.

.

WCT Our Hostel
young, dumb and broke

.

; SEASON 2.
chapter i : fake love

©Jo Liyeol

.

.

.

.

.

.

.

[ ]

.

.

.

.

.

...

Di jam istirahat, rapat OSIS minggu ini diisi pembahasan biasa soal tata-tertib YaGook dan segelintir siswa-siswa bermasalah. Maka Jungkook yang duduk di baris kiri bersebelahan dengan Wonwoo tak begitu terkejut tatkala wajah-wajah familier terpampang pada layar proyeksi, ada sekitar lima puluh siswa, tapi gerombolan dari adik ketua asrama memiliki lingkaran merahnya tersendiri. Dan Jihoon yang melakukan presentasi di depan sana begitu tegas menyampaikan sambil menyorot satu persatu keenam siswa itu dengan ujung lasernya, "Kim Mingyu, 10-D. Boo Seungkwan, 10-D. Kim Taehyung, 11-E. Park Jimin, 11-E. Jung Hoseok, 11-C. Kwon Soonyoung, 11-C. Untuk bulan ini kelompok siswa mereka lagi dan lagi menjadi garis besar yang harus dimusnahkan."

Helaan napas terdengar dari Yoongi yang duduk di kursi utama, memimpin langsung rapat kali ini, menghadap terlalu jelas foto-foto kumpulan siswa dari pantulan proyektor. Ia melirik sekilas ke Seokjin yang duduk bersebelahan dengan Seungcheol pada sofa di pinggir ruangan, hanya menjadi perwakilan asrama yang memperhatikan rapat komite kesiswaan, tak memiliki andil mengajukan usul ataupun protes.

Setelah mendapatkan senyum mengesalkan Si Kim, Yoongi kembali menghadap depan, sekali lagi menghela napas dan memijat pangkal hidungnya, "Bulan ini ... siapa yang punya ide bagus untuk membubarkan mereka?"

Hening seketika menggerayap.

Tak memiliki suara dalam sunyi yang terlalu jemu.

Yoongi kembali membuka mata dan melirik pada Wonwoo dari posisinya, "Bagaimana dengan Kim Mingyu? Sejauh mana kau bisa mengendalikannya?"

Maka Wonwoo terperenjat, tubuhnya mengejang dan dalam waktu bersamaan terbata-bata sekedar melontarkan tanggapan. Ia mengerjap berkali-kali saat menatap Yoongi, sementara seluruh atensi siswa-siswa di ruangan ini telah terfokus kepadanya, "Ng ... anu. A-aku, aku belum begitu yakin."

Kemudian, Wonwoo bisa menangkapnya begitu jelas akan seutuh kepenatan dalam setiap hela napas Yoongi. Bagaimana caranya menunduk dengan jemari beralih memijat kening menghasilkan sunyi lebih lama.

Iya, tentu Wonwoo tau Sang ketua kesiswaan memiliki harapan berlebih dari perjanjian mereka di masa lampau. Tentang pemanfaatan perasaan Kim Mingyu kepadanya. Namun untuk sekarang, ia belum memiliki cukup keberanian buat mengatakan; bahwa dirinya tak sanggup mengorbankan Kim Mingyu dalam permainan tangan-tangannya.

Yoongi menengadah, meluruskan pergelangan ke permukaan meja dan mengetuk jemari kanan berulang kali, kepalanya bersandar lelah, kemudian retinanya mengarah pada Hansol tiba-tiba. Menjadikan adik dari wakil asrama itu tertegun merasakan intimidasi Sang ketua kesiswaan yang begitu nyata, "Aku melihatmu beberapa kali bersama Boo Seungkwan, kalian dekat?"

Hansol ternganga sebentar, kini, fokus seluruhnya berpaling kepadanya. Ia menunduk cepat menaikan bingkai kacamatanya yang turun sambil menelan ludah, merasa kepayahan sekedar meruntutkan secara cepat kronologis semacam apa yang semestinya ia ujarkan di depan Yoongi, maka Hansol menarik napas lumayan dalam sebelum kembali menatap Sang pemimpin rapat agak canggung.

"Tidak terlalu," ia melirik ke bawah lamat-lamat, "Tapi kurasa iya."

Yoongi menatapnya cukup intens dalam sunyi yang berkelanjutan; menyatukan jemari, mengangkat tangan-tangannya dan bertumpu dagu ke atasnya, "Sedekat apa? Hubungan semacam apa?"

Lagi, Hansol menelan liur, "E-entahlah."

Maka helaan berat itu kembali terdengar dari embus napas Yoongi, ia menatap sekilas pada Jungkook, namun segera memutar bola mata tatkala memahami; bahwa Jungkook tak mempunyai keberanian besar untuk memanfaatkan Kim Taehyung dalam peranannya di bidang kesiswaan.

Yoongi mengembus napas dari rongga mulutnya, mengerjap dalam seisi kepalanya yang mengelola strategi demi strategi untuk menaklukkan keenam brengek ini.

Namun pada akhirnya ia mendecak lelah, memukul pelan permukaan meja dan mendongak kesal ke sandaran kursinya, tak lama retina tajamnya berpaling, menatap lurus pada Jihoon di depan sana dan berkata; "Lupakan mereka, cari cara untuk menanggulangi masalah-masalah siswa lain. Rapat selesai."

.

.


Setelah penutupan rapat minggu ini para anggota kesiswaan berlalu ke kantin tatkala Jihoon menuju ruang tari, membawa dua kaleng minuman di tangan-tangan mungilnya.

Sejenak ia menyelingak ke dalam, mengintip dari luar pintu memperhatikan beberapa anak klub dance terduduk di lantai, bersama-sama menikmati jam istirahat pada pinggir ruangan. Maka seutuh atensi Jihoon otomatis terfokus ke sana, pada Soonyoung yang menganga lebar menerima suapan bekal dari jemari adik kelasnya.

Jihoon mendengus pelan, lamat-lamat retina matanya turun memperhatikan pijakan dan lantai di bawah sepatunya. Ada suatu afeksi aneh menggerayap dalam jantung hatinya, perasaan kacau yang menyebalkan. Namun tatkala jemarinya mencengkram kuat kaleng minuman di kedua tangan, ia nyaris berlalu andaikan suara heboh seorang siswa tak menjadikannya mendongak lagi.

"Hei ada Jihoon-sunbae! Razia!"

Menghasilkan bagaimana fokus tatapannya mendapati para anggota klub dance di dalam; tengah memperhatikannya, beberapa sibuk menyembunyikan makanan hingga merapikan seragam dan beberapa siswa kalang-kabut menyamarkan potongan rambut mereka yang terlalu panjang.

Akan tetapi sekembar obsidian Jihoon terlalu berpusat pada keberadaan Soonyoung, memperhatikan bagaimana sosok itu buru-buru mengunyah seisi mulutnya yang mengembung, tersedak, lalu gelagapan mencari air minum. Jihoon tidak terlalu peduli pada sekitar, tetap memasang ekspresi malas manakala pengelihatannya hanya dipenuhi sosok itu. Salah satu berandalan gila YaGook yang separuh idiot. Bodoh. Namun bajingan mengesalkan yang mampu menarik perhatiannya lebih dan lebih lagi.

Maka Jihoon hanya bisa mengikuti kata hati, menyingkirkan logika dan mengubur insting buasnya dalam bidang kesiswaan ketika melangkah masuk, mencengkram dua kaleng di jari-jemarinya, menghasilkan siswa-siswa di dalam sana merasakan degup kekuatiran semakin menjadi-jadi. Akan tetapi Jihoon berhenti. Tidak melakukan banyak hal sampai menghasilkan sunyi membumbung ke seisi ruangan, menyisakan gema berisik dari suara batuk Sang leader tim dance sekolah.

Soonyoung mencoba menahan rasa sakit di kerongkongannya yang tersedak tatkala Jihoon berdiri di hadapannya, ia mengerjap banyak sekali, mencoba mengukir senyum dari cara yang memprihatinkan dan dalam sekejap atmosfer sunyi berubah hening total tatkala Jihoon berbicara sambil menggerakkan tangan-tangannya, "Aku ke mari bukan mau razia," ia membuka kaleng minuman di tangan kanan dan mengulurkannya ke depan Soonyoung, "Aku mau menemuimu. Kalau sudah selesai makan temui aku di taman belakang dekat tembok pembatas asrama putri."

Kemudian, ia meletakan kaleng minumannya di tangan Soonyoung dan berbalik, berlalu pergi meninggalkan ruangan membiarkan sunyi melingkupi mereka.

Soonyoung hanya mengerjap beberapa kali, terbatuk lagi lalu menenggak isi kaleng yang diberikan kepadanya terlalu polos, tidak begitu mengerti tapi seutuh kepalanya justru berbahagia mengetahui Jihoon tidak mengacak-acak ruang tari setelah mengetahui mereka melanggar peraturan berjamaah. Hingga tidak cukup menyadari. Bahwa seutuh fokus Jihoon hanya mengarah padanya, dan kepala menunduk sosok itu yang kini menjauh tengah menutupi bagaimana semu menjalar ke seluruh wajahnya.

Karena setelah menerima pernyataan nyaris dua minggu lalu, Soonyoung tidak ingin terlalu memusingkan soal perasaan Jihoon kepadanya, sebab ia percaya, bahwa tidak mungkin benar jika Jihoon menyukainya. Memang ada fakta mereka memiliki kesamaan, akan tetapi dari sudut pandang lain jelas sekali bagaimana cara keduanya terlahir adalah dari pelosok dunia yang sangat-sangat berbeda.

.

.


Berpindah tempat ke ruangannya, Yoongi menyandarkan kepala ke sofa tunggal, membiarkan Seokjin dan Seungcheol bermalas-malasan di sofa lain.

Ia membuka lembaran demi lembaran buku kasus, cukup muak tatkala mendapati biodata siswa-siswa dari grombolan paling biadab di sekolah ini. Lantas atensinya berpaling pada Seokjin seraya menutup bahan bacaannya, "Hei."

Keduanya menoleh bersamaan, Seokjin menyahut pelan sementara Seungcheol melirik sambil tersenyum lebar.

"Aku bicara pada Seokjin."

Maka Seungcheol kembali mendongak merebahkan kepala ke sandaran sofa, membiarkan ke dua ketua struktur asrama ini tenggelam dalam diskusi mereka.

"Aku tidak mau lagi terlalu memusingkan adikmu dan kawan-kawannya, tapi sebentar lagi ujian nasional, Jin. Kalau kelakuan mereka tetap seperti ini, entah apa yang akan terjadi kepada anak-anak itu di masa depan. Kita tidak akan selamanya ada di sekolah, manjadi ketua kesiswaan dan asrama. Kurasa saat aku memikirkan reputasi YaGook kau juga harus pikirkan nasib adikmu dan kawan-kawannya. Jika kelas tiga lulus—kau, Seungcheol, Jeonghan dan Namjoon tidak lagi di sini. Kurasa dewan tidak akan berpikir dua kali lagi untuk mengeluarkan mereka kecuali Kwon Soonyoung," Yoongi menghela napas berat. Menatap terlalu dalam sepasang retina Seokjin yang balik memperhatikannya, "Hanya dia yang memiliki prestasi sementara lima lainnya cuma menjadi benalu. Penyelamat mereka cuma kau, Jin. Selama ini dewan berdiam diri karena mempertimbangkan dedikasimu. Dan orang-orang atas tidak begitu ikut campur masalah para siswa karena Jeonghan, Seungcheol dan Namjoon bisa meyakinkan mereka bersamamu," jeda, Yoongi mengetuk jemari ke permukaan meja, "Jadi coba kau pikir bagaimana jadinya jika kalian lulus ...? Kau harus memahami kalau di waktu mendatang struktur ini bukan kita lagi yang akan memegangnya. Dalam konteks baru, bakal banyak peraturan dan campur tangan baru juga. Percayalah, Jin. Misalkan mereka tidak bisa menekan kebiasaan buruknya, anak-anak itu tidak akan selamat di akhir semester ini."

Ada sunyi merajai tatkala Yoongi menghela napas berat dan Seungcheol tidak ingin ikut campur pembahasan para pemimpin itu. Mereka memiliki sunyi tak begitu lama kerena Seokjin justru berdeham sekali, melirik ke segala arah dan menarik senyum panjang, atensinya mengarah lurus pada Yoongi sebelum ia tergelak ringkas dari vokalisasi tanpa sarat. Seokjin menjilat bibir bawah, menarik senyum di sudut bibirnya dan berkata, "Man, terimakasih sudah mengkuatirkan mereka. Tapi santai saja, kita nikmati napas saat ini sebelum masuk masa ujian. Tidak perlu memikirkan mereka, karena kuyakin anak-anak itu mempunyai langkahnya sendiri, arah tujuan dan cara mereka berlari ke satu titik untuk menuju kedewasaan," ia menghela napas kemudian, merebahkan kepala ke sandaran sofa dan menatap atap-atap ruangan terlalu santai, "Apapun yang terjadi di masa depan telah menjadi garis takdir mereka, kita sudah berusaha membantu, dan biarkan anak-anak itu menemukan sendiri rasa tanggung jawab," sudut bibirnya kembali terangkat, menampakan seringai anonim yang menyesatkan dan kembali menoleh menatap Yoongi, "Man, tidak ingat teman-teman yang berada di sekitarmu saat ini? Fakta jika dua dari kami bukan orang-orang dalam garis kecerdasan atau bahkan keterampilan," jeda, "Aku dan Jeonghan pernah menjadi kaum bullies paling berantakan, Yoongi, dan kau sendiri bisa lihat posisi apa yang kami duduki sekarang?" seringainya luntur perlahan, berganti ekspresi kaku yang menjadikan Yoongi termangu dalam sekejap. Seokjin menghela napas sebentar, mengerjap dan bertutur serius, "Masa depan bukan sesuatu yang bisa diketahui atau menjadi bahan tebak-tebakan. Siapapun tidak akan tau garis takdir seseorang. Aku akui prediksimu mungkin saja akurat, tapi bagaimana jika kenyataannya di masa depan nanti salah satu dari anak-anak kacau itu justru memiliki hak untuk menguasai ruangan ini? Menggantikan posisimu? Memimpin pergerakan para siswa dan menjadi delegasi wibawa YaGook?"

Maka Yoongi terdiam.

Entah bagaimana lidahnya terasa kelu memikirkan secara logis kenyataan-kenyataan yang telah mereka alami sebelumnya.

Benar.

Jika Seokjin dan Jeonghan bisa, mengapa anak-anak itu tidak?

Meskipun cukup tidak masuk akal, tapi ada kemungkinan seluruh perkataan Seokjin dapat menjadi nyata.

"Oke, anggap jika mereka memiliki peluang sukses," Yoongi menghela napas lagi, "Tapi setidaknya anak-anak itu harus mempunyai ambisi sebesar kau dan Jeonghan untuk mengubah peraturan-peraturan di YaG—"

"HALO KESAYANGANKU SEMUA, JEONGHAN DI SINI!"

Yoongi, Seokjin dan Seungcheol tersentak bersamaan untuk gema nyaring dari gedebuk pintu yang terbuka bersambut jeritan heboh itu.

Mereka menoleh ke arah yang sama, mendapati Jeonghan berpose di sana sambil merangkul Namjoon di tangan kiri, tangan lainnya memegang kardus dari toko ayam sementara Si Kim membawa beberapa kaleng soda.

Tak lama sosok itu tiba-tiba berlari, meninggalkan Namjoon yang menutup pintu sekedar melompati Seokjin, melempar kardus ayam ke meja dan menerjang Seungcheol dengan pelukannya, "Seungcheol, aku rindu."

Seungcheol tergelak pelan dan membalas balik pelukannya, jemari kanannya menggusak helai almond Jeonghan yang kini tak lagi panjang, "Aku lebih rindu."

Seokjin menggeleng tidak habis pikir, saat melangkah mendekat Namjoon terkekeh memperhatikan sepasang temannya, sementara Yoongi mendengus jengah. Jemarinya meraih buku kasus di meja dan melemparkannya ke kepala Jeonghan.

"Gondrong brengsek! Waktu rapat tadi kau ke mana, hah?"

Jeonghan mengerjap, sok manja mengusap puncak kepalanya sambil menatap Seungcheol, ketika kekasihnya semakin mengusap kepalanya sayang dia menoleh kepada Yoongi dan mengulas cengir mengesalkan sambil memeluk Seungcheol lebih erat, "Aku ke toko ayam, minta izin ke satpam kalau kau yang suruh. Lalu menunggu Namjoon di depan kelasnya. Kau tau 'kan? Rapat itu membosankan, jelek, aku tidak suka," kemudian tersenyum cerah sebelum mendengus belagak sebal, "—oh ya! Aku tidak gondrong lagi, boi!" jemarinya menyelipkan anak rambut ke belakang telinga lalu menenggelamkan wajah ke pelukan Seungcheol.

Yoongi memutar bola mata, menggerit graham dan mengengepalkan jemarinya, bergumam; "Sial sekali aku punya wakil sepertimu," lalu memejam mata seraya mengembus napas mengondisikan tempramentalnya.

.

.


Di kantin, Wonwoo mengambil antrian mengambil makan siang. Embusan napasnya terhela tipis memikirkan beragam hal, seperti barisan panjang para siswa yang mengantri sampai mengenang kembali memorial di saat ia mensetujui perjanjian tentang Kim Mingyu.

"Hyung!"

Wonwoo tersentak, vokal familier ini membuatnya menoleh cepat sekedar menjadikan lidahnya kelu tatkala dari arah tempat duduk; lima dari keenam berandalan sekolah melangkah menghampirinya.

Mingyu berjalan lebih cepat dari yang lain, sedikit berlari dengan kaki-kaki panjangnya yang menjejak riang, ia berhenti di sebelah Wonwoo, menampakan cengir lebar menunjukan gigi-gigi taring yang mencuat, "Hyung baru mau makan?"

Wonwoo mengerjap sekali, mengatur ritme debaran jantung dan mengangguk canggung, "Ya. Rapatnya baru selesai."

Mingyu menampakan 'oh' dengan bibirnya tanpa suara, tak lagi banyak berucap, hanya mengikuti langkah kaki Wonwoo semakin maju dalam barisan. Hingga langkah keempat kawannya ikut terhenti di sana, memperhatikan mereka terlalu tanpa minat.

Kecuali Seungkwan tentu saja.

Si Boo merapat mendekati Wonwoo, mencolek bahu atas sosok itu dan menunjukan senyum mencurigakan, "Sunbae," Wonwoo melirik sekilas, belum menanggapi apapun tatkala Seungkwan kembali berbicara, "Lihat Hansolku tidak?"

Wonwoo mengernyit reflek.

Apa-apaan? Hansolku dia bilang?

Maka ia mencoba menahan tawa nyinyir, memahami bisa saja itu menjadi pengacu emosional anak-anak ini menyala. Ia tidak berekspresi sama sekali begitu menanggapi; "Tidak tau, tapi mungkin ada di kelasnya. Tadi aku lihat dia keluar ruang rapat sama-sama Jungkook."

Seungkwan lantas merekahkan senyum seindah kelopak bunga, melebarkan sekembar mata dengan kilatan binar yang berkelip-kelip lalu mencolek sekali lagi bahu Wonwoo sebelum menyibak rambut pendeknya sambil memutar tubuh ceria, "MY BABY HANSOL! AKU DATANG SAYANG!"

Dan buru-buru pergi menuju kelas 10-A, sejenak berhenti beberapa detik sekedar mencolek dagu Kim Hanbin yang mengantri mengambil makan siang pula, Seungkwan melemparkan flying kiss manja sebelum melanjutkan langkahnya mencari Hansol.

Siswa-siswa lain yang memperhatikan kelakuan Si Boo hanya menggeleng, sudah biasa, bahkan Hanbin sendiri justru tergelak pelan.

Kemudian, Mingyu menoleh tatkala Taehyung dalam mode normalnya berkata; "Duluan. Aku ikut Seungkwan."

Menyisakan Hoseok dan Jimin yang terdiam memperhatikan punggungnya menjauh. Sementara Mingyu mengangguk-angguk, persetan, dan kini tidak peduli pada sisa kawan-kawannya ketika menggegelayut; memeluk pergelangan Wonwoo sambil memangku pipi di bahu sosok itu.

Menjadikan Hoseok juga Jimin seketika saling pandang dan memutar bola mata. Jengah. Kemudian pergi begitu saja dari kantin meninggalkan sepasang kekasih yang beda pola pikir itu.

Setelah Hoseok dan Jimin menjauh, Wonwoo mendorong kepala Mingyu hingga pagutan mereka terlepas, menghasilkan Mingyu yang menoleh sambil cemberut, "Kenapa, Hyung?"

Wonwoo mendecak pelan, "Gerah. Kau menempel seperti lintah."

Mingyu bungkam sejenak, akan tetapi cengir lebarnya kembali merekah dengan suara tawa mengesalkannya yang mengalun.

Kemudian, Wonwoo sedikit berjengit manakala kedua bahunya digenggam, tak lama tubuhnya digeser dari antrian dan ditarik Mingyu menjauh, terlalu bingung untuk memberontak, lantas Wonwoo nyaris linglung tatkala Mingyu mendudukinya ke kursi tak jauh dari sana. Sedikit menunduk dan berbisik di depan wajahnya, "Hyung duduk saja, biar aku yang antri."

.

.


Hoseok sibuk mengarahkan kamera ponselnya ke sekeliling, melangkah bersama Jimin di koridor menyingkirkan siswa-siswa yang menghalangi jalan mereka.

Tidak bermaksud menguasai jalur umum, hanya saja; entah bagaimana atmosfer di sekitar para berandalan sekolah dapat menjadikan anak-anak lain menyisi ke tepi.

Jimin menguap untuk kali ke tiga, merogoh saku almamaternya mengeluarkan ponsel dan earphone bluetooth. Ia memakai ke telinga, menyalakan lagu-lagu dari aplikasi musik sekedar menghapus kantuk, tidak lagi mempedulikan apapun yang Hoseok lakukan dengan kamera ponsel terlaknatnya.

Maka tatkala Hoseok menepuk bahunya sambil berucap; "Man, aku cari bahan ya!" lalu meninggalkannya begitu saja buat melompati pagar tanaman dan bersembunyi dibalik semak-semak, Jimin hanya mamutar bola mata, tetap melanjutkan langkahnya ke sepanjang koridor.

.

.


Jungkook dan Hansol memiliki tempat duduk yang lumayan jauh, akan tetapi di beberapa waktu seperti menghabiskan bekal makan siang Hansol akan duduk di depan kursi Jungkook; mencari teman untuk membagi waktu bersantap.

Istirahat hari ini kelas tidak begitu sepi, beberapa teman sekelas mereka berfokus pribadi pada dunia yang berbeda. Sama-sama menghabiskan bekal yang dibawa atau kembali membaca ulang pelajaran sebelum kuis di jam berikutnya.

Sunyi dan tenang selalu menggerayap dalam suasana kelas ini, bahkan tanpa memerlukan pengajar sekalipun.

Maka jeritan nyaring dari arah pintu menjadikan mereka semua tersentak, terkejut dan secara reflek menoleh bersama ke satu arah.

Sekedar menemukan Boo Seungkwan di ambang pintu, tengah melambai-lambai sambil menampakan cengiran genit, lurus menuju Hansol. Ada beberapa siswa yang hendak memprotes, nyaris melayangkan makian andai keberadaan Taehyung tidak muncul tiba-tiba di belakang sosok itu.

Seungkwan lantas berlari, menggemakan hentak kaki berisik ketika menghampiri mereka, sedikit menggeser Jungkook dari kursinya dan memangku dagu memperhatikan Hansol yang berhenti mengunyah, "Hai, sayangku."

Hansol mengerjap, selalu saja emosionalnya tak mampu menjadi amarah, menjadikannya hanya menaikan bingkai kacamata yang merosot lalu mengukir senyum kikuk, "Hai."

Ketika Seungkwan melebarkan senyum semakin jadi, Jungkook mendelik untuk bokongnya yang digeser semakin ke pinggir, ingin sekali mendorong Si centil biadab ini jika saja langkah kaki Taehyung tak menjadikannya berpaling.

Sosok itu melangkah menuju mereka ketika Seungkwan terlalu fokus menggoda Hansol dengan kedipan mata berkali-kali.

Taehyung berhenti di pinggir meja menghasilkan kelas ini menjadi lebih sepi berjuta kali lipat. Ia tidak berbicara, namun fokus atensinya menuju pada Jungkook yang belagak masa bodoh.

Maka ketika Seungkwan semakin menggeser anarkis, memangkas habis pijakan duduknya Jungkook segera bangkit, cepat-cepat berdiri sebelum terjelembab ke ubin. Tatkala Hansol mendongak menatapnya, sekembar onixnya menghunus buas figur Si Boo yang bahkan tak mempedulikannya.

Jungkook memutar bola mata, menghela napas berat lalu mengemasi bekal makan siangnya, membawa boxnya dan berjalan memutar untuk menarik pergelangan Taehyung keluar kelas.

Menyisakan Seungkwan yang terkekeh manis, memeta Hansolnya lebih leluasa.

"Lanjutkan makanmu, sayang."

Hansol mendengus pelan, "Boo, hentikan."

"Kalau sampai hitungan ketiga belum lanjut makan, sumpah bakal aku suapi."

"Boo—"

"Satu."

"Hei, aku serius."

"Dua."

"Boo Seungkwan!"

"Tig—"

"OKE AKU LANJUT SENDIRI SAJA!"

.

.


Keluar dari ruangan Yoongi, Seungcheol-Jeonghan lantas menuju atap ketika Namjoon buru-buru mengejar Seokjin yang meninggalkannya begitu saja.

Kakinya berlari cepat, "Sayang—Seokjin! Hei!" menjangkau pergelangan Seokjin di koridor sepi lantai satu. Lantas tatkala cengkramannya menyentak paksa Seokjin untuk menatapnya, Namjoon menghela napas putus-putus setelah berteriak menyebut nama kekasihnya terlalu keras. Bola matanya terarah pasti pada sekembar manik itu, atensi yang berpaling tak menginginkan wajahnya, maka Namjoon berpikir lama untuk tingkah Seokjin yang mengalihkan fokus ke lain arah, "Seokjin ... bae ...," vokalnya melembut separuh memelas, jemarinya perlahan terangkat menyentuh hati-hati wajah itu, bermaksud mempertemukan tatapan mereka tetapi Seokjin menurunkan paksa pagutannya.

Maka Namjoon menurunkan tangan-tangannya, mengepal jemari di sisi tubuh seraya mensugar rambutnya frustasi.

"Mau sampai kapan kau seperti ini? Kau yang memberitau jika Yoongi menyukaiku—lalu kau marah padaku dan mempermasalahkannya sendiri. Aku tidak mengerti, Jin! Aku tidak mengerti!"

Seokjin mendengus keras, lantas atensinya melirik tajam menghunus seluruh sorot mata Namjoon yang gelisah, "Pikirmu aku paham? Aku juga tidak mengerti, Namjoon! AKU JUGA TIDAK MENGERTI KENAPA AKU BEGINI!" hela napasnya sukar terembus, dari sepasang bola matanya yang berpendar ada seserpih lara tersembunyi, namun Seokjin menggeleng pelan di hadapan Namjoon, "Yang jelas untuk sekarang ... aku tidak ingin melihatmu."

Kemudian ia berbalik meninggalkan Namjoon yang termangu di tempat, tak mampu berkata-kata dengan seluruh persendian lidahnya yang kelu. Namjoon tetap berpijak, menatap lurus punggung kekasihnya yang berlalu cepat.

Sebab bagi Seokjin, Namjoon tidak butuh mengetahui bagaimana masa lalu dalam persahabatan mereka mulai menghantui pikirannya. Mengenang kembali bagaimana hatinya terlalu menginginkan Namjoon ketika begitu paham bahwa Yoongi telah menyukai kekasihnya jauh lebih dulu.

Lantas, persahabatan semacam apa yang dikalahkan egoisme?

.

.


Langkah kaki Hoseok terhenti di belakang semak-semak taman belakang YaGook, bersembunyi di salah satu pilar koridor memperhatikan Lee Jihoon terduduk di bangku panjang menghadap tembok asrama putri bersama Soonyoung yang berdiri di hadapannya.

Maka Hoseok mengukir senyum kecil pada sudut bibir, mengimpilikasikan perkara macam-macam dalam seisi otaknya. Ia mengarahkan kamera ponsel, memperbesar jarak jangkauan dan mulai mengambil take video kedua orang di sana.

Sementara Soonyoung menggusak pelan belakang leher, menunduk canggung memperhatikan Jihoon yang hanya mendongak menatapnya, "Mm ... Ji, ka-kau ingin bicara sesuatu?"

Jihoon mengerjap sekali, sedikit melirik ke sisi kosong kursi di sebelahnya dan kembali memperhatikan Soonyoung, "Kenapa kau tidak duduk?"

Soonyoung tergagap sekejap sebelum buru-buru mendudukan diri di sebelahnya. Ia kembali menunduk sambil menggaruk puncak telinganya dan menoleh takut-takut menatap figur Jihoon, "Ada yang kau perlu? Atau ... a-apa aku berbuat salah lagi?"

Jihoon menoleh menatapnya dan menggeleng cepat.

"Lalu?"

Hening mengudara beberapa saat sebelum Jihoon menunduk mengigiti bibir bawah, "Tidak ada. Hanya ingin menghabiskan jam istirahat bersamamu."

.

.


Yoongi meregangkan tubuh merasakan tulang-tulangnya berbunyi pelan, sejenak menemui kembali sisa-sisa nyeri dari benturan di wajahnya hari kemarin, ia menekan kecil pangkal hidung; sakit karena tabrakan pintu itu meninggalkan perih yang masih terasa.

Sialan memang Park Jimin.

Ia bangkit dari sofa, melempar asal buku kasus ke meja di belakangnya lalu melangkah pelan keluar ruangan.

Kemudian, Yoongi hanya dijadikan terperenjat syok ketika seorang siswa berhenti dari langkah santainya, memiliki keterkejutan sama tatkala mendongak dari alunan lagu yang memenuhi pendengarannya. Mereka bersitatap sejenak. Maka Yoongi nyaris memutar bola mata menemukan Park Jimin di sana, menggenggam ponsel dan mengenakan earphone bluetooth, menghela napas sukar saat menatap balik padanya.

Yoongi mendecak sekali, mencabut paksa salah satu bandul kecil di telinga Jimin lalu mencengkramnya lumayan kuat di antara ibu jari dan telunjuk, "Kenapa kau memakai earphone di sekolah?!"

Jimin mengernyit tidak suka, cukup malas ketika merampas balik benda kepunyaannya, "Ini jam istirahat, boi!"

"Bangsat," ada gerutuan kecil dari celah bibir Yoongi, ia menggerit pelan kemudian menggulung tangan di depan perut, "Selagi aku masih berbicara baik-baik patuhi saja, Park."

Maka tanpa disangka-sangka Jimin mengembus napas lumayan panjang dan menekan layer off di ponselnya, melepas sepasang earphone-nya dan mengantungi semuanya ke saku kemeja. Iris matanya menatap Yoongi lumayan tajam, "Puas?"

Yoongi menggeleng beberapa sekali, masih menggulung lengan tatkala melangkah mendekat, jemarinya merambat pada kerah kemeja pendek Jimin dan menariknya kencang, "Ikut aku," lalu menggeret sosok itu masuk ke ruangannya tiba-tiba.

"Hei! Apa-apaan?!"

"Seragammu berantakan sekali, brengsek! Kemeja tidak dikancingi, dalaman kaosmu warna hitam, kaos kaki tidak dipakai dan ke mana dasimu, hah?!"

"Duh, cerewet sekali!"

.

.


Di gudang belakang YaGook Jungkook melepaskan genggamannya ketika Taehyung menyentaknya lumayan kasar, ia menoleh, menemukan sepasang hazel Taehyung yang memperhatikannya terlalu dalam.

Jungkook mengernyit, masih memeluk kotak bekalnya di lengan kiri, "Apa?"

"Apa? Hei. Bukankah aku yang seharusnya bertanya?"

"Bertanya tentang apa?"

Sudut mata Taehyung berkedut pelan, ia menyipit jengah begitu merapatkan diri memangkas jarak di depan wajah Jungkook, "Kau biasa makan siang dengan Choi Hansol?"

Sebab ini Jungkook memutar bola mata luar biasa malas, ia mendecak, mendorong dada Taehyung dan melangkah mundur. Melenggang begitu saja ke dalam gudang membiarkan Taehyung menghela napas emosi, mengekor di belakangnya.

"Jungkook!"

Jungkook meletakan kotak bekalnya di atas sofa usang di tengah ruangan, berbalik cepat ketika Taehyung menarik lengan atasnya menuntut. Ia menunjukan ekspresi culas yang kentara, jelas-jelas memperlihatkan betapa tidak menariknya topik pembicaraan ini.

"Jungkook—"

"Hyung!"

Taehyung mengerjap dengan kening yang berkerut, kedua alisnya nyaris berpagut sementara pancaran matanya menunjukan tempramental tersirat.

Jemari Jungkook menepis kurang ajar jemari Taehyung pada lengannya, membalas tanpa gentar bagaimana sekembar hazel Taehyung menyampaikan amarah, justru mencibir sebal dari sudut bibir yang terangkat pongah, "Kau cemburu?"

"Kepadamu?" Taehyung tergelak angkuh dan menggeleng tidak habis pikir, akan tetapi iris matanya masih memperhatikan Jungkook terlalu lekat, "Hei, boi. Kau tidak seberharga itu, jangan mengimajinasi berlebihan."

Maka kini Jungkook yang mengudarakan tawa cemooh, ia menggulung kedua lengan lalu melangkah merapatkan diri, "Lalu kenapa tatapanmu seperti itu?"

Sebelah alis Taehyung terangkat remeh, "Seperti apa?"

"Entahlah," Jungkook menggedik bahu, perlahan jemarinya menyentuh dada Taehyung dan merambah ke lehernya, perlahan, terlalu membuai, "... matamu mengatakan segalanya, Hyung. Seolah-olah mengadu padaku jika pemilik raganya adalah orang paling idiot seantariksa," maka tatkala tangkup tangan kanannya menyentuh rahang tegas Taehyung; ia mengusap wajah pujaan hatinya terlampau hati-hati, semakin intens dan sengaja berbisik di depan bibir itu, "Berusaha sok jahat, ewh, memukulku saja tidak berani."

Taehyung tergelak rendah, mengantongi jemari kiri tatkala tangan lainnya merambat perlahan pada pinggang Jungkook, "Jangan memancingku," suaranya membisik, meremat keras pinggul Jungkook menjadikan yang lebih muda mendesis nyeri, melambungkan bagaimana adrenalin memenuhi debar jantung keduanya.

Jungkook tergelak sekali lagi, masih mengusap rahang Taehyung semembuai embusan udara musim semi saat menjilat bibir luar Taehyung yang kemerahan, pergerakannya beralih mengalungkan tangan-tangan pada leher itu ketika tak memerlukan izin meraup seluruh bibir Taehyung dalam mulutnya, menghisapnya asal-asalan dan terlalu dipenuhi egoisme.

Jungkook tidak mempedulikan bagaimana tanggapan Taehyung kepadanya, bahkan untuk respon Taehyung yang hanya tersenyum di sudut, diam, memegangi pinggulnya tanpa membalas ciumannya.

Terserah.

Karena Jungkook tau Taehyungnya selalu brengsek.

.

.


Wonwoo menunduk menyembunyikan wajah di permukaan punggung Mingyu, membiarkan kekasihnya memaksa tangan-tangannya untuk memeluk dari belakang. Mungkin begini cukup baik dari pada harus menerima tatapan sinis para penggemar sosok ini yang selalu mengincarnya di manapun.

Melalui koridor setelah dari kantin, Mingyu bermaksud mengajaknya ke ruang musik, berceloteh banyak sekali bahwa ia baru saja belajar chord gitar sebuah lagu.

Maka Wonwoo hanya terkekeh tanpa suara, menyembunyikan senyumnya karena kekasihnya berbicara terlalu menggemaskan dari intonasi yang luar biasa memikat, "Suaraku mungkin jelek, tapi aku mau nyanyikan lagu itu untuk Wonwoo-hyung. Nanti hyung dengar ya."

Kemudian, Wonwoo tak lagi mengerti bagaimana masa depan akan bekerja. Melupakan perkara janjinya pada Sang ketua kesiswaan ketika mendengar gelak tawa Mingyu yang kekanak-kanakan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

tbc.


hai kalian. masih inget fiksi ini?
muehehe, aku pribadi justru kengen sekali perselisihan anak kesiswaan sama kelompok sesatnya taehyung. uwu.

.

Wattpad : joliyeol

PS(1): semua typo yang ada adalah kekhilafan.
PS(2): kucinta kaliaaaan ft. titik dua bintang. (tebar sempak dan kecup basah) =3= mumumu
PS(3): thanks for: follows, favorite, and reviews.
PS(4): see you on next chapter.

18.09.2018.