depends.

Assassination classroom by yusei matsui

Ratings / warnings. T / semi-canon, implisit mention of self-harm.

Summary. "Karma punya dua pilihan."

.


Bel terakhir berbunyi dan ruang kelas sedikit demi sedikit mulai sepi. Rio tidak langsung berkemas. Bahkan ketika Hinano mengajaknya pulang bersama ia tolak.

Jemarinya merogoh isi tas, mengeluarkan segulung band aid dari sana. Berakhir dengan sepucuk plester di pergelangan tangan kirinya. Rautnya datar saat memandangi luka disitu.

"Kamu begini lagi?"

Karma sudah ada di hadapannya; duduk melangkahi kursi, dan sedang asyik menyedot susu stroberi. Tangan satunya menopang dagu, matanya tidak lepas dari Rio.

Rio menghela napas, tidak menjawab.

"Terakhir kali kamu begini, aku lihat ada tiga dan sekarang Cuma satu," Karma tersenyum kecil. Berubah pikiran?"

"Mana mungkin," Rio terkekeh. "Kepergok ayah."

Cowok di hadapannya diam, mengetahui kelanjutan ceritanya.

"Terus aku ditampar lagi—yah, bukan berarti aku kapok sih."

Kemudian Rio diam. Masih memandangi pergelangan-berplesternya.

Hari sudah semakin sore dan gedung bobrok kelas 3-E sepenuhnya kosong. Hanya ada mereka berdua, yang enggan meninggalkan tempat itu.

"Hei, Karma," panggilnya. "Sudah sangat sering aku mencoba bunuh diri."

Karma mendengus, "tiga kali dalam satu bulan ini."

Ujung bibir Rio naik, "tapi, kau tahu? Bagaimanapun, aku masih mencintai hidupku."

Senyuman Rio hari itu, mengandung arti—tragis, dan sedih, tetapi juga penuh harapan dan kekosongan—yang tidak akan bisa Karma lupakan.

Setelah keheningan yang begitu menusuk telinga, pemuda berhelai merah itu berkata. "Sudah hampir gelap. Ayo, kuantar sampai rumah."

Dan Rio menurut.

.

.

.


"I have wanted to kill myself a hundred times, but somehow I am still in love with life."

Voltaire, in Candide or Optimism.


a/n

aduhh fik pertama di fandom ini sampah bangett, pendek lagi uhuhu. maaf, karuri shippers, mereka hancur sekaliii /digebukin.

.


(extra).

Langkah yang tidak selaras menemani obrolan pulang sekolah mereka.

"Belum berubah pikiran, Rio?" ujar Karma.

Rio angkat bahu. "Entahlah. Mau apa kau?"

Senyuman terulas di bibir si pemuda. "Mau menyelamatkanmu, atau bunuh diri bersamamu—tergantung."

Sorot mata Rio penuh tanda tanya tapi tidak dihiraukan Karma.