ONE LAST SEARCH

Kalau jodoh tidak digariskan, percayalah, kau tidak akan menemukan sebuah keajaiban dalam sebuah pertemuan.

Tetsuya tidak pernah tahu, bahwa orang yang telah disewanya, orang yang dengan tiba-tiba mengajaknya menemui kedua orangtua, ternyata adalah orang yang terpandang di negerinya.

Entah otaknya yang memang terlalu kalut saat kejadian, atau dasar dirinya yang tak terlalu peduli dengan lingkungan sekitar, dirinya sampai tak mengenali sosok seseorang yang dijuluki dia-yang-hidup-bagai-seorang-pangeran.

Ya, Akashi Seijuro.

Manusia dengan segunung kekayaan, keluarga yang terpandang, dan sang pewaris tunggal gurita kerajaan bisnis Rakuzan.

Tetsuya mengacak surai birunya kasar. Seumur hidup, dirinya sudah dianggap setengah setan. Bukan karena dirinya jahat, hanya saja, meski berwajah dan berakhlak malaikat, namun auranya gampang hilang. Dan sekarang?

Dirinya tak siap menjadi pusat perhatian! Apalagi dengan namanya yang disebut berulang-ulang dalam surat kabar. Apalagi dirinya yang jadi trending di media sosial. Dan belum lagi, Tetsuya baru tahu kalau Akashi punya basic fans yang fenomenal.

Ya Tuhan, Tetsuya benar-benar ingin menghilang, tak mau menghadapi kenyataan atas hubungan tidak sengajanya yang terjadi dengan laki-laki yang kini didepannya, dan tengah menyeringai tampan.

"Kenapa, sayang? Tak sabar dengan penentuan tanggal pernikahan?"

Tetsuya menggeleng, "Akashi-kun mungkin sudah salah paham."

"Kenapa Tetsuya memanggilku 'Akashi-kun'?"

"Ya karena-"

"Aku lebih suka kau memanggilku 'Sei-kun'."

"Itu- kemarin, itu hanya tuntutan peran." Tetsuya berusaha menyembunyikan rona wajah mati-matian.

"Maksud Tetsuya, tuntutan peran bercinta di ranjang?"

"Bisakah Akashi-kun menyensornya agar orang tidak dengar?"

"Tentu saja bisa."

"Lalu kenapa kau tak melakukannya?"

"Kita butuh kamar."

"Hah?" Tetsuya berguman antara separuh tak paham, dan separuh benar-benar.. juga tak paham.

"Kita tak butuh berbicara kalau langsung melakukannya, sayang."

Jangan salahkan Tetsuya kalau setelah ini dirinya masuk koran kriminal gara-gara menjedukkan kepala pewaris tunggal Rakuzan ke meja dengan menggunakan tangan.

Disclaimer :

Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi

Original Story by Gigi

One Night Stand Sequel

Warn :

M

(Not lemon, just bad language)

AKAKURO

Yaoi

Romance&Fluff

Out of character

Dan lagi, entah mengapa tangan Tetsuya sangat gatal untuk mencakar muka Akashi. Sumpah, dirinya benar-benar tak bisa hidup tenang sekarang. Mau membeli vanilla milkshake saja harus dikejar wartawan. Baru mau online sebentar, sudah diterjang dengan berbagai pertanyaan.

Nyanko Kawaii, Adelia Santi, Daehoney, Wullancholee dan 24,781 orangmengirim sesuatu pada dinding anda.

Akabane Onihime, Hanyo4 dan 35,562 orang lainyamenandai anda dalam status mereka.

Cloudeye, Oto Ichiiyan, Nekozhisune, dan 56,781 lainnyabersama anda dalam status mereka.

Yuki-Kun, Rarachi, Zia Huang, L. Casei Shirota Strain dan 142,892 orang lainya menyebut anda dalam komentar mereka.

Kjhwang, Fadhisyaa, Kuroko Shipper dan 157,889 orang lainnya mengomentari status anda.

Liuruna, Elle Hana, Queen Jezel dan 78,982 orang lainnya membalas sebuah komentar.

Izumi-H, Egaocchi, Aziichi dan 87,923 orang lainnya mengomentari status anda.

Stlvyesung, Kucing Gendut, Narakura, Joy AKNS dan 256,812 mengomentari foto anda.

Itu baru pemberitahuan dari Favebooknya yang dia buka, dan masih ada beratus-ratus pemberitahuan yang Tetsuya enggan membukanya. Belum lagi dengan akun sosial media yang lainya.

Tanpa ada keinginan membuka lanjutannya, Tetsuya kini membuka akun instagram yang bodohnya lupa untuk diatur sebagai akun privat.

Tomoharu, Akashi764, Shinju Hatsune, Lhiae932 and 27,189 other's commented on your photo's.

Little Lily, Chanz, Syabyaku Itakyuu, Guest and 67,542 other's commented on your photo's.

Hwarin Chan, Haruki Veen, Arisa Ezakia, XX903 and 78,652 other's commented on your photo's

Salah Tetsuya sendiri juga, mengapa dirinya tak mengaktifkan fitur private pada akunnya. Menyebalkan.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, bukannya gentar, tapi sungguh, Tetsuya tak pernah terbiasa dengan notice-san banyak orang. Memang, postingan Tetsuya banyak yang komentar, namun itu hanya berasal dari saudara atau teman dekat Tetsuya saja. Bahkan sekarang, tak jarang ada yang minta agar dirinya men-endorse beberapa produk bertemakan cinta. Dan yang paling parah saat dirinya diminta mengiklankan kondom berbagai rasa.

Yang benar saja! Tetsuya bahkan belum pernah memegangnya!

Pelukan dari belakang diterima, lalu kecupan dileher yang terbuka.

"Kau sedang apa?"

"Apa Akashi-kun buta?"

"Hei-hei, kenapa kau marah, sayang?"

"Lihat!" Tetsuya mengarahkan pandangan Akashi pada gadget miliknya dimana pemberitahuan selalu bertambah pada setiap detiknya, "Aku bahkan tidak bisa online dengan tenang."

"Tetsuya bisa memakai milikku."

"Maksudnya?"

"Pakai saja akunku,"

"Dan akan semakin menambah gossip yang beredar." Tetsuya mencoba melepas dekapan, tapi sia-sia, "Lagipula tak ada teman-temanku disana."

"Lalu kenapa? Toh Tetsuya memang akan segera menjadi istriku dalam jangka waktu yang tak lama lagi." Jemari dikecup pelan, "Dan aku tak suka kau berhubungan dengan orang lain, kau milikku sekarang."

"Kau terlalu mengekang,"

"Karena kau akan menjadi tanggung jawabku 3 hari mendatang, sayang."

"Pernikahan ini terlalu cepat. Kita bahkan baru mengenal."

"Tak apa, toh kita sudah berkenalan lewat dua tubuh yang terhubung sempurna."

Tetsuya hampir saja ingin menyumpal mulut Akashi dengan bantal yang ada di sofa jika saja seorang ibu paruh baya tak menyusul mereka.

"Mesranya,"

"Ibu!" Tetsuya sedikit gelagapan begitu mendapati ibunya melihat mereka tengah dalam posisi yang mencurigakan, "Akashi-kun, lepas."

"Tidak mau."

"Jangan malu-malu, Tetsu-kun. Kalian cocok sekali." Ujar sang ibu sambil tersenyum mendapati anaknya dan calon menantunya tengah bercumbu mesra.

"I-ini tidak seperti yang ibu pikirkan!"

"Ayolah, Tetsu-kun, ibu juga pernah muda."

Tetsuya menatap ibunya tak percaya. Sungguh, awalnya saat mereka- tepatnya saat Akashi meminta restu kemarin pada ibu dan ayahnya, Tetsuya menyangka kalau Akashi akan ditendang cepat-cepat dari sana. Namun tak seperti biasa, perkiraannya meleset total, bahkan, entah apa yang sudah pria muda itu lakukan, Akashi malah disuruh menginap sekaligus mempersiapkan banyak hal.

Besoknya, giliran keluarga Tetsuya yang diboyong Akashi menuju kediaman utama. Selain karena akan ada pertemuan dua keluarga, pernikahan mereka akan diselenggarakan disana. Dan satu-satunya orang yang masih loading tentang berbagai hal yang datang, adalah Tetsuya.

Pemuda mungil ini masih belum percaya bahwa kencan semalam yang dia lakukan, berbuah pernikahan, yang bahkan tak melalui tahap saling kenal.

Dibilang ini perjodohan, jelas bukan. Toh Tetsuya mengenal Akashi karena dirinya sendiri, bukan permintaan. Lalu apakah ini jodohnya yang telah digariskan Tuhan? Tetsuya mengedikkan bahu, dia belum mendapat jawaban.

"Sayang, kau ingin mencoba baju pengantin kita kapan?" Suara pelan dari Akashi menyadarkan Tetsuya yang tenggelam dalam lamunan.

"Kita beneran akan menikah?"

"Lihat sekelilingmu." Akashi memposisikan diri berada dibelakang Tetsuya, lalu mengarahkan kepala Tetsuya melihat sekelilingnya, "Ayah dan ibu, Otou-sama dan Okaa-sama, lalu keluargaku dan keluargamu sedang mempersiapkan masa depan bagi kita, Tetsuya."

Dan Tetsuya melihatnya. Bagaimana kedua ibu dan dua ayah yang sudah berumur setengah baya, dengan semangat ikut mengatur dekorasi tempat pesta pernikahan kedua anak satu-satunya. Ibunya yang dengan semangat meminta para tukang mengatur kursi. Lalu calon ibu mertuanya yang kini sedang berdiskusi dengan penata altar. Kemudian ayahnya yang sibuk memilih menu terbaik, dan calon ayah mertuanya yang kini sedang sibuk menghubungi pihak relasi.

Semuanya dilakukan agar pernikahan sang anak lancar tanpa ada halangan.

"Tapi kita tidak saling mencintai."

"Belum. Tapi aku sudah cinta Tetsuya sih."

"Bohong."

"Aku tidak bohong. Kau tahu, hanya kau satu-satunya yang pernah menerima 'benih'ku." Dekapan dipererat, "Aku tak memberikan 'benih'ku pada sembarang orang. Hanya Tetsuya yang mampu membuatku keluar didal-Aww!" Akashi mengaduh begitu tangannya dicubit 'mesra' Tetsuya.

"Mesum sekali!"

Akashi terkekeh pelan, "Bercanda, sayang. Tapi serius, aku cinta Tetsuya. Kalau hanya main-main, aku tak mungkin mengajakmu hingga jenjang pernikahan."

"Siapa yang tahu maksud orang."

Bahu mungil diputar, hingga kini keduanya saling berhadapan, "Tetsuya, sekalipun aku brengsek, tapi aku tak pernah memainkan sesuatu yang sakral seperti pernikahan." Tangannya terangkat, mengelus pipi Tetsuya, seraya mempertemukan kedua pandangan, "Aku memilihmu, karena aku tahu, siapa yang ingin aku bahagiakan seumur hidupku."

"Tapi aku laki-laki."

"Aku sadar. Kau sendiri yang mengajakku berkencan. Lagipula, aku juga melihat Tetsuya punya 'pisang' dan satu lubang cinta dibelakang."

"Aka-"

"Panggil aku Sei. Disini banyak Akashi yang lain dan lagi, kau juga akan segera menyandang marga Akashi."

Tetsuya menarik nafas, "Apa Sei-kun tidak punya sensor di mulut?" Tanya Tetsuya dengan ujaran pelan. Sumpah ya! Apa si makhluk merah mata belang itu tidak sadar, mereka sedang berbicara ditengah keramaian.

"Ada, tapi tertinggal di mulut Tetsuya saat kita berciuman," Akashi menyeringai, "Boleh aku ambil sekarang?"

Dan saat melihat sekitar, Tetsuya bisa melihat banyak mata memandang mereka dengan tatapan malu dan pipi yang kemerahan.

Fiks, mereka benar-benar mendengar obrolan yang tak layak sensor dan tak aman bagi kewarasan.

Dua hari menjelang pernikahan, kini Tetsuya dan Akashi sedang fitting baju yang akan dikenakan. Sesuai dengan kesepakatan mereka akan menggunakan setelan jas. Tidak ada gaun tanpa lengan. Tidak hanya karena Tetsuya memberi penolakan, namun Akashi juga tidak mau mulusnya punggung dan tangan Tetsuya dinikmati tamu undangan. Bagi Akashi yang berhak melihat dan menikmati Tetsuya sepenuhnya hanya dirinya saja seorang.

Dan hal tersebut membuat Tetsuya terjebak dalam sebuah perebutan, seperti sekarang.

"Tetsuya, ayo ibu bantu mencoba bajunya." Tawar ibu Akashi saat melihat Tetsuya sedikit kebingungan.

"Hanya aku yang boleh menyentuh Tetsuya!" Ujar Akashi yang tiba-tiba muncul begitu telinganya seolah mendengar ibunya ingin menggrepe Tetsuya.

"Dia menantuku,"

"Dia istriku."

"Kalau aku tak melahirkanmu, kau tak akan jadi suaminya," Ujar ibunya tak mau kalah.

"Tapi hanya aku yang bisa memuas-Aww!" Satu jitakan dari sang ibu dan satu ignite pass dari Tetsuya yang melayang membuat Akashi kesakitan dan cenut-cenutan.

Dan tanpa Tetsuya sadari, kini dirinya tersenyum geli mendapati interaksi Akashi dan ibunya yang begitu.. menghangatkan hati.

"Ayo, Tetsuya."

Tetsuya mengangguk, sambil mengutuk tentang pemikirannya, kemudian mengikuti ibu Akashi masuk kamar untuk mencoba bajunya.

Didalam kamar, Tetsuya masih diam. Bagaimanapun, ini merupakan sebuah kecanggungan mengingat mereka bahkan baru saling mengenal belum ada semingguan.

"Shiori-san,"

"Ah, panggil aku ibu saja, Tetsuya. Sebentar lagi kan kau akan menjadi menantuku."

Terkesan hangat, namun Tetsuya mampu menangkap sebuah nada aneh dalam perkataan ibu Akashi.

"Baik, ibu."

Ibu Akashi tersenyum, "Ayo duduk sini."

Tetsuya menurut, kemudian duduk pada tempat yang telah ditunjuk. Kedua tangannya dipegang, lalu satu tangan Shiori terangkat mengelus paras Tetsuya, "Kau cantik sekali,"

Dan anehnya, Tetsuya tak marah. Padahal, biasanya perkataan itu menyakiti harga dirinya sebagai seorang pria.

"Tetsuya, apa kau mencintai anakku?"

Tetsuya tak tahu ingin menjawab apa. Memang, dalam hatinya, pelukan dan sentuhan yang diberikan Akashi begitu membekas, namun untuk cinta? Entahlah, Tetsuya saja belum pernah mengalaminya.

"Belum ya?" Kedua tangan Tetsuya ditautkan, "Tapi aku ingin menitipkan anakku padamu. Kau tahu, interaksi yang tadi kau lihat, baru-baru saja aku rasakan. Tepatnya ketika dia membawamu dan orangtuamu bertandang.

Tetsuya, anakku bukan tipe yang meminta. Seumur hidupnya, dia tak pernah meminta apapun pada kami. Namun, ketika dia antusias bercerita tentangmu, lalu keinginannya di masa depan bersama Tetsuya, meyakinkanku pada pilihan anakku. Menikah denganmu adalah pilihan yang terbaik untunya.

Aku tak memintamu agar kau langsung mencintainya, karena aku tahu, cinta tak bisa dipaksakan. Namun, aku ingin meminta sebagai seorang ibu yang menginginkan anaknya bahagia, terimalah anakku, aku yakin dia akan mampu membahagiakan Tetsuya."

Tidak ada lagi kebimbangan, dan Tetsuya tahu apa yang harus dia pilih sekarang.

Pada ruang pengantin, Tetsuya masih duduk menghadap cermin. Menunggu sang ayah datang menjemputnya untuk berjalan diatas altar seperti yang ditunggu para hadirin.

Mata birunya memandang tampilan dirinya sendiri. Jas putih bersih, lalu kepalanya menggunakan kain tipis penutup kepala pengantin. Muka putihnya di make up sederhana, namun mampu menambah pesona.

Hari ini, adalah hari terakhirnya memegang nama ayahnya. Mulai nanti, dirinya akan resmi memegang marga Akashi. Tangan Tetsuya gemetar, dirinya bukan orang yang melankolis, namun posisi ini membuatnya ingin menangis. Bukan sedih, bukan terharu, namun banyak sekali perpaduan rasa dari asam hingga manis.

"Tetsuya, sudah siap?"

"Ayah?"

"Kemari, ayah ingin memelukmu sebelum melepasmu kepada Seijuro-kun."

Tetsuya mengangguk dalam pelukan sang ayah, "Ibu dimana?"

Ayah Tetsuya tertawa pelan, "Ibumu bahkan harus memperbaiki make up setiap semenit sekali karena air matanya tak mau berhenti."

"Apa aku akan bahagia?"

"Tentu saja, Tetsuya." Senyum terulas pada wajah yang mulai menua, "Nah, sekarang ayo, suamimu sudah tak sabar menunggu."

Denting piano mengiringi setiap langkah Tetsuya yang didampingi sang ayah. Keduanya berjalan, menuju Akashi yang kini sudah menunggu bersama pendeta di altar.

"Aku titip Tetsuya." Ujar ayah Tetsuya begitu mereka telah sampai.

"Ayah dapat mengandalkanku."

"Semoga kalian bahagia." Kemudian sang ayah berbalik, menyerahkan sang putra pada suaminya.

"Kau cantik sekali, sayang." Bisik Akashi begitu mereka berhadapan sang pendeta.

"Sei-kun ju-juga tampan." Tetsuya membalas lirih, menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Aku tak sabar membawamu ke ranjang." Bisik Akashi sensual.

"Me-mesu-"

"Ehm," Sang pendeta berdehem, meminta perhatian sebelum berakhir jadi kacang. Dirinya memang paham gairah anak muda, namun bukan berarti harus saling menggoda ditengah acara sakral mereka.

"Baiklah, kita mulai acaranya." Sang pendeta memandang kedua mempelai.

"Akashi Seijuro. Bersediakah kau menjadi pendamping hidup Kuroko Tetsuya? Mengasihi dan menghormati sepanjang hidup?"

"Ya, saya bersedia." Akashi menjawab dengan mantap.

"Kuroko Tetsuya, Bersediakah kau menjadi pendamping hidup Akashi Seijuro? Mengasihi dan menghormati sepanjang hidup?"

"Ya, saya bersedia."

"Atas nama Tuhan dan di hadapan hadirin sekalian, saya menegaskan bahwa perkawinan ini telah diresmikan."

Dan inilah, momen yang akan mengubah hidup Akashi dan Tetsuya. Bukan lagi aku dan kau, tapi kita. Bukan lagi nama pribadi, namun sebuah keluarga. Bukan lagi sendiri, namun telah jadi bagian dari separuh hidup keduanya.

Berawal dari sebuah kencan semalam, siapa yang mengira ini akan berakhir dalam sebuah pernikahan yang sakral?

Suasana pesta pernikahan terasa semarak. Relasi kedua keluarga datang, dan tentu saja teman-teman Tetsuya dan Akashi juga ikut bertandang. Ramainya bukan ramai yang Tetsuya benci, namun ramai penuh cengkerama kehangatan.

"Masih disini saja."

"Sei-kun?"

"Tetsuya lelah?"

Tetsuya menggeleng, "Tidak. Sei-kun sendiri?"

"Aku bahkan bisa 'bermain' hingga pagi kalau Tetsuya mau."

"Kenapa Sei-kun sangat mesum?"

"Karena Tetsuya memancing?"

"Aku bahkan tak berbicara apapun."

Akashi membawa Tetsuya dalam dekapan, lalu tersenyum, "Apa Tetsuya bahagia?"

"Sei-kun sudah menjamin kebahagiaanku, kan?"

"Tentu saja. Lahir dan batin."

Tetsuya sedikit tertunduk. Ada beberapa hal yang mengganggu tentang pernikahannya, namun tak sanggup diungkap.

"Kenapa?" Jemari telunjuk dan ibu jari Akashi mengadahkan kepala sang istri, "Kalau lelah, ayo ke kamar."

Tetsuya menggeleng lagi, "Sei-kun, kau tahu, aku laki-laki." Rasa sesak yang entah darimana menghantamnya saat akan meneruskan kata-kata, "Aku tak bisa memberimu keturunan."

"Siapa bilang?"

"Laki-laki tak bisa hamil."

"Kita belum mencobanya, sayang."

"Mencoba apa?"

"Membuatnya. Aku tak akan menyerah hingga penghabisan. Kita akan membuatnya sepanjang waktu tanpa menyerah."

Tetsuya ingin sekali mencubit Akashi, namun tangannya terkekang, "Tetsuya pasti tahu kalau usaha tak menipu hasil. Bahkan tanah beton pun bisa menumbuhkan tanaman, maka aku akan berusaha 'menanam benih' setiap hari, sayang."

Tetsuya tak tahu, seberapa merah mukanya sekarang mendengar ocehan sang suami yang penuh dengan kemesuman.

"Me-mesum!"

"Nah, Tetsuya, semakin cepat berusaha, maka semakin cepat hasilnya." Akashi memanggul Tetsuya bagai karung beras. Tak dipedulikan punggungnya yang kini jadi sasaran pukulan mesra Tetsuya, "Ayo mulai 'program membuat keturunan' semalaman."

Dan pintu kamar tertutup, menyisakan sebuah desahan dan teriakan dari Tetsuya yang membuat orang rumah lainnya memilih menginap pada hotel terdekat daripada ketularan nista.

End.

AN:

Well, makasih banget buat respon cerita Rate M pertama saya :D

Buat yang review, follow dan favorite, thanks!

Dan ini adalah ucapan terimakasih saya, semoga suka :)

Btw, nama-nama yang saya cantumkan seenak jidat diatas adalah nama-nama reviewer One Night Stand, maafkan yak, hehe :P

Terimakasih sudah membaca!

Sign,

Gigi.