Goodbye.


Disclaimer belongs to J.K. Rowling


.

.

.

George Weasley berdiri di sebelah peti mati saudara kembarnya, Fred. Tidak ada yang tidak dapat melihat kesedihan terlukis di sana. Mata George bengkak. Hidungnya terus menerus terdengar seperti orang terkena flu. Rambut merahnya berantakan. Tapi pakaian berkabungnya rapi. Jelas Molly melakukan yang terbaik dengan menghaluskan pakaian George sebelum dipakai.

"Aku—" Bibir George bergetar. Hermione yang melihat kejadian itu bahkan meneteskan air mata. Ginny bahkan terisak dengan keras di bahu Harry. Tidak ada yang pernah melihat kesedihan begitu mendalam di wajah George sebelumnya.

"—aku akan merindukanmu, Fred." Kalimat itu akhirnya keluar dari bibir George. Di dalam peti mati, tubuh Fred yang dibalut setelan hitam putih seolang tersenyum mendengar kalimat itu. George memandang kelopak mata pucat saudara kembarnya dan mendadak kehilangan kendali diri.

"Jangan pergi!" Ia terisak memeluk peti mati itu. Seluruh pelayat —keluarga, kerabat dan teman dekat Weasley— yang ada di sekitar George tersentak kaget. Mereka bisa merasakan kesedihan dan kehilangan yang mendalam di udara. Seolah George mentransformasikan perasaan itu ke atmosfir. Molly memeluk Fleur erat. Mertua dan menantu itu menangis bersama-sama. Arthur, Bill, Charlie, dan Percy terdiam di tempat duduk masing-masing, seolah mencoba menguji batas ketahanan diri mereka menghadapi kehilangan ini.

"Jang—an—jang—an—" George terisak makin keras. Arthur bangkit dari kursinya dan mencoba melepas pelukan George dari peti mati Fred. Tapi, George tidak mau melepas pelukannya.

"George, sudah.." Mengucapkan kalimat itu-pun tampaknya berat bagi Arthur. Matanya berkilauan karena berkaca-kaca.

"Kumohon, Dad.. tinggalkan kami sendiri. Untuk terakhir kali ini.." Bibir George bergetar pelan. "..biarkan aku mengucapkan selamat tinggal dengan tenang."

Arthur menggigit bibir. Dengan serak, ia berkata, "Baik, Nak. Jika itu yang kau inginkan."

Arthur menggerakkan lengan dan mengiring para pelayat yang berada di sana untuk membiarkan George sendirian dengan Fred sebentar. Semua orang sepertinya mahfum bahwa George memang yang akan jadi paling kehilangan karena ia adalah saudara kembar Fred, partner-in-crime Fred. Tidak ada yang merasa seolah sebagian dirinya pergi, separah George

Dan karena itulah, ia layak mendapatkan barang lima menit, mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Punggungku pegal." Fred mengeluh.

"Cuma sehari lagi, tahan deh." George berbisik. Tangannya menyodorkan sebutir pil berwarna gelap ke hadapan Fred.

Fred mendengus pelan. Ia bergerak-gerak gelisah. "Tapi, jika aku minum ramuan itu lagi, aku baru akan bangun tiga hari lagi."

"Ini semua demi Mom, Fred!" George menahan diri untuk tidak masuk ke sana dan menepuk tangan Fred yang bergerak-gerak. "Kejutan ulang tahunnya yang paling hebat!"

Fred mendengus. "Dan kenapa aku yang harus terbaring di sini? Bukan Dad, Bill, atau Charlie? Aku pribadi lebih suka jika Percy menggantikan posisiku. Rencana ini tidak adil!"

"Rencana ini bagus sekali, bodoh!" George mencibir. "Kami tidak memilih Percy karena tidak akan ada yang menangisinya, seheboh aku menangisimu."

Di dalam peti mati, Fred menggulirkan bola mata. "Yang benar saja."

.

.

.

.

.

A/N :

Just quick writing di sela mikir fic buat challenge lain /digeprek/ :''3

Kurang greget yak? '-')a