Enam setel piama satin berwarna merah muda pagi ini sampai di kediaman Uchiha, dikirim langsung dari kediaman Uzumaki.

Hari keempat bulan Mei nanti, anak sulung Naruto dan Sakura merayakan ulang tahun yang ketujuh. Dress code untuk pestanya adalah piama. Warnanya apa saja boleh. Tetapi, Sakura masih senang melakukan keisengan pada Sasuke. Entah kenapa wanita itu dendam setengah mati pada Sasuke sampai sekarang.

Tanggal empat nanti akan menjadi hari bersejarah.

Dengan mata berkaca-kaca, sebulan yang lalu, Sakura memohon bantuannya untuk membujuk Sasuke mengenakan piama merah muda, warna yang paling dibenci Sasuke. Lagi-lagi agar Sasuke terlihat tolol.

Setelan untuk Sasuke secara khusus dihias motif bunga-bunga merah, tampak perempuan sekali, sementara piama untuknya dan keempat putranya polos.

Dia tahu, setelah mengirim piama yang dijanjikannya, Sakura pasti sedang tersenyum jahat, lalu terkikik-kikik sambil membayangkan wajah tolol Sasuke saat mengenakan piama satin bermotif bunga-bunga.

Yang paling buruk, khusus tahun ini, Sakura mengadakan acara ulang tahun putrinya di mal terbesar di Konoha.

Sebulan yang lalu, Hinata yakin dia bisa membujuk Sasuke. Tetapi sekarang?

Dia mendesah.

Genap tiga minggu Sasuke mendiamkannya. Ucapan selamat pagi darinya pun tidak pernah dibalas apalagi kalau dia membicarakan pesta ulang tahun. Sasuke pasti pergi begitu saja.

Dari tiga minggu pria itu menginap di kantor sepuluh malam. Saat pulang ke rumah, Sasuke pasti tidur di kamar putra sulung mereka atau di kamar tamu.

Hinata rindu Sasuke, tetapi akalnya menolak untuk mengalah. Dia pikir sebentar lagi Sasuke sendiri yang datang padanya.


Bonus

©Rosetta Halim

©Masashi Kishimoto


Hari itu, tepat tiga minggu yang lalu, untuk pertama kalinya Sasuke menyiapkan sesuatu yang luar biasa romantis untuknya. Pagi hari dia dikirim ke spa, diperlakukan layaknya ratu. Usai dari spa, Sasuke membawanya ke pulau pribadi yang tak jauh dari Suna. Dia mengenakan gaun malam merah hati yang dipilihkan Sasuke.

Mereka sampai di pulau itu saat jam makan malam tiba. Keluarga yang tinggal di rumah pantai untuk mengurus rumah itu diungsikan entah ke mana.

Hinata menutup mulutnya, menahan luapan kebahagiaan yang hendak tersalur lewat bibirnya yang dipoles gincu semerah kelopak mawar yang segar.

Rumah pantai milik keluarga Uchiha di Pulau Tajima, malam itu dihias sedemikian rupa, seakan mereka akan melangsungkan bulan madu untuk pertama kalinya. Lilin menyala di mana-mana ditemani berbagai jenis bunga. Hidung Hinata yang cukup tajam sangat meyukai aroma yang menguar di tempat itu.

Lumayan sering mereka berpergian ke rumah pantai itu, peninggalan Uchiha Tajima, ayah dari kakek mertuanya. Tetapi, itulah kali pertama Hinata melihatnya begitu cantik.

Hinata menurunkan tangannya yang menutup mulutnya ke dada, merasakan jantungnya berdebar-debar. Dia berputar, menengok Sasuke yang sedari tadi berjalan di belakangnya.

"Kau suka?" tanya Sasuke.

Hinata menghambur ke pelukan Sasuke sambil berkata, "Aku mencintaimu!"

Romantisme yang susah payah dibangun Sasuke hancur usai makan malam. Keinginan tersembunyi yang dia lontarkan tidak ditanggapi dengan baik oleh Hinata.

"Lima tahun lalu kau berjanji padaku itu yang terakhir. Lihat dirimu sekarang, lagi-lagi kau meminta hal yang sama." Hinata berjalan semakin menjauh dari rumah pantai, menuju helipad. Dia melangkahkan kakinya lebar-lebar. Dia mau pulang.

Sasuke melakukan semua itu bukan tanpa alasan. Dia memperhitungkannya dengan matang. Hinata sedang dalam masa subur sekarang. Membawanya ke tempat seperti ini adalah hal paling masuk akal yang dapat ditoleransi keinginan menahunnya.

Udara pantai di awal musim semi pada malam hari tidak dapat disebut hangat. Hinata-nya pasti kedinginan. Apalagi karena ulahnya wanita itu mengenakan gaun malam yang sangat sukses mengekspos punggungnya yang putih dan mulus.

"Hinata," panggil Sasuke dengan nada memohon. "Ini benar-benar yang terakhir. Aku bersumpah."

Mendadak Hinata menghentikan langkahnya, dengan keras dia membalikkan tubuhnya. "Sasuke-kun, mengandung dan melahirkan itu tidak gampang," katanya, sekali lagi mengingatkan Sasuke tentang risiko yang ditanggungnya.

"Aku tidak pernah bilang itu gampang," balas Sasuke.

"Aku setuju. Tetapi, permintaanmu mengatakan sebaliknya." Hinata kembali berjalan menuju helipad.

"Kita bisa mencari ibu pengganti," kata Sasuke mencoba bernegosiasi, walau dia tahu Hinata sangat membenci gagasan ibu pengganti.

"Aku bilang tidak."


Belakangan ini Hinata sering sekali mendesah. Dia benar-benar merindukan Sasuke-nya. Dia kesepian.

Setelah perdebatan mereka di Pulau Tajima waktu itu Sasuke mendiamkannya, meninggalkannya seorang diri di tempat tidur.

Hinata mencoba mengisi kekosongannya dengan berbagi canda bersama keempat putranya, tetapi tidak cukup membantu. Malam minggu, sehabis mengerjakan tugas sekolah, anak-anak biasanya sibuk dengan hobi mereka masing-masing.

Uchiha Kyousuke, Si Sulung, usianya sepuluh tahun, dia yang mengusulkan nama itu, Sasuke sempat menolak, tetapi dengan bujuk rayunya akhirnya nama itu disahkan. Kyousuke mengidolakan pamannya, Uchiha Itachi. Penampilan fisiknya mirip Itachi. Rambutnya panjang, hanya saja kulitnya putih pucat. Bakatnya bermain alat musik dan bernyanyi. Dia pianis termuda yang pernah melakukan pertunjukan tunggal. Wajar saja, Kyou pernah dirawat Itachi dan istrinya.

Semua itu karena Sasuke menghamilinya di waktu yang kurang tepat. Itu malam pertama yang kata Sasuke tidak akan mungkin mereka lupakan.

Dulu, sebelum seorang polisi mengetuk kaca jendela mobil mereka yang parkir sembarangan, mereka sempat melakukannya dua kali. Setelah itu mereka dibawa ke kantor polisi, menjelang subuh dibebaskan dengan Madara sebagai penjamin.

Mereka melupakan satu hal, mereka tidak mengenakan pengaman ditambah Hinata dalam masa suburnya.

Sasori mendengar pelanggaran yang mereka lakukan. Pria berambut merah itu sempat berang, tetapi dia memilih memberi Sasuke pelajaran dengan cara halus. Selama sebulan Sasuke dijadikan tukang sapu jalan di pusat kota Naruto. Supaya tidak terlalu memalukan, Sasuke melakukannya di pagi buta.

Hukuman Sasuke bertambah saat berita kehamilannya terdengar. Kuliahnya pun sempat tertunda karena itu. Enam bulan setelah melahirkan, Hinata meneruskan kuliahnya, sementara putranya diurus oleh pasangan Uchiha yang baru menikah, Itachi dan Izumi. Sekaligus untuk mengobati sepasang suami-istri itu, yang dipastikan tidak akan pernah memiliki bayi.

Apa pun yang dibuat Kyousuke dalam bermusik, semua untuk ibunya seorang. "Kaa-san, kau adalah detak jantungku," tulisnya dalam salah satu lagu ciptaannya. Layaknya Itachi, Kyousuke juga senang berbagi cinta lewat kata-kata super manis yang dapat membuat orang yang membaca atau mendengarnya berbunga-bunga.

Hinata tersenyum masam. Dia melangkahkan kakinya dengan lesu, hendak kembali ke kamarnya. Kyou jelas tidak bisa diganggu saat ini, dia sedang serius menekan-menekan tuts piano sambil sesekali mencoret-coret partitur.

Anaknya yang lain?

Uchiha Kaito pasti sedang berada di dapur pribadinya sambil berkata, "Menjijikan," usai mencicipi masakan yang disajikan oleh kepala koki mereka. "Garamnya terlalu banyak sebutir. Lagipula, seharusnya kau menggunakan garam gunung, bukan garam laut."

Penampilan fisik dan sifat Kaito sembilan puluh persen mirip Sasuke. Dianugerahi lidah setajam pedang, baik dalam selera makan maupun selera berbicara. Dia memiliki dapur pribadi yang didesain sesuai keinginannya. Kaito sangat mengidolakan ibunya. Walau sering memberikan komentar pedas pada kepala koki mereka, dia selalu bilang enak kalau itu masakan ibunya, termasuk masakan gagal.

Kaito tidak pandai bergaul dengan orang lain. Tidak ada yang suka berdekatan dengannya. Dia terlihat tidak suka pada siapa pun. Parahnya lagi, dia secara terang-terangan mengaku benci pada seorang pria berambut putih yang sering menantang ibunya, Ootsutsuki Toneri. Kaito tidak tahu apa yang membuat pria itu sangat rajin menantang ibunya walaupun selalu berakhir kalah.

Apa pun yang dimasak Kaito, semua untuk memuaskan lidah ibunya. "Aku mencurahkan segenap kemampuanku dalam sepiring sajian untuk wanita tersayangku," katanya setiap kali dia menyelesaikan satu hidangan.

Berbeda lagi dengan saudara kembarnya, Uchiha Keita, julukannya Si Pelit. Sasuke bilang penyakit pelit Neji menular padanya. Pokoknya Neji dan Keita sama-sama pelit, perbedaannya, Keita melek mode, sementara Neji buta mode. Cuma untuknya, Keita berubah menjadi royal. Dia tidak segan menguras tabungan hanya untuk membeli kalung berlian, sepatu dari perancang ternama, pakaian mewah dan segala jenis barang-barang yang dapat menunjang penampilan ibunya. Moto Keita yang kurang dapat diterima akal adalah, "Ibuku harus jadi wanita paling cantik di dunia ini."

Keita lah alasannya mulai berubah belakangan ini. Anak itu selalu membelikan pakaian bermode untuknya yang mau tak mau harus dipakainya, lengkap dengan aksesoris dan sepatu-sepatu berhak tinggi yang dulu sama sekali tak terpikirkan olehnya.

Uang yang digunakan untuk membeli barang-barang itu bukan uangnya atau pun uang Sasuke, itu uang Keita sendiri.

Bakat Keita terdeteksi dua tahun lalu, ketika usianya masih lima tahun. Anak itu senang membeli action figure yang diproduksi di masa lalu. Bukan karena dia tergila-gila pada action figure atau mau menjadi kolektor barang kuno. "Investasi," katanya.

Terbukti. Beberapa hari yang lalu Keita menjual action figure superhero dengan harga delapan ribu yen. Padahal barang itu dibelinya dengan harga dua ribu yen dua tahun lalu. Dia melakukan itu pada barang-barang tua lainnya sampai tabungannya membengkak.

Bocah yang memilih berinvestasi di sektor barang-barang antik, itulah Keita. Anak itu belum berani terjun ke investasi yang lebih besar, sebab dia belum begitu paham dan kakeknya bilang terlalu berisiko.

Secara garis besar, Uchiha Keita mewarisi bakat bisnis ayah, kakek dan kakek buyutnya. Tidak seperti kakak kembarnya yang berbicara apa adanya, Keita cukup pandai membual atau bersikap manis demi mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Dia yang paling licik, persis ayahnya.

Saat ini, Keita pasti sedang berbisnis entah dengan siapa atau mungkin dia sedang melelang barang antik di situs pelelangan.

Yang paling berbeda dari Uchiha adalah Uchiha Kouta, Si Bungsu yang polos. Usianya baru empat tahun. Dia gemuk. Kata Madara, Kouta mirip dengan Mikoto kecil, tetapi indeks masa tubuhnya tidak melewati batas maksimal. Dia mewarisi lima puluh persen sifat Hinata. Kegemaran memotretnya jelas diturunkan oleh Sasuke. Beberapa sifatnya dia dapat dari neneknya.

Daripada ketiga anaknya yang lain, Kouta adalah yang paling manis, menurut Sasuke. Dia anak yang berbakti pada kedua orangtuanya. Rasa sayangnya imbang untuk Sasuke dan Hinata, tidak seperti ketiga anak yang lain, yang mencurahkan seluruh kasih sayang mereka hanya untuk Hinata.

Ini pukul sembilan lewat, Kouta wajib sudah tidur. Dia sendiri tadi yang membacakan dongeng pengantar tidur untuk Kouta. Alasannya merasa kesepian sekarang ini.


Setengah pakaian Sasuke raib dari lemari. Entah ke mana pakaian itu disimpan Sasuke. Selama tiga minggu ini Hinata tidak menemukan pakaian Sasuke di keranjang pakaian kotor. Walau ada banyak pelayan, pakaian suami dan anak-anaknya tetap dicuci sendiri olehnya. Perasaannya lebih nyaman bila melakukan itu. Tetapi sekarang, Sasuke bahkan tidak mengizinkan Hinata menyentuh pakaian kotornya. Karena keinginan Sasuke yang tidak dikabulkan, semuanya jadi kacau

Perang dingin ini, bagaimana pun, harus selesai secepatnya. Hinata tidak tega melihat keempat putranya. Mereka lah yang menerima dampak ketegangan yang mengganggu keharmonisan keluarga.

Hinata mengambil kaos berwarna navy blue pas badan dan rok lipit abu-abu sedengkul. Dia menutup lemari dan menguncinya, kemudian masuk ke kamar mandi untuk bersiap.

Meskipun mereka sedang perang dingin, waktu bersama keluarga yang dijanjikan tidak diingkari. Peraturannya tetap dijalankan setiap hari Minggu di awal dan akhir bulan, tidak ada klien, proyek, dapur, restoran, musik atau bahkan gawai pun dilarang.

"Aku mau lihat panda, Tou-chan!" Kou berseru antusias ketika dia tiba di lantai satu. Hinata tahu mereka sedang mendiskusikan destinasi kali ini. "Aku mau tangkap gambar panda nanti," kata Kou lagi sambil mengangkat kamera yang tergantung di lehernya.

Banyak tempat yang mereka diskusikan, tetapi selalu berakhir mereka mengikuti kemauan Kou. Kalau Si Bungsu ingin melihat panda berarti mereka akan mengunjungi kebun binatang.

"Tunggu sebentar, aku mau ganti baju," ujar Kaito. "Ayo, Kou, ikut Nii-san."

"Aku juga," kata Kyousuke dan Keita kompak.

"Tou-san tunggu di mobil," kata Sasuke singkat, kemudian pergi, meninggalkan Hinata yang sibuk memikirkan cara memperbaiki hubungan mereka.

Keduanya tidak sadar mereka mengenakan pakaian dengan warna yang sama. Sasuke mengenakan jins abu-abu dengan kaos navy blue. Mungkin itu tanda bahwa sebenarnya keduanya saling merindukan.

"Kenapa kalian berempat memakai pakaian yang sama?" tanya Hinata heran ketika keempat anaknya kembali.

Kyousuke tersenyum jahil. "Biar sama, Kaa-san," jawabnya singkat.

"Oh," balas Hinata sama sekali tidak mengerti bahwa jawaban singkat Kyou itu bermakna lebih dari satu.


Walau berulang kali diingatkan, Keita tidak pernah menuruti. Dia tetap membawa gawainya saat sedang menghabiskan waktu dengan keluarga. Untungnya dia sangat disiplin dan pandai mengatur dirinya sendiri. Gawai yang dibawanya hanya akan digunakan ketika ada pemberitahuan tentang barang kuno terbaru.

Hari ini dia begitu tertarik dengan kamera yang menggantung di leher Kouta. Kamera itu warisan ayahnya. Orang yang senang memotret tidak baik menggunakan barang kuno seperti itu, hasil jepretannya tidak akan maksimal. Dia memutuskan akan menggantikannya dengan yang baru. Makanya dia langsung menyambungkan dirinya dengan internet, untuk mencari informasi mengenai kamera sebelum dia melupakannya.

Keita tidak sedang mencoba mencari keuntungan dari penukaran itu. Dia akan membelikan kamera yang bagus untuk Kouta walau adiknya itu ingin menyimpan kamera ayahnya.

Selain untuk ibunya, Keita bisa menjadi royal dalam sekejap hanya untuk membeli barang-barang yang dia pikir dibutuhkan oleh adiknya atau membeli makanan dari restoran-restoran mewah untuk Kou.

"Kou, nii-san tadi masak donat. Kau mau coba?"

Sebelum Kou menjawab, Kaito membuka kotak bekal yang diisi empat buah donat berukuran jumbo. Dari luar donatnya tampak renyah, Kaito membalutnya dengan remah roti sebelum digoreng. Tetapi, karena pada dasarnya Kou suka makanan manis dia mencobanya.

Tidak disangka, lelehan coklat yang terasa lembut memenuhi mulut Kou ketika dia menggigit donatnya. Nii-sannya sangat pandai menyembunyikan kejutan dalam masakannya. Dia sangat menyukai Kaito-nii.

"Oishi!" kata Kou setelah dia menelan gigitan pertama.

Kaito mengelus-elus surai indigo Kouta. Dia tersenyum melihat binar bahagia di mata hitam Kouta. Pipi Kouta yang gemuk itu terlihat menggemaskan saat bergoyang-goyang karena pemiliknya sedang mengunyah. Sesekali dia menyeka coklat yang bertebaran di sekitar mulut Kou dengan tisu. Kou masih belepotan saat makan, itulah kenapa dia menyembunyikan coklatnya di dalam donat daripada mengolesinya di permukaan donat.

Setelah ibunya, Kaito sangat menyayangi Kouta. Dia tidak pernah membiarkan Kouta menelan makanan murahan. Persetan jika orang lain menganggapnya sok hebat. Baginya, melindungi adik kesayangannya dari makanan murahan merupakan kewajiban.

Hinata sesekali menengok anak-anaknya di jok belakang, kemudian tersenyum. Dia melirik Sasuke di sebelahnya. Wajahnya datar, Sasuke fokus menyetir, Hinata tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Sasuke. Dia bertanya-tanya apakah Sasuke sudah sadar mereka sekeluarga mengenakan setelan yang sama? Kalau memang sudah sadar, apa tanggapan Sasuke?


Hinata mengenakan gaun yang dia kenakan di Pulau Tajima waktu itu. Agar punggungnya tertutupi, Hinata mengenakan cardigan berwarna coral, panjangnya setengah paha. Sopir suaminya, Suigetsu, yang dimintai tolong telah menantinya di halaman. Belakangan Suigetsu tidak menyetir untuk Sasuke, lagi-lagi karena masalah sialan itu.

Malam ini juga masalah di antara mereka harus selesai. Biarlah kali ini dia mengalah, toh Sasuke sudah sering mengalah demi dirinya. Lagipula, Sasuke tidak akan tenang selama dia belum mendapatkan apa yang paling diinginkannya.

Hinata menelepon satpam Uchiha Motors untuk memastikan keberadaan Sasuke. Sebelum melewati tengah malam tadi dia telah berkeliling mansion mencari Sasuke. Saat dia menelepon atau SMS, Sasuke tidak membalas atau mengangkat.

"Iya, Nyonya, Sasuke-sama masih di kantornya."

"Antar aku ke kantor suamiku," kata Hinata pada Suigetsu usai dia medapat jawaban dari satpam.

Suigetsu mengangguk pelan, lalu membukakan pintu mobil untuk Hinata.

Sebenarnya Hinata bisa menyetir sendiri, tetapi ada peraturan yang membatasi kebebasannya menyetir.

Ada banyak wartawan yang gemar menguntit kehidupan mereka. Gosip Sasuke selingkuh terlalu sering memenuhi halaman terdepan koran. Hal-hal kecil tentang mereka bisa berubah jadi besar. Ngerinya, Hinata pun sempat dikabarkan selingkuh dengan sopir sekaligus bodyguardnya.

Itu alasan enam tahun lalu Hinata bersikeras belajar menyetir. Sementara Sasuke mengusulkan jalan lain, menyewa sopir-bodyguard berjenis kelamin perempuan, agar isu miring semacam "Cinta Sopir-Majikan" tidak pernah mengganggu ketenangan mereka lagi. Sasuke tidak suka Hinata pergi tanpa penjagaan, dia terlalu takut seseorang bebuat jahat pada istrinya, karena Nenek Midori dulunya mati ditembak.

Alhasil terjadilah perang dingin lainnya selama dua hari satu malam. Berakhir dengan Sasuke yang mengalah dengan catatan Hinata tidak akan pernah menyetir sendiri lewat pukul sepuluh malam.

Lima belas menit kemudian, mobil yang ditumpangi Hinata berhenti di halaman Uchiha Motors. Hinata segera turun setelah dia meminta Suigetsu pulang.

Suigetsu tidak langsung pulang, dia mengawasi sekitar sambil memerhatikan Hinata, memastikan Hinata masuk ke gedung tinggi itu dengan selamat. Bisa mati dia dibunuh bosnya kalau Hinata kenapa-kenapa.


"Juugo, tadi aku bilang kau boleh pulang."

Langkah kaki itu terdengar ringan. Sasuke mengenalnya. Dia segera sadar itu bukan milik Juugo, tetapi seseorang yang tiga minggu ini dinantikannya. Untuk memastikannya, dia sedikit mengangkat pandangannya.

Istrinya terlihat sangat indah, manis dan seksi. Sasuke ingat dulu dia pernah bilang host sebuah talkshow di Senju Channel lebih cantik daripada istrinya. Namun, setelah berat badan Hinata ideal, di matanya, wanita itu adalah wanita paling cantik di dunia. Dia tidak pernah menggombal tentang apa pun, itu yang sebenarnya, dan jangan anggap seleranya rendahan.

Hinata mengenakan gaun malam yang diberikannya tiga minggu lalu. Gaun malam yang panjangnya sampai menutupi seluruh kaki itu, kini hanya berhasil menutupi sejengkal paha istrinya. Sasuke menyeringai licik. Aku menang! Soraknya dalam hati. Dia kembali fokus pada layar laptop, kemudian berpura-pura menyibukkan jari-jarinya di atas keyboard.

Sasuke menebak Hinata baru menggunting gaunnya. Entah di mana dia menyimpan potongan gaunnya bersama alas kaki dan mungkin mantel atau cardigan. Wanita itu ke sini untuk menggodanya.

"Sasuke-kun!" Hinata memanggilanya dengan suaranya yang manis dan lembut itu. Sasuke tidak suka manis, tetapi kalau itu tentang Hinata dia menyukainya, semanis apa pun itu.

Sasuke tak menggubris, jari-jarinya masih bergerak. Dia berpura-pura menatap layar laptop dengan serius, padahal pandangannya fokus pada Hinata yang sudah mendaratkan bokongnya di kursi di depannya.

"Kita harus bicara," kata Hinata, terlihat gugup.

"Kau tidak akan mengerti," balas Sasuke acuh tak acuh.

Apa kau mau tahu sebenarnya apa yang diketik jari-jari Sasuke yang terlihat sibuk itu? Inilah dia:

Pipinya memerah seperti tomat kesukaanku

Aku ingin memakannya

Sudah tiga minggu tidak makan, aku lapar sekali

Untunglah dia datang, kalau tidak aku pasti mati kelaparan

"Buat aku mengerti."

"Kau yang paling tahu seberapa besar aku menginginkannya," cerita Sasuke setengah berbisik sambil tetap sibuk mengerjakan pekerjaannya. "Sejak kehamilan pertamamu sampai yang ketiga, aku berharap anak perempuan yang datang, tetapi kau tahu siapa yang datang. Sebelas tahun aku menantikannya, Hinata. Itu lama sekali." Raut muka Sasuke mulai berubah muram.

"Kau tahu kita manusia. Kita bertambah tua dan tujuan akhir kita di dunia ini pastilah kematian. Kau punya empat Sasuke di sini yang siap menjagamu kalau aku pergi lebih dulu. Tapi aku? Apa yang harus kulakukan kalau … sudahlah, kau tidak akan mengerti." Mata kelam Sasuke menebar kesedihan. Dia terlihat seperti menahan tangis.

Mata Hinata membesar mendengar perkataan Sasuke. Dia belum memikirkan hal itu. Menjalani hidup bersama Sasuke selama belasan tahun membuatnya melupakan kematian, dia merasa dia akan hidup selamanya.

Pandangan Hinata mengarah ke laptop hitam yang ada di depan Sasuke, objek yang sedari tadi diperhatikan Sasuke walau sekarang ada dia di depan Sasuke.

Selama ini dia selalu menghibur Sasuke dengan mengatakan, "Anak laki-laki atau anak perempuan sama saja." Tetapi, dia tahu itu tidak benar. Tentu saja tidak, bagaimana pun laki-laki dan perempuan itu berbeda.

Bokong Hinata terangkat dengan cepat. Dia menaikkan kaki kanannya ke atas meja, lalu kaki kirinya. Berkas-berkas di atas meja Sasuke disiksa oleh kedua tangan dan lutut Hinata yang menahan tubuhnya. Wanita itu mulai merangkak ke arah Sasuke.

Laptop yang masih menyala ditutup ketika tangan Hinata berhasil menggapainya, kemudian dia menggesernya ke sisi kiri, agar jalan menuju Sasuke terbuka bersih dari gangguan.

"Hinata, kau merusak pekerjaanku," ujar Sasuke sambil menarik berkas yang baru saja ditindih tangan Hinata. Bukannya mengerti, Hinata malah menggeram sembari menarik berkas itu dari tangannya dan melemparnya ke lantai.

"Tidak," kata Hinata penuh penekanan. "Dalam tiga minggu ini aku membiarkan mereka menguasaimu, sekarang biarkan aku membalas mereka." Hinata berbicara sambil turun dari meja dan mendarat di pangkuan Sasuke. "Sekalian membalas perbuatanmu dulu," katanya lagi, kali ini sambil melepas dasi Sasuke.

"Menggelikkan melihatmu seperti ini," kata Sasuke mengejek, dia terkekeh pelan. Terang saja, Hinata sangat jarang bertingkah agresif seperti sekarang. Jika istrinya bertingkah seperti itu artinya Sasuke memenangkan peperangan mereka. Rasanya pikiran dan hatinya melompat gembira.

Kali ini Sasuke yakin mereka akan mendapatkan bayi perempuan, firasatnya yang mengatakan. Sebut saja dia kuno atau sok bertingkah seperti Kakashi yang gemar membicarakan firasat, dia tidak peduli.

Hinata menyibak rambut Sasuke yang jatuh menutupi mata kirinya, lalu menatap kedua mata kelam Sasuke dalam-dalam. "Kau tahu, aku paling tidak suka melihatmu bersedih," katanya, kemudian mendaratkan kecupan tepat di bawah mata kiri Sasuke. "Kesedihan tidak boleh jatuh ke sini." Kecupan Hinata berpindah ke pipi kanan.

Cara terbaik menggoda Hinata bukanlah memperlakukannya seperti ratu, menebar gombalan atau merencanakan makan malam romantis. Cukup tebar kesedihan dan Hinata pun akan mengabulkan keinginannya, apa pun itu. Dia tahu itu sedari dulu, hanya saja cara itu hanya akan digunakan bila cara lain gagal.

Jantung Sasuke berdebar-debar gembira. Hinata menarik dagunya, lalu mengecup bibirnya. Detik berikutnya, kecupan itu berubah menjadi lumatan. Kali ini Sasuke akan membiarkan Hinata-nya memimpin.

Lembur seperti inilah yang paling kusuka.


Keisengan Sakura nyatanya tidak berhasil. Sasuke tampak biasa saja berjalan dengan piama satin merah muda dengan motif bunga-bunga. Walau orang-orang mulai terkikik, kemudian berkomentar tentang gayanya itu, wajah Sasuke tetap datar, tidak ada tanda-tanda dia merasa malu. Dia tetap terlihat keren, tidak terlihat bodoh seperti khayalan Sakura beberapa bulan yang lalu.

Hinata tersenyum ramah saat dia sampai di dekat kue ulang tahun yang diletakkan di depan kerumunan para undangan. "Di mana Naruko?" tanyanya kepada Sakura.

"Dia ke toilet dengan ayahnya," jawab Sakura seadanya.

Hinata mengangsurkan plastik besar yang ditentengnya. Ada enam kado di dalamnya. Sakura menerimanya, tersenyum manis, lalu mengucapkan terimakasih.

Anak-anak Hinata malah pergi menjauh dari kerumunan. Sakura tahu kenapa, Kyousuke dan Si Kembar tidak suka adik kesayangan mereka disentuh. Tangannya pernah ditepis Kaito dengan kasar saat dia mencoba mencubit pipi Si Uchiha Gendut, lalu berkata, "Jangan pernah menyentuh adikku."

"Kou-chan!" Naruko berlari-lari sambil berseru saat mata sapphirenya menangkap balita berpipi tembam yang berdiri di antara kakak laki-lakinya. Dengan cepat Kyousuke berdiri di depan Kouta, membelakangi Naruko, kemudian membawa Kouta ke dalam gendongannya. Si Kembar pun ikut-ikutan, mereka berdiri di depan Si Sulung, takutnya Naruko nanti menarik kakik adik kecil mereka. Kyou tersenyum penuh kemenangan ketika Naruko sampai di tempat mereka. "Suke-nii, turunkan Kou-chan. Aku kangen sama pipinya." Naruko berjalan ke balik punggung Kyou, kemudian melompat-lompat, mencoba menggapai pipi Kouta.

"Kou, apa kau mau turun?" tanya Kyou.

Kouta menatap Naruko yang masih berusaha menggapai pipinya. Anak perempuan berkucir dua itu selalu mencubiti pipinya. Rasanya sakit. Kemudian dia menatap kakak sulungnya. Dia menggeleng, lalu memeluk leher Kyou dan menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Kyou.

"Kau lihat?"

"Ini tidak adil. Nii-chan pasti menghasutnya," tuduh Naruko sembarangan. Dia mengeluarkan permen loli dari saku piamanya. "Kou-chan, coba lihat, nee-chan punya lolipop untukmu."

Kaito dan Keita menengok ke belakang demi mendapati Naruko menjulurkan permen lollipop ke arah Kouta. "Adikku tidak akan tergoda dengan permen murahan." Kali ini Kaito membuka mulutnya. "Kou, nanti nii-san buatkan permen untukmu."

Dari semua Uchiha, Naruko paling tidak suka dengan Kaito. Jika ada kata yang keluar dari mulutnya, kata itu pasti berguna untuk menyakiti hati seseorang. Permen murahan, katanya? Memang, Naruko mengakui Kaito punya selera yang bagus dalam urusan makanan. Tetapi, kan tidak perlu terlalu frontal begitu menghina pilihannya.

Naruko mengepalkan tangannya sembari menggeram jengkel. Keningnya mengerut tak suka. Biasanya kalau Kouta datang dengan Bibi Hinata, dia bebas mencium Kouta dengan gemas, lalu mencubit pipinya sampai puas, walau kadang Kouta menangis karenanya, tetapi dia bisa mengatasinya dengan makanan penyogok.

Saat para anikinya berada di sekitar Kouta, Naruko tak berkutik. Mereka tidak akan membiarkannya menyentuh Kouta.

Naruko mendengus. "Kalian overprotective," katanya sambil berlalu, kembali pada kuenya untuk mulai merayakan ulang tahunnya yang sekarang terasa menyebalkan. Dia menunduk lesu. Para orangtua terkikik menyaksikan adegan itu.

Sebenarnya Naruko juga punya adik laki-laki, namanya Ryouta, usianya lima tahun, rambutnya merah muda. Adiknya tampan, serius, sangat tampan malah. Dia idola para gadis cilik, walau pesonanya meredup kala disandingkan dengan para Uchiha. Tetapi, adiknya itu tidak menggemaskan seperti Kouta.

Dengan begitu kejamnya, Tuhanmembuat adiknya kurus. Pipinya tidak enak dicubit. Padahal Ryou termasuk anak yang rakus. Dia heran kenapa adiknya itu tidak bisa bertambah gemuk.


Sayang, ayo pulang.

Pesan yang dikirimnya setengah jam lalu belum dibaca oleh Hinata. Dia kesal.

Sasuke muak dengan acara ulang tahun ini. Tidak seharusnya mereka menghabiskan waktu di sini sementara tugas penting menanti mereka di atas ranjang.

Hinata masih betah bercakap-cakap usai potong kue. Sudah banyak undangan yang pulang membawa anak mereka. Di tengah keramaian tidak mungkin Sasuke merengek minta pulang layaknya anak kecil.

Teringat anak kecil, ide brilian melintas di benak Sasuke. Dia berniat memanfaatkan putra bungsunya.

Ah, dia tidak perlu membisikkan akal bulusnya kepada Si Bungsu, Kou akan melakukan tugasnya tanpa disuruh.

Kou tertidur dalam gendongan Kyou. Sepertinya Kyou tidak kuat lagi menggendong adiknya. Cepat-cepat dia menghampiri Hinata.

"Kaa-san, ayo pulang, Kou sudah tidur sejak tadi, aku tidak kuat lagi menggendongnya," jelas Kyou setengah berbisik. Dia takut suaranya yang keras membangunkan Kou dari tidur nyamannya.

"Ayo!" Alih-alih mendengar ibunya menjawab, suara Sasuke menyambangi telinganya. Kyousuke tampak sedikit kesal.

"Kelihatannya Uchiha Senior pun sudah tidak kuat, ya," ledek Naruto yang dimengerti dengan baik oleh para orangtua. Mereka terkikik menyaksikan wajah Sasuke yang datar, tetapi di baliknya tersimpan gairah menggebu yang tidak bisa ditahan lagi. Sementara Hinata menutup kedua matanya dengan tangan kirinya, pipinya memerah menahan malu.

"Ssst! Suara sumbang kalian bisa membangunkan adikku." Lagi-lagi Kaito mengeluarkan kata-kata pedas. Walau dia cerdas, tetapi dia belum paham tentang itu, dia hanya berpikir ayahnya juga sudah letih.

Naruko mendecih menanggapi kata-kata Kaito. "Tou-chan, ayo bubar," katanya kesal. Telinganya nyaris muntah karena hari ini terlalu banyak mendengarkan kata-kata pedas Kaito. Uchiha Sialan itu terlalu banyak berkomentar tentang kue-kue yang disediakan di pestanya. Kue ulangtahunnya, lolipopnya, baso ikan kesukaannya, Kaito mengatai seleranya sangat kampungan.

Kau seperti kucing kampung yang suka ikan busuk.

Naruko bersumpah akan membalas Kaito suatu saat nanti. Hari itu juga dia memutuskan dia akan membungkam mulut Kaito dengan hidangan spektakuler yang dibuat oleh tangannya sendiri.

Awas saja kau!


Bonus End


Epilog


Tangan Hinata meraba-raba permukaan kasur di sebelahnya. Tak merasakan tubuh suaminya di sana, dia membuka matanya sambil menguap. Dia mengambil ponselnya dari atas meja nakas, lalu menyalakannya sebentar untuk melihat waktu.

04:03 AM.

Pekerjaan kantor sering dibawa ke rumah sejak bayi perempuan mereka lahir. Sasuke bisa menghabiskan berjam-jam duduk di sekitar kedua putrinya, mengerjakan tugasnya sambil memandangi Hinata kedua dan ketiga—begitu Sasuke menyebutnya.

Hinata pernah menghitung berapa kali Sasuke mencium kedua putri mereka dalam satu hari. Dan tebak berapa! Minimal dua puluh kali dan maksimal bisa sampai empat puluh kali.

Setiap kali putri mereka berada di Baby Spa, jangan pikir Hinata yang membawanya ke sana. Jawaban yang tepat, Sasuke. Pakaian bayi perempuan, mainan dan segala barang yang dibutuhkan bayi perempuan, Sasuke sendiri yang membelinya. Beberapa bulan ini suaminya itu bertingkah seperti ibu-ibu.

Hinata duduk, kemudian tersenyum geli ketika retina matanya mendapati Sasuke duduk di dekat box bayi kembar mereka, seperti dugaannya. Entah bagaimana suaminya betah sekali memandangi putri mereka, seperti jatuh cinta setengah mati.

Hinata menyibak selimutnya, lalu turun dari ranjang. Sekejap kemudian dia berdiri di belakang Sasuke. Pria itu duduk di kursi yang sebelumnya terletak di depan meja rias. "Mereka lebih nyenyak sehabis dipijat," bisik Hinata sembari melingkarkan lengannya di leher Sasuke.

"Hn." Sasuke bergumam, tidak begitu peduli pada istrinya. Dia lebih senang melihat putri kembarnya yang tertidur pulas. Pose tidur keduanya terbilang lucu. Minori, Si Kakak, tidur terlentang. Sementara Midori tidur menyamping, sebelah tangannya berada di atas dada Minori, tampak protektif terhadap kakaknya itu.

"Aku benar-benar punya saingan sekarang," kata Hinata sedih.

Sasuke terkekeh. Itu kan kesenangan lain yang sudah diimpikan Sasuke selama ini, membuat Hinata memiliki saingan. "Sainganku lebih banyak."

"Sasori-nii pernah cerita, dulu ibunya pergi karena kecelakaan. Satu minggu kemudian ayahnya mulai sakit-sakitan, padahal sebelumnya dia sehat. Nenek Chiyo bilang, hati yang kesepian membuat putranya kehilangan gairah hidup. Itulah yang memicu penyakit menghampirinya. Tidak sampai dua bulan, dia menyusul istrinya.

"Kau tidak akan seperti itu, kan?"

Sejak Sasuke membahas masalah kematian Hinata sering memikirkan itu. Bertanya-tanya bagaimana bila dia lebih dulu atau Sasuke lebih dulu? Mungkinkah secara bersamaan?

Jujur saja, Hinata sangat mencemaskan Sasuke. Dia pernah mendengar cerita bagaimana Madara setelah ditinggal Midori, sakit-sakitan selama setahun lebih. Cerita seperti itu sering terdengar di telinganya.

"Kita masih muda, Hinata," jawab Sasuke. Mendadak Hinata menjadi aneh. Itu semua karenanya yang dulu menebar kesedihan dan dengan bodohnya membicarakan kematian. Dia dan Hinata baru kepala tiga. Lagipula, omongannya waktu itu tidak serius. Itu kan cuma akal-akalannya saja.

"Kematian bisa datang kapan saja dan dengan cara apa saja."

Sasuke mendengus. "Seharusnya kau mencemaskan dirimu," kata Sasuke mengingatkan. "Kau terlalu banyak bekerja. Kalau bukan aku yang memaksamu ke spa, kau tidak akan pergi. Apa jadinya dirimu tanpa aku?"

"Aku bisa mengatasinya," jawab Hinata menyombongkan diri. "Kau yang keras kepala. Saat kau sakit kau tidak akan minum obat kalau aku tidak membujukmu. Rambut di wajahmu ini." Hinata memaksa Sasuke menengadahkan kepalanya, hingaa dia bisa melihat rambut wajah yang masih pendek. "Kau tak mau dicukur kalau bukan aku yang melakukannya. Apa jadinya dirimu tanpa aku?"

"Aku tahu, Hinata. Aku janji tidak akan sakit-sakitan saat kau meninggalkanku." Sasuke beranjak dari kursi, memaksa Hinata berdiri tegak. Dia merapat pada Hinata, lalu menurunkan wajahnya. "Maka, cepatlah mati, supaya aku bisa menepati janjiku," bisiknya, kemudian tersenyum jahat. Senyumnya tampak mengancam di kedua mata Hinata.

"Sa … suke-kun." Hiinata tak percaya ini. Sasuke bilang apa tadi? Mata Hinata mulai berkaca-kaca. Sasuke membungkus lehernya, siap mencekiknya. Dia diam saja karena masih tidak yakin akan perkataan Sasuke. Tetapi, Sasuke serius. Kedua tangan itu mulai menekan lehernya. Suaminya akan membunuhnya.

"Bodoh," kata Sasuke sambil melepaskan leher Hinata, lalu menjitak Hinata. Dengan gemas Sasuke memeluk tubuh mungil Hinata sambil mengecupi puncak kepalanya. "Kita hanya akan merasakan kematian saat kita tidak bersama. Dan kau tahu, itu tidak akan pernah terjadi. Maut tidak punya kuasa atas kita. Tidak peduli jarak, maut, waktu, dimensi atau apa pun, ketahuilah, aku bersamamu dan kau bersamaku."

Hinata menangis sambil membalas pelukan Sasuke. Dia sering berpura-pura kejam, tetapi aktingnya tidak pernah berhasil di depan Sasuke. Kala Sasuke yang melakukan dia pasti ketakutan. Kenapa dia bodoh sekali? Dia mengeratkan pelukannya, berharap bisa menyiksa Sasuke sedikit saja. "Aku mencintaimu."

"Aku lebih mencintaimu."

"Tidak bisa, pokoknya cintaku lebih banyak."

"Hm. Kali ini kau yang menang."


Jadi ini benar-benar akhirnya.

Hmm, terimakasih banyak untuk semua pembaca, yang ribut atau pun pendiam.

Sampai ketemu lagi di lain waktu.


Itu Kaito dan Naruko kelihatan manis, ya? Bakalan bertengkar tuh sepanjang waktu.

Kou polosnya dan rakusnya sama kayak Hinata.

Oh, btw, selamat tahun berulang buat Sasuke, semoga kau semakin tampan (pinjam ucapan Hinata dari chapter 4)