Warn: boys love. maybe you'll find lot of typos and the words were not pleasing.
Disclaimer: all cast aren't mine, i just borrow their names. Their properties i developed myself. so this will very out of character if you still want to read.
Dream Lover
'I wanted to punch him and understand him at the same time.'
Mingyu terlambat dua puluh menit. Itu waktu yang cukup lama karena ia benar-benar terlambat bangun. Mingyu memang tidak ahli dalam begadang—koala adalah julukan legendaris dari adiknya karena Mingyu memiliki durasi tidur tak terkendali. Penyesalan datang mengingat bagaimana ia membiarkan kepalanya semakin tenggelam dalam bantal ketika mendengar celotehan ibunya yang lebih terdengar seperti sedang nge-rap. Salahkan seri terbaru dari film The Divergent yang benar-benar membuatnya penasaran hingga memilih untuk menontonnya sampai pagi.
Pintu gerbang sudah tertutup rapat di tambah penjagaan ketat Security Lee. Mingyu tahu ini akan terjadi. Ia ingin dapat segera duduk nyaman di kelas tanpa terlibat masalah—mungkin juga akan melanjutkan tidurnya jika beruntung. Memanjat pagar bukanlah sesuatu yang perlu di perhitungkan karena Mingyu merupakan pembolos handal. Ia sering melompat kabur setiap memiliki kesempatan dan sembunyi di balik rental game sampai waktu sekolah berakhir.
Kaki Mingyu yang panjang berjalan mengendap menuju pagar beton tinggi yang membatasi area belakang sekolah dengan sebuah jalan tikus menuju hutan. Mingyu membuang sisa rokoknya pada semak-semak basah lalu menaikkan lengan seragamnya hingga batas siku, tangan dan kakinya yang panjang mulai memanjat pagar dengan terburu-buru.
.
Rasanya aneh ketika mengetahui fakta bahwa dewi fortuna sedang bersama murid nakal seperti Mingyu. Tempat duduk Guru yang kosong ketika Mingyu masuk ruang kelas adalah sesuatu yang tidak dapat di bualkan. Kelas tak biasanya tenang karena semua murid terlihat sibuk di bangkunya masing-masing—ada sebuah firasat kehitaman melihat Soonyoung menulis dengan cepat pada sebuah kertas yang sengaja di potong kecil memanjang. Melihat Eunsuh seperti tengah menghapal sesuatu membuat perut Mingyu tiba-tiba bergejolak tidak nyaman.
"Tes Fisika mendadak. Guru Jang memberi satu jam untuk mempelajari materi." Kata Soonyoung ketika Mingyu bertanya ada apa. Suara 'oh' yang cukup panjang merupakan sebuah tanggapan yang ambigu. Tes-tes semacam ini bukanlah sesuatu yang harus di respon berlebihan karena Mingyu langganan mendapat kepala botak merah di kolom nilai. Belajar selalu membuat sekujur tubuhnya sakit dan Mingyu memiliki gengsi besar untuk mencontek. Ia memilih untuk membiarkan nilainya berada di persentil bawah setiap tahun, toh selama ini Mingyu selalu naik kelas seburuk apapun ia bersekolah.
Ada perasaan tak senang ketika melihat Soonyoung yang sama bodoh dengannya tahu-tahu sedang berkutat dengan sebuah buku. Mingyu mengambil pulpennya lalu menusuk-nusuk pipi Soonyoung dengan benda itu. Sekarang adalah giliran Mingyu untuk mengganggu Soonyoung yang sedang serius.
"Apa sih? Jadilah murid baik-baik hari ini saja." Desis Soonyoung menepis tangan Mingyu hingga pulpen itu terlempar.
"Temani aku mendapat nilai botak." Kata Mingyu sambil nyengir lebar.
Soonyoung bergidik, mengangkat bahunya lalu kembali menyalin beberapa contoh soal. "Lebih baik kau pergi ke kelas A dan cari bocoran soal. Kudengar mereka sudah melakukannya kemarin!"
Mingyu mengangkat bahunya gengsi. "Tidak, lagipula—"
Prak
"Ups, maaf."
Sesuatu terjadi di depan kelas dan mengacaukan fokus semua murid. Mingyu bahkan lupa bagaimana percakapannya dengan Soonyoung ketika melihat jas Wonwoo yang di penuhi jus berwarna kehijauan. Reaksi berlebihan murid perempuan dan tawa tertahan beberapa murid laki-laki menimbulkan sebuah atmosfer kemerahan yang panas. Di depan mereka ada Jaehyun memasang tampang bersalah sembari dengan sia-sia membersihkan jas Wonwoo.
"Aku tidak sengaja, Wonwoo-ya."
Sebelah alis Mingyu terangkat. Melihat Jaehyun yang meminum jus sepagi ini dan ekspresi wajahnya yang ganjil mau tidak mau membuat Mingyu kembali teringat pada obrolannya bersama Hansol beberapa hari lalu. Raut mengejek dari beberapa murid laki-laki sedikit-banyak memberi jawaban.
"Bagaimana dia melanjutkan belajar dengan jas seperti itu?"
"Dia perlu mencuci jasnya. Tapi, tes akan di mulai sebentar lagi."
Bisikan murid perempuan terdengar—kali ini bukan soal Jeon Wonwoo yang di klaim memiliki kelebihan dalam segala aspek. Sesuatu terjadi dan membuat image-nya sebagai murid kehormatan sedikit rusak.
"Wonwoo tidak dapat mengikuti pelajaran jika tidak memiliki atribut lengkap."
Mingyu pikir, akan menyenangkan melihat siswa sok pintar—Jeon Wonwoo berada dalam masalah besar. Namun yang terjadi sebaliknya, Mingyu mulai merasa gerah; bagaimana mungkin Wonwoo masih dapat mempertahankan wajah datarnya dan hanya mengangguk kecil ketika Jaehyun terus meminta maaf. Ekspresi Wonwoo yang seperti itu benar-benar tidak dapat di pandang sebagai lelucon berjalan.
Jeon Wonwoo berjalan ke luar kelas dengan seragam berantakan. Tawa murid laki-laki yang meledak setelah punggung Wonwoo menghilang di balik pintu membuat Mingyu merasa tidak nyaman—dia pikir itu adalah rasa kasihan yang meluap-luap sebagai orang sosial.
Soonyoung ikut tertawa di sampingnya—si sipit itu tampak bahagia melihat anak laki-laki yang pernah membuatnya di jemur berjam-jam sampai kering sedang terjebak dalam kesulitan. Suara tawa Soonyoung membuat Mingyu mengerang dan beranjak dari kursinya—berjalan cepat mengikuti bekas tetesan jus alpukat yang berceceran di lantai.
.
Langkah Mingyu berhenti di depan toilet siswa yang tidak tertutup rapat. Suara gemercik air kran tidak membuatnya enggan untuk melangkah masuk—ada kemungkinan cukup besar mengingat Wonwoo perlu membersihkan jasnya. Ia melangkah lebih jauh dan melihat satu punggung kecil yang tertutup kemeja putih dan rapih sangat sibuk membersihkan jasnya dengan sia-sia. Jas hitam tebal itu sekarang menjadi semakin lusuh karena di siram banyak air dingin.
"Kau pasti sangat frustasi." Kata Mingyu menyandarkan bahunya pada dinding toilet yang penuh coretan tidak karuan, melihat iba pada punggung Wonwoo yang kecil.
Wonwoo hanya merespon dengan satu lirikan malas pada Mingyu melalui cermin besar yang membentang di depannya.
"Seharusnya kau senang, kau jadi punya alasan untuk tidak mengikuti pelajaran. Kalau aku jadi dirimu—"
"—Ya, kau benar. Tapi aku bukan kau." Ujar Wonwoo memotong ucapan Mingyu. Nada bicaranya masih seperti biasa; lurus dan membosankan. Anak itu mematikan kran lalu berbalik menghadap pada Mingyu yang sedang bersedekap dada.
Mingyu tidak bereaksi apapun—sadar bahwa dirinya terlalu banyak bicara, sedangkan tujuannya berlari ke tempat ini bukan untuk mengejek Wonwoo.
"Ah, iya." Mingyu melepas jas hitamnya dan menyodorkan jas yang sedikit tidak rapih itu pada Wonwoo. "Nih, pakai milikku."
Wonwoo menatap jas hitam Mingyu tanpa ekspresi, lalu membuang muka. "Tidak—"
Sebuah gelengan menandakan bahwa Mingyu tidak menerima penolakan. "Ayolah~! Lagipula aku sedang malas masuk kelas."
Mingyu membentangkan jas itu kemudian meletakkannya di bahu Wonwoo yang sempit. "Pakailah, dan katakan pada Guru Jang bahwa aku sedang sakit di ruang kesehatan."
Tanpa menunggu respon Wonwoo, Mingyu melambaikan tangannya dan berlari menjauhi toilet, meninggalkan Wonwoo yang terpaku seraya tanpa sadar menggenggam lengan jas hitam itu.
Wonwoo melangkah ragu menuju kelas B yang sudah senyap—sepertinya Guru Jang telah masuk kelas dan Wonwoo menduga ia akan dalam masalah. Ia mengeratkan jas almameter Mingyu yang kebesaran ketika mendapat tatapan bingung para murid. Aroma khas bakaran daun tembakau dan cengkeh yang di samarkan oleh wangi Bulgari Men dari jas milik Mingyu membuat Wonwoo terus bernapas tidak nyaman—ada sedikit perasaan was-was ketika berpapasan dengan Guru Jang. Wonwoo tidak peduli dengan teman-teman sekelasnya yang mulai berbisik keheranan karena ia dapat masuk kelas dengan sebuah jas kebesaran. Tatapan sinis murid laki-laki tak membuatnya kenyang sama sekali. Guru Jang tidak mengambil tindakan karena dia hanya terlambat beberapa menit, namun Guru Fisika dengan papan nama Jang Jae In itu lebih memilih untuk menunjuk sebuah bangku kosong di samping Soonyoung.
"Mana Kim Mingyu?"
"Dia—sepertinya pergi ke toilet."
Jawaban ragu-ragu Soonyoung belum membuat Guru Jang puas untuk menghakimi Kim Mingyu-si murid bebal yang selalu terlihat mengantuk. Sepertinya anak itu benar-benar di hadirkan untuk menguji kesabaran para Guru.
"Tes akan segera di mulai. Bagaimana mungkin dia pergi ke toilet?"
Semua saling pandang lalu meringis dengan sebuah penyesalan—mengasihani Mingyu yang sepertinya akan terjebak dalam masalah besar lagi.
Wonwoo tahu di mana Mingyu dan hal apa yang kemungkinan dia lakukan. Mengesampingkan soal Mingyu yang telah menolongnya untuk dapat tetap berada di kelas, Wonwoo benci orang yang melanggar aturan dan tidak memiliki kesadaran diri sama sekali—seperti Mingyu sebagai salah satu contoh kecil. Tetapi, sesuatu yang abstrak dalam dirinya membuat Jeon Wonwoo sedikit melupakan perasaan benci itu. Ia mengacungkan tangan lalu menatap Guru Jang dengan sedikit gugup.
"Kim Mingyu sedang sakit di ruang kesehatan."
Semua yang melihatnya terkejut. Jeon Wonwoo baru saja membantu orang yang melanggar aturan.
.
.
Semilir angin dari sebuah kipas tua yang menggantung di ruang kesehatan benar-benar membuat Mingyu tidur sangat nyaman. Ia bernapas dengan mudah karena tak ada jas almameter hitam tebal yang membuatnya gerah—Mingyu tidur berjam-jam dengan mulut terbuka, namun tetap menjaga wajahnya yang tampan karena sebuah selimut tipis bergaris hitam putih menutupi seluruh tubuhnya.
Seseorang bermata runcing menatap datar tubuh Mingyu yang berbaring. Merasa heran bagaimana lelaki berpostur jangkung itu dapat tertidur dalam waktu yang lama—bahkan Mingyu telah melewati empat jam pelajaran.
Wonwoo merasa lega bahwa Mingyu benar-benar berada di ruang kesehatan walaupun sebenarnya anak itu tidak sakit—setidaknya Wonwoo tidak sepenuhnya berbohong atau rasa bencinya pada murid yang suka melanggar aturan kembali muncul.
.
Mingyu membuka kelopak matanya yang terasa berat. Kesadarannya masih belum mendominasi dan ia mulai pening ketika melihat seorang laki-laki dengan seragam hitam kebesaran tengah duduk diam dua meter di dekat ranjang. Mingyu mengusap pinggiran bibirnya yang basah, jantungnya berubah seperti gedebum ketika menyadari bahwa ia kembali terjebak berdua dengan si murid kehormatan-Jeon Wonwoo.
Tidak ada sepatah katapun terucap dari mulut Mingyu yang biasanya berisik. Mendapati Jeon Wonwoo menjadi orang pertama yang di lihatnya setelah bangun tidur adalah sesuatu yang membuat seluruh tubuhnya bergejolak aneh. Mingyu merasa tenggorokannya kering untuk bersuara dan ia hanya dapat menatap Wonwoo dengan alis hampir menyatu.
Wonwoo berjalan mendekat pada Mingyu yang masih berbaring. Ia mengulurkan tangannya yang kurus untuk menyerahkan sebuah buku bersampul coklat muda yang membuat alis Mingyu benar-benar menyatu.
"Apa ini?"
"Di lembar terakhir aku mencatatkan soal tes hari ini."
"—Hah?"
"Kau bisa mempelajarinya di rumah untuk tes susulan pekan depan." Ujar Wonwoo membuka lembaran terakhir buku catatan miliknya. Ia memperlihatkan rentetan soal besaran dan satuan yang tertulis rapih pada Mingyu.
"Kau repot-repot menuliskannya untukku?—Apa kau sedang berusaha mengucapkan terima kasih?" Tanya Mingyu tertawa hambar, dia tidak berniat sama sekali untuk melirik buku itu—rasanya seperti ia memiliki fobia terhadap soal-soal rumit dan Mingyu akan jatuh sakit hanya dengan melihatnya.
"Tidak perlu merasa bersalah dengan menulis semua itu—aku benar-benar senang hati dapat menolongmu tadi pagi." Kata Mingyu seraya mendorong pelan buku itu dari hadapannya.
Wonwoo menarik napasnya, "Aku hanya kasihan padamu."
"Huh?" Mingyu memicingkan mata tidak suka. Sangat terganggu ketika mengetahui bahwa seseorang dari kalangan atas tengah mengasihani dirinya sedangkan ia merasa baik-baik saja dengan hidupnya selama ini. "Aku bukan anak terlantar yang kelaparan." Kata Mingyu jengkel.
Wonwoo balas menatap Mingyu dengan sorot mata yang sama. "Kau pergi ke sekolah setiap hari dan duduk berjam-jam di kelas, tetapi kau tak mendapat manfaat apapun karena kau begitu malas. Itu bahkan lebih menyedihkan."
Mingyu tertegun. Ia percaya diri bahwa dialah orang pertama dari kelas B yang mendengar Wonwoo bicara sepanjang itu. Sekarang Mingyu menyadari bahwa lelaki berambut coklat lurus di hadapannya ini mulai terlihat seperti seorang ibu-ibu yang takut anaknya tidak naik kelas. Jeon Wonwoo yang kaku berubah menjadi banyak bicara setelah berhadapan dengan Kim Mingyu si pembenci belajar nomor satu. Lagipula, Mingyu memiliki alasan mengapa dia tidak belajar—ia akan selalu menggunakan kalimat itu ketika menghadapi orang-orang yang mengatai dirinya bodoh;
"Belajar membuat sekujur tubuhku sakit."—Terdengar berlebihan memang, namun Mingyu benar-benar merasa tidak nyaman dan sesak ketika matanya bertemu dengan buku teks.
Wonwoo memejamkan matanya beberapa detik, "Jika itu kau jadikan alasan, bukankah merokok juga dapat membuatmu jatuh sakit sampai meninggal?!"
Skakmat.
Mingyu merasa sesuatu sedikit mencubitnya. Kata-kata seperti itu terdengar aneh untuk di ucapkan seorang anak laki-laki tujuh belas tahun. Namun, Jeon Wonwoo sedikit-banyak membuat Mingyu kembali sadar bahwa dirinya memang anak nakal yang hanya tahu cara bersenang-senang.
"Oke, jadi kau ingin aku mempelajari soal tes itu?" Mingyu mengalah pada akhirnya, berdebat dengan orang pintar hanya akan membuatnya sakit kepala. Bicara Jeon Wonwoo bahkan lebih dewasa daripada Ayahnya, dan orang-orang seperti itu hanya akan membuat Mingyu tidak betah untuk berlama-lama.
"Baiklah," Mingyu merebut buku bersampul coklat itu dari tangan Wonwoo, "Aku hanya kasihan padamu, kau pasti lelah mencatat semua ini untukku." Lanjut Mingyu meniru nada bicara Wonwoo. Ia membuka lembar demi lembar buku yang penuh angka dan simbol aneh tanpa minat.
Wonwoo tidak menjawab, bola matanya berputar seolah berkata masa bodoh. Lelaki bersurai kecoklatan itu kemudian melepas jas hitam Mingyu dan menyerahkannya pada si pemilik.
"Kenapa cepat sekali?" Tanya Mingyu bingung—meski tanpa sadar tangannya mengambil alih jas almameternya dari Wonwoo.
"Ini telah masuk pada kelas Olahraga." Sahut Wonwoo singkat.
Mingyu terlihat kaget pada awalnya—kaget dengan kemampuan tidurnya yang semakin ekstrim—namun, ia buru-buru mengangguk sesantai mungkin. "Begitu, katakan pada Guru Yang bahwa aku masih sakit." Kata Mingyu lalu kembali berbaring di atas kasur ruang kesehatan yang sekeras batu.
"Akan ku adukan pada Guru Yang bahwa kau tidak sakit."
Mata Mingyu membulat tidak terima, ia bangkit duduk dengan mata berkilat. "Apa-apaan kau?"
Wonwoo mengangkat bahunya acuh, "Tidak ada alasan untuk membolos karena Olahraga tidak akan membuatmu berpikir keras."
Mingyu mengusap wajahnya dengan dramatis—merasa Jeon Wonwoo terlalu banyak ikut campur urusannya sedangkan Mingyu terus terpojok dengan kata-kata khas orang dewasa itu. "Sebenarnya apa masalahmu padaku, hah?—Kau lupa bahwa aku baru saja menolongmu? Sekarang adalah giliranmu untuk balas menolongku."
Wonwoo menggeleng, "Justru jika aku terus menolongmu, kau selalu menganggap semua kesalahanmu baik-baik saja dan menjadi semakin sering membolos. Itu akan mengurangi banyak poin di rapormu!"
Tanpa sadar Wonwoo menggigit bibirnya, ia terlalu banyak menunjukkan sifat aslinya hari ini.
"Kau bahkan lebih cerewet dari ibuku! Dia tidak sampai seperti ini saat mengetahui anaknya telah membolos." Sahut Mingyu sedikit membentak. Ia hampir saja melemparkan sebuah selimut pada wajah datar menyebalkan itu. "Seburuk apapun poinku nanti, semua itu tidak akan mempengaruhi jumlah poinmu. Kenapa kau terus ikut campur urusanku, hah?"
"...Karena orang sepertimu tidak bisa di biarkan."
Wonwoo berbalik, melangkah meninggalkan ruang kesehatan—menyisakan Mingyu yang terdiam tanpa ekspresi. Perkataan Wonwoo menusuknya dengan tepat dan itu benar-benar membuat Mingyu kesal karena ia memiliki keterbatasan kosa-kata ketika berdebat dengan orang pintar.
.
Mingyu meraih buku bersampul coklat yang tergeletak di dekat kakinya. Ia mengeja nama Jeon Wonwoo yang di tulis tebal pada sampul depan. Mingyu baru saja melihat sisi lain dari Wonwoo tanpa harus repot-repot menjahilinya seperti apa yang Jaehyun lakukan. Ini benar-benar sesuatu yang harus tersebar luas karena ia merasa menang satu-kosong dari Jaehyun. Mingyu terjebak dalam jalur kesal dan senang di saat bersamaan, hal itu berefek pada suhu tubuhnya yang entah bagaimana menjadi terasa panas dan bibir tipisnya yang tersenyum sendiri ketika mengingat satu hal;
'Jeon Wonwoo terlihat sangat lucu ketika sedang marah.'
Continued
Pertama, hai~! ada yang masih ingat sama fiksi ini? Dua bulan ini otak saya lagi enggak produktif, ketika inspirasi terus-terusan dateng tapi saya kesulitan menuangkannya di msw. Serius itu ga enak banget. Saya ngerasa agak ga puas sama chapter ini karena nulisnya buru-buru (Karena takut makin terlantar) tanpa mikirin diksinya gimana T~T
Kedua, saya ganti nama lagi. Entah mungkin ini yang keberapa, semoga aja saya betah sama pen-name ini. Jaemuffins karena saya cinta Jung Jaehyun dan saya maniak kue muffins :*
Ketiga, terimakasih banyak untuk semua teman-teman pembaca yang berpartisipasi dalam fiksi ini *hug one by one* maaf banget sudah dibikin menunggu dua bulan lebih, review kalian udah saya baca semua dan kebanyakan nanyain siapa-cowok-yang-jemput-wonwoo, chapter depan bakal aku jabarin (padahal rencananya aku pengen jabarin di chapt ini tapi tapi tapi otakku jalannya cuma sampai situ doang) '3'
Keempat, cepat sembuh untuk Wonwoo, dan selamat menjalankan puasa bagi pembaca muslim, semoga puasanya lancar dan enggak batal ya~!
Seeyou.
Pagi hari yang dingin di Kalimantan Selatan, 21 Juni 2016
