antiseptik sebelum masuk ke ruangan bedah itu. Sorot lampu operasi mengganggu mereka, Jungsoo menoleh, mengarahkan agar Junhong dan Wonwoo berdiri agak menjauh. Di tengah dokter Cho sudah bekerja dengan seorang dokter wanita bernama Seo Joohyun dan beberapa perawat. Sepertinya sih menjahit leher pasien tersebut.

Proses itu tidak memakan waktu terlalu lama, mungkin karena keduanya terlambat untuk menemui dokter Park. Dua puluh menit berikutnya mereka sudah keluar dari ruang bedah itu, dan memindahkan pasien yang ternyata laki-laki tadi ke recovery room. Perawat sudah mengambil alih tugas dan dokter Cho memberikan keterangan singkat kepada para jurnalis setelah dapat izin dari keluarga.

Dan dokter Joohyun harus izin karena ada praktik di rumah sakit lain, menyisakan Jungsoo, Kyuhyun, Wonwoo, dan Junhong. "Eotteokhae dwaen goyeyo(what happened)?" tanya Wonwoo secara formal, biar bagaimana rentang usianya dengan Jungsoo cukup jauh, dengan Kyuhyun juga. "Bunuh diri," jawab Kyuhyun singkat.

Dua orang yang tidak tahu apa-apa itu mengangguk paham, "Di fanmeetingnya sendiri." Koreksi Jungsoo.

"NE?!" suara keduanya memecah keheningan lantai khusus operasi tersebut, Jungsoo memukulnya dengan papan dada berisi berita acara dan catatan medik pasien ke kepala Wonwoo dan Junhong bergantian sampai menimbulkan suara keras. "Shikkeureo! Makanya aku panggil kalian, kemana saja kalian tadi? Dia seorang idol, kabarnya terkena depresi akut makanya melakukan hal itu. Kalian berdua tangani kasus ini,"

Junhong mendumel, enam tahun dihabiskannya untuk belajar kedokteran, mana sempat ia ikuti soal K-Pop sampai hafal idol-idol yang jumlahnya mungkin sudah lebih banyak daripada jumah instansi pendidikan di Korea Selatan. Sementara Wonwoo melongo, "Dokter! Aish hyung, ini kasusmu, kenapa suruh aku dan dia yang menangani?"

Protes itu mengundang gelak tawa Jungsoo, "Aku akan mendampingi kalian, tapi kalau pasien itu perkembangannya buruk, aku tidak bisa mendampingi lagi. Minggu depan aku berangkat ke Swiss, melanjutkan studiku disana. Jadi, kasus ini milik kalian, ingat lakukan yang terbaik! Dia ini pasien VIP,"

Biasanya kasus begitu selalu ditangani Jungsoo sendiri, maksudnya kasus pasien dengan keluarga kaya yang biasanya minta perawatan terbaik. "Lalu dokter Cho?" pekik Junhong baru sadar, "Ya! Ngomongmu mudah sekali. Aku Cuma mengobati lehernya yang tergores pisau, masalah kejiwaan ya urusan kalian berdua. Memang kalian kira ada berapa psikiater di rumah sakit ini?"

Oh iya, Cuma ada lima. Empat sih kalau Junhong tidak terhitung, dokter Kim Joonmyeon ada di Amerika saat ini, dan dokter Lee Seunghoon lebih sering di rumah sakit lain daripada disini. Jadi sisanya kalau Jungsoo pergi ya.. Wonwoo dan Junhong, siapa lagi?

Kang Seulgi menemui mereka, "Dokter, katanya dia juga pelaku pembunuhan pamannya ya?" bisik wanita itu, Jungsoo mengangkat bahunya. "Belum tahu, kasus itu ditutupi lagipula kejadiannya di Jepang, bukan di Korea. Ada yang bilang pamannya memang mengancamnya dan mereka terlibat perkelahian tapi pamannya malah menusuk diri sendiri karena tidak bisa menghindar, entahlah, rumor berterbangan seperti burung."

Mata Junhong melebar, keponakan mana yang tega membunuh pamannya sendiri? "Ah dokter, beri aku kasus yang lain!" protesnya, dia suka dengan pekerjaannya yang Cuma mengontrol kondisi pasien dan mengecek infus mereka kok daripada dihadapkan dengan seorang pembunuh. "Wonwoo hyung, kau bisa lakukan sendiri kan? Eum?"

Sikut Wonwoo mengenai rusuk Junhong, "Ya!" protesnya. "Sudah, sudah. Ini, kau pelajari dia, malam ini giliran siapa yang piket? Berjaga sampai pagi ya, aku baru datang jam sepuluh besok." Wonwoo menyeringai, yang dapat tugas kan Junhong. Sementara lawan bicaranya itu bergidik ketakutan.

Jungsoo dan Kyuhyun meninggalkan mereka berdua, "H—Hyung! Temani akuuuuu!" Wonwoo menggeleng, "Ingat peraturan bahwa dokter dilarang takut, sudah ya, aku pulang dulu. Kasian adikku pasti belum makan malam, bye Junhong!"

"Hyung! Hyung! Ya kau Jeon Wonwoo sialan!" sayang Wonwoo malah melambai-lambai dengan pongah, ia lebih baik berhadapan dengan hantu daripada dengan seorang.. pembunuh. sampai Junhong menepuk dahinya sendiri. Ia lupa, berita acara dan catatan medisnya ada di Wonwoo.

.

..

Jas putih kebanggaan sekaligus bukti bahwa ia merupakan dokter yang resmi tersampir begitu saja di jok mobilnya, sementara di bagian depannya ada tas kerja sekaligus kantong plastik berisi makanan dari restauran China.

Ia menghentikan mobil di basemen apartemennya dan menyambar barang-barang yang ia letakkan, menyampirkan jas di bahunya, kantong makanan di tangan kiri, dan tas kerja warna hitam di tangan kanan. Tunggu, kenapa berkas lelaki tadi ada padanya? Junhong pasti marah-marah.

Jadi ia menghubungi Seulgi untuk memberi salinan baru pada Junhong, kemudian ia melangkah hingga sampai pada kamarnya di lantai dua. Wonwoo sedikit takut dengan ketinggian dan ruangan tertutup, sebenarnya ia lebih suka tinggal di rumah daripada tinggal di apartemen begini. Makanya ia beli di lantai dua, setidaknya kalau terjadi bencana, ia bisa melompat keluar jendela.

Jarinya mengetik tombol sandi dan memasuki ruangan, lampu tengah menyala benderang, dan adiknya Jungkook mendongakkan kepala. Adiknya itu masih belajar di jam segini, dan ia lebih suka belajar di ruang tengah daripada di dalam kamar. Wonwoo membuka makanan tadi dan menghidangkannya di meja untuk Jungkook. "Aigoo, benar-benar anak cerdas, bahkan di jam seperti ini kau masih belajar."

Orangtuanya yang merupakan pengusaha dan dosen fisika, mewariskan gen cerdas pada mereka berdua. Jeon Wonwoo adalah dokter jiwa yang muda, sementara adiknya juga tidak pernah tergeser dari posisi puncak. Keduanya bertubuh tinggi dan jago atletik –walau Wonwoo tidak suka, dan Jungkook jago dalam hal apapun— ujian KSAT di depan mata, jadi Jungkook menghabiskan harinya dengan belajar.

Padahal sih Wonwoo yakin Jungkook bisa melewati ujian itu dengan sempurna seperti dirinya dulu, sambil menyuapkan sumpit berisi makanan ke mulutnya ia mengeluarkan berkas tadi. "Larut sekali pulangmu hyung," komentar adiknya sambil akhirnya beralih pada makanan, "Hm, aneh. Hari ini banyak pasien,"

Ia membolak-balik berkas tersebut, wajah tampan dengan senyum datar ada di pojok kertas.

Kim Mingyu

April 06, 1997

Idol, enterpreneur

'Jadi namanya Kim Mingyu, umurnya sama seperti Jungkook.'

"Hah?" tanya Jungkook, rupanya ia menyuarakan pikirannya. "Ah, anni. Ini, pasien terakhir, bunuh diri dan gangguan jiwa. Berkasnya terbawa olehku, kau kenal tidak?" Wonwoo mengulurkan papan itu pada adiknya.

Jungkook mengangguk pelan, "Idol, debut dalam grup dan sedang promosi individu. 17boy kalau tidak salah nama grupnya, dia kena gangguan jiwa?" tanya Jungkook, "Sepertinya. Jangan sebarkan berita ini ya,"

Adiknya kembali mengangguk, Wonwoo mengacak rambut hitam adiknya itu dan menyuruhnya lekas tidur, sementara dirinya sendiri melangkah ke kamar. Mandi dalam waktu cepat dan berbaring di tempat tidur.

. . .

Drrtt.. drrrt..

Jari Wonwoo meraba-raba dari kasur di sampingnya sampai ia berhasil menyentuh ponsel abu-abunya, ia menggerutu namun mengangkat ponsel itu. "H—Hyung.. s—salyojusseyo," Wonwoo menjauhkan ponselnya lagi, nama Junhong jelas-jelas tertera disana.

Kenapa dia minta tolong?

"Mwoga? Apa yang terjadi?"

"Idol itu bukan sakit jiwa hyung, dia tidak depresi. Tapi berkepribadian ganda, saat ini muncul kepribadian lain dan dia menari di dalam ruangan! Salyojusseyooo!"

Rasa kantuknya hilang seketika, Wonwoo mematikan ponsel itu dan menyiapkan dirinya. Ia sudah selesai mandi bahkan sebelum Jungkook terbangun, jelas, masih jam enam pagi. Terlalu dini untuk Jungkook bersiap, ia merasa bersalah tidak bisa menyiapkan sarapan, tetapi ia adalah dokter yang harus bisa cepat tanggap.

D.I.D? kasus baru..

T B C

Love hotel: hotel buat ena ena /g tapi emang gitu lol wkwkw.

D.I.D: dissocative identity disorder/ gangguan identitas disosiatif.

Lol, aku gajadi publish ff meanie yg aku bilang. Karena emang belum selesai hehe, tapi aku pengen publish ini dulu. Kalo responnya positif aku lanjutin, kalau ngga aku hapus hehe.

Ini gara2 kill me heal me, aduh aku ga terlalu bisa nonton drama jadi aku emang suka telat nonton drama yg udah ga booming lagi._.v terus aku mimpi ttg mingyu punya 12 kepribadian ganda, dan kepribadian itu anak seventeen lain lol XD apalagi wonu nyanyiin ost nya drama itu kan XD

Terus maaf juga kalo ada yang ga sesuai hehe, maksudnya penggambaran karater/latarnya gitu.

Terus juga it's okay it's love, dulu pengen buat ff kaya drama itu tapi gapernah jadi. Ya aku bikin ini aja, semoga suka. Kayanya sih multichapt, tapi aku udah mau masuk kuliah besok :( will I able to finish it? Kalo responnya bagus aku usahain update hehe:3